KATA PENGANTAR
Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karuniaNya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas dengan lancar dan sebaik-baiknya. Tugas Softskill Pendidikan Kewarganegaraan bertemakan Pajak. Judul yang saya buat yaitu Pengertian dan Jenis-Jennis Pajak saya berharap semoga makalah ini memenuhi tugas softskill saya. Saya menyadari makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari dosen saya dan teman-teman agar di tugas berikutnya bisa menjadi lebih baik dari yang sebelumnya. Saya berharap semoga semoga makalah ini benar-benar bermanfaat bermanfaat bagi semua.
Bekasi, Maret 20121
Tim Penyusun
Halaman 2
DAFTAR ISI Hal
KATA PENGANTAR …………………………………………..……… DAFTAR ISI ………………………......…………………….…………... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………………….………………….……… 2 1.2 Tujuan Penulisan …………………..…… …………………..……………….…….….... ………….…….….... 3 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Pajak A. Pengertian Pajak menurut UU No28 Thn 2007.................... 3 B. Pengertian pajak menurut para ahli…………………...... ahli…………………........... ..... 3 2.2 Jenis- Jenis Pajak………………… 4 Pajak…………………………………..…… ………………..…………. ……. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan ……………………………………….… 5 ……………………………………….….............. .............. DAFTAR PUSTAKA…………………………………….……….…..…
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1 2
5
Pajak pertama kalinya di Indonesia di awali dengan Pajak Bumi dan Bangunan atau lebih kita kenal dengan PBB. Pada waktu itu lebih dikenal sebagai pajak pertanahan. Pungutan ini diberlakukan kepada tanah atau lahan yang dimiliki oleh rakyat. Pajak atas tanah ini dimulai sejak VOC masuk dan menduduki Hindia Belanda. Kemudian VOC memutuskan untuk memberlakukan pajak pertanahan yang disebut dengan landrente. Rakyat setuju atas keputusan Pemerintah Hindia Belanda ini. Rakyat harus membayar uang sebesar 80% dari harga besaran t anah atau hasil lahan yang dimilikinya. Daendels, seorang Jendral yang terkenal akan kekejamannya menyatakan bahwa tanah di Hindia Belanda adalah milik dari Belanda. Pada masa kependudukan Inggris yang dipimpin oleh Raffles kebijakan landrente berubah. Raffles mengenakan tarif sebesar 2,5% untuk golongan pribumi dan tarif 5% untuk tanah yang dimiliki oleh bangsa lain. Selain itu, Raffles juga mengeluarkan Surat Tanah sebagai Sertifikat Tanah Internasional bagi penduduk. pemerintahan Hindia Belanda kembali, timbul gagasan untuk mengenakan pajak penghasilan. Pada tahu 1920-1921 sudah ada pajak penghasilan terhadap hasil bumi atau hasil lahan penduduk. Isitlahnya dikenal dengan nama Versponding Warde yang berupa pajak untuk kebun-kebun teh, kelapa, jati, dan tembakau. Pengenaan tarifnya sebesar 7,5% dari hasil. Pada tahun 1934 sudah ada Pajak Kendaraan Bermotor. Setelah itu, lahirlah jenis pajak-pajak yang lain yang berkembang hingga zaman kemerdekaan hingga sekarang. Oleh karena itulah, kita dapat menyebut bahwa PBB merupakan cikal bakal dari pajak di Indonesia. Sebenarnya pajak itu sendiri apa sih? Pajak adalah iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. Halaman 3
1.2 Tujuan Penulisan
1. 2. 3. 4.
Makalah ini dapat memberikan informasi kepada yang membacanya Makalah ini dapat memberikan pemahaman tentang pajak Makalah ini dapat memberikan tambahan pengetahuan perpajakan Makalah ini dapat memberika motifasi untuk pembuatan makalah selanjutnya.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pengertian Pajak A. Pengertian Pajak Menurut UU No 28 Tahun 2007 Pengertian pajak menurut pajak menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. B. Pengertian Pajak Menurut Para Ahli Pengertia pajak menurut para ahli yaitu yaitu :
Prof Dr Adriani pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan, yang terutang oleh wajibpajak membayarnya menurut peraturan derngan tidak mendapat imbalan kembali yang dapat ditunjuk secara langsung. Prof. DR. Rachmat Sumitro,SH pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke sektor pemerintah berdasarkan undang-undang) (dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi) yang l angsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.
Halaman 4 2.2 Jenis- jenis Pajak A . Jenis pajak berdasarkan pihak yang menanggung: 1. Pajak langsung Pajak yang harus di tanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat di alihkan kepada pihak lain. Contohnya : Pajak Penghasilan dan Pajak Bumi Bangunan 2. Pajak Langsung Pajak yang pembayarannya dapat dialihkan kepada pihak lai n. Contoh : Pajak Penjualan, PPN, PPn-BM, Bea Mat erai dan Cukai. B. Jenis pajak berdasarkan pihak yang memungut: 1. Pajak Negara atau Pajak Pusat, Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. Pajak pusat merupakan salah satu sumber penerimaan negara. Contoh : PPh, PPN, PPn dan Bea Materai. 2. Pajak Daerah, Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah. Pajak daerah merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintahan daerah. Contoh : Pajak tontonan, pajak reklame, PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) PBB, Iuran kebersihan, Retribusi terminal, Retribusi parkir, Retribusi galian pasir. C. Jenis pajak berdasarkan sifatnya: 1. Pajak Subjektif , Pajak yang memperhatikan kondisi keadaan wajib pajak. Dal am hal ini penentuan besarnya pajak harus ada alasan-alasan objektif yang berhubungan erat dengan kemampuan membayar wajib pajak. Contoh : PPh. 2. Pajak Objektif, Pajak yang berdasarkan pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : PPN, PBB, PPn-BM.
