ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN KOMUNITAS 2014 2
D I S U S U N OLEH : Nama
:Yufarlin
NIM
:PO.71.20.1.11.094 :PO.71.20.1.11.094
Tingkat
: IIb2
Pembimbing
:
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG JURUSAN KEPERAWATAN 2012/2013
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
KATA PENGANTAR
Dengan nama Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Keperawatan Komunitas III yang membahas tentang Asuhan Keperawatan Komunitas. Dalam menyusun makalah ini, penyusun menyadari bahwa kemampuan yang penulis miliki adalah sangat terbatas, akan tetapi penyusun sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun makalah mata kuliah ini dengan sebaik-baiknya, sehingga penulis berharap ini dapat berguna bagi mahasiswa yang membaca makalah ini, masyarakat pada umumnya serta bagi penulis sendiri pada khususnya. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang telah membantu membantu tersusunnya makalah ini. Akhirnya Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati segala kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun mem bangun akan penulis terima. Dan akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penambahan ilmu pengetahuan.
Surabaya, Juni 2013
Penyusun
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
KATA PENGANTAR
Dengan nama Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Keperawatan Komunitas III yang membahas tentang Asuhan Keperawatan Komunitas. Dalam menyusun makalah ini, penyusun menyadari bahwa kemampuan yang penulis miliki adalah sangat terbatas, akan tetapi penyusun sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun makalah mata kuliah ini dengan sebaik-baiknya, sehingga penulis berharap ini dapat berguna bagi mahasiswa yang membaca makalah ini, masyarakat pada umumnya serta bagi penulis sendiri pada khususnya. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang telah membantu membantu tersusunnya makalah ini. Akhirnya Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati segala kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun mem bangun akan penulis terima. Dan akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penambahan ilmu pengetahuan.
Surabaya, Juni 2013
Penyusun
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Langkah – langkahnya dimulai dari (1) pengkajian : pengumpulan data, analisis data dan penentuan masalah, (2) diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi tindakan keperawatan. (Wahit, 2005). Proses keperawatan pada komunitas mencakup individu, keluarga dan kelompok khusus yang memerlukan pelayanan asuhan keperawatan. Tahap akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi. Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau gagal. Perawat menemukan reaksi klien terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan dan menetapkan apa yang menjadi sasaran dari rencana keperawatan dapat diterima. Evaluasi berfokus pada individu klien dan kelompok dari klien itu sendiri. Proses evaluasi memerlukan beberapa keterampilan dalam menetapkan rencana asuhan keperawatan., termasuk pengetahuan mengenai standar asuhan keperawatan, respon klien yang normal terhadap tindakan keperawatan, dan pengetahuan konsep teladan dari keperawatan. Proses keperawatan komunitas juga memperhatikan adanya perbedaan budaya di masing-masing daerah, karena hal itu Leininger (1978) mendefinisikan transkultural di keperawatan sebagai: “ bidang kemanusiaan dan pengetahuan pada studi formal dan pra ktik dalam keperawatan yang difokuskan pada perbedaan studi budaya yang melihat adanya perbedaan dan kesamaan dalam perawatan, kesehatan, dan pola penyakit didasari atas nilainilai budaya, kepercayaan dan praktik budaya yang berbeda di dunia, dan menggunakan pengetahuan untuk memberikan pengaruh budaya yang spesifik pada masyarakat.”
1.2
Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pasien pada komunitas ? 1.3
Tujuan 1.3.1
Tujuan Umum
Mampu memahami dan menjelaskan asuhan keperawatan komunitas
1.3.2
a.
Tujuan Khusus
Mampu memahami dan menjelaskan proses asuhan keperawatan komunitas
b. Mampu memahami dan menjelaskan program evaluasi keperawatan komunitas c.
Mampu memahami dan menjelaskan asuhan keperawatan peka budaya (menurut teori Madeleine Leininger)
1.4
Manfaat
Terkait dengan tujuan maka makalah pembelajaran ini diharapkan dapat memberi manfaat. 1.
Dari segi akademis, merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam asuhan keperawatan komunitas dalam bidang sistem Komunitas III.
2. Dari segi praktis, makalah pembelajaran ini bermanfaaat bagi : a.
Bagi mahasiswa Stikes Hang Tuah Surabaya Hasil makalah pembelajaran ini dapat menjadi masukkan bagi mahasiswa Stikes Hang Tuah Surabaya lainnya dalam asuhan keperawatan komunitas
b.
Untuk Penulis Hasil penulisan makalah ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi penulis berikutnya, yang akan melakukan penulisan asuhan keperawatan komunitas dalam bidang sistem Komunitas III. BAB II PEMBAHASAN
2.1 PROSES ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS 2.1.1
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Komunitas Perawatan kesehatan masyarakat merupakan bidang khusus dalam ilmu keperawatan, yang merupakan gabungan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan social (WHO, 1959). Suatu bidang dalam keperawatan yang merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta masyarakat (Rapat Kerja Keperawatan Kesehatan Masyarakat, 1989). Dengan demikian ada 3 teori yang menjadi dasar ilmu perawatan kesehatan masyarakat yaitu :
1. Ilmu Keperawatan Konsep keperawatan di karakteristikkan oleh 4 komponen konsep pokok yang menjadi paradigma dalam keperawatan, dimana menggambarkan hubungan teori – – teori teori yang membentuk susunan yang mengatur teori – teori – teori teori tersebut berhubungan satu dengan lainnya yaitu : konsep manusia, konsep kesehatan, konsep masyarakat dan konsep keperawatan (Christine Ibrahim, 1986).
2. Ilmu Kesehatan Masyarakat Dalam
mengaplikasikan
praktik
asuhan
keperawatan
dalam
komunitas
diperlukan
pengetahuan penunjang yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat, dalam melihat perspektif proses terjadinya masalah kesehatan masyarakat yang erat kaitannya dengan ilmu epidemiologi, ilmu statistik kesehatan sehingga masalah tersebut diketahui faktor penyebab dan alternatif pemecahannya. Termasuk juga diperlukan pemahaman tentang konsep puskesmas, PHC atau posyandu dan untuk merubah perilaku masyarakat diperlukan pengetahuan
yang
berkaitan
dengan
pendidikan
kesehatan
masyarakat
(Soekidjo
Notoadmojo, 2003). 3. Ilmu Sosial (Peran Serta Masyarakat) Pengetahuan sosial kemasyarakatan penting untuk dipahami oleh seorang perawat kesehatan masyarakat dalam menjalankan tugasnya, sebab dia akan berhadapan dengan kelompok – kelompok sosial dalam masyarakat. Pengetahuan sosial yang dimaksud adalah ilmu pengembangan dan pengorganisasian masyarakat, pendekatan edukatif dan teori tentang pendekatan perubahan perilaku. Hal ini bisa dirasakan oleh perawat saat menjalankan tugas, peran dan fungsinya dalam keluarga, kelompok atau masyarakat dengan berbagai latar belakang agama, budaya, pendidikan, ekonomi, norma, adat istiadat dan aturan – aturan yang berlaku dalam masyarakat (Nasrul Effendi, 1999). Dengan memahami pengetahuan ilmu sosial perawat kesehatan masyarakat dapat melakukan pendekatan untuk merubah perilaku masyarakat ke arah yang positif dalam memelihara kesehatan keluarga, kelompok dan masyarakat sehingga menuju kemandirian (self care), dimana mereka diharapkan dapat mengenal dan merumuskan masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi, memprioritaskan dan mencari alternatif pemecahan masalah melalui perencanaan bersama, kemudian melaksanakan kegiatan bersama berdasarkan perencanaan yang mereka buat serta menilai hasil yang telah dicapai. 2.1.2
Pengerti an Pr oses Keper awatan
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara berurutan, terus menerus, saling berkaitan dan dinamis. Selanjutnya menetapkan langkah proses keperawatan sebagai proses pengumpulan data, pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan (Wolf, Weitzel dan Fuerst, 1979). Jadi proses keperawatan komunitas adalah metode asuhan keperawatan yang bersifat ilmiah, sistematis, dinamis, kontinyu dan berkesinambungan dalam rangka memecahkan
masalah kesehatan dari klien, keluarga, kelompok atau masyarakat yang langkah – langkahnya dimulai dari (1) pengkajian : pengumpulan data, analisis data dan penentuan masalah, (2) diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi tindakan keperawatan. (Wahit, 2005). Proses keperawatan pada komunitas mencakup individu, keluarga dan kelompok khusus yang memerlukan pelayanan asuhan keperawatan. Dalam perawatan kesehatan komunitas keterlibatan kader kesehatan, tokoh – tokoh masyarakat formal dan informal sangat diperlukan dalam setiap tahap pelayanan keperawatan secara terpadu dan menyeluruh sehingga masyarakat benar – benar mampu dan mandiri dalam setiap upaya pelayanan kesehatan dan keperawatan yang diberikan. 2.1.3
Tuj uan D an F un gsi Proses Keper awatan
Tujuan dan Fungsi Proses Keperawatan : 1. Tujuan Tujuan melakukan proses keperawatan dalam komunitas adalah : a.
Agar diperoleh hasil asuhan keperawatan komunitas yang bermutu, efektif dan efisien sesuai dengan permasalahan yang terjadi pada masyarakat dan agar pelaksanaannya dilakukan secara sistematis, dinamis, berkelanjutan dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
b. Meningkatkan status kesehatan masyarakat. c.
Untuk dapat mencapai tujuan ini maka perawat kesehatan komunitas harus memiliki keterampilan dasar yang meliputi : epidemiologi, penelitian, pengajaran, organisasi masyarakat dan hubungan interpersonal yang baik.
2. Fungsi a.
Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi tenaga kesehatan masyarakat dan keperawatan dalam memecahkan masalah klien melalui asuhan keperawatan.
b.
Agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal sesuai dengan kebutuhannya dalam kemandiriannya di bidang kesehatan.
c.
Memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan pemecahabn masalah, komunikasi yang efektif dan efisien serta melibatkan peran serta masyarakat.
d.
Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat berkaitan dengan permasalahannya atau kebutuhannya sehingga mendapatkan penanganan dan pelayanan yang cepat dan pada akhirnya dapat mempercepat proses penyembuhannya.
2.1.4
L angkah-L angkah Pr oses Keper awatan
Banyak ahli yang mendefinisikan tentang langkah – langkah proses keperawatan diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Subdit Perawatan Kesehatan M asyarakat D epkes RI
Membagi dalam empat tahap yaitu : (1) Identifikasi, (2) Pengumpulan data (3) Rencana dan kegiatan (4) serta Penilaian. 2.
Freeman
Sedangkan Freeman membagi dalam enam tahap yaitu : (!) Membina hubungan saling percaya dengan klien, (2) Pengkajian, (3) Penentuan tujuan bersama keluarga dan orang terdekat klien, (4) Merencanakan tindakan bersama klien, (5) Melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana, dan (6) Hasil evaluasi. 3.
