PENGHITUNGAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI Seperti pada contoh perhitungan kredit pajak luar negeri Wajib Pajak Badan, apabila penghasilan tersebut diperoleh oleh wajib pajak orang pribadi, untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak harus dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Oleh karena itu, penghitungan PPH Pasal 24 menjadi sebagai berikut : 1. Penghasilan neto dalam negeri
Rp. 1.000.000.000,00
Penghasilan neto luar negeri
Rp. 1.000.000.000,00
PTKP (TK/0)
(Rp.
Penghasilan Kena Pajak
Rp. 1.975.700.000,00
24.300.000,00)
2. Pajak Penghasilan terutang sesuai tarif pasal 17 UU PPh 5% X Rp.50.000.000,00
=
Rp.
2.500.000,00
15% X Rp. 200.000.000,00 =
Rp.
30.000.000,00
25% X Rp. 250.000.000,00 =
Rp.
62.500.000,00
30% X Rp. 1.475.700.000,00 =
Rp.
442.710.000,00
Rp.
537.710.000,00
Total
3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri: Rp. 1.000.000.000,00 X Rp. 537.710.000,00 = Rp. 272.161.765,00 272.161.765,00 Rp. 1.975.700.000,00 Pajak yang terutang atau dibayar diluar negeri Rp.200.000.000,00 ternyata masih lebih kecil di banding batas maksimumnya ( Rp. 272.161.765,00). Oleh karena itu, jumlah kredit pajak luar negeri (pasal 24) yang diperkenankan adalah Rp.200.000.000,00.
KERUGIAN DIDALAM NEGERI PT Tugu Indah Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2011 sebagai berikut. Penghasilan dari usaha luar negeri
Rp. 1.000.000.000,00
Rugi usaha didalam negeri
(Rp. 200.000.000,00)
Pajak atas penghasilan diluar negeri misalnya 40%
Rp.
400.000.000,00
Perhitungan maksimum kredit pajak luar negeri serta pajak terutang adalah sebagai berikut : 1. Penghasilan dari usaha diluar negeri
Rp.1.000.000.000,00
Rugi usaha didalam negeri
(Rp. 200.000.000,00)
Jumlah penghasilan neto
Rp. 800.000.000,00)
2. Apabila jumlah penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak, maka sesuai dengan tariff Pasal 17 UU PPh, Pajak Penghasilan Terutang : 25% X Rp. 800.000.000,00 =
Rp.
200.000.000,00
3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri : Rp. 1.000.000.000,00
X Rp. 200.000.000,00
= Rp. 250.000.000,00
Rp. 800.000.000,00 Oleh karena pajak yang dibayar diluar negeri (Rp.400.000.000,00) dan batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan Rp. 250.000.000,00 masih lebih besar dari jumlah pajak terutang ( Rp. 224.000.000,00), maka pajak yang dibayar diluar negeri diperkenankan untuk dikreditkan dalam perhitungan Pajak Penghasilan yaitu sebesar Pajak Penghasilan yang terutang Rp.224.000.000,00.
PENGHASILAN WAJIB PAJAK DIKENAKAN PAJAK BERSIFAT FINAL Mengacu pada pasal 4 ayat (2) Undang Undang Pajak Penghasilan mengatur Objek Pajak yang pengenaan pajaknya tersendiri (diatur dengan peraturan pemerintah). Penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final tidak digabungkan dengan peghasilan teratur lainnya. Contoh : PT. Jayakarta memperoleh penghasilan tahun 2011 yang terdiri atas : 1. Penghasilan dari Cina Rp. 2.000.000.000,00 dengan tarif pajak 30% 2. Penghasilan dalam negeri Rp. 3.500.000.000,00 Dalam penghasilan dalam negeri ini termasuk penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) Undang Undang Pajak Penghasilan sebesar Rp. 500 .000.000,00. Penghitungan kredit pajak luar negeri. 1. Penghasilan dari luar negeri Penghasilan dari cina
Rp. 2.000.000.000,00
2. Penghasilan dari dalam negeri Rp.3.500.000.000,00 Koreksi (pasal 4 ayat 2)
Rp. 500.000.000,00 Rp. 3.000.000.000,00
3. Total penghasilan neto
Rp. 5.000.000.000,00
4. PPh Terutang: 25% X Rp. 5.000.000.000,00 =
Rp. 1.250.000.000,00
5. Batas maksimum kredit pajak luar negeri sebesar : Rp. 2.000.000.000,00
x Rp.1.250.000.000,00 = Rp.500.000.000,00
Rp. 5.000.000.000,00 Pajak yang terutang di Cina sebesar 30% X Rp. 2.000.000.000,00 = Rp. 600.000.000,00 namun maksimum kredit pajak yang dapat di kreditkan sebesar Rp. 500.000.000,00 sehigga jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan hanya sebesar Rp. 500.000.000,00. Ayat jurnal kasus pengkreditan.
