BAB I
PENDAHULUAN
Tic fasialis termasuk dalam golongan movement disorders yang secara karakteristik ditandai dengan adanya kontraksi involunter otot wajah yang dipersarafi oleh saraf VII (N.fasialis), yang gerakannya bersifat setempat pada otot tertentu, sejenak, namun berkali. Tempat terjadinya biasanya di satu sisi saja misalnya pada pipi, mulut, atau kelopak mata. Gerakannya dapat berupa wajah yang berkedut, meringis atau mata yang berkedip-kedip.
Tic biasanya diperburuk oleh stres, kemarahan, kegembiraan, dan dapat dikurangi dengan relaksasi dan tidur. Kelainan tic, suatu diagnosis klinis, sering menunjukkan respon baik terhadap terapi medis. Tic fasialis terjadi karena pembuluh darah menekan N. Fasialis sehingga otot-otot sekitar menjadi kedut atau kejang. Penyakit ini umumnya timbul setelah umur 40 tahun, namun juga dapat terjadi pada anak-anak dan lebih sering pada wanita.
Tics yang paling ringan mungkin tidak terlihat oleh orang yang mengalaminya atau orang lain. Namun, beberapa tics dapat sering dan parah. Tics juga bisa menjadi gejala dari sindrom tourette.
Sindrom Gilles de la Tourette adalah suatu kelainan tik onset masa kanak-kanak yang berasosias dengan abnormalitas perilaku (96% pada usia 11). Gangguan kepribadian kompulsif, gangguan defisit atensi, dan gangguan cemas tampak pada kebanyakan individu ini. Hanya 10% sampai 20% memiliki koprolalia.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Tic fasialis berasal dari kata tic dan fasialis. Tic termasuk salah satu bentuk hyperkinetic movement disorders, disamping athetosis, chorea, dystonia, myoclonus, dan tremor (Dito 2009). Tic merupakan gerakan involunter yang sifatnya, mendadak, cepat, singkat, stereotipik, kompulsif dan tak berirama, dapat merupakan bagian dari kepribadian normal. Sedangkan Fasialis merupakan syaraf cranial ke VII (N.VII) yang mempersarafi daerah wajah.
Tic fasialis adalah suatu keadaan terjadinya gangguan gerakan wajah tidak disadari, yang tidak terasa sakit yang disebabkan karena kerusakan syaraf cranial VII (N. Fasialis). Gerakan pada tic fasialis bersifat setempat pada otot tertentu, sejenak, namun berkali. Gerakannya dapat berupa wajah yang berkedut, meringis atau mata yang berkedip-kedip. Tic fasialis tersebut kemungkinan disebabkan oleh kelainan posisi arteri atau simpul pada arteri yang menekan syaraf cranial VII dimana terdapat batang otak.
2.2 ANATOMI
Nukelus fasialis menerima serabut-serabut yang menyilang dan tidak menyilang melalui traktus kortikobulbaris. Otot-otot wajah dibawah dahi menerima persarafan korteks kontralateral (hanya serabut kortikobulbaris yang menyilang). Apabila terdapat suatu lesi rostral dari nukleus fasialis akan menimbulkan paralisis dari otot-otot fasialis kontralateral kecuali otot frontalis dan orbikularis okuli. Karena otot frontalis dan orbikularis okuli menerima persarafan dari kortikal bilateral, maka otot-otot tersebut tidak akan dilumpuhkan oleh lesi yang mengenai satu korteks motorik atau jaras kortikobulbarisnya.
Saraf kranial N. VII (fasialis) mengandung 4 macam serabut, yaitu : (Lumbantobing, 2000)
Serabut somato-motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali M. Levator palpebra (N. III)), M. Platisma, M. Digastrikus bagian posterior, M. Stilohioid dan M. Stapedius di telinga tengah.
Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilar serta sublingual dan lakrimalis.
Serabut visero-sensorik yang menghantar impuls dari alat pengecap di 2/3 bagian depan lidah.
Serabut somato-sensorik rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh nervus trigeminus. Daerah overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf (tumpang tindih)) ini terdapat di lidah, palatum, meatus akustikus elsterna dan bagian luar gendang telinga.