Halaman 5 BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Dari penjelasa yang saya jelaskan tentang pengertian pajak kita sedikit mengerti tentang perpajakan dan jenis-jenis apa saja pajak itu. Begitu juga dengan perpajakan pertama kali yang di kenalkan pada zaman VOC, dan pajak yang pertama adalah Pajak Bumi Bngunan. Mungkin kita belum terlalu mengerti tantang pajak itu karna kita belum termaksud wajib pajak. Wajib pajak itu sendiri adalah badan atau peorangan. Perorangan maksudnya orang yang sudah memiliki penghasilan dan wajib membayar pajak. Sedangkan badan adalah organisasi atau perusahaan yang juga wajib membayar pajak.
Meski belum mengami membayar pajak itu sendiri marilah kita mengerti dan ikut sadar akan pajak, karna pajak yang kita bayar itu juga kita nikmati dengan adanya fasilitas umum yang kita gunakan, seperti jalan, jembatan dan masih banyak lainnya, Sekian yang bisa saya jelaskan tentang pengertian dan j enis-jenis pajak. Mohon maaf apa bila ada kesalahan, Mohon bimbingannya untuk pembuatan makalah selanjutnya. Daftar Pustaka
http://www.klinik-pajak.com/2011/pengertian-pajak-pengertian-hukum-pajak.html http://kanal3.wordpress.com/2011/09/29/sejarah-pajak-di-indonesia/ http://fat.net76.net/Ekonomi/Pajak/materi3.html
Pajak BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pengertian Pajak Dan Pajak Daerah 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut rochmat sumitro (1988:12) : ‖Pajak adalah iuran rakyat pada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat di paksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat di tunjukkan dan yang di gunakan untuk membayar pengeluaran umum‖. ―Dapat di paksakan‖ mempunyai arti,apabila utang pajak tidak di bayar,utang tersebut di tagih dengan kekerasan, seperti surat paksa, sita, lelang dan sandera. Dengan demikian, ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah sebagai berikut : a. pajak di pungut berdasarkan Undang-Undang b. jasa timbal tidak di tunjukkan secara langsung c. pajak di pungut oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. d. dapat di paksakan (bersifat yuridis) Menurut Brotodiharjo,R (1982:2) : ―Pajak adalah iuran rakyat kepada negara (yang dapat di paksakan) yang terutang oleh wajib pajak membayarnya berdasarkan peraturanperaturan,dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat di t unjuk dan yang dapat di gunakan untuk membiayai pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintah‖. 2.1.2. Pajak Daerah Menurut Tony Marsyahrul (2004:5) : ―Pajak daerah adalah pajak yang di kelolah oleh pemerintah daerah (baik pemerintah daerah TK.I maupun pemerintah daerah TK.II) dan hasil di pergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pem bangunan daerah (APBD)‖. Menurut Mardiasmo, (2002:5) : ―Pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat di paksakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di gunakan untuk membiayai penyelenggarakan pemerintah daerah dan pembangunan daerah‖. 2.2 Jenis-Jenis Pajak Daerah Dan Karakteristik Pajak Daerah 2.2.1 Jenis-Jenis Pajak Daerah Berdasarkan Undang-Undang No.34 Tahun 2000 jenis-jenis pajak daerah adalah sebagai berikut : a.Pajak Hotel b.pajak Restoran c.Pajak Hiburan d.Pajak Reklame Selanjutnya sebagian dasar pemungutan atas jasa-jasa pajak tersebut, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin telah mengeluarkan beberapa peraturan daerah sebagai berikut : - Peraturan Daerah No. 26 Tahun 2002 tentang Pajak Hotel - Peraturan Daerah No. 26 Tahun 2002 tentang Pajak Reklame - Peraturan Daerah No. 28 Tahun 2002 tentang Pajak Hiburan - Peraturan Daerah No. 29 Tahun 2002 tentang Pajak Restoran 2.2.2.Karakteristik Pajak Daerah a. Pajak Hotel Menurut peraturan daerah No. 26 tentang Pajak Hotel (2002:1) : ―pajak hotel di sebut pajak daerah pungutan daerah atas penyelenggaraan hotel‖. Hotel adalah : ―Bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan atau fasilitas lainnya dengan di pungut bayaran, termasuk bangunan yang lainnya yang mengatur,di kelolah dan dimiliki oleh pihak yang sama kecuali untuk pertokoan dan perkantoran‖. Pengusaha hotel ialah : ―Perorangan atau badan yang menyelenggarakan usaha hotel untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya‖. Objek pajak adalah : ―Setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di hotel, Objek pajak berupa : 1.Fasilitas penginapan seperti gubuk pariwisata (cottage), Hotel,wisma,losmen dan rumah penginapan termasuk rumah kost dengan jumlah kamar 15 atau lebih menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan. 2.Pelayanan penunjang antara lain : Telepon, faksimilie, teleks, foto copy, layanan cuci, setrika, taksi dan pengangkut lainnya disediakan atau dikelolah hotel. 