Tgl
Akun
Debit
PPh terutang
500.000.000,00
PPh pasal 24
Kredit 500.000.000,00
PENGURANGAN/ PENGEMBALIAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI Sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan pasal 24 ayat (5) Undang-Undang Pajak Penghasilan, apabila terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar diluar negeri sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecildari besarnya perhitungan semula, maka selisihnya ditambah pada pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri pada tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan. Contoh : Dalam tahun 2011,Wajib Pajak mendapat pengurangan Pajak atas Penghasilan luar negeri pada tahun pajak 2010 sebesar Rp.33.000.000,00 yang semula telah termasuk dalam jumlah pajak yang telah dikreditkan terhadap pajak yang telah terutang untuk tahun pajak 2010 maka jumlah sebesar Rp.33.000.000 tersebut ditambah pada pajak penghasilan terutang dalam tahun pajak 2011.
PERUBAHAN BESARNYA PENGHASILAN LUAR NEGERI Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghsilan yang berasal dari luar negeri, wajib pajak harus melakukan pembetulan Surat pemberitahuan Tahunan untuk tahun wajib pajak yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut. Apabila akibat pembetulan tersebut terjadi koreksi fisikal diluar negeri yang menyebabkan adanya tambahan penghasilan yang mengakibatkan pajak atas penghasilan yang terutang diluar negeri lebih besar dari pada yang dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan, sehingga pajak diluar negeri kurang dibayar, maka terdapat kemungkinan pajak penghasilan diindonesia juga kurang dibayar. Sepanjang koreksi fisikal di luarnegeri dilaporkan sendiri oleh wajib pajak melalui surat pembetulan pemberitahuan tahunan, maka ats kekurangan tersebut tidak dikenakan bunga sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 aya (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang KUP. Contoh : 1. Penghasilan Diluar negeri (SPT)
Rp. 1.000.000.000,00
2. Penghasilan dalam negeri tahun 2009
Rp. 2.000.000.000,00
3. Penghasilan diluar negeri setelah dikoreksi di luar negeri
Rp. 2.000.000.000,00
4. Pajak atas penghasilan terutang diluar negeri misalnya 40% 5. PPh pasal 25 yang dibayar
Rp. 500.000.000,00
6. PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fisikal diluar negeri sebagai berikut :
SPT PPh Badan
Pembetulan SPT
1
Penghasilan diluar negeri
1.000.000.000,00
1
Penghasilan diluar negeri
2.000.000.000,00
2
Penghasilan dalam negeri
2.000.000.000,00
2
Penghasilan dalam negeri
2.000.000.000,00
3
Penghasilan Kena Pajak
3.000.000.000,00
3
Penghasilan Kena Pajak
4.000.000.000,00
4
PPh Terutang (tarif Pasal 17)
840.000.000,00
4
PPh Terutang (tarif Pasal 17)
1.120.000.000,00
5
Kredit Pajak Luar Negeri:
5
Kredit Pajak Luar Negeri:
Rp. 1.000.000.000 x Rp. 840.000.000
Rp.2.000.000.000,00 x 1.120.000.000
Rp.3000.000.000
Rp.4000.000.000,00
280.000.000,00
560.000.000,00
Harus dibayar
560.000.000,00
560.000.000,00
PPh Pasal 25
500.000.000,00
500.000.000,00
PPh pasal 29
60.000.000,00
60.000.000,00 NIHIL
*dalam contoh ini terjadi NIHIL bila terjadi kurang bayar tidak ditagih bunga.
Apabila koreksi fisikal diluar negeri menyebabkan penghasilan dan pajak penghasilan yang terutang diluar negeri lebih kecil dari yang dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan, sehingga pajak pajak diluar negeri lebih dibayar, maka hal ini mengakibatkan pajak penghasilan yang terutang diindonesia menjadi lebih kecil, sehingga Pajak Penghasilan menjadi lebih dibayar. Atas kelebihan bayar pajak tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah perhitungan dengan utang pajak lainnya.