S.G Bail on
Membagi menjadi empat tahap yaitu : (1) Pengkajian, (2) Perencanaan, (3) Implementasi, dan (4) Evaluasi. Dari pendapat – pendapat dari para ahli tersebut diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa pada dasarnya langkah – langkah dalam proses keperawatan komunitas adalah : (1) Pengkajian (2) Diagnosis Keperawatan (3) Perencanaan (4) Pelaksanaan (5) Evaluasi atau penilaian 1. Pengkajian
Pengkajian adalah merupakan upaya pengumpulan data secara lengkap dan sistematis terhadap masyarakat untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat baik individu, keluarga atau kelompok yang menyangkut permasalahan pada fisiologis, psikologis, sosial ekonomi, maupun spiritual dapat ditentukan. Dalam tahap pengkajian ini terdapat lima kegiatan yaitu : pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, perumusan atau penentuan masalah kesehatan masyarakat dan prioritas masalah. 1. Pengumpulan data Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai masalah kesehatan pada masyarakat sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus diambil untuk mengatasi masalah tersebut yang menyangkut aspek fisik, psikologis, sosial ekonomi dan spiritual serta faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Oleh karena itu data tersebut harus akurat dan dapat dilakukan analisa untuk pemecahan masalah. Kegiatan pengkajian yang dilakukan dalam pengumpulan data meliputi : a.
Data Inti
(1) Riwayat atau sejarah perkembangan komunitas Data dikaji melalui wawancara kepada tokoh formal dan informal di komunitas dan studi dokumentasi sejarah komunitas tersebut. Uraikan termasuk data umum mengenai lokasi daerah binaan (yang dijadikan praktek keperawatan komunitas), luas wilayah, iklim, tipe komunitas (masyarakat rural atau urban), keadaan demografi, struktur politik, distribusi kekuatan komunitas dan pola perubahan komunitas. (2)
Data Demografi
Kajilah jumlah komunitas berdasarkan : usia, jenis kelamin, status perkawinan, ras atau suku, bahasa, tingkat pendapatan, pendidikan, pekerjaan, agama dan komposisi keluarga. (3)
Vital Statistik
Jabarkan atau uraikan data tentang: angka kematian kasar atau CDR, penyebab kematian, angka pertambahan anggota, angka kelahiran. b. Status Kesehatan Komunitas Status kesehatan komunitas dapat dilihat dari biostatistik dan vital statistik antara lain: dari angka mortalitas, morbiditas, IMR, MMR, cakupan imunisasi. Selanjutnya status kesehatan komunitas kelompokkan berdasarkan kelompok umur : bayi, balita, usia sekolah, remaja dan lansia. Pada kelompok khusus di masyarakat: ibu hamil, pekerja industry, kelompok penyakit kronis, penyakit menular. Adapaun pengkajian selanjutnya dijabarkan sebagaimana dibawah ini : 1. Keluhan yang dirasakan saat ini oleh komunitas 2. Tanda – tanda vital : tekanan darah, nadi, respirasi rate, suhu tubuh. 3. Kejadian penyakit (dalam satu tahun terakhir) : a. ISPA b. Penyakit asma c. TBC paru d. Penyakit kulit e. Penyakit mata f. Penyakit rheumatik g. Penyakit jantung h. Penyakit gangguan jiwa i. Kelumpuhan j. Penyakit menahun lainnya 4. Riwayat penyakit keluarga 5. Pola pemenuhan kebutuhan sehari – hari :
a. Pola pemenuhan nutrisi b. Pola pemenuhan cairan elektrolit c. Pola istirahat tidur d. Pola eliminasi e. Pola aktivitas gerak f. Pola pemenuhan kebersihan diri 6.
Status psikososial
7.
Status pertumbuhan dan perkembangan
8.
Pola pemanfaatan fasilitas kesehatan
9.
Pola pencegahan terhadap penyakit dan perawatan kesehatan
10.
Pola perilaku tidak sehat seperti : kebiasaan merokok, minum kopi yang berlebihan, mengkonsumsi alkohol, penggunaan obat tanpa resep, penyalahgunaan obat terlarang, pola konsumsi tinggi garam, lemak dan purin.
c.
Data lingkungan fisik
a) Pemukiman 1. Luas bangunan 2. Bentuk bangunan
: rumah, petak, asrama, pavilion
3. Jenis bangunan
: permanen, semi permanen, non permanen
4. Atap rumah
: genteng, seng, kayu, asbes
5. Dinding
: tembok, kayu, bambu
6. Lantai
: semen, keramik, tanah
7. Ventilasi
: ± 15 – 20% dari luas lantai
8. Pencahayaan
: kurang, baik
9. Penerangan
: kurang, baik
10. Kebersihan
: kurang, baik
11. Pengaturan ruangan dan perabot
: kurang, baik
12. Kelengkapan alat rumah tangga
: kurang, baik
b) Sanitasi 1. Penyediaan air bersih (MCK) 2. Penyediaan air minum 3.
Pengelolaan jamban : bagaimana jenisnya, berapa jumlahnya dan bagaimana jarak dengan sumber air
4. Sarana pembuangan air limbah (SPAL)
5.
Pengelolaan sampah : apakah ada sarana pembuangan sampah, bagaimana cara pengelolaannya : dibakar, ditimbun, atau cara lainnya
6. Polusi udara, air, tanah, atau suaran/kebisingan 7. Sumber polusi : pabrik, rumah tangga, industry c) Fasilitas 1. Peternakan, pertanian, perikanan dan lain – lain 2. Pekarangan 3. Sarana olahraga 4. Taman, lapangan 5. Ruang pertemuan 6. Sarana hiburan 7. Sarana ibadah d) Batas – batas wilayah Sebelah utara, barat, timur dan selatan e) Kondisi geografis f) 1)
2)
Pelayanan kesehatan dan sosial Pelayanan kesehatan (1)
Sumber daya yang dimiliki (tenaga kesehatan dari kader)
(2)
Jumlah kunjungan
(3)
Sistem rujukan
Fasilitas sosial (pasar, toko, swalayan) (1)
Lokasi
(2)
Kepemilikan
(3)
Kecukupan
3) Ekonomi (1)
Jenis pekerjaan
(2)
Jumlah penghasilan rata – rata tiap bulan
(3)
Jumlah pengeluaran rata – rata tiap bulan
(4)
Jumlah pekerja dibawah umur, ibu rumah tangga dan lanjut usia
d. Keamanan dan transportasi a.
Keamanan 1.
System keamanan lingkungan
2.
Penanggulangan kebakaran
3.
Penanggulangan bencana
4.
Penanggulangan polusi, udara dan air tanah
b. Transportasi 1.
Kondisi jalan
2.
Jenis transportasi yang dimiliki
3.
Sarana transportasi yang ada e.
Politik dan pemerintahan
1.
Sistem pengorganisasian
2.
Struktur organisasi
3.
Kelompok organisasi dalam komunitas
4.
Peran serta kelompok organisasi dalam kesehatan
f.
Sistem komunikasi
1. Sarana umum komunikasi 2. Jenis alat komunikasi yang digunakan dalam komunitas 3. Cara penyebaran informasi g.
Pendidikan
1. Tingkat pendidikan komunitas 2. Fasilitas pendidikan yang tersedia (formal dan non formal) 1) Jenis pendidikan yang diadakan di komunitas 2) Sumber daya manusia, tenaga yang tersedia 3. Jenis bahasa yang digunakan h. Rekreasi 1. Kebiasaan rekreasi 2. Fasilitas tempat rekreasi (a) Jenis Data
Jenis data secara umum dapat diperoleh dari data subyektif dan obyektif. 1. Data subyektif Yaitu data yang diperoleh dari keluhan atau masalah yang dirasakan oleh individu, keluarga, kelompok dan komunitas, yang diungkapkan secara langsung melalui lisan. 2. Data obyektif Data yang diperoleh melalui suatu pemeriksaan, pengamatan dan pengukuran. (b) Sumber Data
(1) Data primer Data yang dikumpulkan oleh pengkaji dalam hal ini mahasiswa atau perawat kesehatan masyarakat dari individu, keluarga, kelompok dan komunitas berdasarkan hasil pemeriksaan atau pengkajian. (2) Data sekunder Data yang diperoleh dari sumber lain yang dapat dipercaya, misalnya : kelurahan, catatan riwayat kesehatan pasien atau medical record (Wahit, 2005). (c) Cara Pengumpulan Data
1. Wawancara atau anamnesa Wawancara adalah kegiatan komunikasi timbal balik yang berbentuk tanya jawab antara perawat dengan pasien atau keluarga pasien, masyarakat tentang hal yang berkaitan dengan masalah kesehatan pasien. Wawancara harus dilakukan dengan ramah, terbuka, menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami oleh pasien atau keluarga pasien, dan selanjutnya hasil wawancara atau anamnesa dicatat dalam format proses keperawatan. 2. Pengamatan Pengamatan dalam keperawatan komunitas dilakukan meliputi aspek fisik, psikologis, perilaku dan sikap dalam rangka menegakkan diagnosis keperawatan. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan panca indera dan hasilnya dicatat dalam format proses keperawatan. 3. Pemeriksaan fisik Dalam keperawatan komunitas dimana salah satunya asuhan keperawatan yang diberikan adalah asuhan keperawatan keluarga, maka pemeriksaan fisik yang dilakukan dalam upaya membantu menegakkan diagnosis keperawatan dengan cara IPAP : I
= yaitu melakukan pengamatan pada bagian tubuh pasien atau keluarga yang sakit
P
= yaitu pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara meraba pada bagian tubuh yang mengalami gangguan
A
= yaitu pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan bunyi tubuh tertentu dan biasanya perawat komunitas menggunakan stetoskop sebagai alat bantu untuk mendengarkan denyut jantung, bising usus, suara paru
P
= yaitu cara pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mengetukkan jari telunjuk atau alat hammer pada bagian tubuh yang diperiksa. 2. Pengolahan Data Setelah data diperoleh, kegiatan selanjutnya adalah pengolahan data dengan cara sebagai berikut: 1. Klasifikasi data atau kategorisasi data
Cara mengkategorikan data : a.
Karakteristik demografi
b. Karakteristik geografi c.
Karakteristik sosial ekonomi
d. Sumber dan pelayanan kesehatan (Anderson & Mc Farlene 1988. Community as Client) 2. Perhitungan prosentase cakupan dengan menggunakan telly 3. Tabulasi data 4. Interpretasi data
3. Analisa Data Analisa data adalah kemampuan untuk mengkaitkan data dan menghubungkan data dengan kemampuan kognitif yang dimiliki sehingga dapat diketahui tentang kesenjangan atau masalah yang dihadapi oleh masyarakat apakah itu masalah kesehatan atau masalah keperawatan. Tujuan analisis data : 1. Menetapkan kebutuhan community 2. Menetapkan kekuatan 3. Mengidentifikasi pola respon community 4. Mengidentifikasi kecenderungan penggunaan pelayanan kesehatan 4. Penentuan Masalah atau Perumusan Masalah Kesehatan Berdasarkan analisa data dapat diketahui masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi oleh masyarakat, sekaligus dapat dirumuskan yang selanjutnya dilakukan intervensi. Namun demikian masalah yang telah dirumuskan tidak mungkin dapat diatasi sekaligus. Oleh karena itu diperlukan prioritas masalah. 5. Prioritas Masalah Dalam menentukan prioritas masalah kesehatan masyarakat dan keperawatan perlu mempertimbangkan berbagai faktor sebagai kriteria, diantaranya adalah : 1. Perhatian masyarakat 2. Prevalensi kejadian 3. Berat ringannya masalah 4. Kemungkinan masalah untuk diatasi 5. Tersedianya sumber daya masyarakat 6. Aspek politis Prioritas masalah juga dapat ditentukan berdasarkan hierarki kebutuhan menurut Abraham H. Maslow yaitu :
1. Keadaan yang mengancam kehidupan 2. Keadaan yang mengancam kesehatan 3. Persepsi tentang kesehatan dan keperawatan
Dalam menyusun atau mengurut masalah atau diagnosis komunitas sesuai dengan prioritas (penapisan) yang digunakan dalam keperawatan komunitas adalah format penapisan menurut Meuke dan Stanhope, Lancaster 1988 : 1.
