Passive income berbeda dengan perlakuan atas penghasilan dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh penduduk salah satu negara di negara lain, yang hanya dapat dikenai pajak di negara lain tersebut apabila kegiatan itu dilakukan melalui suatu BUT. Passive income dapat dikenai pajak di negara sumber tanpa syarat adanya suatu BUT. Namun demikian hak pemajakan yang diberikan kepada negara sumber biasanya dikurangi, yaitu pemajakan dengan tarif yang lebih rendah dari tarif yang berlaku berdasarkan undang-undang domestiknya. Passive income ini meliputi deviden, bunga, royalti, dan penghasilan dari penggunaan harta. 1) Dividen Secara umum, dividen adalah pembagian keuntungan kepada para pemegang saham oleh PT (PT), atau persekutuan dengan penyertaan modal atau perusahaan yang terbagi atas sahamsaham. Dalam hal ini, kedudukan pemegang saham dalam suatu PT berbeda dari para anggota dari suatu persekutuan (partnership). Biasanya suatu persekutuan dikenai pajak satu kali, yaitu di tingkat para anggotanya. Pembagian laba kepada para anggota persekutuan bukanlah deviden karena hasil usaha yang dilakukan oleh persekutuan tersebut merupakan keuntungan dari para anggotanya yang berasal dari kegiatan usaha para anggota itu sendiri. Sedangkan pemegang saham dari suatu PT bukan pedagang atau pengusaha sebab laba usaha yang diperoleh adalah milik perseroan tersebut bukan milik pemegang saham. Jadi, pemegang saham dan PT tempat mereka menanamkan modalnya merupakan dua pihak yang terpisah. Pemegang saham hanya akan membayar pajak atas bagian laba dari PT yang menjadi haknya sesuai dengan besar penyertaannya. Rumusan mengenai dividen berdasarkan UN Model terdapat di Article 10 : 1.
Dividends paid by a company which is a resident of a Contracting State to a resident of
the other Contracting State may be taxed in that other state.
Ayat diatas mengatakan bahwa dividen yang dibayar oleh sebuah perusahaan yang merupakan penduduk dari salah satu negara kepada penduduk negara lain dapat dikenai pajak di negara lain tersebut. Ini merupakan petunjuk bahwa pengenaan pajak atas deviden itu dibagi bersama antara negara sumber dan negara domisili. Hal ini tercemin dalam kata-kata “...may be taxed..” yang artinya pemajakan atas deviden tersebut tidak hanya diberikan kepada satu negara Negara-negara berkembang seperti Indonesia menginginkan agar negara sumber diberikan hak penuh dalam mengenakan pajak atas deviden tersebut. Jika negara sumber dan negara domisili diberi hak untuk mengenakan pajak, negara domisili harus mengakui pajak yang dibayar dapat dikreditkan di negara sumber, termasuk tax sparing, karena biasanya negaranegara berkembang memberikan insentif pajak. Hak pengenaan pajak atas deviden yang hanya diberikan kepada negara di mana pemegang saham berdomisili juga tidak dapat diterima secara umum sebab deviden merupakan investment income (passive income). Karena itu, negara sumber juga harus diberi hak untuk mengenakan pajak. Istilah “paid” (dibayar) harus diberi arti yang luas sebab pengertian “pembayaran” adalah pemenuhan kewajiban untuk menyediakan dana yang menjadi haknya para pemegang saham sesuai dengan perjanjian atas kebiasaan yang berlaku. Ayat tersebut mengatur pengenaan pajak atas deviden yang dibayarkan oleh suatu perseroan terbatas yang berdomisili di negara sumber , yang diterima oleh penduduk negara lainnya. Pembagian hak pemajakan antara negara sumber dan negara domisili tampak dalam perumusan ayat 2 dibawah ini: 2.