Contoh : 1. Penghasilan Diluar negeri (SPT)
Rp. 1.000.000.000,00
2. Penghasilan dalam negeri tahun 2009
Rp. 2.000.000.000,00
3. Penghasilan diluar negeri setelah dikoreksi di luar negeri
Rp.
700.000.000,00
4. Pajak atas penghasilan terutang diluar negeri misalnya 40% 5. PPh pasal 25 yang dibayar
Rp. 500.000.000,00
6. PPh terutang sebelumdan sesudah koreksi fiscal di luar negeri sebagai berikut : SPT
Pembentukan SPT
1
Penghasilan luar negeri
Rp
1.000.000.000
1
Penghasilan luar negeri
Rp
700.000.000
2
Penghasilan dalam negeri
Rp
2.000.000.000
2
Penghasilan dalam negeri
Rp
2.000.000.000
3
Penghasilan kena pajak
Rp
3.000.000.000
3
Penghasilan kena pajak
Rp
2.700.000.000
4
PPh terutang (tarif Pasal 17)
Rp
840.000.000
4
PPh terutang (tarif Pasal 17)
Rp
756.000.000
5
Kredit pajak luar negeri
5
Kredit pajak luar negeri 700000000x756000000 Rp
211.680.000
1000000000x840000000 3000000000
Rp
280.000.000
2500000000
6
Harus dibayar di indonesia
Rp
560.000.000
6
Harus dibayar di indonesia
Rp
544.320.000
7
PPHh Pasl 25
Rp
500.000.000
7
PPHh Pasl 25
Rp
500.000.000
8
PPh Pasal 29
Rp
60.000.000
8
kurang bayar
Rp
44.320.000
9
PPh pasal 29 telah dibayar
Rp
60.000.000
10
Lebih bayar
Rp
15.680.000
PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 Sesuai dengan system perpajakandi Indonesia yang dianut yaitu self assessment system bahwa kepada
Wajib
Pajak
diberikan
kewenangan
sepenuhnya
untuk
menghitung
pajak
terutang,memperhitungkan,menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang. Khusus untuk pembayaran pajak yang dilakukan sendiri oleh wajib pajak selama tahun berjalan atas usahanya (self payment) sesuai ketentuan yang berlaku disebut PPH pasal 25. Dengan Demikian, PPH Pasal 25 adalah angsuran pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap
bulan dalam tahun pajak
berjalan.Besarnya angsuran paja tersebut (PPH Pasal 25) digunakan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhit tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahun Pajak Penghasilan. PPH terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun lalu dikurangi dengan PPh yang dipotong dan /atau dipungut serta PPh yang dibayar atau terutang diluar negeri yang boleh dikreditkan (Pasal 21,Pasal 22,Pasal 23,Pasal 24) selanjutnya dibagi engan 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Contoh: Pajak penghasilan terutang berdaarkan SPT Tahunan Tn.Brahman (WP Orang Pribadi) Pajak penghasilan 2011
3
Dikurang: Pajak Penghasilan yang dipotong pemberia kerja (PPh Pasal 21) Pajak peghasilan yang dipungut oleh pihak lain (PPh Pasal 22) Pajak penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (PPh Pasal 23)
4
Kredit pajak penghasilan luar negeri(PPh pasal 24)
1 2
Pajak penghasilan yang dibayar sendiri
Rp
2.100.000.000
Rp
200.000.000
Rp
100.000.000
Rp
150.000.000
Rp
150.000.000 Rp
600.000.000
Rp
1.500.000.000
Besarnya PPh pasal 25 yang harus dibay sendiri tiap bulan Tn.Brahman untuk tahun pajak 2012=1/12xRp.1.500.000.000=Rp.125.000.000
Apabila untuk tahun 2011 ternyata penghasilan yang diterima atau diperolehnya untuk masa 6 bulan maka besarnya angsuran bulan yang harus dibayar sendiri tipa bulan tahun pajak 2012=1/6xRp.1.500.000.000=Rp.250.000.000 Perlu diperhatikan bila perhitungan besarnya PPh pasal 25 tersebut untuk Wajib pajak badan terutama berkaitan dengan kredit pajak PPh pasal 21.PPh pasal 21 tidak dapat dikreditkan dalam menghitung besarnya PPh Pasal 25,karena Wajib Pajak Badan se bagai Pemotong PPh Pasal 21. Seperti contoh terdahulu bila Pajak Penghasilan terutang PT Rahwana sebesar Rp.450.000.000 sesuai dengan SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2011 dan Kredit Pajak (1) PPh pasal 22 sebesar Rp.25.000.000,(2)PPh pasal 23 sebesar Rp.35.000.000 dan (3)PPh pasal 24 sebesar 120.000.000 Perhitungan besarnya PPh Pasal 25 Pajak Penghasilan Terutang berdaasarkan SPT Tahunan PT Rahwana Pajak penghasilan 2011
1 2 3
Kredit pajakTPengurangan) Pajak peghasilan yang dipungut oleh pihak lain (PPh Pasal 22) Pajak penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (PPh Pasal 23) Kredit paja penghasilan luar negeri(PPh Pasal 24)
Rp
600.000.000
Rp
400.000.000
Rp
1.200.000.000
Pajak penghasilan yang dibayar sendiri
Rp
5.440.000.000
Rp
2.200.000.000
Rp
3.240.000.000
Besarnya PPh Pasal 15 yang harus dibay sendiri setiap bulannya PT Rahwana untuk tahun pajak 2012=1/12x Rp
3.240.000.000=Rp.270.000.000
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 Berdasarkan ada contoh diatas pihak yang membayar PPh pasal 25 akan menyusun ayat j urnal Saat pembayaran tiap bulan.
