Sudah Punya Kantor di Senayan, Mengapa Google Tidak Bayar Pajak? Kompas.com - 16/09/2016, 10:20 WIB
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memastikan akan terus mengejar kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara tepat oleh perusahaan Google di Indonesia. "Mereka telah menolak diperiksa dan menolak ditetapkan sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT), maka kita akan melakukan langkah lebih keras," kata Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv di Jakarta, Kamis (15/9/2016). Menurut Haniv, pendapatan Google dari Indonesia mencapai triliunan rupiah, terutama dari iklan, tetapi belum membayar pajak untuk transaksi yang dilakukan di tanah air. Alasannya, Google Indonesia hanya beroperasi sebagai kantor perwakilan, bukan sebagai Badan Usaha Tetap (BUT). Dengan demikian, Google tidak pernah dipotong PPN maupun PPh-nya. Sebagai informasi, kantor Google Indonesia berada di Sentral Senayan II, Jalan Asia Afrika, Jakarta. Kantor perwakilan perwakilan tersebut mulai ditempati ditempati Google sejak tahun 2013. Menurut catatan Direktorat Jenderal Pajak, Google di Indonesia telah terdaftar sebagai badan hukum dalam negeri di KPP Tanah Abang III dengan status sebagai PMA sejak 15 September 2011 dan merupakan "dependent agent" dari Google Asia Pacific Pte Ltd di Singapura. Dengan demikian, menurut Pasal (2) ayat (5) huruf (N) UU Pajak Penghasilan, Google seharusnya berstatus sebagai BUT, sehingga setiap pendapatan maupun penerimaan yang bersumber dari Indonesia Indonesia berhak dikenakan dikenakan pajak penghasilan. penghasilan. Haniv mengatakan sebelumnya telah ada pembicaraan dengan Google Asia Pacific Pte Ltd yang berlokasi di Singapura terkait kemungkinan dilakukan pemeriksaan pajak, namun proses tersebut gagal karena penolakan perusahaan jaringan yang berbasis di AS tersebut. Ia mengakui langkah lanjutan melalui penegakan hukum secara mendalam tidak mudah dilakukan, apalagi Google diduga juga tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya perpajakannya dengan benar di negara lain. "Kita akan mencoba melakukan negosiasi agar mereka mau membayar pajak, terutama dari isu fairness atau keadilan, karena upaya ini berhasil di Inggris," kata Haniv, seperti dikutip KompasTekno dari Antara. Ia memastikan upaya pemeriksaan serupa akan dilakukan terhadap perusahaan jaringan maupun media sosial yang selama ini telah beroperasi di Indonesia dan memperoleh pendapatan rutin dari iklan, seperti Twitter maupun Facebook.
"Untuk Facebook dan Twitter masih kita lihat, kita test the water (dengan investigasi lanjutan kepada Google), agar mereka berpikir ini serius. Kita akan raise isu fairness dan harga diri perusahaan agar mereka mau membayar," ujarnya. Dalam jangka panjang, Haniv mengharapkan peraturan perpajakan mengenai pelayanan melalui jaringan dan transaksi e-dagang segera terbit agar kendala pungutan pajak dari bisnis online tidak terjadi di masa mendatang. "Kalau nanti peraturan Kemenkeu sudah ada, uang bisa masuk. Tinggal Kominfo yang mengawasi 'web'. Jadi Kominfo yang menjadi tempat memantau bagi 'web' yang selama ini memasang iklan, namun belum membayar pajak," ungkapnya. Sebelumnya Direktorat Jenderal Pajak telah memantau perlakuan pajak dari Google, Twitter, Facebook maupun Yahoo dari April 2016 untuk menggali potensi penerimaan dari bisnis teknologi informasi yang saat ini telah berkembang pesat.
Sumber Artikel: http://tekno.kompas.com/read/2016/09/16/10200587/sudah.punya.kantor.di.senayan.mengap a.google.tidak.bayar.pajak.
Masalah Pajak yang Membelit Google di Indonesia Kompas.com - 19/09/2016, 09:15 WIB
Google terbelit masalah pajak di Indonesia. Minggu lalu diberitakan, Google Indonesia menghadapi kemungkinan penyelidikan karena terindikasi melakukan pelanggaran pajak. “Kami akan meningkatkan tahapan ke investigasi karena mereka menolak diperiksa. Ini merupakan indikasi adanya tindak pidana,” ujar Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Muhammad Hanif, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari Reuters , Kamis (15/9/2016). Google Indonesia dianggap mengemplang pajak karena belum menjadi badan usaha tetap (BUT). Dengan kata lain, Google Indonesia belum menjadi wajib pajak. Selama ini Gogle hanya membuat kantor perwakilan di Indonesia, bukan kantor tetap. Oleh karena itu, transaksi bisnis Google yang terjadi di Tanah Air tak berpengaruh pada peningkatan pendapatan negara. Padahal, transaksi bisnis periklanan di dunia digital (yang merupakan ladang usaha Google) pada tahun 2015 saja mencapai 850 juta dollar AS atau sekitar 11,6 triliun.