However, such devidends may also be taxed in the Contracting State of which the
company paying the dividens is a resident and according to that States, if the beneficial owner
of the devidends is the resident of the other Contracting State, the tax so charged shall not exceed: ( a).. per cent of the gross amount of the dividends if the beneficial owner is a company (other than a partnership) which holds at least 10% of the capital of the company paying the dividends; (b) ...per cent of the gross amount of dividends in all other cases. Jadi, besarnya persentase dikosongkan karena tergantung pada kesepakatan kedua belah pihak. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kepentingan antara negara-negara berkembang dan negara maju. Negara berkembang cenderung tetap mengenakan pajak sesuai dengan undangundang domestiknya, sedangkan negara maju cenderung membatasi hak pemajakan negara berkembang sebagai negara sumber. Terdapat dua tarif berdasarkan penyertaan. Dividen yang berasal dari penyertaan yang lebih besar (ditunjukkan dalam persentase) biasanya dikenai pajak yang lebih rendah. Sedangkan penyertaan yang lebih kecil dikenai tarif yang lebih tinggi untuk mendorong investasi yang lebih besar, terutama oleh negara-negara maju. Muncul permasalahan, berapa besarnya persentase yang dipakai untuk membedakan antara direct investment dan portfolio. Negara-negara maju cenderung memilih persentase yang sangat minim (5% atau 10% dari modal yang disetor) untuk dijadikan tolak ukur sebagai direct investment, sedangkan negara berkembang lebih suka memilih tingkat penyertaan yang tinggi (yaitu minimal 25% dari modal yang disetor). Bagi negara berkembang, persentase yang rendah akan menyebabkan hilangnya penerimaan pajak, sebab tarifnya akan lebih rendah. UN model pada awalnya memilih direct investment sebesar 25% tetapi kemudian diturunkan menjadi 10%, karena pemilikan saham oleh investor asing di beberapa negara berkembang dibatasi sampai 50% saja. Karena itu, penyertaan sebesar 10% sudah cukup berarti.
Masalah tarif pajak atas dividen tersebut juga merupakan topik yang hangat karena adanya dua kepentingan yang berbeda. Dalam menentukan besarnya tarif pajak atas deviden yang dikenakan di negara sumber, beberapa hal perlu dipertimbangkan. Pertama, bila negara domisili (negara maju) menganut sistem perkreditan pajak, besarnya tarif tersebut harus ditentukan sedemikian rupa sehingga seluruh tarif gabungan antara tarif pajak atau perseroan dan deviden menghasilkan tarif efektif yang lebih rendah daripada tarif pajak yang berlaku di negara domisili. Penentuan besarnya tarif efektif ini juga perlu mempertimbangkan masalah pemberian insentif di negara sumber. Dengan demikian terdapat variasi atas tarif pajak, tergantung pada kegiatan dan insentif yang diberikan. Yang penting adalah bahwa setiap insentif yang diberikan oleh negara sumber harus menguntungkan para investor. Kedua, bila negara maju menerapkan sistem pembebasan (exemption method) dalam penghindaran pajak berganda, tarif pajak dapat ditentukan berdasarkan pertimbangan (a) azas tidak mengenakan pajak atas deviden yang diterima oleh perseroan (intercorporate dividends), dan (b) pengurangan tarif pajak atas dividen harus bersifat netral supaya hal ini menguntungkan investor. Ketiga, kedua negara baik negara sumber maupun negara domisili
tetap dapat
mengenakan pajak atas dividen dari portfolio investment, walaupun jumlahnya tidak berarti. Tarif pengenaan pajak atas dividen yang tercantum dalam suatu perjanjian biasanya merupakan suatu kompromi antara dua negara yang mengadakan perjanjian. Tinggi rendahnya tarif pajak atas dividen menunjukkan seberapa jauh
Negara sumber melepaskan hak pemajakannya.
Biasanya tarif ini lebih rendah daripada tarif yang terdapat dalam undang-undang domestik negara yang bersangkutan.