Nervus fasialis terutama merupakan saraf motorik yang menginervasi otot-otot ekspresi wajah. Disamping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah, kelenjar air mata dan ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung. Dan ia juga menghantarkan berbagai jenis sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi 2/3 depan lidah, dan sensasi viseral umum dari kelenjar ludah, mukosa hidung, dan faring. Dan sensasi proprioseptif dari otot-otot yang disarafinya.
Sel sensorik terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di kanal fasialis. Sensasi pengecapan dari 2/3 depan lidah dihantar melalui saraf lingual ke korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi eksteroseptif mempunyai badan selnya di ganglion genikulatum dan berakhir pada akar desenden dan inti-inti akar desenden dari saraf trigeminus.
Inti motorik N. VII terletak di pons. Serabutnya mengitari inti N. IV dan keluar di bagian lateral pons. N. VII bersama N. Intermedius dan N. VIII kemudian memasuki meatus akustikus internus. Disini N. VII bersatu dengan N. Intermedius dan menjadi satu berkas saraf yang berjalan dalam kanalis fasialis dan kemudian masuk ke dalam Os mastoid. Ia keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stilomastoid dan bercabang untuk mensarafi otot-otot wajah.
Gambar 1. Anatomi nervus fasialis
2.3 ETIOLOGI
Penyebab tic fasialis yaitu:
A. Herediter/diwariskan (inherited)
1. Distonia torsi.
2. Neuroakantosis.
3. Penyakit Huntington.
4. Penyakit Wilson.
B. Didapatkan/diperoleh (acquired)
1. Infeksi (misal: chorea sydenham, ensefalitis).
2. Obat-obatan
Dicetuskan misalnya oleh:
a. Stimulan.
b. Levodopa.
c. Antikonvulsan (antikejang): karbamazepin, lamotrigin.
d. Neuroleptik.
3. Pertumbuhan/perkembangan (developmental)
4. Stroke
5. Toksin (misal: karbon monoksida)
6. Trauma kepala
2.4 PATOGENITAS
Sebagian besar kasus Tic Fasialis sebelumnya yang dianggap idiopatik itu mungkin disebabkan oleh pembuluh darah yang menyimpang (misalnya cabang distal dari arteri anterior inferior cerebellar atau arteri vertebralis) mengompresi nervus fasialis dalam cerebellopontine angle. Lesi kompresi misalnya pada tumor mungkin dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus fasialis.
Gerakan involuntar pada tik timbul akibat lesi difus pada putamen dan globus palidus; disebabkan oleh terganggunya kendali atas refleks-refleks dan rangsang yang masuk, yang dalam keadaan normal ikut memengaruhi putamen dan globus palidus. Ini disebut release phenomenon, yang berarti hilangnya aktivitas inhibisi yang normal.
Gerakan klonik berlangsung untuk kontraksi tonik berkelanjutan dari otot yang terlibat. Iritasi kronis pada nervus fasialis atau nukleus fasialis merupakan penyebab yang mungkin dari tic fasialis. Iritasi dari nucleus nervus fasialis diyakini menyebabkan hipereksitabilitas dari nucleus nervus fasialis, sementara iritasi pada segmen proksimal saraf dapat menyebabkan ephatic transmisi dalam nervus fasialis.
Gerakan otot wajah involunter pada tic bisa bangkit sebagai suatu pencerminan kegelisahan atau depresi. Pada gerakan involunter tersebut, sudut mulut dapat terangkat dan kelopak mata memejam secara berlebihan. Gerakan otot wajah sebagai gerakan kebiasaan sering dijumpai pada anak atau orang dewasa yang spikolabil. Nervositas dan kurang kepercayaan diri sering terlihat pada wajah seseorang. Adakalanya gerakan involunter kebiasaan itu sangat keras dan bilateral, sehingga raut muka saling berubah. Meringis, mencucu, memejamkan mata merupakan gerakan involunter kebiasaan pada kebanyakan psikopat.