Format A (Meuke) : Seleksi atau penapisan diagnosa kesehatan komunitas
2.
Format B (Stanhope dan Lancaster 1988) Format B : Prioritas masalah (Stanhope dan Lancaster 1988)
2
Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah respons individu pada masalah kesehatan baik yang aktual maupun potensial. Masalah aktual adalah masalah yang diperoleh pada saat pengkajian, sedangkan masalah potensial adalah masalah yang mungkin timbul kemudian. (American Nurses of Association ) jadi diagnosis keperawatan adalah suatu pernyataan yang jelas, padat, dan pasti tentang status dan masalah kesehatan pasien yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan. Dengan demikian diagnosis keperawatan ditetapkan berdasarkan masalah yang ditemukan. Diagnosis keperawatan akan memberikan gambaran tentang masalah dan status kesehatan masyarakat baik yang nyata (aktual) dan yang mungkin terjadi (potensial). Diagnosis keperawatan mengandung komponen utama yaitu : 1)
Problem atau masalah : problem merupakan kesenjangan atau penyimpangan dari keadaan normal yang seharusnya terjadi
2)
Etiologi atau penyebab : menunjukkan penyebab masalah kesehatan atau keperawatan yang dapat memberikan arah terhadap intervensi keperawatan, yang meliputi :
a.
Perilaku individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat
b. Lingkungan fisik, biologis, psikologis, dan social c.
Interaksi perilaku dan lingkungan
3) Symptom atau gejala : a.
Informasi yang perlu untuk merumuskan diagnose
b. Serangkaian petunjuk timbulnya masalah Perumusan diagnosis keperawatan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : 1) Dengan rumus PES Rumus : DK = P + E + S
DK : Diagnosis keperawatan P : Problem atau masalah E : Etiologi S : Symptom atau gejala 2) Dengan rumus PE Rumus : DK = P + E DK : Diagnosis keperawatan P : Problem atau masalah E : Etiologi Jadi, menegakkan diagnosis keperawatan minimal harus mengandung 2 komponen tersebut diatas, disamping mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : 1) Kemampuan masyarakat untuk menanggulangi masalah 2) Sumber daya yang tersedia dari masyarakat 3) Partisipasi dan peran serta masyarakat Sedangkan diagnosis keperawatan komunitas menurut Mueke, 1984 terdiri dari : 1) Masalah…………sehat………..sakit 2) Karakteristik populasi 3) Karakteristik lingkungan (epidemiologi triangle) Logan & Dawkins, 1986. Dalam bukunya : Family centered Nursing in the COMMUNITY Diagnosis resiko
:………………………….(masalah)
Diantara
:………………………….(community)
Sehubungan dengan
:………………………….(karakteristik community dan lingkungan)
Yang
dimanifestasikan
oleh/didemonstrasikan
oleh
:…………………(indikator
kesehatan/analisa data) 1) Resiko terjadinya diare di RW 02 Ds. Somowinangun Lamongan sehubungan dengan: a. Sumber air tidak memenuhi syarat b. Kebersihan perorangan kurang c.
Lingkungan yang buruk dimanifestasikan oleh : banyaknya sampah yang berserakan, penggunaan sungai sebagai tempat mencuci, mandi, dan pembuangan kotoran (buang air besar)
2) Tingginya kejadian karies gigi SDN Somowinangun Lamongan sehubungan dengan : a.
Kurangnya pemeriksaan gigi
b.
Kurangnya fluor pada air minum dimanifestasikan : 62% kariies dengan inspeksi pada murid-murid SDN Somowinangun Lamongan
3) Kurangnya gizi pada balita di desa Somowinangun khusunya di RW.1 sehubungan dengan : a.
Banyak kepala keluarga kehilangan pekerjaan
b.
Kurangnya jumlah kader
c.
Kurangnya jumlah posyandu
d.
Kurangnya jumlah pengetahuan masyarakat tentang gizi
4)
Resiko terjadinya penyakit dapat dicegah dengan imunisasi (PD 3 I) di desa Somowinangun RW.2 sehubungan dengan :
a. Cakupan imunisasi rendah b. Kader kurang c. Banyaknya drop out imunisasi 5)
Terjadinya penyakit akibat lingkungan yang tidak sehat (diare, ISPA, DBD) di desa X, RW.Y sehubungan dengan :
a. Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan b. Terpaparnya lingkungan oleh bermacam polusi c. Kurangnya kader kesehatan 6)
Resiko terjadi penurunan derajat kesehatan pada usia lanjut di RW.1 Ds. Somowinangun sehubungan dengan :
a. Tidak adanya pembinaan pada usia lanjut b. Tidak adanya wadah pada usia lanjut untuk meningkatkan kesehatan usila c. Kurangnya informasi tentang kesehtan usia lanjut yang dimanifestasikan dengan : jumlah usia lanjut : 200 orang, penyakit yang diderita usia lanjut : rematik 52,8%, hipertensi 32,42%, katarak 7%, diabetes mellitus 5,2%, dan lain-lain 3,29% dan usia lanjut yang memeriksakan kesehatannya tidak teratur 45,4% 7) Resiko peningkatan kenakalan remaja di RT.01 RW.6 sehubungan dengan : a. Kurangnya pengetahuan remaja dan keluarga tentang tugas perkembangan b. Wadah organisasi pemuda tidak aktif lagi : karang taruna dan remaja masjid ditandai dengan : jumlah remaja RW.6 83, remaja dengan kegiatan negatif : merokok 2,69%, minumminuman keras 0,19%, dan main kartu 0,28%. Banyak remaja mengisi waktu luang berkumpul dengan teman sebaya 38,8%, hasil observasi banyak ditemukan remaja berkumpul di gang-gang jalan , dan hasil wawancara didapatkan cukup banyak remaja yang mengisi waktu dengan minum-minuman keras dan merokok
8)
Anemia ibu hamil di RW.1 Somowinangun Luntas Kab. Lamongan sehubungan dengan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenal kebutuhan gizi ibu selama hamil yang dimanifestasikan dengan :
a. 35,5% ibu hamil mengeluh pusing b. 25% ibu hamil pucat dan lemah c. 71,5% menyatakan kebutuhan makanan sel;ama hamil sama dengan saat tidak hamil, jumlah kader yang aktif hanya 5 orang, kader tidak tersebar di semua RT, ada RT yang tidak mau menjadi kader, 60% keluarga mengolah sayur dipotong dulu baru dicuci, 90% ibu hamil tidak mempunyai KMS, 75% ibu hamil tidak memperoleh informasi tentang kebutuhan gizi ibu hamil, dan 20% ibu hamil menyatakan kebutuhan gizinya kurang dari biasanya 9)
Resiko timbulnya penyakit : diare, DHF, typhoid, ISPA, dan lain-lain sehubungan dengan kurangnya pengetahuan masyarakat dalam memelihara lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan ditandai dengan :
a. Letak kandangdi dalam rumah 1,41% b. System pembuangan air limbah sembarangan 5,71% c. Jarak pembuangan sampah dengan rumah 30,29% d. Tidak mempunyai temapt pembuangan sampah sementara 29,14% e. Membuang sampah di sembarang tempat 18,86% f. Tempat penampungan sampah terbuka 58,29% g. Penampungan air dalam kondisi terbuka 4% h. Kondisi air berwarna 1,14% i. Jarak sumber air dengan septik tank kurang dari 10 meter 10,8% j. Rumah yang tidak mempunyai jendela 4,57% k. Rumah yang pencahayaanya remang-remang 10,28% l. Kasus penyakit yang paling sering diderita batuk pilek 67,42% m. Tidak mempunyai tempat penampungan sampah sementara 29,14% n. Tempat penampungan sampah terbuka 58,29% 10)
Potensi masyarakat RW.4 Ds. Somowinangun Lamongan dalam meningkatkan kesehatan balita berhubungan dengan tingginys kesadaran ibu terhadap kesehatan balita yang ditunjang keaktifan kader kesehatan dan petugas yang ditandai dengan :
a. Hampir seluruhnya balita dibawa ke posyandu setiap bulan 91,14% b. Hampir seluruhnya balita telah mendapat imunisasi lengkap 86,08% c. Hampir seluruhnya balita memiliki KMS 92,41%
d. Sebagian besar balita dalam garis hijau 71,23% 11)
Resiko terjadi peningkatan angka kesakitan pada lansia di RW.4 berhubungan dengan kurangnya pengetahuan masyarakat dalam memelihara kesehatan lansia, yang ditandai dengan :
a. Jumlah lanjut usia 51 orang b. Lansia yang mengalami keluhan penyakit 70,59% c. Jenis penyakit yang diderita lansia : asma 5,88%, TB paru 3,92%, hipertensi 27,45%, DM 3,92%, reumatik 31,37%, katarak 1,95%, dan lain-lain 8,33% d. Upaya lansia untuk mencegah penyakit : non medis 13,88% dan diobati sendiri 8,33% e. Lansia yang tidak mengisi waktu luang dengan kegiatan tertentu 23,5% f. Belum adanya posyandu lansia 3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnosis keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien. (Pusdiklat DJJ Keperawatan) jadi perencanaan asuhan keperawatan kesehatan masyarakat disusun berdasarkan diagnose keperawatan yang telah ditetapkan dan rencana keperawatan yang disusun harus mencakup : 1) Perumusan tujuan, 2) Rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan, dan 3) Kriteria hasil untuk menilai pencapaian tujuan. 1) Per umu san tuj uan
Dalam merumuskan tujuan harus memenuhi criteria sebagai berikut : a.
Berfokus pada masyarakat
b. Jelas dan singkat c.
Dapat diukur dan diobservasi
d. Realistic e.
Ada target waktu
f.
Melibatkan peran serta masyarakat Dalam pencapaian tujuan dengan menggunakan formulasi criteria yang mencakup : T = S + P + K.1 + K.2 Keterangan : S : Subyek P : Predikat K.1 : Kondisi
K.2 : Kriteria Selain itu dalam perumusan tujuan : 1) Dibuat berdasarkan goal = sasaran dibagi hasil akhir yang diharapkan 2) Perilaku yang diharapkan berubah 3) S : Specific 4) M : Measurable atau dapat diukur 5) A : Attainable atau dapat dicapai 6) R : Relevant/Realistic atau sesuai 7) T : Time-Bound atau waktu tertentu 8) S : Sustainable atau berkelanjutan Contoh : Goal dan Tujuan Nama komuniti
:
Masalah
:
Goal
:
No
Tanggal ditetapkan
Tujuan
Tanggal dicapai
(Anderson dan Mc. Farlane, 1988 : 265.)
Contoh kasus : Mahasiswa Akper Gresik melaksanakan praktek keperawatan komunitas di desa Kandangan Cerme Kabupaten Gresik membuat jamban umum melalui swadaya masyarakat secara gotong-royong
dalam waktu 1,5 bulan.
Jadi dikaitkan dengan rumus diatas dapat diketahui bahwa : Subyek : Mahasiswa Akper Gresik Predikat : Membuat jamban umum Kondisi : Swadaya dan gotong-royong Kriteria : Waktu 1,5 bulan 2) Rencana ti ndakan keper awatan yang akan dil aksanakan
Langkah-langkah dalam perencanaan keperawatan kesehatan masyarakat : a.