Tanggal
Akun
Debit (RP)
PPh Pasal 25 Kas dan Bank
4.000.000
Kredit(RP)
4.000.000
Saat diperhitungkan dengan PPh terutang
Tanggal
Akun
Debit (RP)
PPh terutang PPh Pasal 25
48.000.000
Kredit(RP)
48.000.000
(Selama 12 bulan rata-rata membayar Rp.4.000.000 per bulan ) Setelah pajak terutan (sesuai SPT Tahunan PPh) dilakukan pengkreditan dengan kredit pajak lainnya yang tidak bersifat final seperti PPh Pasal 21,Pasal 22,Pasal 23,Pasal 24 sisanya hasih harus dikurangi dengan angsuran pajak (PPh Pasal 25) yang telah disetor selama satu tahun pajak.Apabila ternyata masih terdapat bagian pajak terutang yang belum dibayar pada akhit tahun (PPh pasal 29) maka penyetoran harus dilakukan selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun pajak. Pembayaran PPh Pasal 25 sebagai angsuran pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak setiap bulan yang telah ditetapkan sesuai batas waktu pembayaran yaitu paling lambat tanggal 15 bulan takwin berikutnya setelah masa pajak berakhir. Contoh:PT Amna membayar PPh pasal 25 bulan MAret 2012 sebesar Rp.300.000.000 sehingga ayat juran yang di susun saat pembayaran tunai sebagai berikut
Tanggal
Akun
Debit (RP)
PPh Pasal 25 Kas dan Bank
300.000.000
Kredit(RP)
300.000.000
Seperti telah dijelaskan bahwa perhitungan pada akhir tahun dapat terjadi Kurang Bayar dengan mengacu pada pasal 29 Undang-undang PPH demikian sebaliknya dapat erjadi Lebih Bayar yang mengacu pada Pasal 28A UU PPh .Ilustrasi selengkapnya dalam jurnal akhit tahun. 1. Saat akhir tahun atau erhitungan Kurang Bayar
Tanggal
Akun
Debit (RP)
PPh Terutang PPh Pasal 25 PPh Pasal 29 Terutang
60.000.000
Kredit(RP)
48.000.000 12.000.000
2. Saat Pelunasan PPh Pasal 29
Tanggal
Akun
Debit (RP)
PPh Pasal 29 Terutang Kas dan Bank
12.000.000
Kredit(RP)
12.000.000
3. Saat akhir atau Perhitungan Lebih Bayar
Tanggal
Akun
Debit (RP)
PPh Terutang PPh Pasal 28A Lebih Bayar PPh Pasl 25
40.000.000 8000.000
Kredit(RP)
48.000.000
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 Terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri dari Indonesia,selain penghasilan usaha yang diperoleh melalui bentuk usaha tetap di imdonesia,dipotong PPh Pasl 26.Pengenaan pajak penghasilan menurut perundang-undangan perpajakn me nganut dua sitem,yaitu: 1. Sistem Pemenuhan sendiri Digunakan sebagai kewajiban perpajakan untuk Wajib pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu Bentuk Uaha Tetap di Indonesia 2. Sistem Perpotongan Pada system perpotongan ini,dilakukan pemotongan pajak terhadap penghasilan oleh pihak yang Wajib Pajak luar Negeri lainnya
AKUNTANSI PAJK PENGHASILAN PASAL 26 Khususnya untuk PPh Pasal 26 apabila terjadi pembayaran deviden dan bnga yang ditunjukan pembayaran kepada Wajib Paka Luar Negeri yang bersifat final (tetapi perlu diperhatikan adanya perjanjian dengan Negara lain) maka tariff yang umumnya diberlaukan untuk PPh Pasal 26 yaitu sebesar 20% haruslah diperlakukan penyesuaian dengan tariff menurut perjanjian perpajakn.Dengan menggunakan tariff yang lebih rendah terhadap wajib pajak luar negeri harus menunjukan keterangan domisili dari kantor pajak Negara asal.Secara umum akuntansi komersial dan akuntasi pajak berkaitan dengan PPh Pasal 26 tidak terdapat perbedaan perlakuan. Sebagai contoh,PT Dahana membayar premi ansuransi kepada Nagoya Corporation Ltd.sebesar Rp.30.000.000 dengan perkiraan penghasilan neto sesuai Keputusan Menteri Keuangan sebesar 50%. Perhitungan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh PT Dahana=(20%x50%xRp.30.000.000)=Rp.3.000.000 Ayat jurnal bagi pihak pemotong