Polemik Seputar Status BUT
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memastikan akan terus mengejar kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara tepat oleh perusahaan Google di Indonesia. "Mereka telah menolak diperiksa dan menolak ditetapkan sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT), maka kita akan melakukan langkah lebih keras," kata Hanif. Alasannya, Google Indonesia hanya beroperasi sebagai kantor perwakilan, bukan sebagai Badan Usaha Tetap (BUT). Dengan demikian, Google tidak pernah dipotong PPN maupun PPh-nya. Juru bicara Kementerian Kominfo, Noor Iza membenarkan bahwa keberadaan Google di Indonesia baru berupa kantor perwakilan saja, dan hilir mudik transaksi pun dilakukan di Singapura. Di Indonesia, menurut Noor Iza, Google justru melarikan uang transaksinya ke Singapura sehingga setiap transaksi tersebut lolos dari pajak. “Coba cek. Pool (Google) kawasan Asia Pasifik itu ke satu negara. Google itu transaksinya diarahkan ke Google Inc yang berada di Singapura,” ujar Noor.
“Kita berharap Google akan bisa arif dalam masalah bisnis ini dan memberikan kesetaraan. Transaksi-transaksi jangan di- pool di negara tertentu saja, yang (berakibat) merugikan negaranegara yang memberikan expenditure-nya ke Google,” ujarnya. Noor Iza mengakui raksasa mesin pencari itu sudah membentuk perusahaan lokal atas nama PT Google Indonesia. Namun, hal itu tidak berarti perusahaan sudah membentuk badan usaha tetap (BUT) dan taat pajak. “(PT Google Indonesia) itu hal yang berbeda. BUT memang bisa berbentuk apa saja, ini istilah dari permanent establishment. Tapi Google Indonesia itu perusahaan, badan hukum, bisa saja cuma sebagai perwakilan. Jadi belum tentu BUT,” ujarnya saat dihubungi KompasTekno, Jumat (16/9/2016). Sebagai informasi, kantor Google Indonesia berada di Sentral Senayan II, Jalan Asia Afrika, Jakarta. Kantor perwakilan tersebut mulai ditempati Google sejak tahun 2013. Menurut catatan Direktorat Jenderal Pajak, Google di Indonesia telah terdaftar sebagai badan hukum dalam negeri di KPP Tanah Abang III dengan status sebagai PMA sejak 15 September 2011 dan merupakan "dependent agent" dari Google Asia Pacific Pte Ltd di Singapura. Dengan demikian, menurut Pasal (2) ayat (5) huruf (N) UU Pajak Penghasilan, Google seharusnya berstatus sebagai BUT, sehingga setiap pendapatan maupun penerimaan yang bersumber dari Indonesia berhak dikenakan pajak penghasilan.
Tanggapan Google
Juru bicara Google Indonesia sendiri menyebutkan bahwa selama ini pihaknya telah membayar pajak dan mengikuti berbagai peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia. Perusahaan pun diklaim sudah berdiri sebagai badan hukum Indonesia. "PT Google Indonesia telah beroperasi sebagai perusahaan Indonesia sejak tahun 2011. Kami telah dan akan terus bekerja sama dengan Pemerintah Republik Indonesia dan telah dengan taat membayar semua pajak yang berlaku di Indonesia," ujar Head of Corporate Communication Google Indonesia, Jason Tedjasukmana, saat dihubungi KompasTekno , Jumat (16/9/2016). Masalah pajak ini memang sudah menjadi perhatian pemerintah sejak beberapa tahun belakangan. Keberadaannya di Indonesia hanya sebagai kantor perwakilan sehingga transaksi bisnis yang terjadi di Tanah Air tidak berpengaruh ke pendapatan negara. Seperti disebut di atas, transaksi bisnis periklanan di dunia digital di Indonesia pada tahun 2015 saja mencapai 850 juta dollar AS atau sekitar 11,6 triliun. Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, 70 persen dari nilai itu didominasi perusahaan internet global (OTT) yang beroperasi di Indonesia, termasuk Google.