Identifikasi alternative tindakan keperawatan
b. Tetapkan teknik dan prosedur yang akan digunakan c.
Melibatkan peran serta masyarakat dalm menyusun perencanaan melalui kegiatan musyawarah masyarakat desa atau lokakarya mini
d. Pertimbangkan sumber daya masyarakat dan fasilitas yang tersedia e.
Tindakan yang akan dilaksanakan harus dapat memenuhi kebutuhan yang sangat dirasakan masyarakat
f.
Mengarah kepada tujuan yang akan dicapai
g. Tindakan harus bersifat realistic h. Disusun secara berurutan 3) Kr iter ia hasil untuk menil ai pencapaian tujuan
Penentuan criteria dalam perencanaan keperawatan komunitas adalah sebagai berikut : a. Menggunakan kata kerja yang tepat b. Dapat dimodifikasikan c.
Bersifat spesifik Siapa yang melakukan? Apa yang dilakukan? Di mana dilakukan? Kapan dilakukan? Bagaimana melakukan? Frekuensi melakukan? Contoh kasus : Mahasiswa Akper Gresik melaksanakan praktek keperawatan komunitas di desa Kandangan Cerme Kabupaten Gresik membuat jamban umum melalui swadaya masyarakat secara gotong-royong dalam waktu 1,5 bulan. Dari contoh diatas, maka rencana tindakan yang dibaut adalah :
a.
Mahasiswa memberikan penyuluhan kesehatan masyarakat dengan topik “Pentingnya jamban bagi kesehatan masyarakat” sebanyak 4 kali sesuai dengan schedule kegiatan (setiap hari senin di Balai Desa)
b.
Mahasiswa melakukan pendekatan terhadap tokoh-tokoh masyarakat baik formal maupun informal untuk menggalang dukungan
c.
Mahasiswa melibatkan partisipasi dan peran serta masyarakat dalam menggalang dana untuk pembuatan jamban umum melalui dana upaya kesehtan masyarakat (DUKM) yang ada atau iuran desa
d.
Mahasiswa menetapkan waktu peresmian pembuatan jamban umum oleh kepala Desa dan tokoh-tokoh masyarakat yang lain
e.
Melalui tokoh-tokoh masyarakat formal maupun informal menghimbau dan mengajak masyarakat secara gotong-royong membangun jamban umum
f.
Kerjasama dengan instansi terkait untuk mendapatkan bantuan teknis pembuatan jamban umum yang memenuhi syarat kesehatan (tenaga sanitarian) 4. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan yang telah disusun. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, perawat kesehatan masyarakat harus bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lainnya dalam hal ini melibatkan pihak puskesmas, bidan desa, dan anggota masyarakat. Prinsip yang umum digunakan dalam pelaksanaan atau implementasi pada keperawatan komunitas : 1) Inovatif Perawat kesehatan masyarakat harus mempunyai wawasan luas dan mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan berdasar pada iman dan taqwa ( IMTAQ) 2) Integrated Perawat kesehtan masyarakat harus mampu bekerja sama dengan sesame profesi, tim kesehtan lain, individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat berdasarkan azaz kemitraan.
3) Rasional Perawat kesehatan masyarakat dalam melakukan asuhan keperawatan harus menggunakan pengetahuan secara rasional demi tercapainya rencana program yang telah disusun. 4) Mampu dan mandiri Perawat kesehatan masyarakat diharapkan mempunyai kemampuan dan kemandirian dalam melaksanakan asuhan keperawatan serta kompeten 5) Ugem Perawat kesehatan masyarakat harus yakin dan percaya atas kemampuannya dan bertindak dengan sikap optimis bahwa asuhan keperawatan yang diberikan akan tercapai. Dalam melaksanakan implementasi yang menjadi focus adalah program kesehatan komunitas
dengan strategi komuniti organisasi dan parthnerships in community. (Model for nursing parthnerships). Prinsip lain yang perlu diperhatikan : 1) Berdasarkan respon masyarakat 2) Disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia pada masyarakat 3) Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam pemeliharaan diri sendiri serta lingkungannya 4) Menekankan pada aspek peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit 5) Mempertimbangkan kebutuhan kesehatan dan perawatan masyarakat secara esensial 6) Memperhatikan perubahan lingkungan masyarakat 7) Melibatkan partispasi dan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan perawatan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan : 1)
Keterpaduan antara biaya, tenaga, waktu, lokasi, sarana, dan prasarana dengan pelayanan kesehatan maupun sektor lainnya
2) Keterlibatan petugas kesehatan lain, kader, dan tokoh masyarakat dala m rangka alih peran 3) Tindakan keperawatan yang dilakukan di catat dan didokumentasikan 5. Evaluasi Atau Penilaian
Evaluasi
memuat
keberhasilan
proses
dan
keberhasilan
tindakan
keperawatan.
Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan antara proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian masyarakat dalam perilaku kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan masyarakat komunitas dengan tujuan yang telah ditetapkan atau dirumuskan sebelumnya. Kegiatan yang dilakukan dalam penilaian menurut Nasrul Effendy, 1998 : 1) Membandingkan hasil tindakan yang dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan 2)
Menilai efektifitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian sampai dengan pelaksanaan
3)
Hasil penelitian keperawatan digunakan sebagai bahan perencanaan selanjutnya apabila masalah belum teratasi Perlu dipahami bersama oleh perawat kesehatan masyarakat bahwa evaluasi dilakukan dengan melihat respon komunitas terhadap program kesehatan. Macam evaluasi : 1) formatif dan sumatif, 2) input, proses, dan output. Focus evalausi :
1) Relevansi Apakah program diperlukan ?
Yang ada atau yang baru. 2) Perkembangan atau kemajuan Apakah dilaksanakan sesuai dengan rencana ? Bagaimana staf, fasilitas, jumlah peserta ? 3) Cost efficiency (efisiensi biaya) Bagaimana biaya ? Apa keuntungan program ?
4) Efektifitas Apakah tujuan tercapai ? Apakah klien puas ? Apakah fokus pada formatif dan hasil jangka pendek 5) Impact Apakah dampak jangka panjang? Apa perubahan perilaku dalam 6 minggu atau 6 bulan atau 1 tahun? Apakah status kesehatan meningkat? Kegunaan evaluasi : 1) Menentukan perkembangan keperawatan kesehatan masyarakat yang diberikan 2) Menilai hasil guna, daya guna, dan produktifitas asuhan keperawatan yang diberikan 3)
Menilai asuhan keperawatan dan sebagai umpan balik untuk memperbaiki atau menyusun rencana baru dalam proses keperawatan Hasil evaluasi : Terdapat tiga kemungkinan dalam hasil evaluasi :
1) Tujuan tercapai Apabial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat telah menunjukkan kemajuan sesuai dengan criteria yang telah ditetapkan 2) Tujuan tercapai sebagaian Apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal, sehingga perlu dicari penyebab dan cara memperbaikinya atau mengatasinya 3) Tujuan tidak tercapai Apabila individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat tidak menunjukkan perubahan kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah baru. Dalam hal ini perlu dikaji secara mendalam apakah terdapat problem dalam data, analisis, diagnosis, tindakan, dan faktorfaktor yang lain tidak sesuai sehingga menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan
2.2 EVALUASI PROGRAM KESEHATAN KOMUNITAS 2.2.1
Pengertian Evaluasi
Pada dasarnya evaluasi merupakan suatu pemeriksaan terhadap pelaksanaan suatu program yang telah dilakukan yang akan digunakan untuk meramalkan, memperhitungkan, dan mengendalikan pelaksanaan program kedepannya agar jauh lebih baik. Dengan demikian evaluasi lebih bersifat melihat ke depan daripada melihat kesalahan-kesalahan di masa lalu, dan diarahkan pada upaya peningkatan kesempatan demi keberhasilan program (Yusuf, 2000:2).
Evaluasi adalah tindakan intelektual untk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,rencana tindakan,dan pelaksanaannya sudah berhasil di capai. Melalui evaluasi memungkinkan perawatan untuk memonitor ”kealpaan yang terjadi ” selama tahap pengkajian,analisa,perencanaan dan pelaksanaan tindakan (Ignatavicius & Bayne,1994). Menurut Griffith & (Christensen (1986) evaluasi sebagai sesuatu yang di rencanakan,dan perbandingan yang sistimatik pada status kesehatan Klien.Dengan mengukur perkembangan Klien dalam mencapai suatu tujuan,maka perawat bisa menentukan efektifitas tindakan keperawatan.Meskipun valuasi di letakkan pada akhir proses keperawatan,evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk enentukan apakah informasi yang telah di kumpulkan sudah mencukupi dan apakah perilaku yang di observasi sudah sesuai.Diagnosa juga perlu di evaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya.Tujuan dan intervensi di evaluasi adalah untuk menentukan apakah tujuan tersebut,dapat di capai secara efektif. 2.2.2
Tujuan
Evaluasi adalah suatu tahap untuk menentukan manfaat atau nilai dari sesuatu. Selama proses evaluasi, informasi dikumpulkan dan dianalisis untuk ditentukan kegunaan dan signifikansinya. Perubahan yang ada dinilai, dan kemajuan didokumentasikan. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa di laksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang di berikan sehingga perawat dapat mengambil keputusan :
1) Mengakhiri rencana tindakan keperawatan ( Klien telah mencapai tujuan yang di tetapkan ) 2)
Memodifikasi rencana tindakan keperawatan ( Klien mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan)
3)
Meneruskan rencana tindakan keperawatan (Klien memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan )
2.2.3
Pendahuluan
Perawat mengevaluasi respons dari komunitas terhadap program kesehatan dalam upaya mengukur kemajuan terhadap tujuan dan objektif program. Data evaluasi juga merupakan hal yang krusial untuk memperbaiki database dan diagnosis keperawatan komunitas yang dihasilkan dari analisis pengkajian data komunitas. Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan, tetapi evaluasi tetap terkait dengan pengkajian yang merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Praktik keperawatan adalah siklus yang dinamis. Agar intervensi berfokus komunitas dapat diukur secara relevan dan tepat waktu, maka database komunitas, diagnosis keperawatan dan rencana program kesehatan harus dievaluasi secara rutin. Efektivitas intervensi keperawatan komunitas bergantung pada pengkajian ulang yang berkesinambungan terhadap kesehatan komunitas dan juga bergantung pada perbaikan yang tepat terhadap intervensi terencana. Evaluasi merupakan hal yang penting dalam praktik keperawatan, tetapi evaluasi pun berperan sangat penting bagi berfungsinya lembaga kesehatan. Sayangnya, evaluasi terkadang dilakukan secara terpisah dari perencanaan program. Evaluasi bahkan sering kali hanya diikutkan di akhir program, hanya untuk memenuhi kebutuhan sumber pendanaan atau administrasi lembaga. Buktinya, terdapat masalah pada beberapa pendekatan. Agar keperawatan komunitas berjalan efektif, dituntut suatu pendekatan yang integratif dalam evaluasi; evaluasi merupakan aspek yang unik. 2.2.4
Prinsip Evaluasi
Sejalan dengan landasan teoritis dalam menjalin kemitraan dengan komunitas, program evaluasi yang kita jalankan didasarkan pada prinsip yang dikemukakan oleh W.K Kellogg Foundation (1998). Prinsip tersebut disimpulkan sebagai berikut : 1. Memperkuat program. Tujuan kita adalah promosi kesehatan dan peningkatan kepercayaan diri komunitas. Evaluasi membantu pencapaian tujuan ini dengan cara menyediakan proses yang sistematik dan berkelanjutan dalam mengkaji program, dampaknya serta hasil akhir program tersebut.