Ayat (2) a menyatakan bahwa pengenaan pajak atas direct investment akan lebih rendah daripada portfolio investment. Yang dijadikan tolak ukur adalah persentase penyertaan modal. Pengertian modal disini adalah: Ayat (2) tersebut tidak mengharuskan perusahaan yang menerima dividen tersebut memiliki paling sedikit 25% dari modal yang disetor untuk jangka waktu yang panjang sebelum pembagian deviden dilakukan. Namun beberapa P3B kadang mencantumkan syarat tambahan, yaitu bahwa penyertaan sebesar 25% sudah harus dimiliki untuk jangka waktu tertentu sebelum deviden dibagi. Hal ini untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan, yaitu pemegang saham yang penyertaannya ternyata kurang dari 25% sebelum pembagian deviden. Tetapi begitu dividen akan dibagi, pemegang saham tersebut menaikkan penyertaannya sehingga memenuhi syarat untuk dikenai pajak degan tarif pajak yang lebih rendah. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa ketentuan tarif dividen dalam suatu perjanjian hanya berlaku apabila penerima dividen tersebut adalah orang yang memiliki dividen tersebut. Karena itu, suatu perjanjian selalu menyebutkan syarat bahwa penerima dividen adalah beneficial owner dari dividen tersebut. Hal ini kembali kepada prinsip perjanjian perpajakan, yaitu bahwa yang dicakup hanyalah penduduk dari dua negara yang bersangkutan. Istilah beneficial owner disini berarti orang yang betul-betul menjadi pemilik dividen sehingga mempunyai hak atas dividen tersebut. Beneficial owner harus memiliki certificate of origin sebagai bukti kependudukan.
Contoh kasus: PT Jaya Utama membayarkan dividen sebesar Rp.100.000.000,-- kepada X Coy yang menjadi resident Negara Manca Y. Bagaimana perlakuan PPh.?
X COY
Luar Indonesia Bayar dividen Indonesia
Rp 100.000.000
PT. JAYA UTAMA
Pertanyaan : 1. Apa kewajiban PT Jaya Utama? 2. Apa dasar hukumnya menurut National tax law? 3. Bagaimana perlakuan PPh atas dividen tsb jika sudah ada P3B antara Indonesia dan Negara Manca Y? 4. Bagaimana perlakukan Negara Manca Y terhadap dividen yang diterima oleh X Coy dari Indonesia? Jawaban: 1. PT Jaya utama harus memotong PPh sebesar 20% ( Rp 20.000.000) atas pembayaran deviden sebesar Rp. 100.000.000, 2. Dasar hukumnya adalah Pasal 26 ayat (1) UU PPh 3. Diperlakukan reduced rate dari 20% menjadi misalnya 10% berdasarkan article 10 ayat (2) a. 4. Penghasilan dividen digunggung dengan penghasilan lain, PPh Pasal 26 yang 10% tersebut dapat dikreditkan. Misalnya PKP X Coy setelah digunggung dengan dividen
menjadi sebesar Rp 900.000.000,
Income tax 30% di Negara Manca Y, maka
perhitungannya sbb: PKP Income tax
900.000.000 270.000.000
Tax credit
(10.000.000) (10% x Rp 100.000.000) (260.000.000 )
PKP setelah pajak
640.000.000
Selanjutnya di ayat (3): 3. The term “dividends” as used in this article means income from shares, “jouissance” shares or jouissance rights, mining shares, founder’s shares or other rights, not being debt-claims, participating in profits, as well as income from other corporate rights which is subjected to the same taxation treatment as income from shares by the laws of the State of which the company making the distribution is a resident. Dari ayat diatas, yang dimaksud “dividen” adalah penghasilan dari saham-saham, sahamsaham jouissance atau hak-hak jouissance, saham-saham pertambangan, saham pendiri, atau hakhak lainnya yang bukan merupakan surat piutang, namun berhak atas pembagian laba, demikian pula penghasilan dari hak-hak perseroan lainnya, yang diperlakukan sama dengan penghasilan dari saham-saham oleh undang-undang perpajakan negara dimana badan yang melaksanakan pembagian tersebut berkedudukan. Definisi dividen antara satu negara dengan negara lainnya berbeda. Definisi deviden selalu terkait dengan semua sekuritas yang dikeluarkan oleh perusahaan yang mempunyai hak