1. Saat pemotongan PPh Pasal 26
Tanggal
Akun
Debit (RP)
Premi ansuransi Kas dan Bank PPh pasal 26 terutang
30.000.000
Kredit(RP)
27.000.000 3.000.000
2. Saat Penyetoran PPh Pasal 26
Tanggal
Akun
Debit (RP)
PPh Pasal 26 terutang Kas dan Bank
3.000.000
Kredit(RP)
3.000.000
PPh Pasal 26 merupakan Pajak Penghasilan yang dikenakan atau dipotong atas potongan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri selain bentuk usaha tetap yang pemenuhannya sebagaimana diuraikan diatas.Sifat pengenaan terhadap PPh pasal 26 ini adalah final,sehingga tidak dapat dikreditkan dengan pajak terutang alinnya.
AKUNTANSI PAJAK ATAS PAJAK PENGHASILAN YANG PENGENAANNYA BERSIFAT FINAL (PPH PASAL 4 AYAT 2) Dengan mengacu pada Pasal 4 ayat 2 UU Pajak Penghasilan sebagi penghasilan tertentu yang pengenaan pajak nya diatur dalam peraturan pemerintah.Pertimbangan yang mendasar diberikannya perlakuan sendiri antara lain adalah kesederhaan dalam pemugutan pajak,keadilan dan pemerataan dalam pengenaan pajaknya serta perkembangan ekonomi dan moneter.Penghasilanpenghasilan tertentu yang pengenaannya bersifat final meliputi Bunga DEposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia SBI) Peraturan pemrinttah nimor 138 Tahun 2000 tanggal 15 Desember 2000 atas bunga deposito dan tabungan serta sertifikat Bank Indonesia termasuk bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito atau tabungan yang ditempatkan diluar negeri melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau luar negeri di Indonesia dikenakan pemotongan pajak yang bersifat final termasuk bank Indonesia .Sedangkan tariff diatur sebagai berikut 1. Sebesar 20% dari jumlah bruto dan bersifat final atas bunga dan diskonto yang terutang atau dibayarkan kepada penerima penghasilan,baik orang pribadi maupun badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap di I ndonesia 2. Sebesar 20% dari jumlah bruto atau sesuai dengan tariff yang ditetapkan dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dan bersifat final atas bunga diskonto yang terutang atau dibayarkan kepada penerima penghasilan Wajib Pajak Luar Negeri,baik orang pribadi maupun badan selain bentuk usaha tetap di Indonesia.
PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN TERHADAP WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG BERPENGHASILAN RENDAH Pada prinsipnya pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga dposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia bersifat Final.Namun demikian,bagi Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi yang tergolong berpenghasilan relative rendah dan seluruh penghasilannya termasuk bunga dan diskonto yang dalam satu tahun pajak tidak melebih Peghasilan Tidak Kena Pajak(PTKP) atas pajak yang telah dipotong ersebut dapat diajukan permohonan retritusi melalui prosedur retritusi sederhana.