2.
Menggunakan pendekatan multipel . Selain pendekatan multidisiplin, metode evaluasi mungkin banyak dan bermacam – macam. Tidak ada suatu pendekatan yang lebih unggul, tetapi metode yang dipilih harus sejalan dengan tujuan program.
3. Merancang evaluasi untuk memenuhi isu nyata. Program berbasis dan berfokus komunitas, yang berakar pada komunitas “nyata” dan berdasarkan pengkajian komunitas harus memiliki rancangan evaluasi untuk mengukur kriteria mengenai pentingnya program tersebut bagi komunitas. 4.
Menciptakan proses partisipasi. Apabila anggota komunitas merupakan bagian dari pengkajian, analisis, perencanaan dan implementasi, mereka pun harus menjadi mitra dalam evaluasi.
5. Memungkinkan fleksibilitas. “Pendekatan ecaluasi harus fleksibel dan bersifat preskriptif; jika tidak, akan sulit untuk mendokumentasikan munculnya perubahan yang sering kali meningkat secara tajam dan kompleks: (W.K Kellogg Foundation, 1998, hal. 3) 6.
Membangun kapasitas. Proses evaluasi, selain mengukur hasil akhir, harus meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan perilaku individu yang terlibat di dalamnya. Hal ini serupa dengan dengan konteks profesional maupun non profesional.
2.2.5
Proses Evaluasi
Literatur mengenai evaluasi semakin banyak tersedia. Evaluasi program atau proyek telah menjadi spesialisasi seluruh departemen dan firma konsultan yang berfokus pada pengukuran dan evaluasi. Demi mencapai tujuan kita (yaitu, membuat pendahuluan dari evaluasi program), kita akan menggunakan suatu model 3 bagian. Pada model ini, kita akan mempelajari proses implementasi program, dampak program, dan hasil program. Pada bagian ini, kita akan berfokus pada promosi kesehatan dan program promosi kesehatan yang dirancang untuk mempengaruhi populasi target melalui aktivitas terencana (proses) yang mungkin menimbulkan efek yang cepat (dampak) dan efek yang lebih lama (hasil). (Dignan & Carr, 1992, hal. 153). Dampak Proses
(sumatif;
(format
hasil
if)
jangka
Hasil (jangka panjang)
pendek)
Informa
Implem
Efek segera Insidens dan prevalensi faktor risiko, morbiditas,
si yang entasi
program,
dikump
program
sebagai
ulkan
,
contoh :
dan mortalitas
termasu k:
Pengetahuan Perilaku
Respons
Persepsi
tempat
Ketrampilan Keyakinan
Respons
Akses
penerim
terhadap
a
sumber Dukungan
Respons
sosial
praktisi
Kompet ensi personel Bilaman
Implem
Untuk
Untuk mengukur apakah insidens dan prevalensi
a
entasi
menentukan
telah berubah. Sebagai contoh, apakah angka
diaplika
awal
apakah
imunisasi anak usia dua tahun telah meningkat?
sikan
program
faktor yang
Apakah jumlah pasien gangguan pernafasan
atau
mempengar
mengalami pe nurunan?
ketika
uhi
Apakah industri memfilter cerobong polutannya?
terjadi
kesehatan
perubah
baik
an
individu
program
maupun
(contoh,
lingkungan
pindah
telah
ke
berubah.
tempat
Sebagai
dari
baru,
contoh,
diberika
apakah
n
perilaku
kepada
individu
populasi
telah
yang
berubah?
berbeda
Apakah
)
kebijakan baru diimplement asikan?
` Proses evaluasi terdiri dari dua tahap : 1.
Mengukur pencapaian tujuan klien Perawat menggunakan ketrampilan pengkajian untuk mendapatkan data yang akan di gunakan dalam evaluasi.Faktor yang di evaluasi mengenai status kesehatan klien,yang terdiri dari bebrapa komponen,meliputi: KAPP (kognitif,Afektif,Psikomotor,Perubahan fungsi dan gejala
yang
spesifik).
a. Kognitif (pengetahuan) Tujuan mengidentifikasi pengetahuan yang spesifik yang di perlukan setelah klien di ajarkan tentang teknik-teknik tertentu. Lingkup evaluasi pada kognitif meliputi pengetahuan klien terhadap penyakitnya, mengontrol gejala-gejalanya, pengobatan, diet, aktifitas, persediaan alat-alat, resiko komplikasi, gejala yang harus dilaporkan, pencegahan, pengukuran dan lainlain. Evaluasi kognitif di peroleh melalui interview atau tes tertulis. b.
Affektif (status emosional) Affektif klien cenderung ke penilaian yang subyektif dan sangat sukar di evaluasi.Hasil penilaian emosi di tulis dalam bentuk perilaku yang akan memberikan suatu indikasi terhadap status emosi klien.hasil tersebut meliputi ”tukar menukar perasaan tentang sesuatu”, cemas yang berkurang ada kemauan berkomunikasi dan seterusnya.
c.
Psikomotor Psikomotor biasanya lebih mudah di evaluasi di bandingkan yang lainnya jika perilaku yang dapat di observasi sudah di identifikasikan pada tujuan (kriteria hasil ).Hal ini biasanya di lakukan melalui observasi secara langsung.Dengan melihat apa yang telah di lakukan Klien
sesuai dengan yang di harapkan adalah suatu cara yang terbaik untuk mengevaluasi psikomotor klien. d.
Perubahan fungsi tubuh dan gejala. Evaluasi pada komponen perubahan fungsi tubuh mencakup beberapa aspek status kesehatan klien yang bisa di observasi.Untuk mengevaluasi perubahan fungsi tubuh maka perawat memfokuskan pada bagaimana fungsi kesehatan klien berubah setelah di lakukan tindakan keperawatan.Evaluasi pada gejala yang spesifik di gunakan untuk menentukan penurunan atau penigkatan gejala yang mempengaruhi status kesehatan Klien.Evaluasi tersebut bisa di lakukan bisa di lakukan dengan cara observasi secara langsung,interview dan pemeriksaan fisik.
2.
Penentuan Keputusan Pada Tahap Evaluasi. Setelah data terkumpul tentang status keadaan klien,maka perawat membandingkan data dengan outcomes.tahap berikutnya adalah membuat keputusan tentang pencapaian Klien terhadap outcomes.Ada 3 kemungkinan keputusan pada tahap ini : a.
Klien telah mencapai hasil yang di tentukan dalam tujuan.Pada keadaan ini perawat akan mengkaji masalah klien lebih lanjut atau mengevaluasi outcomes yang lain.
b.
Klien masih dalam proses mencapai hasil yang telah di tentukan.Perawat mengetahui keadaan
klien
pada
tahap
perubahan
kearah
pemecahan
masalah.Penambahan
waktu,resources,dan intervensi mungkin di perlukan sebelum tujuan tercapai. c.
Klien tidak dapat mencapai hasil yang telah di tentukan.Pada situasi ini,perawata harus mencoba untuk mengidentifikasi alasan mengapa keadaan atau masalah ini timbul. 2.2.6
Komponen Evaluasi
Ada 2 (dua ) komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan, yaitu : 1) Proses (formatif) Fokus tipe evaluasi ini adalah aktifitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan.Evaluasi proses harus di lakukan segera setelah perencanaan keperawatan di laksanakan untuk membantu keefektifitasan terhadap tindakan.Evaluasi formatif terus menerus di laksanakan sampai tujuan yang telah di tentukan tercapai. Metode pengumpulan data dalam evaluasi formatif terdiri dari analisa rencana tindakan keperawatan, open-chart audit, pertemuan kelompok, interview, dan observasi dengan klien, dan menggunakan form evaluasi. Sistem penulisan pada tahap evaluasi ini bisa menggunakan sitem SOAP atau model dokumentasi lainnya. 2)
Hasil (sumatif)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan perawatan klien. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara paripurna. Sumatif evaluasi adalah obyektif, fleksibel, dan efisien. Adapun metode penatalaksanaan evaluasi sumatif terdiri dari closed-chart audit, interview akhir pelayanan, pertemuan akhir pelayanan, dan pertanyaan kepada klien dan keluarga. Meskipun informasi pada tahap ini tidak secara langsung berpengaruh terhadap klien yang dievaluasi, sumatif evaluasi bisa menjadi suatu metode dalam memonitor kualitas dan evisiensi tindakan yang telah diberikan. Komponen evaluasi dapat di bagi menjadi 5 komponen menurut (Pinnell & Meneses,1986)
:
1. Menentukan kriteria, standar dan pertanyaan evaluasi. 2. Mengumpulkan data mengenai keadaan klien terbaru. 3. Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan standart 4. Merangkum hasil dan membuat kesimpulan 5. Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan.
1) Menentukan
kriteria,
standar
dan
pertanyaan
evaluasi.
a. Kriteria. Kriteria digunakan sebagai pedoman observasi untuk mengumpulkan data dan sebagai penentuan kesahihan data yang terkumpul. Semua kriteria yang di gunakan pada tahap evaluasi di tulis sebagai kriteria hasil. Outcomes menandakan hasil akhir tindakan keperawatan. Sedangkan standar keperawatan digunakan lebih luas sebagai dasar untuk evaluasi praktek keperawatan secara luas. Outcome criteria. Kriteria hasil didefenisikan sebagai standar untuk menjelaskan respon atau hasil dari rencana tindakan keperawatan. Hasil tersebut akan menjelaskan bagaimana keadaan klien ,setelah tindakan dilaksanakan. Kriteria akan dinyatakan dalam istilah behaviour (perilaku) sebagaimana disebutkan dalam bab terdahulu, supaya dapat diobservasi atau diukur dan kemudian dijelaskan dalam istilah yang mudah dipahami. Idealnya, setiap hasil dapat dimengerti oleh setiap orang yang terlibat dalam e valuasi. b. Standar Praktek Standar
pelayanan
keperawatan
dapat
digunakan
untuk
mengevaluasi
praktek
keperawatan secara luas. Suatu standar menyatakan apa yang harus dilaksanakan sebagai suatu model untuk kualitas pelayanan. Standar harus berdasarkan hasil penelitian, konsep teori, dan dapat di terima oleh praktek klinik keperawatan saat sekarang. Standar harus secara
cermat disusun dan di uji untuk menetukan kesesuain dalam penggunaannya. Contoh pemakain standar dapat dilihat pada standar praktek keperawatan yang disusun oleh ANA. c.
Evaluative question Untuk menentukan suatu kriteria dan standart, perlu digunakan pertanyaan evaluative sebagai dasar mengevaluasi kualitas pelayanan dan respon klien terhadap tindakan.