untuk memperoleh pembagian keuntungan atas laba dari perusahaan yang mengeluarkannya, tetapi bukan dalam rangka utang piutang, misalnya jouissance shares atau jouissance rights , founder’s shares atau hak-hak pembagian keuntungan lainnya. Definisi deviden tergantung pada perundingan bilateral, karena undang-undang negara yang bersangkutan berbeda. 4. The provisions of paragragh 1 and 2 shall not apply if the beneficial owner of the dividends, being a resident of a Contracting State, carries on business in the other Contracting State of which the company paying the dividens is a resident, though a permanent establishment situated therein, or performs in that other State independent personal services from a fixed base situated therein, and the holding in respect of which the dividends are paid is effectively connected with such permanent establishment or fixed base. In such case the provisions of article 7 (business profit) or article 14 (independent personal services, as the case may be shall apply. Jika orang atau badan yang menerima dividen mempunyai BUT yang berada di negara dimana
pembayar deviden berkedudukan dan dividen itu adalah hasil dari saham yang
merupakan bagian kekayaan dari BUT atau pemilikan saham tersebut mempunyai hubungan yang efektif BUT , dividen tadi akan digabungkan ke dalam penghasilan atau keuntungan BUT dan dikenai pajak menurut laba usaha perusahaan atau pekerjaan bebas. Dengan kata lain, dividen tersebut dianggap sebagai business profit dan merupakan bagian penghasilan dari BUT yang bersangkutan. Ketentuan ini juga berlaku bila penduduk (orang pribadi) negara domisili melakukan kegiatan usaha yang tunduk kepada ketentuan Pasal 14 (Independent personal services), yang mempunyai hubungan efektif dengan dividen tersebut. Prinsip ini juag dianut oleh Undang-Undang PPh 1984 sebagaimana telah dibubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994.
5. Where a company which is a resident of a Contractng State derives profit or income from the Other Contracting State, that other Contracting State may not impose any tax on the dividends paid by the company, except in so far as such dividends are paid to a resident of that other State or in so far as the holding in respect of which the dividends are paid is effectively connected with a permanent establishment or a fixed base situated that other State, nor subject the company’s undistributed profits to a tax on the company’s undistributed profits, even if the dividends paid or undistributed profits consist wholly or partly of profits or income in such other State. Ayat diatas menjelaskan pengenaan pajak atas dividen yang dibayarkan perusahaan yang berdomisili di satu negara kepada penduduk yang berdomisili di negara lain. Ada beberapa negara yang mengenakan pajak tidak saja atas deviden yang dibayar oleh perusahaan yang berdomisili di negaranya tetapi juga atas pembagian deviden yang berasal dari laba yang diperoleh dari wilayahnya oleh perusahaan yang berdomisili di luar negaranya. Walaupun setiap negara berhak menentukan sendiri jurisdiksinya, prinsip tersebut sudah terlalu jauh. Ayat 5 ini menganulir prinsip di atas, yaitu walaupun dividen yang dibagikan oleh perusahaan dari negara domisili tersebut berasal dari laba yang diperoleh negara sumber, negara sumber tidak dapat mengenakan pajak atas deviden tersebut, kecuali yang menerimanya adalah penduduk negara sumber tadi. Selain itu, prinsip pemajakan atas deviden tersebut bukan didasarkan pada tempat diperolehnya laba darimana deviden tersebut dibayarkan, melainkan pada penduduk negara yang membagikannya. Perusahaan yang berdomisili di negara yang satu tidak dikenai pajak atas laba yang tidak dibagi oleh negara lain. 2)Bunga Bunga adalah penghasilan yang berasal dari modal (movable income) yang diperoleh orang pribadi dari simpanannya di bank, dan sertifikat deposito, dari obligasi, dari penjualan secara
angsuran (deffered payment sales). Penghasilan berupa bunga ini juga dapat diperoleh dari pemberian pinjaman antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Di dalam UN model, bunga diatur dalm pasal 11 yaitu sebagai berikut: Article 11 INTEREST
1. Interest arising in a Contracting State and paid to a resident of the other Contracting State may be taxed in that other State.