3.Fasilitas Olahraga dan hiburan Subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel. Wajib pajak hotel adalah : ―Pengusaha hotel‖. Dasar pengenaan adalah : ―Jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel dan tarif pajak ditetapkan sebesar 10%, Masa pajak I (satu) bulan takwim, jangka waktu lamanya pajak terutang dalam masa pajak pada saat pelayanan di hotel. b. Pajak Restoran Menurut Peraturan Daerah No. 29 tentang Pajak Restoran (2002:1) : ―pajak restoran yang di sebut pajak adalah pungutan daerah atas pelayanan restoran. Restoran atau rumah makan adalah : ―Tempat menyantap makanan dan atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran,tidak termasuk usaha jasa boga atau catering. Objek Pajak yaitu setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di restoran. Subjek pajak orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan restoran, Wajib pajak rastoran yaitu Pengusaha restoran dan tarif pajak di tetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). c.Pajak Hiburan Menurut Peraturan Daerah No.28 tentang Pajak Hiburan (2002:1) : ―Pajak Hiburan atau di
sebut pajak adalah pajak hiburan di Kabupaten Musi Banyuasin. Hiburan ialah ―semua jenis pertunjukan permainan dengan nama dan bentuk apapun yang di tonton atau di nikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran di Kabupaten Musi Banyuasin. Objek Pajak Semua Penyelenggaraan Hiburan berupa : 1.Penyelenggara pertunjukan film di bioskop dengan tarif pajak sebesar 31% 2.Pertunjukan kesenian tradisional, Pertunjukan sirkus, Pemeran seni, Pameran busana dengan tarif pajak 10%. 3.Pergelaran Musik dan tarif ditetapkan sebesar 15% 4.Karaoke ditetapkan sebesar 20% 5.Permainan Bilyar ditetapkan sebesar 20% 6.Pertandingan Olahraga ditetapkan sabesar 10% Subjek pajak hiburan orang pribadi atau badan yang menonton atau menikmati hiburan, Wajib pakak hiburan orang pribadi atau badan penyelenggara hiburan. d. Pajak Reklame Menurut Peraturan Daerah No.27 Tentang Pajak Reklame (2002:1) : ―Pajak reklame yang selanjutnya disebut pajak adalah pungutan daerah atas penyelenggaraan reklame. Reklame yaitu benda, alat, media yang menurut bentuk susunan dan corak raganya untuk tujuan komersial di pergunakan untuk memperkenalkan,mengajukan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang yang di tempatkan atau di dengar dari suatu tempat oleh umum kecuali yang di lakukan oleh pemerintah. Objek Pajak ialah penyelenggara reklame seperti : 1. Reklame Kain 2. Reklame Melekat, Stiker 3. Reklame Berjalan termasuk pajak kendaraan 4. Reklame Udara 5. Reklame Suara 6. Reklame Film/Slide 7. Reklame Peragaan Subjek Pajak Reklame adalah : ―Orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau memesan reklame.Tarif pajak ditetapkan sebesar 25%. 2.3. Landasan Hukum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah 2.3.1. Dasar Hukum Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 Ayat (2) : ―Segala Pajak Untuk Keperluan Negara Berdasarkan Undang-Undang‖. Dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah adalah : ―Undang-Undang No.18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah sebagaimana telah di ubah terakhir dengan Undang-Undang No.34 Tahun 2000. 2.3.2. Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah Pedoman tata cara pemungutan pajak daerah diatur Keputusan Menteri Dalam Negeri No.170 Tahun 1997 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 43 Tahun 1999 Tentang Sistem Dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah. 2.4. Sistem Dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah 2.4.1 Pendaftaran Dan Pendataan 1. Kegiatan pendaftaran dan pendataan untuk wajib pajak baru dengan cara penetapan kepala daerah (Official Assessment) terdiri dari : a. Pendaftaran b. Pendataan c. Formulir / kartu dan daftar 2. Kegiatan Pendaftaran Dengan Cara Dibayar Sendiri (Self Assesment) terdiri dari ;
a. Menyiapkan formulir pendaftaran b. Menyerahkan formulir pendaftaran kepada wajib pakak setelah dicatat dalam daftar formulir pendaftaran. c. Menerima dan memeriksa kelengkapan formulir pendaftaran yang telah di isi oleh wajib pajak dan atau yang diberi kuasa. d. Formulir / kartu dan daftar. 3. Kegiatan pendataan dengan cara dibayar sendiri (Self Assesment) untuk wajib pajak yang sudah memiliki NPWPD terdiri dari : a. Menyerahkan formulir pendataan b. Menerima dan memeriksa kelengkapan formulir pendataan (SPTPD) yang telah di isi oleh wajib pajak atau yang diberi kuasa. c. Mencatat data pajak daerah dalam kartu data ke dalam daftar SPTPD (Surat Pemberitahuan Pajak Daerah) wajib pajak self assessment. d. Formulir dan daftar SPTPD. 