1. Pengkajian : apakah pengkajian dapat dilaksanakan kepada klien? 2. Diagnosa : apakah diagnosa disusun bersama dengan klien? 3. Perencanaan : apakah tujuan diidentifikasi dalam perencanaan? 4. Pelaksanaan : apakah klien diberitahu terhadap tindakan yang diberikan? 5. Evaluasi : apakah modivikasi tindakan keperawatan diperlukan?Evaluasi dan Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan Komunitas Mutu layanan kesehata dapa diukur melalui 3 cara : a. Pengukuran mutu prospektif Merupakan pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang dilakukan sebelum layanan kesehatan diselenggarakan. Oleh karena itu pengukurannya akan ditujukan terhadap struktur atau input layanan kesehatan dengan asumsi bahwa layanan kesehatan harus memiliki sumber daya tertentu agar dapa menghasilakan suatu layanan kesehatan yang bermutu. Bagian – bagiannya sebagai berikut : 1. Pendidikan Profesi Kesehatan Ditujukan agar menghasilkan profesi layanan kesehatan yang mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan perilaku yang dapat mendukung layanan kesehatan yang bermutu. 2. Perizinan Merupakan salah satu mekanisme untuk menjamin mutu layanan kesehatan. Surat ijin kerja (SIK) dan surat iji praktek(SIP) yang diberikan kepada perawat merupakan suatu pengakuan bahwa seorang perawat telah memenuhi s yarat untuk melakukan praktek profesi keperawatan (NERS). Demikian pula dengan profesi kesehatan lain, harus mempnyai ijin kerja sesuai dengan profesimya. 3. Standardisasi Dengan menetapkan standardisasi, seperti standardisasi peralatan, tenaga, gedung, sistem, organisasi, anggaran dan lain-lain. Setiap fasilitas layanan kesehatan yang memiliki standar yang sama dapat menyelenggarakan layanan kesehatan yang sama mutunya. Contohnya: standardisasi layanan rumah sakit akan mengelompokan atau mengklasifikasikan rumah sakit
kedalam berbagai kelas tertentu misalnya RSU kelas A, B, C dan D, Rumah sakit jiwa kelas A dan B. 4. Sertifikasi Merupakan selanjutnya dari perizinan. Pengakuan sebagai ners yang tergistrasi adalah contoh setifikasi. Di indonesia, perizinan seperti itu dilakukan oleh departemen kesehatan atau dinas kesehatan dengan rekomendasi dari persatuan perawat nasional indonesia ( PPNI).
5. Akreditasi Merupakan pengakuan bahwa suatu institusi layanan kesehatan seperti RS telah memenuhi beberapa standar layanan kesehatan tertentu. Pengukuran mutu prospektif berfokus pada penilaian, sumber daya, bukan pada kinerja penyelenggaraan layanan kesehatan. b. Pengukuran Mutu Retrospektif Merupakan pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang dilakukan setelah penyelenggaraan layanan kesehatan selesai
dilaksanakan. Pengukuran ini biasanya
merupakan gabungan dari beberapa kegiatan seperti penilaian catatan keperawatan (nursing record), wawancara, pembuatan kuesioner, dan penyelenggaraan pertemuan. c.
Pengukuran Mutu Konkuren Merupakan pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang dilakukan selama layanan kesehatan
dilangsungkan
atau
diselenggarakan.
Pengukuran
ini
dilakukan
melalui
pengamatan langsung dan kadang- kadang perlu dilengkapi dengan peninjauan pada catatan keperawatan serta melakukan wawancara dan mengadakan pertemuan dengan klien, keluarga, atau petugas kesehatan. Standar
Evaluasi
Praktik
Keperawatan
Menurut
ANA
(2004)
Perawat kesehatan komunitas melakukan evaluasi status kesehatan komunitas. Adapun kriteria pengukuran bagi perawat kesehatan komunitas adalah sebagai berikut 1.
Mengkordinasikan secara sistematis, berkelanjutan, dan evaluasi berdasarkan kriteria hasil pelayanan dalam komunitas dan pemangku kepentingan lain.
2.
Mengumpulkan data secara sistematis, menerapkan epidemiologi dan metode ilmiah untuk menentukan efektivitas intervensi keperawatan kesehatan komunitas dalam kebijakan, program, dan pelayanan.
3.
Berpartisipasi dalam proses dan evaluasi hasil dengan aktivitas pemantauan (monitoring) program dan pelayanan.
4.
Mengaplikasikan pengkajian data yang berkelanjutan untuk merevisi rencana, intervensi, dan aktivitas yang sesuai.
5.
Mendokumentasikan hasil dari evaluasi termasuk perubahan atau rekomendasi untuk meningkatkan efektivitas intervensi.
6.
Menyampaikan evaluasi proses dan hasil yang dihasilkan kepada komunitas dan pemangku kepentingan lain berdasarkan hukum dan peraturan negara. Biasanya fokus pertanyan evaluasi adalah seputar relevansi, kemajuan, efiensi biaya, efektivitas, dan hasil.
a. Relevansi Adakah tuntutan untuk menyelenggarakan program? Relevansi menentukan alasan untuk menyelenggarakan suatu program atau serankaian aktivitas. Pertanyaan seputar relevansi mungkin lebih penting untuk program yang sudah berjalan dibandingkan dengan program baru. Seringkali suatu program direncanakan untuk memenuhi kebutuhan komunitas yang terungkap, seperti screening tekanan darah. Program ini kemudian berlangsung selama beberapa tahun tanpa disertai evaluasi mengenai relevansinya. Pertanyaan harus diajukan secara rutin apakah program nasih dibutuhkan? Sebenarnya, evaluasi tidak hanya dibutuhkan untuk program baru, tetapi untuk seluruh program. Keterbatasan yang lazim ditemukan pada program baru adalah ketidakadekuatan staff atau anggaran. Satu jalan keluar terhadap keterbatasan tersebut adalah evaluasi relevansi program yang ada. Staff dan anggaran program yang tidak lagi dibutuhkan dapat dialokasikan pada program baru. b. Kemajuan Apakah aktivitas program sesuai dengan rencana? Apakah staff dan material yang tepat tersedia dalam kuantitas dan waktuyang tepat untuk mengimplementasikan aktivitas program? Apakah banyak klien yang diharapkan banyak ikut berpartisipasi dalam aktivitas program yang dijadwalkan? Apakah input dan output memenuhi beberapa rencana yang ditetapkan sebelumnya? Jawaban terhadap pertanyaan ini akan mengukur kemajuan program dan merupakan bagian dari proses evaluasi formatif. c. Efisiansi Biaya
Bagaimana pembiayaan program? Apa keuntungannya? Apakah keuntungan program sebanding dengan biaya yang dikeluarkan? Evaluasi efisiensi biaya mengukur hubungan antara hasil (keuntungan / manfaat program dan biaya penyelenggaraan program (seperti gaji staff dan material). Efisiensi biaya mengevaluasi apakah hasil program dapat dicapai dengan biaya yang lebih murah melalui pendekatan yang lain. d. Efektivitas (dampak) Apakah tujuan program tercapai? Apakah klien merasa puas dengan program? Apakah penyelenggara program merasa puas dengan aktivitas dan keterlibatan klien? Efektivitas berfokus pada evaluasi formatif seperti hasil jangka pendek dan segera.
e. Hasil Apakah implikasi jangka panjang program? Sebagai hasil dari program, perubahan perilaku apa yang dapat diharapkan dalam waktu 6 minggu, 6 bulan atau 6 tahun? Efektivitas mengukur hasil yang segera, sedangkan evaluasi hasil mengukur apakah aktivitas program mengubah alasan awal penyelenggara program. Pertanyaan mendasar adalah : apakah program mencapai tujuannya? (apakah kesehatan meningkat?). 2.2.7
Metode Terpilih Untuk Pengumpulan Data
Empat poin kunci yang perlu dipahami ketika Anda menentukan metode yang dapat digunakan untuk pengumpulan data adalah : 1. Sumber-sumber apa yang tersedia untuk tugas evaluasi ? 2. Apakah metode tersebut sensitif terhadap responden/partisipasi program? 3. Bagaimana kredibilitas evaluasi Anda dengan metode tersebut? 4.
Seberapa pentingkah data yang dikumpulkan? Terhadap keseluruhan program? Terhadap para partisipan? (W.K. Kellog Foundation, 1998). Terdapat beberapa kerangka kerja atau paradigma yang dapat memberikan informasi mengenai pilihan Anda. STUDI KASUS
Studi kasus menelusuri suatu program untuk menentukan keadekutannya dalam memenuhi kebutuhan yang diutarakan. Data yang dikumpulkan selama studi kasus meliputi observasi aktivitas korban, laporan yang disiapkan oleh program, ringkasan statistik dari aktivitas program, percakapan tidak terstruktur dengan petugas program, data hasil wawancara terstruktur maupun tidak terstruktur, serta informasi yang dikumpulkan melalui kuesioner. Semua kuesioner, tanpa memperhitungkan segi kecermatan penulisannya,
memiliki komponen subjektif; dan seperti juga catatan oblektif atau dokumen seluruhnya ditulis oleh individu, sehingga memasukkan faktor subjektif. Tabel 13-2 Paradigma Evaluasi
Akar
Model
Interpretivis
Riset
me/
Metode
Evaluasi
Berbasis-
Ilmiah
konstruksivi
Feminist
Partisipasi
Teori
Alami
sme
Riset
Pendidikan,
Aplikasi
Barat;
Feminist,
Organisasi,
pada
Eropa, kulit
analisis
komunitas,
program
putih, pria
kekuatan
kesehatan
komunitas
“Ilmu”
Antropologi
masyarakat, yang Poin kunci
Studi Pengontrola
dilakukan
n variabel
dengan
Pendek atan
yang
antropologi Wanita,
cara anak
komprehe nsif
Menciptaka
Setiap
kontak terus- perempuan,
n
proses program
menerus,
kelompok
yang lebih sosial
komprehensi,
minoritas
egalitarian,
didasarkan
yang dalam membuat
pada suatu
dan
sejarah
proses
teori
menyeluruh
terabaikan;
menjadi
kunci
dengan
metode
lebih
untuk
metode
konvension
relevan
memahami
terkait
al
yang secara
apa
–
yang
Metodologi
“cacat”
keseluruha
pentingada
hipotetik
secara
n,
lah melalui
deduksi,
serius
demokratis
identifikas
asi
i teori
statistik
Observasi mendalam, wawancara
Kontekstual ,
Tujuan Untuk
inklusif, Praktis,
pengalaman berguna,
Membuat
,
model
berdayagun
menjelaskan
keterlibatan,
apa
relevansi
yang logik
sosial
–
terjadi
yang dan Untuk
a
program
atau
menunjukka
memahami
gambaran
n hubungan
target
–
sebab-
program dan
Memperhati
akibat
anti program
kan aspirasi melibatkan
kan
antara hasil
kaum
semuanya
yang
da
wanita
ke
“intervensi”
dalam
proses,
Menunjuk
seluruh
membangu
kan
aspek
n kapasitas
yang
untuk
Secara aktif menunjuk apa
dalam terjadi
apa
evaluasi,
terjadi
terbuka
dalam
terhadap
program
seluruh
berbasis-
aspirasi
komunitas yang komprehe nsif
2.3 KONSEP-KONSEP YANG RELEVAN DENGAN BUDAYA 1. Holisme / Seutuhnya
Antropologi percaya bahwa kebudayaan adalah fungsi yang terintegrasi seluruhnya dengan bagian interelasi dan interdependensi. Demikian juga budaya lebih baik dipandang dan dianalisa secara menyeluruh. Berbagai komponen dari budaya seperti politik, ekonomi, agama, persaudaraan dan system kesehatan, melakukan fungsi yan terpisah tetapi kemudian
bercampur membentuk perbuatan yang menyeluruh. Jadi untuk mengetahui system dari seseorang harus memandang masing-masing hubunganya dengan orang lain dan dari keseluruhan kulturnya (Benedict, 1934). Perubahan budaya biasanya mengundang tantangan – tantangan baru dan berbagai masalah. Perubahan meliputi adaptasi kreatif dari perilaku yang terdahulu yang disebabkan Karena bahasa, adapt, kepercayaa, sikap, tujuan, undang – undang, tradisi dank ode moral. Pada saat yang terdahulu sudah keluar dari mode atau kurang bias diterima dan menjadi sumber konflik yang potensial (Elling, ((1977). 2. Enkulturasi
Adalah proses mendapatkan pengetahuan dan menghayati nilai-nilai. Melalui proses ini oran bias mendapatkan kompetensi dari budayanya sendiri. Anak-anak melihat orang tua dan mengambil kesimpulan tentang peraturan demi perilaku. Pola- pola perilaku menyajikan penjelasan untuk kejadian dalam penghidupan seperti, dilahirkan, maut, remaja, hamil, membesarkan anak, sakit penyakit . 3. Etnosentris
Adalah suatu kepercayaan bahwa hanya sendiri yang terbaik. Sangat penting bagi perawat untuk tidak berpendapat bahwa hanya caranya sendiri yang terbaik dan menganggap ide orang lkain tidak diketahui atuau di pandang rendah.