Haruskah Diblokir?
Executive Director ICT Watch, Donny B.U. turut bicara terkait polemik pajak Google di Indonesia. Menurut Donny, meskipun Google salah, namun pemerintah sebaiknya tak langsung memblokirnya. Pasalnya, Google merupakan platform yang dipakai oleh banyak orang di Indonesia. Pemblokiran platform tersebut bakal membuat banyak orang, terutama yang hidup dari dunia internet, terkena imbasnya. “(Kalau diblokir) ya pasti gak bisa pake Gmail, googling, dan nonton YouTube. Tentu tetap harus dicarikan solusi terbaik, yang seminim mungkin memberikan dampak merugikan bagi masyarakat,” terang Donny saat dihubungi KompasTekno , Jumat (16/9/2016). Di sisi lain, pemerintah juga mesti tegas terhadap masalah perpajakan ini. Tindak pemblokiran bisa saja diambil setelah dilakukan berbagai upaya lain dan ternyata tidak berhasil. Penyelidikan terhadap Google baru akan dilakukan paling cepat pada akhir bulan September.
Bukan di Indonesia Saja
Indonesia bukan satu-satunya negara yang tengah mengincar Google agar patuh terhadap kewajiban pajak. Setidaknya ada tiga negara lain yang sedang menguber-uber Google agar membayar pajaknya, yakni Inggris, Perancis, dan Italia. Google disebut sengaja memanfaatkan celah hukum agar bisa membayar pajak sekecilkecilnya padahal telah meraup pendapatan sebesar-besarnya. Di samping Google, perusahaan OTT asing lain yang tengah disorot oleh Pemerintah Indonesia soal pajak ini termasuk Yahoo, Facebook, dan Twitter.
Sumber Artikel: http://tekno.kompas.com/read/2016/09/19/09153207/masalah.pajak.yang.membelit.google.di. indonesia
Cara Google Memanfaatkan "Celah" untuk Menghindari Pajak Kompas.com - 20/09/2016, 10:33 WIB
Pemerintah Indonesia sedang mengejar-ngejar Google yang terindikasi melakukan pelanggaran pajak. Raksasa internet itu juga tengah disorot di Eropa karena persoalan yang sama. Awal tahun ini, Bloomberg melaporkan bahwa Google menghindari pajak senilai 2,4 miliar dollar AS (Rp 31 triliun) pada 2014 dengan memindahkan pendapatan senilai 12 miliar dollar AS (Rp 157 triliun) ke sebuah perusahaan penampung di Bermuda. Jumlah itu lebih tinggi 16 persen dibanding tahun sebelumnya dan membuat berang negaranegara tempat Google mencari pendapatan -yang seharusnya bisa menarik pajak dari Google. Di Perancis saja, menurut Huffington Post, Google meraup 1,7 miliar Euro tiap tahun, tapi mengaku hanya memperoleh pendapatan 225 juta Euro dan karena itu cuma membayar pajak sebesar 5 juta Euro. Di Inggris, hasil penyelidikan selama enam tahun menyimpulkan bahwa Google berlaku curang dengan membayar pajak jauh lebih sedikit daripada yang semestinya. Jumlah pembayaran pajak (berlaku surut) yang dijanjikan Google ke pemerintah Inggris setelah ketahuan -sebesar 130 juta Poundsterling- dinilai sangat kecil dibanding skala bisnis Google di negara tersebut. Daily Mail menyebutkan bahwa Google setidaknya memiliki 5 kantor utama di Inggris, negeri yang menjadi pasar kedua terbesar bagi Google di luar Amerika Serikat. Biaya yang dikeluarkan Google untuk mendirikan kantor-kantor di Inggris serta merekrut 5.000 orang karyawan konon mencapai kisaran 1 miliar Poundsterling. Toh, perusahaan yang dulu bermoto “Don’t be Evil” (jangan berlaku jahat) tersebut ngotot tak punya kantor permanen di Inggris, dan karenanya tak perlu membayar pajak perusahaan sebesar 20-an persen di negara itu Profit dari Inggris sebesar 8 miliar Poundsterling per tahun dialihkan oleh Google ke Irlandia, sebagaimana aliran uang dari berbagai belahan dunia lainnya.
Kenapa Irlandia?