Bunga yang berasal dari salah satu negara dan dibayarkan kepada penduduk negara lainnya dapat dikenai pajak di negara lainnya Ayat ini memberikan prinsip dasar bahwa pengenaan pajak atas bunga yang timbul di salah satu negara, yang dibayarkan kepada penduduk dari negara lainnya, dapat dikenai pajak di negara yang disebut pertama. Jadi hak pemajakannya tidak diberikan hanya kepada satu negara. Istilah “dibayar” berarti pemenuhan kewajiban untuk menyediakan dana kepada kreditur dengan cara yang disepakati dalam kontrak atau menurut kebiasaan yang berlaku. 2. However, such interest may also be taxed in the Contracting State in which it arises and according to the laws of that State, but if the beneficial owner of the interest is a resident of the other Contracting State, the tax so charged shall not exceed ___ per cent (the percentage is to be established through bilateral negotiations) of the gross amount of the interest. The competent authorities of the Contracting States shall by mutual agreement settle the mode of application of this limitation.
Namun bunga itu dapat dikenai pajak di negara tempat asal bunga itu menurut undangundang negara tersebut, tetapi jika penerima bunga adalah pemilik yang menikmati bunga itu, pajak yang dikenakan tidak boleh melebihi...persen dari jumlah bunga itu.
Apabila hak pemajakan atas bunga ini hanya diberikan oleh salah satu negara, pengenaan pajak berganda akan bisa dihindari. Tetapi cara ini tidak bisa diterima oleh banyak negara. Karena itu, dicari suatu kompromi, yaitu negara sumber dapat mengenakan pajak dengan tarif yang lebih rendah daripada tarif berdasarkan undang-undang domestiknya sehingga negara domisili juga mempunyai hak untuk mengenakannya.
3. The term “interest” as used in this article means income from debt-claims of every kind, whether or not secured by mortgage and whether or not carrying a right to participate in the debtor’s profits, and in particular, income from government securities and income from bonds or debentures, including premiums and prizes attaching to such securities, bonds or debentures. Penalty charges for late payment shall not be regarded as interest for the purpose of this article.
Istilah “bunga” yang digunakan dalam pasal ini berarti penghasilan dari segala macam tagihan utang, baik yang dijamin dengan hipotik maupun tidak, dan baik yang berhak atas bagian laba si debitur atau tidak, dan khususnya penghasilan dari obligasi atau surat utang, termasuk premi dan hadiah yang terikat pada surat-surat obligasi atau surat-surat utang.
Bunga adalah penghasilan dari semua jenis tagihan atas piutang baik yang dijamin denga hipotik maupun tidak, dan baik yang mempunyai hak atas pembagian yang laba maupun atas keuntungan yang diperoleh kreditor, dan khususnya penghasilan dari surat-surat perbendaharaan negara dan surat-surat obligasi atau surat-surat obligasi atau surat-surat hutanng, termasuk premi dan hadiah yang terikat pada surat-surat perbendaharaan, obligasi atau surat-surat hutang tersebut. Denda atas pembayaran yang terlambat tidak dianggap sebagai bunga,
4. The provisions of paragraphs, 1 and 2 shall not apply if the beneficial owner of the interest, being a resident of a Contracting State, carries on business in the other Contracting State in which the interest arises, through a permanent establishment situated therein, or performs in that other State independent personal services from a fixed base situated therein, and the debt-claim in respect of which the interest is paid is effectively connected with (a) such permanent establishment or fixed base, or with (b) business activities referred to in (c) of paragraph 1 of article 7. In such cases the provisions of article 7 or article 14, as the case may be, shall apply.