4. Stereotip
Stereotip atau sesuatu yang bersifat statis / tetap merupakan kepercayaan yang dibesar – besarkan dan gambaran yang dilukiskan dengan populer dalam media massa dan ilmu kebangsaan. Sifat ini juga menyebabkan tidak bekembangnya pemikiran seseorang. 5. Nilai – nilai Budaya
Sistem budaya mengandung berbagai orientasi nilai. Nilai merupakan bentuk kepercayaan bagaimana seseorang harus berperilaku , kepercayaan adalah sesuatu pertanyaan yang tujuannya berpegang kepada kebenaran tapi mungkin boleh atau tidak boleh berlandaskan kenyataan empiris. Salah satu elemen yang paling penting terbangun dalam budaya dan nilainya. Nilai ini bersama – sama memiliki budaya yang paling penting terbangun dalam budaya dan nilainya. Nilai ini bersama memberikan stabilitas dan keamanan budaya, menyajikan standart perilaku. Bila dua orang bersama – sama memiliki budaya yang serupa dan pengalamanya cenderung serupa nilai – nilai mereka akan serupa , walaupun dua
orang tersebut tidak mungkin pola nilai yang tetap serupa , namun mereka cukup serupa untuk mengenal kesamaan dan utuk mengidentifkasi” yang lain sama sepeti saya” (Gooenough, 1966) . Konsep budaya menurut Linton adalah : suatu tatanan pola perilaku yang dipelajari, diciptakan, serta ditularkan di antara suatu anggota masyarakat tertentu . Batasan budaya menurut Koentjaraningrat adalah : keseluruhan system gagasan , tindakan dan Hasil karyamanusia, dalam rangka kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.Karakteristik budaya menurut TO. Ihromi adalah : 1.
Budaya diciptakan dan ditransmisikan lewat proses belajar .
2.
Budaya dimiliki bersama oleh sekelompok manusia dan merupakan pola kelakuan umum.
3.
Budaya merupakan mental blue print.
4.
Penilaian terhadap budaya bersifat relatif.
Budaya bersifat dinamis, adaptif dan integratif.Pemahaman akan konsep budaya, membawa kita pada kesimpulan bahwa gagasan, perasaan dan perilakumanusia dalam kehidupan sosialnya sangat dipengaruhi oleh budaya yang berlaku di masyarakat. Demikianpula pergeseran ataupun perubahan pada tatanan budaya dalam suatu masyarakat akan diiringi denganperubahan perilaku dari individu yang hidup di dalamnya.Budaya tercipta sebagai upaya manusia untuk beradaptasi terhadap masalah -masalah yang timbul dari
lingkungan
hidupnya.
Selanjutnya
budaya
mempengaruhi
pembentukan
dan
perkembangan kepribadian manusia dalam kelompoknya. Interaksi keduanya membentuk suatu pola spesifik perilaku, proses pikir,emosi dan persepsi individu atau kelompok dalam bereaksi terhadap tekanan-tekanan kehidupan. Dengan demikian dapat dimengerti peranan budaya dalam masalah kesehatan jiwa. 2.3.1
Perbedaan Budaya
Sesungguhnya karena tradisi berbeda budaya dan peningkatan mobilitas dan memiliki standart perilaku yang sama. Individu yang dibesarkan dalam kelompok seperti itu mengikuti budaya oleh norma-norma yang menentukan jalan pikiran dan perilaku mereka. a.
Kolektifitas Etnis adalah kelompok dengan asal yang umum, perasaan identitas dan
memiliki standart perilaku yang sama. Individu yang bedasarkan dalam kelompok seperti itu mengikuti budaya oleh norma-norma yang menentukan jalan ikiran dan perilaku mereka ( Harwood, 1981). b.
Shok Budaya adalah salah satu sebab karena bekerja dengan individu yang latar belakang
kulturnya berbeda. Shock budaya sebagai perasaan yang tidak ada yang menolong
ketidaknyamanan dan kondisi disoirentasi yang dialami oleh orang luar yang berusaha beradaptasi secara komprehensif atau secara efektif dengan kelompok yang berbeda akibat akibat paraktek nilai-nilai dan kepercayaan.( Leininger, 1976). Perawat dapat mengurangi shock budaya dengan mempelajari tentang perpedaan kelompok budaya dimana ia terlibat. Pemting untuk perawat mengembangkan hormat kepada orang lain yang berbeda budaya sambil menghargai perasaan dirinya. Praktik perawatan kesehatan memerlukan toleransi kepercayaan yang bertentangan dengan perawat. c.
Pola Komunikasi
Kendala yang paling nyata timbul bila kedua orang berbicara dengan bahasa ang berbeda. Kebiasaan berbahasa dari klien adalah salah satu cara untuk melihat isi dari budaya. Menurut Kluckhohn,1972, bahwa tiap bahasa adalah merupakan jalan khusus untuk meneropong dan interprestasi pengalaman tiap bahasa membuat tatanan seluruhnya dari asumsi yang tidak disadari tetang dunia dan penghidupan. Kendala untuk komunkasi bisa saja terjadi walaupun individu berbicara dengan bahasa yang sama. Perawat kadang kesulitan untuk menjelaskan sesuatu dengan bahasa yang sederhana, bebas dari bahasa yang jlimet yang klien bisa menagkap. Sangat penting untuk menentukan ahwa pesan kita bisa diterima dan dimengerti maksudnya . d. Jarak Pribadi dan Kontak
Jarak pribadi adalah ikatan yang tidak terlihat dan fleksibel. Pengertian tentang jarak pribadi bagi perawat kesehatan masyarakat memungkinkan proses pengkajian dan peningkatan interaksi perawat klien. Profesional kesehatan merasa bahwa mereka mempunyai ijin keseluruh daerah badan klien. Kontak yang dekat sering diperlukan perawat saat pemeriksaan fisik, perawat hendaknya berusaha untuk mengurangi kecemasan dengan mengenal kebutuhan individu akan jarak dan berbuat yang sesuai untuk melindungi hak privasi.
e.
Padangan Sosiokultural tentang Penyakit dan Sakit
Budaya mempengaruhi harapan dan persepsi orang mengenai gejala cra memberi etika kepada penyakit, juga mempengaruhi bilamana, dan kepada siapa mereka harus mengkomunikasikan masalah – masalah kesehatan dan berapa lama mereka berada dalam pelayanan. Karena kesehatan dibentuk oleh faktor – faktor budaya, maka terdapat variasi dari
perilaku pelayanan kesehatan, status kesehatan, dan pola – pola sakit dan pelayanan didalam dan diantara budaya yang berbeda – beda. Perilaku pelayanan kesehatan merujuk kepada kegiatan-kegiatan sosial dan biologis individu yang disertai penghormatan kepada mempertahankan akseptabilitas status kesehatan atau perubahab kondisi yang tidak bisa diterima. Perilaku pelayanan kesehatan dan status kesehatan saling keterkaitkan dan sistem kesehatan ( Elling, 1977 ). 2.3.2
Permasalahan Aspek Sosial Budaya
Menurut Setiabudhi (1999), permasalahan sosial budaya lansia secara umum yaitu masih besarnya jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan, makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati, berhubung terjadi perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada bentuk keluarga kecil, akhirnya kelompok masyarakat industri yang memiliki ciri kehidupan yang lebih bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan efisien yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lansia, masih rendahnya kuantitas tenaga professional dalam pelayanan lansia dan masih terbatasnya sarana pelayanan pembinaan kesejahteraan lansia, serta belum membudayanya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia .
2.3.3
Kebudayaan dan Perubahannya
Tentu saja kebudayaan itu tidak statis , kecuali mungkin pada masyarakat pedalaman yang terpencil . Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan lansia biasanya dipelajari pada masyarakat yang terisolasi dimana cara - cara hidup mereka tidak berubah selama beberapa generasi , walaupun mereka merupakan sumber data - data biologis yang penting dan model antropologi yang berguna , lebih penting lagi untuk memikirkan bagaimana mengubah kebudayaan mereka itu. Pada Negara dunia ke 3 laju perkembangan ini cukup cepat, dengan berkembangnya suatu masyarakat perkotaan dari masyarakat pedesaan. Ide-ide tradisional yang turun temurun, sekarang telah di modifikasi dengan pengalaman-pengalaman dan ilmu pengetahuan baru. Sikap terhadap penyakit pun banyak mengalami perubahan .Kaum muda dari pedesaan meninggalkan lingkungan mereka menuju kekota. Akibatnya tradisi budaya lama di desa makin tersisih. Meskipun lingkungan dari masyarakat kota modern dapat di kontrol dengan teknologi, setiap individu didalamnya adalah subjek dari pada tuntutan ini, tergantung dari kemampuannya untuk beradaptasi.
Problema dalam menganalisa perubahan kebudayaan apakah memberikan dampak yang sangat besar sulit diukur, sebagai contoh kenaikan tekanan darah pada para penduduk yang berimigrasi ke kota. Kenyataan ini tidak dapat di pungkiri . Bila mana budaya itu berubah suatu adaptasi yang sukses tidak hanya tergantung pada Setiap masyarakat faktor lingkungan dan biologis. Kemampuan untuk memodifikasi beberapa segi budaya juga penting. 2.3.4
APLIKASI TEORI MADELEINE LEININGER
1. Konsep Awal
Leininger (1978) mendefinisikan transkultural di keperawatan sebagai: “ bidang kemanusiaan dan pengetahuan pada studi formal dan praktik dalam keperawatan yang difokuskan pada perbedaan studi budaya yang melihat adanya perbedaan dan kesamaan dalam perawatan, kesehatan, dan pola penyakit didasari atas nilai-nilai budaya, kepercayaan dan praktik budaya yang berbeda di dunia, dan menggunakan pengetahuan untuk memberikan pengaruh budaya yang spesifik pada mas yarakat.” Tiga tipe budaya yang berhubungan dengan keputusan dan tindakan dipakai untuk menyakinkan bahwa pelayanan keperawatan memberikan penyesuian tentang nilai dan norma. Hal tersebut adalah : 1. Budaya asuhan kultural 2.