Bagaimana cara Google menghindari pajak? Sang raksasa internet menggunakan strategi yang dikenal dengan istilah “Double Irish With a Dutch Sandwich”, mengacu pada dua
negara yang digunakan sebagai fasilitator, yakni Irlandia dan Belanda, untuk menuju tujuan akhir berupa negara tax haven. Pendapatan Google dari luar AS tidak disalurkan ke Tanah Airnya karena bisa dikenai pajak pemasukan perusahaan sebesar 35 persen. Alih-alih melakukan itu, Google mentransfer dana pemasukan global ke Irlandia, yang menjadi markas operasional untuk wilayah Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Mengapa Irlandia? Karena peraturan pajak di negara ini memiliki celah yang bisa dimanfaatkan untuk menghindari pajak. Di Irlandia, Google memiliki dua anak perusahaan. Salah satunya mengumpulkan pendapatan dari berbagai wilayah di dunia. Lainnya memegang hak atas paten dan properti intelektual Google. Anak perusahaan pertama yang mengumpulkan pendapatan akan menyalurkan dana tersebut sebagai “pembayaran royalti” ke anak perusahaan kedua yang memegang paten. Di Irlandia, royalti dipajaki lebih rendah dibandingkan pemasukan jenis lain. Tapi dana tak langsung ditransfer, melainkan dialihkan terlebih dahulu ke anak perusahaan lain di Belanda, yakni Google Netherlands Holdings B.V., untuk menghindari pajak penghasilan (withholding tax) di Irlandia tadi, sekaligus pajak tinggi yang dikenakan apabila dana langsung dipindahkan ke negara tax haven. Regulasi Irlandia tak mengenakan pajak untuk pembayaran royalti tertentu ke perusahaan yang berbasis di negara sesama anggota Uni Eropa (Belanda). Dari sana, barulah sebagian besar dana kembali ditransfer ke anak perusahaan kedua di Irlandia sebagai pemegang royalti. Meski terdaftar di Irlandia, anak perusahaan kedua pemegang properti intelektual ini tak berkantor di negara tersebut, melainkan negara lain yang dikenal sebagai tax haven -misalnya Bermuda dalam kasus Google- yang tak mengenakan pajak pemasukan korporasi sama sekali, alias 0 persen. Sekali lagi terdapat celah regulasi yang dieksploitasi karena Irlandia tidak mengategorikan perusahaan yang manajemen pusatnya berada di luar negeri sebagai tax resident . Dana akan sulit dilacak begitu sampai di Bermuda karena anak perusahaan Google di sana memiliki status hukum sebagai “unlimited liability company”. Artinya, menurut hukum Irlandia, perusahaan yang bersangkutan tidak diwajibkan membuka informasi finansialnya. Dengan memanfaatkan skema “Double Irish with a Dutch Sandwich” di atas, Google menghindari pembayaran pajak pemasukan perusahaan di Irlandia sebesar 12,5 persen yang sudah lebih kecil dibandingkan AS (35 persen) atau Inggris (28 persen). Tahun 2015, Alphabet, perusahaan induk Google yang dicurigai turut dibentuk lewat restrukturisasi untuk menghindari pajak di AS, mencatat rata-rata rate pajak hanya 6,3
persen di luar Negeri Paman Sam. Angka tersebut cuma seperempat dari rata-rata tax rate yang diberlakukan di negara-negara tempat Google beroperasi.
Meski terdengar curang, praktik ini sepenuhnya legal karena sesuai dengan peraturanperaturan yang berlaku (dengan memanfaatkan celah-celah tertentu). “Google menaati peraturan pajak di semua negara tempat kami beroperasi,” ujar seorang juru bicara Google ketika dimintai komentar oleh Forbes.
Skema Double Irish Dutch Sandwich. Pendapatan dari pasar, dalam contoh ini Inggris/ United Kingdom, dialihkan ke satu anak perusahaan di Irlandia (B). Dana tersebut ditransfer ke anak perusahaan lain di Belanda (S) sebagai pembayaran royalti, untuk kemudian diteruskan ke anak perusahaan kedua di Irlandia (A). Anak perusahaan kedua di Irlandia ini berkantor di Bermuda (H) dan telah lebih dulu memiliki hak kekayaan intelektual dari perusahaan induk di AS (X) yang diperlukan untuk mengkategorikan transfer dana sebagai pembayaran royalti.
Praktik Umum
Pada 2013, pemerintah Irlandia mengeluarkan peraturan baru yang mewajibkan perusahaan yang terdaftar di sana untuk turut menjadi wajib pajak di negara tersebut. Tujuannya tak lain untuk menjegal skema “Double Irish”, supaya Irlandia tak lagi dimanfaatkan sebagai perantara bagi perusahaan asing untuk melarikan pandapatan dan menghindari pajak.