Ketentuan ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila pemberian pinjaman yang menikmati bunga itu berkedudukan di salah satu negara dan melakukan kegiatan usaha di negara lainnya di mana tempat bunga berasal, melalui satu bentuk usaha tetap yang berada di sana, atau menjalankan pekerjaan bebas di negara lainnya itu melalui satu tempat usaha tetap yang berada di sana, dan tagihan utang yang menhasilkan bunga itu mempunyai hubungan yang efektif dengan (a) bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap itu, atau
dengan (b) kegiatan usaha sebagaimana diatur dalam ayat (1)c dari pasal 7. Dalam hal ini tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan pasal 7 atau pasal 14
Ayat ini mengatur bahwa perlakuan terhadap bunga berubah dari passive income menjadi business incone apabila yang menerima bunga tersebut melakukan kegiatan usaha di negara sumber melalui suatu bentuk usaha tetap, dan bunga itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap tersebut. Hal yang sama juga berlaku bila yang menerima bunga adalah penduduk negara lainnya yang melakukan kegiatan usaha di negara sumber melalui suatu tempat usaha tetap, dan bunga tersebut mempunyai hubungan yang efektif dengan tempat usaha tersebut.
5. interest shall be deemed to arise in a Contracting State when the payer is a resident of that State. Where, however, the person paying the interest, whether he is a resident of a Contracting State or not, has in a Contracting State a permanent establishment or a fixed base in connection with which the indebtedness on which the interest is paid was incurred, and such interest is borne by such permanent establishment or fixed base, then such interest shall be deemed to arise in the State in which the permanent establishment or fixed base is situated.
Bunga dianggap berasal dari salah satu Negara apabila yang membayarkan bunga adalah penduduk negara tersebut. Namun apabila orang atau badan yang membayar bunga itu, tanpa memandang apakah ia penduduk salah satu negara tersebut, mempunyai bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap di negara lainnya dimana bunga dibayarkan, dan
bunganya menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap tersebut, maka bunga itu akan dianggap berasal dari negara di mana bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap itu berasal.
Ayat ini mengatur penentuan sumber penghasilan berupa bunga, yaitu di negara dimana pembayar bunga menjadi penduduk. Namun ada pengecualian dari prinsip tersebut, yaitu dalam hal bunga atas pinjaman yang mempunyai hubungan ekonomis dengan bentuk usaha tetap yang berada di negara lain milik pembayar bunga tersebut.
6. Where, by reason of a special relationship between the payer and the beneficial owner or between both of them and some other person, the amount of the interest, having regard to the debt-claim for which it is paid, exceeds the amount which would have been agreed upon by the payer and the beneficial owner in the absence of such relationship, the provisions of this article shall apply only to the last-mentioned amount. In such case, the excess part of the payments shall remain taxable according to the laws of each Contracting State, due regard being had to the other provisions of this Convention.
Jika karena adanya hubungan istimewa antara pembayar bunga dan pemilik yang menikmati bunga atau antara keduanya dan orang atau badan lain, dengan memperhatikan besarnya tagihan utang yang menghasilkan bunga itu, jumlah bunga yang dibayarkan melebihi jumlah yang seharusnya disetujui antara pembayar dan pemilik yang menikmati bunga tanpa ada hubungan istimewa, maka ketentuan-ketentuan pasal ini akan berlaku atas jumlah yang telah disetujui tersebut. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan
pembayaran tersebut akan dikenai pajak sesuai dengan perundanng-undangan masingmasing negara, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam persetujuan ini
Ayat ini berisi tentang pembatasan hubungan istimewa antara penerima dan pembayar bunga yang menyebabkan jumlah bunga melebihi dari yang seharusnya terjadi seandainya pembayaran itu terjadi diantara pihak-pihak yang bebas. Ketentuan ayat ini hanya berlaku atas jumlah yang wajar.Perlakuan pajak terhadap kelebihan bunga tersebut sangat tergantung pada masalahnya. Apabila kedua negara mengalamai kesulitan dalam menentukan perlakuan pajaknya, hal ini dapat ditanggulangi dengan memberikan aturan tambahan di ayat ini. 3..Royalti Pemberian pengetahuan yang imbalannya berbentuk royalti adalah pemberian hak untuk menggunakan suatu intellectual property, yaitu pemilik harta tak berwujud itu tidak perlu ikut campur tangan atas pelaksanaan pemakaian hak tersebut.Royalti yang menyangkut hak untuk menggunakan hak paten dan harta yang sejenis merupakan penghasilan dari penyewaan. Beberapa negara tidak memperkenankan royalti untuk dikurangkan sebagai biaya kecuali pembayar dan penerimanya adalah penduduk negara tersebut. Masalah apakah royalti tersebut dapat dikurangkan sebagai biaya diatur dalam Pasal 24 ayat 5. Ketentuan mengenai royalti ini dirumuskan dalam UN model sebagai berikut:
Article 12 ROYALTIES
1. Royalties arising in a Contracting State and paid to a resident of the other Contracting State may be taxed in that other State. Royalti yang berasal dari salah satu negara dan dibayarkan kepada penduduk di negara lainnya dapat dikenai pajak di negara lain itu.