DIKECUALIKAN dari PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN Atas penghasilan berupa bunga yang berasl dari deposito dan tabngan serta Sertifikat Bank Indonesia yang dikecualikan atau tidak dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut 1. Bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia sepanjnag jumlah deposito dan tabungan serta sertifikat bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp.7.500.000 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah pecah 2. Bunga dan Diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia
Contoh :
PT Bank Aman membayar bunga bank sebesar Rp 10.000.000 kepada PT Amarta atas deposito. Jumlah bunga yang dibayarkan = 20% x Rp 10.000.000 = Rp 2.000.000. Ayat Jurnal yang dibuat oleh PT Bank Aman adalah sebagi berikut. Saat pengakuan beban bunga. Tgl
Akun Beban Bunga Utang Bunga PPh Final
Debit (Rp) 10.000.000
Kredit (Rp) 8.000.000 2.000.000
Saat pembayaran beban bunga Tgl
Akun Utang Bunga PPh Final Kas dan Bank
Debit (Rp) 8.000.000 2.000.000
Kredit (Rp)
10.000.000
BEBERAPA JENIS PENGHASILAN PENGENAAN PAJAKNYA BERSIFAT FINAL Terdapat beberapa jenis penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final dengan dasar hukum Peraturan Pemerintah atau keputusan/Peraturan Menteri Keuangan akan disampaikan pada tabel berikut, sedangkan perlakuan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut. 1. Penghasilan yang dikenakan PPh final tidak digabungkan dengan penghasilan yang dikenakan pajak dengan tarif progresif pada akhir tahun( penghasilan yang pemajakan tidak bersifat final).
2. Jumlah PPh atas penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat final tersebut tidak dapat diperhitungkan/ dikreditkan dengan PPh yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak yang dikenakan pajak dengan tarif progresif pada akhir tahun. 3. Beban /biaya/pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang pengenaan PPh nya bersifat final tidak dapat dikurangkan dalam rangka perhitungan Penghasilan Kena Pajak. Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, pasal-pasal yang mengatur mengenai jenis penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final terdapat dalam Pasal 4 ayat (2), Pasal 8 ayat (1) , Pasal 15 , Pasal 19 ayat (1), Pasal 21, Pasal 22 dan Pasal 23 ayat (4). Jenis penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final (sewaktu-waktu sesuai aturan pelaksaan dapat berubah) secara ringkas tampak pada tabel berikut.
No.
Tarif
Keterangan
Dasar Hukum
Bunga Deposito/Tabungan dan Diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
20%
Pasal 4 ayat (2) PP No. 131/2000 51/KMK.04/01 Kep.217/PJ./01
2.
Hadiah Undian
25%
Jumlah bruto bagi Wajib Pajak dalam negeri Jumlah bruto bagi Wajib Pajak luar negeri atau tarif berdasarkan perjanjian penghindaran pajak berganda(P3B) yang berlaku Jumlah bruto nilai hadiah yang dibayarkan atau nilai pasar hadiah berupa natura atau kenikmatan
3.
Bunga Simpanan Anggota Koperasi
15%
Seluruh bunga yang diterima, tanpa dikurangi batas bunga simpanan yang tidak dipotong PPh sebesar Rp240.000
4.
Penghasilan Bunga dan Diskonto dari Obligasi yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan pada perdagangan di bursa Efek
20%
Jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi Dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal diatas harga perolehan obligasi tidak termasuk bunga berjalan Dari selisih lebih harga jual atau niali nominal diatas harga perolehan obligasi Jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham Tambahan PPh bagi pemilik saham pendiri, dari nilai saham pada saat penawaran umum perdana.
1.
Jenis Penghasilan
20%
20%
20%
5.
Penjualan Saham Pendiri dan Bukan Pendiri di Bursa Efek
0,1% 0,5%
6.
Penjualan bahan bakar minyak,gas dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas
0.25 %
0,3%
Dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada SPBU Pertamina Dari penjualan tidak termasuk PPN untuk kepada SPBU bukan
Pasal 4 ayat(2) PP No.132/2000 Kep.395/PJ./200 1 Pasal 23 ayat (4)g 522/KMK.04/19 98 SE43/PJ.43/1998 Pasal 4 ayat (2) PP No.6 Tahun 2002 121/KMK.03/20 02
Pasal 4 ayat (2) PP No.41/1994 PP No.14/1997 282/KMK.04/19 97 SE-06/PJ.4/1997 Pasal 22 Undang-Undang PPh
0,3% 0,3% 7.
Penjualan hasil produksi dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha tertentu.