Namun, aturan tersebut baru akan berlaku pada 2020 mendatang untuk perusahaanperusahaan lama yang sudah beroperasi sehingga celah-celah regulasi masih bisa dimanfaatkan selama beberapa tahun lagi. Google sendiri bukan satu-satunya perusahaan besar yang memanfaatkan celah dimaksud. “Double Irish” adalah praktik umum yang jamak dilakukan korporasi-korporasi multinasional untuk menghindari pajak. Beberapa raksasa teknologi AS turut melakukan hal serupa. Facebook, misalnya, diketahui mengalihkan pemasukan dari Irlandia ke Cayman Island, sebuah negara tax haven. Lalu ada juga Microsoft, dan Apple yang belakangan tersangkut penggelapan pajak dan dituntut membayar pajak yang berlaku surut sebesar 13 miliar Euro (Rp 192 triliun) oleh Komisi Eropa.
Menolak Diperiksa di Indonesia
Kembali ke Indonesia, Google dianggap mengemplang pajak karena belum menjadi badan usaha tetap (BUT) alias belum menjadi wajib pajak. Kantornya di Indonesia selama ini hanya bersifat sebagai perwakilan, bukan kantor tetap. Karena itu, transaksi bisnis Google yang terjadi di Tanah Air tidak berkontribusi pada pendapatan negara. Padahal, transaksi bisnis periklanan digital (yang merupakan ladang usaha Google) pada tahun 2015 saja mencapai kisaran 850 juta dollar AS atau sekitar Rp 11,6 triliun. Untuk meloloskan pendapatannya dari transaksi iklan di Indonesia supaya tak dikenai pajak, Google diketahui mentransfer dana ke negara lain di kawasan Asia Tenggara, yakni Singapura. Plt Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika, Noor Iza, berharap Google bisa berlaku adil dan menyetorkan pendapatan ke perusahaan tetap yang berbasis di Indonesia, agar bisa dipajaki. “Kita berharap Google akan bisa arif dalam masalah bisnis ini dan memberikan kesetaraan. Transaksi-transaksi jangan dikumpulkan di negara tertentu saja, yang (berakibat) merugikan negara-negara lain yang memberikan expenditure-nya ke Google,” kata Noor.
Sumber Artikel: http://tekno.kompas.com/read/2016/09/20/10330087/cara.google.memanfaatkan.celah.untuk. menghindari.pajak
Pertanyaan Analisis: 1. Terhadap kasus Google Indonesia di atas, identifikasi jenis pelanggaran yang dilakukan oleh Google Indonesia! 2. Seandainya Anda adalah Dirjen Pajak, jenis-jenis pajak apa saja yang dapat Anda kenakan kepada Google Indonesia? 3. Mengenai transaksi dengan perusahaan-perusahaan di Indonesia, menurut Anda, berapakah besarnya pajak-pajak yang harus dibayarkan Google Indonesia ke otoritas pajak Indonesia (DJP) untuk tahun pajak 2015? 4. Menurut Anda, bagaimana caranya menarik pajak yang Anda identifikasi pada pertanyaan (3)? 5. Menurut Anda, langkah-langkah apa yang seharusnya diambil oleh Pemerintah Indonesia qq Kementerian Keuangan dan/atau Dirjen Pajak untuk menghindari Kasus Google Indonesia terulang lagi di masa depan oleh perusahaan OTT yang lain? 6. Menurut berita terakhir, Tim Negosiasi Kementerian Keuangan dan Dirjen Pajak sudah mencapai kesepakatan dengan pihak Google Indonesia yang berjanji akan membayar pajak sesuai perhitungan Dirjen Pajak Indonesia. Menurut Anda, apa yang menjadi pertimbangan Google Indonesia dalam memutuskan akan membayar pajak di Indonesia tersebut? 7. Berikan pendapat Anda terkait mekanisme tax planning yang dilakukan Google Indonesia sehingga pembayaran pajaknya sangat rendah! 8. Menurut Anda, apakah Google Indonesia melakukan tax avoidance dan/atau tax evasion? Apabila Google Indonesia melakukan praktik tersebut, jelaskan praktik tax avoidance dan/atau tax evasion yang dilakukan oleh Google Indonesia! 9. Menurut Anda, apakah ada isu terkait etika perpajakan dalam kasus Google Indonesia di atas?
Catatan:
Dalam melakukan analisis kasus di atas, Anda dipersilakan untuk mencari referensi tambahan terkait kasus Google Indonesia. Anda juga harus menyertakan peraturan perpajakan Indonesia yang terkait dengan analisis Anda.