Adakalanya kata-kata yang kotor atau ludah dikeluarkan pada waktu yang bersamaan pada saat gerakan involunter terjadi. Sindrom tic fasialis yang disertai koprolalia (mengelurkan kata-kata kotor) itu dikenal sebagai tic gilles de la tourette.
2.5 EPIDEMIOLOGI
Tik sering dijumpai di dalam kehidupan sehari-hari. Gejala awal muncul sekitar usia 5-10 tahun. Prevalensi tertinggi usia 9-11 tahun. Rasio pria : wanita = 3:1.
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Gerakan involunter pada wajah hanya sebuah gejala. Lelah, anxietas, dan membaca mungkin merangsang gerakan tersebut. Otot pada salah satu bagian wajah tidak sengaja kejang, biasanya diawali dengan kelopak mata, kemudian menyebar menuju pipi dan mulut. Gangguan tersebut pada hakekatnya tidak menyakitkan tetapi bisa memalukan.
Tic mempunyai ciri khas, yaitu:
Bergelombang; menguat dan melemah
Di-eksaserbasi (diperburuk) oleh stres, cemas dan kelalahan
Tidak terjadi saat tidur, namun terdeteksi dengan pemeriksaan polisomnogram. Pendapat pendapat lain mengatakan bahwa tik dapat muncul saat tidur dengan intensitas yang lebih ringan.
Meskipun dapat ditekan atau dicegah sebentar, namun berakibat meningkatnya "dorongan dari dalam". Dengan kata lain, tik sering didahului oleh "sensasi aneh", dorongan beraksi yang sulit ditahan. "Sensasi aneh" yang merupakan sensasi sensoris ini mungkin melibatkan sistem limbik dalam interaksi jalur motorik dan sensorik.
Setelah tik muncul, penderita merasa lebih lega.
Perwujudan tic, yaitu:
Mengangkat bahu.
Sering batuk-batuk kecil.
Memejam-mejamkan mata.
Menggerak-gerakkan hidung.
Suka menjilati telapak tangan.
Menggeleng-gelengkan kepala.
Memiliki kebiasaan mendehem.
Suka memegang-megang kemaluan.
Suka menarik-narik nafas dari hidung
Memiliki kebiasaan batuk seolah membersihkan kerongkongan.
Gejala dari tic fasialis antara lain yaitu :
1. Berkedut intermitten dari otot kelopak mata
2. Mata berkedip secara berlebihan
3. Wajah yang berkedut
4. Ekpresi wajah seperti meringis atau mencucu
5. Sudut mulut terangkat
Gambar 1. Wajah Tic fasialis
2.7 DIAGNOSIS
Tic fasialis secara karakteristik ditandai adanya kontraksi involunter otot wajah yang dipersarafi N.VII ( N. fasialis ), tidak disadari, yang tidak terasa sakit yang bersifat setempat pada otot tertentu, sejenak, namun berkali. Tempat terjadinya biasanya di satu sisi saja misalnya pada pipi, mulut, atau kelopak mata. Gerakannya dapat berupa wajah yang berkedut, meringis atau mata yang berkedip-kedip.
Tic dapat dibedakan dengan fasial myokimia. Secara klinis karakteristik facial myokimia berupa suatu gerakan menyerupai getaran otot muka yang menetap dan berlanjut. Gambaran EMG berupa salah satu cetusan (discharge) spontan yang asinkron dari motor unit yang berdekatan.
Pada tic, gerakan biasanya bersifat tiba-tiba, sesaat, stereotipik dan terkoordinasi serta berulang dengan interval yang tidak teratur. Penderita biasanya merasakan keinginan untuk melakukan gerakan-gerakan tersebut. Dengan demikian penderita merasa lega. Penderita tic biasanya berhubungan dengan penyakit obsesive compulsive.
Diagnosa pasti penyebab tic fasialis sulit ditegakkan. Menegakkan diagnosis tic fasialis dapat dengan pemeriksaan fisik saja, tidak ada pemeriksaan penunjang khusus yang diperlukan. Namun pada keadaan khusus diperlukan EEG untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kejang Ada beberapa penyebab yang dapat menimbulkan tic fasialis yaitu tumor, malformasi pembuluh darah dan proses infeksi lokal yang semuanya dapat menimbulkan penekanan pada nervus VII.