2.4.2. Penetapan 1. Kegiatan penetapan dengan cara di bayar sendiri (self assesment) terdiri dari : a. Setelah wajib pajak membayar pajak terutang berdasarkan SPTPD di catat dalam kartu data. b. Membuat nota perhitungan pajak atas dasar kartu data dan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, Dengan cara menghitung jumlah pajak terutang dan jumlah kredit pajak yang diperhitungkan dalam kartu data. c. Jika pajak terutang kurang atau tidak dibayar maka di terbitkan surat ketetapan pajak daerah kurang bayar (SKPDKB). d. jika tidak terdapat selisih antara kurang dan kredit, Maka diterbitkan surat ketetapan pajak daerah nihil (SKPDN). e. Jika terdapat tambahan objek pajak yang sama selesai akibat di temukannya data baru, Maka diterbitkan surat ketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan (SKPDKBT). f. Jika terdapat kelebihan pembayaran pajak terutang, Maka di terbitkan surat ketetapan pajak daerah lebih bayar (SKPDLB) g. Setelah pembuatan nota perhitungan pajak selesai, Selanjutnya menyerahkan kembali kartu data kepada unit kerja pendataan. h. Menerbitkan daftar SKPDKB,SKPDKBT,SKPDLB,dan SKPDN atas dasar surat etetapan pajak daerah tersebut. i. Surat ketetapan ditandatangani oleh kepalah unit kerja penetapan. j. Menyerahkan copy daftar surat ketetapan di atas kepala unit kerja penagihan,unit kerja perencanaan dan pengendalian operasional. k. Menyerahka kepada wajib pajak berupa SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN kemudian wajib pajak menandatangani masing-masing tanda terima dan mengembalikannya. l. Jumlah pajak terutang dalam SKPDKB dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari pokok pajak. m. Apabila SKPDKB,SKPDKBT,SKPDN yang direrbitkan tidak atau kurang bayar setelah lewat waktu paling lama 30 hari sejak SKPDKB,SKPDKBT,SKPDN diterima, Dapat memberikan sanksi administrasi berupa bunga 2% tiap bulan dengan menerbitkan STPD (surat tagihan pajak daerah). 2. Formulir dan daftar / buku a. Formulir kartu data b. Daftar surat ketetapan 2.4.3. Kegiatan Penyetoran 1. Kegitan penyetoran melalui bendaharawan khusus penerima (BKP) terdiri dari : a. BKP menerima setoran disertai surat ketetapan pajak daerah dengan media SSPD (Surat
Setoran Pajak daerah). b. Setelah SSPD tersebut di cap, Aslinya disertai SKPD dikembalikan ke wajib pajak yang bersangkutan. c. Berdasarkan SSPD yang telah di cap, Dicatat dan dijumlahkan dalam buku pembantu penerimaan sejenis melalui BKP dan selanjutnya dibukukan dalam buku kas umum. d. BKP menyetor uang ke kas daerah secara harian yang disertai bukti setoran Bank. e. BKP secara periodikal (bulanan) menyiapkan laporan realisasi penerimaan dan penyetoran uang yang di tandatangani oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah. f. mendistribusikan 2. Kegiatan Penyetoran Melalui Kas Daerah terdiri dari : a. Kas daerah menerima uang dari wajib pajak disertai dengan media surat ketetapan dan media penyetoran SSPD dan bukti setoran Bank. b. Selanjutnya setelah SSPD ditandatangani dan di cap oleh pejabat kas daerah, Maka lembar pertama dari SSPD dan bukti setoran Bank diserahkan kembali ke wajib pajak. c. 2 (Dua) lembar tembusan SSPD diberikan oleh kas daerah ke BKP Dipenda yang dilampiri bukti setoran Bank. d. BKP setelah menerima media penyetoran yang di cap oleh kas daerah dicatat dan dijumlahkan dalam buku pembantu penerimaan sejenis melalui kas daerah dan selanjutnya dibukukan dalam buku kas umum. e. BKP secara periodikal (bulanan) membuat laporan realisasi penerimaan dan penyetoran uang yang ditandatangani oleh Kadipenda. f. Mendistribusikan 2.5. Angsuran Dan Penundaan Pembayaran 2.5.1 Angsuran pembayaran a. Kegiatan yang dilaksanakan terdiri dari : - Menerima surat per mohonan angsuran dari wajib pajak - Mengadakan penelitian untuk di jadikan bahan dalam persetujuan perjanjian angsuran oleh kadipenda. - Membuat surat perjanjian angsuran / penolakan angsuran ditandatangani oleh kadipenda dan apabila permohonan di setujui selanjutnya dibuatkan daftar perjanjian angsuran. - Menyerahkan surat perjanjian angsuran / penolakan angsuran kepada wajib pajak dan daftar surat perjanjian angsuran kepada unit lain-lain yang terkait. b. Fo rmulir Dan Buku / Daftar - Formulir SSPD - Buku / Daftar - Buku registrasi permohonan angsuran - Daftar surat perjanjian angsuran 2.5.2 Kegiatan Penundaan pembayaran a. Kegiatan yang dilaksanakan 1. Dipenda melalui unit kerja penetapan menerima surat permohonan penundaan pembayaran oleh Kadipenda. 2. Mengadakan penelitian untuk dijadikan bahan dalam pemberian persetujuan penundaan pembayaran oleh Kadipenda. 3. Membuat surat persetujaun penundaan pembayaran / penolakan penundaan pembayaran yang ditandatangani oleh Kadipenda apabila permohonan di setujui dibuatkan sistem persetujuan penundaan. 4. Menyerahkan surat persetujuan penundaan pembayaran kepada wajib pajak dan daftar persetujuan penundaan kepada unit-unit yang te rkait. b. Formulir Dan Buku / Daftar 1. Formulir surat permohonan penundaan pembayaran