2. However, such royalties may also be taxed in the Contracting State in which they arise and according to the laws of that State, but if the beneficial owner of the royalties is a resident of the other Contracting State, the tax so charged shall not exceed ___ per cent (the percentage is to be established through bilateral negotiations) of the gross amount of the royalties. The competent authorities of the Contracting States shall by mutual agreement settle the mode of application of this limitation.
Namun royalti tersebut juga dapat dikenai pajak di negara mana royalti tersebut timbul dan sesuai dengan undang-undang negara tersebut, jika yang berhak menikmati royalti adalah penduduk negara lainnya, dan dengan tarif yang tidak boleh melebihi ___ persen dari jumlah brutonya. Pejabat yang berwenang akan mengatur pelaksanaan pengenaan pajak atas royalti tersebut.
Ayat 1 di atas memberikan petunjuk bahwa dua negara, yaitu negara sumber dan domisili diberi hak pemajakan atas royalti. Dengan kata lain, hak mengenakan pajak tidak hanya
diberikan kepda satu negara. Ayat 2 merupakan konsekuensi logis dari apa yang diatur dalam ayat 1, yaitu bahwa pengenaan pajak oleh negara sumber dibatasi. Dalam bagian awal kalimat pertama terdapat syarat bahwa hal itu berlaku selama undang-undang di negara sumber mengatur pengenaan pajak atas royalti melalui pemotongan.
3. The term “royalties” as used in this Article means payments of any kind received as a consideration for the use of, or the right to use, any copyright of literary, artistic or scientific work including cinematograph films, or films or tapes used for radio or television broad casting, any patent, trade mark, design or model, plan, secret formula or process, or for the use of, or the right to use, industrial, commercial or scientific equipment or for information concerning industrial, commercial or scientific experience.
Istilah royalti dalam pasal ini berarti setiap jenis pembayaran yang diterima sebagai imbalan atas penggunaan atau atas hak untuk menggunakan setiap hak cipta kesusasteraan, kesenian atau kerja ilmiah, termasuk film sinematografi, paten, merek dagang, pola atau model, perencanaan, rumus rahasia atau cara pengolahan, atau untuk penggunaan atau hak untuk menggunakan alat-alat kelengkapan industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan atau untuk informasi di bidang industri, perdagangan atau pengalaman ilmu pengetahuan.
Berdasarkan definisi tersebut, royalti adalah semua jenis pembayaran untuk menggunakan atau hak untuk menggunakan hak-hak seperti disebutkan dalam ayat bersangkutan, tanpa melihat apakah hal itu wajib didaftarkan di kantor pendaftaran umum atau tidak. Pembayaran royalti
sehubungan dengan penggunaan peralatan harus dibedakan dari pembayaran dalam rangka penjualan peralatan.
4. The provisions of paragraphs 1 and 2 shall not apply if the beneficial owner of the royalties, being a resident of a Contracting State, carries on business in the other Contracting State in which the royalties arise, through a permanent establishment situated therein, or performs in that other State independent personal services from a fixed base situated therein, and the right or property in respect of which the royalties are paid is effectively connected with (a) such permanent establishment or fixed base, or with (b) business activities referred to in (c) of paragraph 1 of article 7. In such cases the provisions of article 7 or article 14, as the case may be, shall apply.
Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila pihak yang memiliki hak menikmati royalti, yang merupakan penduduk salah satu negara, menjalankan udaha di negara lainnyadi mana royalti itu timbul melalui suatu bentuk usaha tetap, atau menjalankan pekerjaan bebas melalui suatu tempat usaha tetap, dan hak atau harta yang menghasilkan royalti itu mempunyai hubungan yang efektif dengan (a) bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap, atau dengan (b) kegiatan usaha sebagaimana diatur dalam ayat 1 huruf c dari pasal 7. Dalam hal demikian, tergantung masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan pasal 7 atau pasal 14
Ayat ini mengatur bahwa perlakuan terhadap royaltiini berubah menjadi business profit dari bentuk usaha tetap bila royalti itu menjadi bagian dari harta bentuk usaha tetap atau pembayaran
royalti ini mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap itu. Yang dimaksud efektif adalah bahwa timbulnya suatu bentuk usaha tetap berhubungan erat dengan pembayaran royalti.
5. Royalties shall be deemed to arise in a Contracting State when the payer is a resident of that State. Where, however, the person paying the royalties, whether he is a resident of a Contracting State or not, has in a Contracting State a permanent establishment or a fixed base in connection with which the liability to pay the royalties was incurred, and such royalties are borne by such permanent establishment or fixed base, then such royalties shall be deemed to arise in the State in which the permanent establishment or fixed base is situated.
Royalti dapat dianggap berasal dari salah satu negara apabila pembayarnya adalah penduduk dari negara tersebut. Namun demikian, apabila orang atau badan yang membayar royalti itu, tanpa memandang apakah ia penduduk salah satu negara, memiliki bentuk usah tetap atau tempat usah tetap di negara dimana kewajiban membayar royalti timbul, dan royalti tersebut menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap tersebut, maka royalti itu dianggap berasal dari negara di mana bentuk usaha tetap atau tenpat usaha tetap itu berada.
Ketentuan ini memberikan pedoman penentuan sumber dari royalti, yaitu tempat royalti dibebankan. Tanpa memandang apakah pembayar royalti tersebut adalah penduduk salah satu
nega. Sepanjang dibebankan kepada suatu bentuk usah tetap, royalti bersumber pada negara di mana bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap berada.
6. Where by reason of a special relationship between the payer and the beneficial owner or between both of them and some other person, the amount of the royalties, having regard to the use, right or information for which they are paid, exceeds the amount which would have been agreed upon by the payer and the beneficial owner in the absence of such relationship, the provisions of this article shall apply only to the last-mentioned amount. In such case, the excess part of the payments shall remain taxable according to the laws of each Contracting State, due regard being had to the other provisions of this Convention.
Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar dan pemilik hak yang menikmati atau antara keduanya dan orang/badan lain, berkenaan dengan penggunaan hak atau keterangan yang mengakibatkan pembayaran itu, jumlah royalti yang dibayarkan itu melebihi jumlah yang harus disepakati oleh pembayar dan pemilik hak seandainya tidak ada hubungan istimewa, maka ketentuan-ketentuan pasal ini hanya akan berlaku terhadap jumlah yang disebutkan terakhir. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenai pajak sesuai dengan perundang-undangan masing-masing negara, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam persetujuan ini.
Ketentuan ini bertujuan untuk membatasi perlakuan pajak terhadap royalti yang jumlahnya lebih dari ukuran normal karena adanya hubungan istimewa antara pembayar dan penerima royalti. Tarif pajak yang berlaku berdasarkan ketentuan ayat 2 di atas hanya berlaku atas jumlah yang dibayarkan seandainya tidak ada hubungan istimewa. Pembayaran royalti yang berlebihan ini dapat terjadi, misalnya, bila penerima pembayaran royalti itu menguasai badan yang menbayarnya, atau secara tidak langsung menguasainya karena ia adalah bagian dari suatu kelompok usaha Pengertian hubungan istimewa dirumuskan di pasal 9, yang juga meliputi hubungan darah atau perkawinan dan, pada umumnya, mereka yang mempunyai kepentingan yang sama.
Daftar Pustaka
Surachmat, Rahmanto. 2005. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda: Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.