0,1% 0,25 %
0,45 %
0,3% 10%
Pertamina dan Non SPBU. Dari penjualan bahan bakar gas tidak termasuk PPN. Dari penjualan pelumas tidak termasuk PPN. Dari dasar pengenaan PPN untuk penjualan kertas di dalam negeri. Dari dasar pengenaan PPN untuk penjualan untuk semua jenis semen di dalam negeri. Dari dasar pengenaan PPN untuk penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri. Dari dasar pengenaan PPN untuk penjualan baja di dalam negeri.
Pasal 22 Undang-Undang PPh
Jumlah bruto nilai penjualan/ pengalihan tanah dan atau bangunan lainnya. Nilai pengalihan kurang dari Rp 60 juta tidak diharuskan membayar PPh.
Pasal 4 ayat (2) PP No.27/1996 392/KMK.04/19 96 PP No.79/1999 566/KMK.04/1999 Pasal 4 ayat (2) PP No.5 Tahun 2002;120/ KMK.03/2002 KEP227/PJ./2002 Pasal 4 ayat (2) PP No.40/2009
8.
Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan,/atau Bangunan
9.
Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari persewaan Tanah dan/atau Bangunan
10%
Jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.
10. Usaha Jasa Kontruksi yang memenuhi kualifikasi usaha kecil dan nilai pengadaan s.d satu miliar rupiah
2%
Atas imbalan jasa pelaksanaan kontruksi. Atas imbalan jasa perencanaan kontruksi. Atas imbalan jasa pengawasan kontruksi Tarif ditetapkan berbeda untuk setiap jenis pembayaran yaitu untuk pembayaran uang pesangon, manfaat pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua. Lebih jelasnya perhatian bab akuntansi Pajak Penghasilan. Dari peredaran bruto.
4% 4%
11. Uang pesangon , uang manfaat pensiun. Tunjangan Hari Tua atau jaminan Hari Tua.
12. Penghasilan Wajib Pajak yang bergerak di bidang usaha pelayaran dalam negeri. 13. Penghasilan Wajib Pajak yang bergerak di bidang usaha pelayaran atau penerbangan luar negeri. 14. Penghasilan Wajib Pajak LN yang mempunyai kantor perwakilan
1,2%
2,64 %
Dari peredaran bruto.
0,44 %
Dari peredaran bruto.
Pasal 4 ayat (2) PERMENKEU 16/ PMK.03/2010/ Tanggal 25 Januari 2010 Pasal 15 416/KMK.04/1 996 Pasal 15 416/KMK.04/1 996 Pasal 15 634/KMK.04/1
dagang di Indonesia berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan. 15. Honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun atas beban APBN/APBD yang diterima pejabat Negara,PNS, Anggota TNI dan POLRI , serta pensiunan. 16. Nilai bangunan yang diterima dalam rangka Bangun Guna Serah sehubungan dengan berakhirnya masa perjanjian.
15%
Dari peredaran bruto.
5%
Dari nilai penyerahan bangunan.
994 Kep667/pj./2001 Pasal 21 ayat (1) PP 45 Tahun 1994 Kep545/PJ./2000 Pasal 15 248/KMK.04/1 995 SE38/PJ.4/1995
Hadiah Undian Dasar hukum pengenaan pajak penghasilan atas hadiah undian adalah Peraturan Pemerintah No.132 Tahun 2000 Tanggal 15 Desember 2000. Sedangkan yang menjadi objek pajak adalah hadiah undian. Pengertian hadiah undian adalah adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan yang pemberiannya melalui cara undian. Untuk hadiah atau penghargaan yang pemberian tidak dengan cara undian, pemotongan pajak penghasilan melalui Pasal 21 atau Pasal 23/Pasal 26.
Tarif Pajak Besarnya tarif pajak atas pemotongan Pajak Penghasilan atas undian sebesar 25% dari jumlah bruto nilai hadiah undian dengan sifat pengenaan bersifat final. Akuntansi Pajak Sebagai contoh, Tn.Arfin memperoleh hadiah undian yang diperolehnya dengan cara undian sebesar Rp100.000.000,00 Tunai. Ayat Jurnal Tgl
Akun Kas dan Bank PPh final Hadiah Undian
Debit (Rp) 75.000.000 25.000.000
Kredit (Rp)
100.000.000
Persewaan Tanah dan/atau Bangunan Dasar hukum pengertian Pajak Penghasilan atas persewaan tanah dan/atau bangunan adalah Peraturan Pemerintah No.5 Tahun 2002 Tanggal 23 Maret 2002 tentang perubahan atas peraturan pemerintah No. 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan Tanah dan/atau Bangunan. Tarif Pajak Besarnya tarif Pajak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan ditetapkan sebesar 10%(sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final.