2. Buku / Daftar a. Buku registrasi b. Daftar persetujuan penundaan pembayaran 2.6. Pelaporan Kegiatan yang dilaksanakan : 1. Membuat daftar penetapan, Penerimaan dan tunggakan 2. Membuat daftar tunggakan per wajib pajak 3. Membuat laporan realisasi penerimaan pajak daerah 4. Mengajukan laporan realisasi penerimaan pendapatan daerah pada Kadipenda 5. Mengajukan laporan realisasi penerimaan pendapatan asli daerah k apada kepala, Unit kerja pengelolaan pendapatan daerah lainnya dan perencanaan, Pengendalian operasional. 6. Membuat daftar realisasi setoran masa pada akhir periode. 7.Mengajukan daftar realisasi setoran masa (Self Assessment) 8. Menyerahkan daftar realisasi setoran masa (Self Assessment) 2.7. Penagihan 1. Penagihan dengan surat teguran 2. Penagihan dengan surat paksa 3. Penagihan dengan surat perintah melaksanakan penyitaan 4. Pengumuman lelang dan pelaksanaan lelang 5. Pencabutan penyitaan dan pengumuman lelang 6. kegiatan penagihan dengan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus (SPPS dan S) 2.8. Kegiatan Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi. 2.8.1. Tahapan Kegiatan a. Menerima surat permohonan pembetulan pembatalan, Pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dari wajib pajak. b.Meneliti kelengkapan permohonan pembetulan, Pembatalan, Pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi wajib pajak setelah dilakukan penelitian dan bila perlu dilakukan pemeriksaan, Dibuat laporan hasil penelitian. 2. Formulir Dan Buku Yang Diperlukan - Tahapan Kegiatan a. Menerima surat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, Melakukan pemeriksaan dan membuat laporan pemeriksaan ditandatangani oleh petugas dari wajib pajak. b. Mencatat ke kartu data selanjutnya diserahkan kapada unit kerja penghitungan untuk dilakukan penghitungan penetapan kelebihan pembayaran pajak. c. Memperhitungkan dengan hutang / tunggakan pajak yang lain d. Setelah perhitungan dengan hutang pajak yang lain ternyata kelebihan pembayaran pajak kurang / sama dengan hutang pajak lainnya tersebut maka wajib pajak menerima bukti pemindahbukuan sebagai bukti pembayaran / kompensasi dengan pajak terutang dimaksud, Karenanya SKPDLB tidak diterbitkan. e. Apabila hutang pajak di perhitungkan di kompensasi dengan kelebihan pembayaran pajak ternyata lebih, Maka wajib pajak akan menerima bukti pemindahbukuan dan sebagai bukti pembayaran / kompensasi dari SKPDLB harus di terbitkan. f. Setelah menerima SKPDLB dari unit kerja penetapan dan di proses untuk penerbitan.
CONTOH MAKALAH PERPAJAKAN MAKALAH PERPAJAKAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 D I S U S U N OLEH BINTANG ADTYA PRADANA Akuntansi 3A(MALAM)
UNIVERSITAS PAMULANG Jln. Surya Kencana No.1 Pamulang Daftar Isi Daftar Isi…………………………………………………………………………1 Kata Pengantar……………………………………………………………………2 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang……………………………………………………………3 B. Tujuan………………………………………………………………………4 BAB 2 ISI 2.1 Pengetian....................................................................................................................................5 2.2 Tata Cara Pembayaran.............................................................................................................. 5 2.3 Perhitungan Umum PPh Pasal 25..............................................................................................5 2.4 Hal-hal Tertentu Untuk Penghitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25.................................6 2.4.1 Wajib Pajak Berhak Atas Kompensasi Kerugian.................................................................7 2.4.2 Wajib Pajak Memperoleh Penghasilan Tidak Teratur..........................................................7 2.4.3 Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Yang Lalu Disampaikan Setelah Lewat Batas Waktu Yang Ditentukan...................................................................7. 2.4.4 Wajib Pajak Diberikan Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan......................................................................8. 2.5 PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Baru, Bank, BUMN, dan BUMD..........................................8. 2.5.1 Wajib Pajak
Baru……………………………………………………………………………9 2.5.2 Wajib Pajak Bank dan Financial Lease……………………………………………………10 2.5.3 Wajib Pajak BUMN dan BUMD…………………………………………………………..10 2.6 Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 25 ..........................................................................11. 2.7 Contoh Perhitungan PPh Pasal 25..................................................................................11 2.8 Beberapa Masalah/Kasus untuk Menghitung Besarnya PPh Pasal 25...................................12.. BAB 3 PENUTUP………………………………………………………………13 Daftar Pustaka KATA PENGANTAR Rasa syukur yang teramat dalam saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan Karunia-Nya serta kemudahan yang diberikan, saya dapat menyelesaikan makalah Perpajakan yang berjudul ‖Pajak Penghasilan Pasal 25‖. Dan tak lupa Shalawat serta salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman kebodohan sampai kepada zaman yang terang benderang oleh cahaya ilmu seperti sekarang ini.