Sebagai penyebab terbanyak dan telah dibuktikan yaitu adanya penekanan oleh pembuluh darah . Dari 140 kasus tic fasialis yang dilakukan tindakan mikrovaskular dekompresi didapatkan copressing vessel yang paling sering adalah Anterior Inferior Cerebellar Artery ( AICA) pada 73 kasus ( Madjid S.dkk,1998).
2.8 KLASIFIKASI
Tic fasialis diklasifikasi menjadi:
Tic Motor
Tic motor dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh, tetapi mereka sering melibatkan otot-otot wajah, mata, kepala dan leher. Gerakan-gerakan ini menghasilkan seperti, wajah berkedut, meringis, berkedip, mengangkat bahu
Simple/ sederhana
Biasanya tiba-tiba, singkat, berarti gerakan yang biasanya hanya melibatkan satu kelompok otot, seperti mata berkedip, sentakan kepala, atau mengangkat bahu, wajah meringis, berjongkok dan melompat, menjentikkan jari, mengangkat bahu.6
Kompleks / Kronik
Tic motorik kompleks biasanya lebih terarah-muncul dan yang bersifat lebih lama. Melibatkan lebih dari satu kelompok otot atau mereka terdiri dari serangkaian tics motor sederhana.[6]
Contoh tic motorik yang kompleks yang menarik-narik baju, menyentuh orang, menyentuh benda, echopraxia dan copropraxia,
Tic vokal (Phonic)
Tic Phonic adalah suara disengaja dihasilkan oleh udara yang bergerak melalui hidung, mulut, atau tenggorokan.5
Simple / Sederhana
Tic phonic sederhana melibatkan membuat suara dengan menggerakkan udara melalui hidung atau mulut. Contohnya membersihkan tenggorokan, sniffing, atau mendengkur, batuk, dan desis.
Kompleks / kronik
Tic phonic kompleks termasuk echolalia, palilalia, lexilalia, dan coprolalia. Coprolalia adalah gejala yang sangat dipublikasikan Tourette Sindrom (TS), namun hanya sekitar 10% dari pasien TS menunjukkan coprolalia. 6
Sindrome Tourete
2.9 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada tic fasialis sebaiknya diobati terlebih dulu dengan medika mentosa dengan pemberian Carbamazepin dengan dosis 600-1200 mg/hr. Pada hasil penelitian lain dikatakan carbamazepin efektif pada lebih dari 50% kasus. Dapat pula diberikan pelemas otot (baclofen dengan dosis 10-60 mg/ hari).
Bila dengan kedua macam obat tersebut kurang berhasil maka dapat digunakan Botulinum Toxin injeksi (BOTOX) dengan dosis rata-rata 3,22 unit/cm2 secara langung pada lokasi nyeri. Toksin botulinum merupakan neurotoksin hasil produksi Clostridium Botulinum yang menghambat pelepasan asetilkolin di muscular junction. Cara kerjanya yaitu menimbulkan efek paralisis pada otot yang disuntik dengan jalan memblokade secara irreversibel transmisi kolinergik pada terminal saraf presinap. Dosis yang digunakan tergantung dari daerah otot yang akan disuntik. Obat suntikan ini merupakan hasil pengolahan toksin botulinum serotipe A. Secara klinis kelemahan akan tampak 1-3 hari setelah pemberian toksin ini dan akan berakhir 3-6 bulan kemudian tergantung dosis dan kepekaan individu.
Operasi dekompresi terhadap pembuluh darah juga merupakan suatu cara pengobatan terhadap Tic fasialis. Operasi ini memiliki efek samping yang cukup serius. Menurut penelitian Janneta dkk dekompresi mikrovaskuler merupakan terapi pilihan bagi tic fasialis disamping botox.