Pengertian jumlah bruto adalah semua jumalh yang dibayarkan atau terutang oleh pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan dengan perjanjian persewaan yang bersangkutan. Akuntansi Pajak Sebagai contoh, PT Aman membayar sewa tanah dan bangunan sebesar Rp50.000.000 Jurnal yang dibuat sebagai berikut. 1. Saat pemotongan PPh Pasal 4(2) Tgl
Akun Beban Sewa Bangunan PPh final Kas dan Bank
Debit (Rp) 50.000.000
Kredit (Rp) 5.000.000 45.000.000
2. Saat penyetoran PPh Pasal 4(2) Tgl
Akun PPh final Kas dan Bank
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
5.000.000 5.000.000
Pajak Penghasilan atas Dividen yang diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang Pajak Penghasilan sejak 1 Januari 2009 dan sebagai tindak lanjut pelaksanaan ketentuan Pasal 17 ayat (2d) ditetapkanlah aturan yang terutang dalam Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Dividen yang diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Negeri dikenai Pajak Penghasilan sebesar 10% ( sepuluh persen) dan bersifat final. Tata cara pengenaan pajaknya dilakukan melalui pemotongan oleh pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen.
Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan Kepada Anggota Koperasi Mengacu Pasal 4 ayat (2) huruf “a” , bahwa penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota kopeerasi orang pribadi dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan Pasal 17(7) mengatur penetapan Tarif Pajak tersendiri. Peraturan Pemerintah no.15 Tahun 2009 mengatur tentang berikut ini. 1. “Penghasilan Berupa Bunga Simpanan” yaitu imbalan berupa bunga simpa nan yang diterima anggota koperasi orang pribadi dari dana simpanan anggota koperasi orang pribadi pada koperasi terdapat orang pribadi tersebut menjadi anggota. 2. Tidak termasuk dalam kategori “Penghasilan Berupa Bunga Simpanan” yaitu bunga simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi yang merupakan bagian dari Sisa Hasil Usaha(SHU).
3. Besarnya Pajak Penghasilan dan sifat pengenaan: a. 0% (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp240.000 per bulan; atau b. 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebuh dari Rp240.000 per bulan. c. Sifat pengenaan pemotongan Pajak Penghasilan tersebut bersifat final. 4. Saat terutangnya yaitu pada saat pembayaran yang dilakukan koperasi. 5. Peraturan pemerintah mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.
Pajak Penghasilan atas Penghasilan Transaksi Derivatif Ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf “c” Undang -Undang Pajak Penghasilan bahwa transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa dapat dikenai Pajak Penghasilan bahwa transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. Peraturan Pemerintah No.17 tahun 2009 telah mengatur berikut ini. 1. Pengertian transaksi derivatif adalah transaksi yang didasari pada kontrak dan perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai instrumen yang mendasari seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi,ekuiti dan indeks baik yang diikuti dengan pergerakan maupun tanpa pergerakan dana atau instrumen. 2. Kontrak berjangka yaitu perjanjian termasuk pada kontrak standar untuk membeli atau menjual sejumlah efek atau komoditas yang jumlah , mutu, jenis, tempat dan waktu penyerahan di kemudian hari telah ditetapkan. 3. Margin Awal yaitu sejumlah uang atau surat berharga yang harus ditempatkan oleh pialang berjangka atau anggota bursa pada lembaga kliring dan penjaminan untuk menjamin pelaksaan transaksi kontrak berjangka. 4. Lembaga kliring dan penjaminan adalah badan usaha yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau sarana untuk pelaksaan kliring dan penjaminan transaksi di bursa , termasuk lembaga kliring dan penjamin berjangka. 5. Penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang dirdagangkan di bursa dikenai Pajak Penghasilan sebesar 2,5% 9dua koma lima persen) dari margin awal. Sifat pengenaannya yaitu bersifat final. 6. Saat terutangnya yaitu pada saat orang pribadi atau badan menerima dan/atau memperoleh penghasilan. Lembaga kliring dan Penjaminan wajib memungut Pajak Penghasilan pada saat menerima penyetoran margin awal oleh pialang berjangka atau anggota bursa. 7. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.