Pamulang, 14 Desember 2009
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak penghasilan Pasal 25 merupakan angsuran Pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran PPh Pasal 25 dapat dijadikan kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh Penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh. Pajak Penghasilan 25 dalam Hal-hal Tertentu Direktur Jendral Pajak diberi wewenang untuk menyesuaikan penghitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan, apabila terdapat hal-hal tertentu, yaitu : Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian, Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan, Wajib P ajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh, Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan, Terjadi perubahan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.
B. Tujuan Tujuan ‖ Pajak Penghasilan Pasal 25, Yaitu : 1. Menambah Wawasan Tentang Pajak, Khususnya pasal 25 2. Dapat mengetahui tentang Pph pasal 25 3. Sebagai Tugas Mata Kuliah Perpajakan
BAB 2 PPH PASAL 25 2.1 Pengetian Pajak Penghasilan Pasal 25 merupakan angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-undang Pajak Penghasilan. Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. 2.2 Tata Cara Pembayaran Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan b. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. 2.3 Perhitungan Umum PPh Pasal 25 1. PPh Pasal 25 Untuk Bulan-bulan Sebelum Batas Waktu Penyampaian SPT Tahunan Mengingat batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
adalah 3 (tiga) bulan setelah tahun pajak berakhir, maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan belum dapat dihitung sesuai dengan ketentuan di atas. Oleh karena itu, besarnya angsuran pajak untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tersebut ditentukan sama dengan angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu .2. PPh Pasal 25 Dalam Hal Diterbitkan Surat Ketetapan PajakApabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat ketetapan pajak 2.4 Hal-hal Tertentu Untuk Penghitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, yaitu : a. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian; b. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur; c. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan; d. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; e. Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan; f. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak. Pada dasarnya besarnya pembayaran angsuran pajak oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang akan terutang pada akhir tahun. Oleh karena itu, dalam hal-hal tertentu Direktur Jenderal Pajak diberikan wewenang untuk menyesuaikan penghitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan, apabila terdapat kompensasi kerugian, Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan tidak teratur, atau terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak. 2.4.1 Wajib Pajak Berhak Atas Kompensasi Kerugian 1. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung dengan dasar penghitungan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Undang-undang Pajak Penghasilan, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. 2. Dasar penghitungan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah jumlah penghasilan neto menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu atau dasar penghitungan lainnya setelah dikurangi dengan kompensasi kerugian.Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan, Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding 3. Dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu atau dasar penghitungan lainnya seperti tersebut pada angka 2 menyatakan rugi (lebih bayar atau nihil), besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah nihil 2.4.2 Wajib Pajak Memperoleh Penghasilan Tidak Teratur 1. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung dengan dasar penghitungan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan
atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Undang-undang Pajak Penghasilan dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. 2. Dasar penghitungan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah jumlah penghasilan neto menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu setelah dikurangi dengan penghasilan tidak teratur yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut. 3. Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.Tidak termasuk dalam penghasilan teratur adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil. 2.4.3 Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Yang Lalu Disampaikan Setelah Lewat Batas Waktu Yang Ditentukan 1. Dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu disampaikan Wajib Pajak setelah Iewat batas waktu yang ditentukan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara. 2. Setelah Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan. 3. Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada angka 2 lebih besar dari Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada angka 1, atas kekurangan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran 4. Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada angka 2 l ebih kecil dari Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada angka 1, atas kelebihan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan-bulan berikut setelah penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan. 2.4.4 Wajib Pajak Diberikan Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan 1. Dalam hal Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan sementara yang disampaikan Wajib Pajak pada saat mengajukan permohonan ijin perpanjangan. 2. Setelah Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 1, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan. 3. Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada angka 2 lebih