2.8 DEFERENSIAL DIAGNOSA
Facial myokimia
Tic dapat dibedakan dengan fasial myokimia .Secara klinis karakteristik facial myokimia berupa suatu gerakan menyerupai getaran otot muka yang menetap dan berlanjut. Gambaran EMG berupa salah satu cetusan (discharge) spontan yang asinkron dari motor unit yang berdekatan. Facial myokimia muncul sebagai vermikular twitching dibawah kulit, sering dengan penyebaran seperti gelombang. Hal ini dibedakan dari gerakan wajah abnormal lainnya dengan karakteristik electromyogram. Facial myokimia dapat terjadi dengan beberapa proses di batang otak. Pada kasus yang berat mungkin bermanfaat jika diberikan toksin botulinum. Kebanyakan kasus adalah idiopatik dan sembuh tanpa pengobatan dalam beberapa minggu.
Hemifacial spasme
Hemifasial spasme secara karakteristik ditandai adanya kontraksi involunter otot wajah yang dipersarafi N.VII ( N. fasialis ) , bersifat paroksismal, timbil secara sinkron dan intermitten pada satu sisi wajah.
Pada spasme hemifasial typical kontraksi dimulai pada musculus orbicularis oculi dan menjalat secara bertahap ke otot daerah pipi dan menyebar ke daerah mulut, meliputi musculus orbicularis oris,buccinator dan platysma. Spasme hemifasial atypical lebih jarang ditemukan. Pada spasme hemifasial typikal kontraksi dimulai pada musculus orbicularis oris dan buccinator, dan menyebar ke musculus orbicularis oculi.
2.9 PROGNOSIS
Prognosis dari tic fasialis tergantung pada pengobatan dan bagaimana respon pasien terhadap pengobatan. Beberapa individu akan relatif bebas dari gejala, beberapa mungkin membutuhkan pembedahan. Lainnya mungkin hanya dapat diobati dengan toksin botulinum atau obat-obatan. Pada tic fasialis kurang dari 10 % pasien mengalami kambuh kembali dari gejala mereka.
BAB III
KESIMPULAN
Definisi tic fasialis adalah suatu keadaan terjadinya gangguan gerakan wajah tidak disadari, yang tidak terasa sakit yang disebabkan karena kerusakan syaraf cranial VII (N. Fasialis). Gerakan pada tic fasialis bersifat setempat pada otot tertentu, sejenak, namun berkali.
Etiologi tic fasialis idiopatik, facial nerve compression by mass, rangsangan iritatif pada ganglion geniculatum, kegelisahan.
Gejala dari tic fasialis antara lain yaitu berkedut intermitten dari otot kelopak mata, mata berkedip secara berlebihan, wajah yang berkedut, Ekpresi wajah seperti meringis atau mencucu, Sudut mulut terangkat
Penatalaksanaan dari tic fasialis antara lain carbamazepin dosis 600-1200 mg/hari, Botulinum toxin injeksi serotype A, dan operasi dekompresi pembuluh darah.
Prognosis dari tic fasialis tergantung pada pengobatan dan bagaimana respon pasien terhadap pengobatan. Beberapa individu akan relatif bebas dari gejala, beberapa mungkin membutuhkan pembedahan. Lainnya mungkin hanya dapat diobati dengan toksin botulinum atau obat-obatan. Pada tic fasialis kurang dari 10 % pasien mengalami kambuh kembali dari gejala mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenter D. O., Hemifacial spasm, HANDBOOK OF PATHOPHYSIOLOGY, 1st edition, Pennsylvania: Springhouse, 2001
Lumbantobing S. M., Nervus Fasialis, NEUROLOGI KLINIK PEMERIKSAAN FISIK DAN MENTAL, ed. 4, Jakarta: FKUI, 2004.
Mardjono M., Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, NEUROLOGI KLINIS DASAR, ed. 9, Jakarta: Dian Rakyat, 2003
http://emedicine.medscape.com/article/1170722
http://www.medlink.com/medlinkcontent.asp
http://www.mountsinai.org/patient-care/health-library/diseases_neurologi.
Anurogo, dito. Clinical Update 2009: Tic. www.kabarindonesia.com [diakses: Desember 2008]