besar dari Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada angka 1, atas kekurangan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran. 4. Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada angka 2 lebih kecil dari Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada angka 1, atas kelebihan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan-bulan berikut setelah penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan .2.4.5 Wajib Pajak Membetulkan Sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Yang Mengakibatkan Angsuran Bulanan Lebih Besar Dari Angsuran Bulanan Sebelum Pembetulan 1. Dalam hal Wajib Pajak dalam tahun pajak berjalan membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pembetulan tersebut dan berlaku surut mulai bulan berdasarkan perkiraan kenaikan Pajak Penghasilan yang terutang tersebut oleh Wajib Pajak sendiri atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. 2.5 PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Baru, Bank, BUMN, dan BUMD Pada prinsipnya penghitungan besarnya angsuran bulanan dalam tahun berjalan didasarkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu. Namun, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan dasar penghitungan besarnya angsuran bulanan selain berdasarkan prinsip tersebut dengan tujuan agar lebih mendekati kewajaran berdasarkan data yang dapat dipakai untuk menentukan besarnya pajak yang akan terutang pada akhir tahun serta sebagai dasar penghitungan jumlah (besarnya) angsuran pajak dalam tahun berjalan. Atas dasar pertimbangan tersebut, berdasarkan ketentuan Pasal 25 ayat (7) Undang-undang Pajak Penghasilan, penghitungan besarnya angsuran pajak bagi W ajib Pajak baru, bank, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Wajib Pajak tertentu lainnya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. 1. Bagi Wajib Pajak baru yang mulai menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dalam tahun pajak berjalan, perlu diatur untuk menentukan besarnya angsuran pajak, karena Wajib Pajak belum memasukkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Penentuan besarnya angsuran pajak didasarkan atas kenyataan usaha atau kegiatan Waji b Pajak. 2. Bagi Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang perbankan, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah, terdapat kewajiban menyampaikan kepada Pemerintah laporan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan dalam suatu periode ter tentu, yang dapat dipakai sebagai dasar penghitungan untuk menentukan besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan. 2.5.1 Wajib Pajak Baru 1. Wajib Pajak baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan. 2. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak baru adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas). 3. Penghasilan neto sebagaimana dimaksud angka 2 adalah : a. dalam hal Wajib Pajak menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya; b. dalam hal Wajib Pajak hanya menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari
pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiscal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atas peredaran atau penerimaan bruto. 2.5.2 Wajib Pajak Bank dan Financial Lease 1. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease) adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas). 2. Dalam hal Wajib Pajak adalah Wajib Pajak baru, maka besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk triwulan pertama adalah jumlah Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas perkiraan laba-rugi fiskal triwulan pertama yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas). 2.5.3 Wajib Pajak BUMN dan BUMD 1. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali Wajib Pajak Bank dan Wajib Pajak Sewa Guna Usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas). 2. Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) belum disahkan, maka besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya. 2.6 Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 25 1. Pajak Penghasilan Pasal 25 harus dibayar paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran bertepatan dengan hari libur, maka pembayaran atau penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Termasuk hari libur adalah hari libur nasional atau harihari cuti bersama yang ditetapkan oleh Pemerintah. 2. Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan di Kantor Pos atau Bank BUMN atau Bank BUMD atau bank-bank lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran. 3. Pembayaran dan penyetoran pajak harus dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 4. Wajib Pajak diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. 2.7 Contoh Perhitungan PPh Pasal 25 Contoh 1: SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun 2008 : - Penghasilan Kena Pajak (PKP) = Rp 200.000.000,00 - PPh Terutang (tarif lama) = Rp 36.250.000,00 - Kredit Pajak (PPh Pasal 21, 22, 23 & 24) = Rp 250.000,00 - PPh Pasal 25 + 29 = Rp 36.000.000,00 PPh Pasal 25 Tahun 2009 :Berdasarkan ketentuan lama Rp 36.000.000,00 : 12 = Rp 3.000.000,00 Berdasarkan ketentuan baru : Penghasilan Kena Pajak (PKP) = Rp 200.000.000,00
PPh Terutang (tarif baru) = Rp. 25.000.000,00 Angsuran PPh Pasal 25 per bulan : 25.000.000,00 —————– x Rp 3.000.000,00 = Rp 2.068.966 36.250.000,00 2.8 Beberapa Masalah/Kasus untuk Menghitung Besarnya PPh Pasal 25 Angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh adalah sebesar angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk t ahun pajak yang lalu maka angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Angsuran PPh Pasal 25 bagi WP Baru,Bank,BUMN,BUMD, dan WP Tertentu l ainnya Berdasarkan UU PPh pasal 25 ayat (7) perhitungan PPh pasal 25 bagi WP Baru, Bank, BUMN, BUMD dan WP tertentu lainnya ditetapkan oleh MenKeu. Sesuai dengan SeKep MenKeu No. 522/KMK/04/2000 dan diubah menjadi SeKep MenKeu no. 84/ KMK/03/2002 besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan untuk WP baru dihitung sebesar jumlah pajak yang diperoleh dari penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (duabelas) Angsuran PPh pasal 25 setiap bulan bagi WP bank atau finansial lease dengan hak opsi adalah sebesar jumlah pajak penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi PPh pasal 24 yang dibayar atau terutang diluar negeri untuk tahun pajak yang lalu dibagi 12 Angsuran PPh pasal 25 setiap bulan bagi WP bank atau finansial lease dengan hak opsi yang merupakan WP barumaka besarnya angsuran PPh pasal 25 untuk triwulan pertama adalah jumlah pajak yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas perkiraan laba rugi fiskal triwulan pertama yang disetahunkan , dibagi 12 Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Wajib Pajak Pengusaha Tertentu ditetapkan sebesar 2% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir dan atau eceran barang-barang konsumsi melali tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar di beberapa lokasi, tidak termasuk kendaraan bermotor dan restoran.
BAB 3 PENUTUP Kesimpulan Bahwa Pasal 25 Bukan Hanya Sebagai Pajak Penghasilan Tetapi Juga Mencangkup Pajak BUMN, Pajak Financial Lease, dan Bank. Pajak Penghasilan pasal 25 Memiliki Peranan Sangat Penting bagi pemasukan dan pendapatan Negara. dan manfaat dari pajak penghasilan Pasal 25 hendaknya dapat dirasakan oleh semua masyarakat atau wajib pajak agar masyarakat termotivasi untuk taat membayar pajak, khususnya pajak penghasilan pasal 25.
Lampiran PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2009 TENTANG PENGURANGAN BESARNYA PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 DALAM TAHUN 2009 BAGI WAJIB PAJAK YANG MENGALAMI PERUBAHAN KEADAAN USAHA ATAU KEGIATAN USAHADIREKTUR JENDERAL PAJAK ,Menimbang : Bahwa dalam rangka meringankan liquiditas bagi Wajib Pajak dan mengantisipasi dampak krisis keuangan global yang dapat berakibat pada perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Tentang Pengurangan Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 Dalam Tahun 2009 Bagi Wajib Pajak yang Mengalami Perubahan Keadaan Usaha atau Kegiatan Usaha. Mengingat : Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4863); MEMUTUSKAN : Menetapkan :PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PENGURANGAN BESARNYA PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 DALAM TAHUN 2009 BAGI WAJIB PAJAK YANG MENGALAMI PERUBAHAN KEADAAN USAHA ATAU KEGIATAN USAHA. Pasal 1 Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan : a. Wajib Pajak yang dapat diberikan pengurangan Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah Wajib Pajak yang mengalami perubahan keadaan usaha atau kegiatan usaha dalam tahun 2009. b. Pajak Penghasilan Pasl 25 bulan Desember tahun 2008 adalah Pajak Penghasilan Pasal 25 yang seharusnya dibayar oleh Wajib Pajak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 . Pasal 2 Wajib Pajak dapat diberikan pengurangan Pajak Penghasilan Pasal 25 sampai dengan 25% (dua puluh lima persen) untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Juni 2009. Pasal 3 (1) Pengurangan Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dihitung dari besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan Desember tahun 2008. (2) Dalam hal Wajib Pajak telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2008, pengurangan Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dihitung dari besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2008. Pasal 4 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak berlaku bagi Wajib Pajak bank, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala. Pasal 5 (1) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis tentang besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang diminta disertai dengan: a. penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2008 atau penghitungan sementara Pajak Penghasilan terutang tahun pajak 2008, dan b. perkiraan penghitungan Pajak Penghasilan yang akan terutang tahun 2009, kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, dengan format sesuai lampiran I dan Lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditandatangani oleh Pengurus atau Direksi dan disampaikan paling lama tanggal 30 April 2009 Pasal 6 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis mengenai pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Masa Pajak Juli sampai dengan Desember 2009 kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lama tanggal 30 Juni 2009 apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa besarnya Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun 2009 kurang dari 75% (tujuh puluh lima persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 Masa Pajak Januari sampai dengan Juni 2009 (2) .Pengajuan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan perkiraan penghitungan besarnya Pajak Penghasilan yang akan terutang tahun 2009 berdasarkan: a. penghasilan yang diterima atau diperoleh sampai dengan bulan terakhir sebelum bulan pengajuan permohonan, dan b. b. perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh sejak bulan pengajuan permohonan sampai dengan Desember 2009,dengan format sesuai Lampiran I dan Lampiran III yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini .(3) Atas permohonan yang diajukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kantor Pelayanan Pajak melakukan evaluasi dengan format sesuai Lampiran IV dengan mempertimbangkan kondisi Wajib Pajak di tahun 2009; (4) Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat keputusan tentang besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 Masa Pajak Juli sampai dengan Desember 2009 berdasarkan hasil evaluasi, paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima lengkap, dengan format sesuai Lampiran V yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (5) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak memberikan keputusan, permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap dikabulkan dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan surat keputusan tersebut paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berakhir. Pasal 7 Dalam hal Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Wajib Pajak membayar Pajak Penghasilan
Pasal 25 untuk Masa Pajak Juli sampai dengan Desember 2009 sebesar Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dihitung berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), ayat (4), dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
. Pasal 8 Wajib Pajak yang mengalami perubahan keadaan usaha atau kegiatan usaha dan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP537/PJ./2000 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Dalam Tahun Pajak Berjalan Dalam Hal-Hal Tertentu dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai ketentuan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut. Pasal 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 11 Pebruari 2009 DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd. DARMIN NASUTION NIP 130605098
DAFTAR PUSTAKA Sumber : Internet Mardiasmo. 2004. Perpajakan. Yogyakarta: Penerbit Andi