Keputusan dan tindakan dirancang untuk membantu mendukung, atau meningkatkan kemampuan pasien untuk memelihara atau mempertahankan kesehatan, menyembuhkan sakit dan kematian.
3. Akomodasi asuhan kultural 4.
Keputusan dan tindakan dirancang untuk membantu, mendukung atau meningkatkan kemampuan pasien untuk mengadaptasi atau merundingkan kemampuan atau kepuasan status kesehatan atau kematian.
5. Pengolahan ulang asuhan kultural 6. Keputusan dan tindakan dirancang untuk membantu, menyongkong atau menampukan pasien untuk merubah cara hidup ke pola yang baru atau berbeda yang secara budaya berarti dan memuaskan atau mendukung pemanfaatan dan pola hidup sehat.
2. Paradigma Keperawatan Teori Keperawatan Leininger a. Manusia / pasien
Manusia adalah individu atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini yang berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan tindakan. Manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun dia berada. b. Kesehatan
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki pasien
dalam
mengisi
kehidupannnya c.
Lingkungan
Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana pasien dengan budayanya saling berinteraksi, baik lingkungan fisik, sosial dan simbolik.
d. Keperawatan
Keperawatan dipandang sebagai suatu ilmu dan kiat yang diberikan kepada pasien dengan berfokus pada prilaku, fungsi dan proses untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan atau pemulihan dari sakit. 3. Konsep Utama Teori Transkultural
a. Culture Care Nilai-nilai, keyakinan, norma, pandangan hidup yang dipelajari dan diturunkan serta diasumsikan yang dapat membantu mempertahankan kesejahteraan dan kesehatan serta meningkatkan kondisi dan cara hidupnya. b. World View Cara pandang individu atau kelompok dalam memandang kehidupannya sehingga menimbulkan keyakinan dan nilai. c.
Culture and Social Structure Dimention Pengaruh dari factor-faktor budaya tertentu (sub budaya) yang mencakup religius, kekeluargaan, politik dan legal, ekonomi, pendidikan, teknologi dan nilai budaya yang saling berhubungan dan berfungsi untuk mempengaruhi perilaku dalam konteks lingkungan yang berbeda
d. Generic Care System Budaya tradisional yang diwariskan untuk membantu, mendukung, memperoleh kondisi kesehatan, memperbaiki atau meningkatkan kualitas hidup untuk menghadapi kecacatan dan kematiannya. e. Profesional system
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan yang memiliki pengetahuan dari proses pembelajaran di institusi pendidikan formal serta melakukan pelayanan kesehatan secara professional. f.
Culture Care Preservation Upaya untuk mempertahankan dan memfasilitasi tindakan professional untuk mengambil keputusan dalam memelihara dan menjaga nilai-nilai pada individu atau kelompok sehingga dapat mempertahankan kesejahteraan.
g. Culture Care Acomodation Teknik negosiasi dalam memfasilitasi kelompok orang dengan budaya tertentu untuk beradaptasi/berunding terhadap tindakan dan pengambilan kesehatan.
h. Cultural Care Repattering. Menyusun kembali dalam memfasilitasi tindakan dan pengambilan keputusan professional yang dapat membawa perubahan cara hidup seseorang.
i.
Culture Congruent / Nursing Care Suatu kesadaran untuk menyesuaikan nilai-nilai budaya / keyakinan dan cara hidup individu/ golongan atau institusi dalam upaya memberikan asukan keperawatan yang bermanfaat.
4. Transkultural Care Dengan Proses Keperawatan
Model konseptual asuhan keperawatan transkultural dapat dilihat pada gambar berikut : Penerapan teori Leineger (Sunrise Model) pada proses keperawatan dapatdijelaskan sebagai berikut : Proses Keperawatan
Pengkajian Diagnosis
Sunrise Model
dan Pengkajian terhadap Level satu, dua dan tiga yang meliputi : Level satu : World view and Social system level Level dua : Individual, Families, Groups communities and Institution in diverse health system Level tiga : Folk system, professional system and nursing
Perencanaan Implementasi
dan Level empat : Nursing care Decition and Action Culture Care Preservation/maintanance Culture Care Accomodation/negotiations
Culture Care Repatterning/restructuring Evaluasi 5. Analisis Teori Transcultural Nursing a.
Kemampuan teori menghubungkan konsep dalam melihat fenomena
Teori Transcultural Nursing yang digambarkan dalam Sunrise Model menunjukan bahwa level satu dan dua dari teori memilki banyak kesamaan dengan beberapa teori keperawatan lainnya sedangkan pada level ketiga dan keempat memiliki perbedaan spesifik dan bersifat unik jika dibandingkan dengan teori lainnya. 6. Tingkat Generalisasi Teori
Teori dan model yang dikemukan oleh Leininger relatif tidak sederhana, namun demikian teori ini dapat didemontrasikan dan diaplikasikan sehingga dapat diberikan justifikasi dan pembenaran bagaimana konsep-konsep yang dikemukakan saling berhubungan.
7. Tingkat Kelogisan Teori
Kelogisan teori Leininger adalah pada fokus dari pandangganya dengan melihat bahwa latar belakang budaya pasien (individu, keluarga, kelompok, masyarakat) yang berbeda sebagai bagian penting dalam rangka pemberian asuhan keperawatan. 8.
Testabilitas teori
Teori Cultural care diversity and Universality dikembangkan berdasarkan atas riset kualitatif dan kuantitatif. 9.
Kemanfaatan Teori bagi Peningkatan Body Of Knowledge
Beberapa penelitian tentang konsep perawatan dengan memperhatikan budaya telah memberikan arti akan pentingnya pengetahuan dan pemahaman tentang perbedaan dan persamaan budaya dalam praktek keperawatan. 10. Kemanfaatan Teori pada Pengembangan Praktek Keperawatan
Teori ini sangat relevan dan dapat diterapkan secara nyata dalam praktek keperawatan, karena teori ini mengemukakan adanya pengaruh perbedaan budaya terhadap perilaku hidup sehat. Dan dalam aplikasinya teori ini sangat relevan dengan penerapan praktek keperawatan komunitas. 11. Konsistensi Teori
Leininger menyampaikan pentingnya pemahaman budaya dalam rangka hubungan perawat pasien yang juga sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Imoge King yang menekankan pentingnya persamaan persepsi perawat pasien untuk pencapaian tujuan. a. Faktor Teknologi (Tecnological Factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji: persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini. Dalam kasus ini diungkapakan bahwa, klien seseorang yang meyakini bahwa sakit yang dideritanya itu bisa disembuhkan ke dukun pijat tanpa harus pergi ke petugas kesehatan. Dengan berbagai alasan, dikarenakan lokasi yang kurang terjangkau dan juga faktor dari dalam diri klien sendiri yang menganggap bahwa dukun pijat lebih mampu mengatasi penyakit klien. b. Faktor Agama Dan Falsafah Hidup (Religious And Philosophical Factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan. Dalam kasus tidak diungkapakan secara langsung agama apa yang dianut oleh klien. Namun pada kondisis sakit seperti itu, klien tertutup dengan masalah kesehatannya. Kllien sudah dinasehati oleh tetangganya untuk pergi ke dokter, namun ia beranggapan dukun pijat lebih bisa diandalkan.
c.
Faktor Sosial Dan Keterikatan Keluarga (Kinship And Social Factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan, dan hubungan klien dengan kepala keluarga. Tipe keluarga yang ada pada kasus ini, adalah keluarga dengan lansia didalamnya. Dimana lansia tersebut memiliki 2 orang anak yang merantau seja k lioma tahun yang lalu. d. Nilai-Nilai Budaya Dan Gaya Hidup (Cultural Value And Life Ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah: posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri. Ny. A adalah seorang ibu rumah tangga namun, sejak 10 tahun yang lalu ia sudah terjangkit artritis. Dia memiliki 2 orang anak namun sudah merantau keduanya dan tidak tinggal dalam satu rumah lagi. Demi memenuhi kehidupan sehari-hari Ny. A hanya menerima bantuan dari tetangganya. Sesekali (1 minggu sekali) ny. A pergi berbelanja. e.
Faktor Kebijakan Dan Peraturan Yang Berlaku (Political And Legal Factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat. Petugas kesehatan sekitar sudah mencoba berkunjung ke rumah Ny. A namun, selalu tidak ada respon yang baik dari klien.
f.
Faktor Ekonomi (Economical Factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga. Dalam memenuhi kehidupan sehari-hari klien lebih suka menerima bantuan dari orang lain. Klien mengira bahwa biaya ke rumah sakit atau berobat ke dokter terlalu mahal jika dibandingkan dengan pergi berobat ke dukun pijat. g.
Faktor Pendidikan (Educational Factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya di dukung oleh bukti bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar
beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali. Klien menderita atritis selama 10 tahun terakhir, namun tidak ada upaya untuk pergi berobat ke fasilitas kesehatan. Klien kurang bisa belajar secara aktif dan mandiri terhadap penyakitnya. h. Perencanaan dan Implementasi
Perencanaan dan implementasi keperawatan transkultural menawarkan tiga strategi sebagai pedoman Leininger (1984) ; Andrew & Boyle, 1995 yaitu : 1.
Perlindungan/mempertahankan budaya bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan,
2.
Mengakomodasi/menegosiasi budaya apabila budaya pasien kurang mendukung kesehatan.
3.
Mengubah dan mengganti budaya pasien dan keluarganya.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Perawatan kesehatan masyarakat merupakan bidang khusus dalam ilmu keperawatan, yang merupakan gabungan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan social (WHO, 1959). Dengan demikian ada 3 teori yang menjadi dasar ilmu perawatan kesehatan masyarakat yaitu : Ilmu Keperawatan, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Ilmu Sosial (Peran Serta Masyarakat). Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara berurutan, terus menerus, saling berkaitan dan dinamis. Selanjutnya menetapkan langkah proses keperawatan sebagai proses pengumpulan data, pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan (Wolf, Weitzel dan Fuerst, 1979). Jadi proses keperawatan komunitas adalah metode asuhan keperawatan yang bersifat ilmiah, sistematis, dinamis, kontinyu dan berkesinambungan dalam rangka memecahkan masalah kesehatan dari
klien, keluarga, kelompok atau masyarakat yang langkah – langkahnya dimulai dari (1) pengkajian : pengumpulan data, analisis data dan penentuan masalah, (2) diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi tindakan keperawatan. (Wahit, 2005). Proses Evaluasi adalah langkah akhir dari proses keperawatan. Tugas selama tahap ini termasuk pencatatan pernyataan evaluasi dan revisi rencana tindakan keperawatan dan intervensi jika perlu. Pernyataan evaluasi memberikan informasi yang penting tentang pengaruh intervensi yang direncanakan pada keadaan kesehatan klien. Suatu pernyataan evaluasi terdiri dari dua komponen yaitu : 1. Pencatatan data mengenai status klien saat itu. 2. Pernyataan kesimpulan mengindikasikan penilaian perawat sehubungan dengan pengaruh
intervensi
terhadap
status
kesehatan
klien.
3.2 Saran 1. Perawat kesehatan komunitas kiranya dapat bekerja sama dengan komunitas dan populasi untuk memperbaiki kembali kesehatan. 2. Perawat kesehatan komunitas kiranya dapat memperhatikan standar evaluasi atau penilaian dalam memberikan asuhan keperawatan komunitas. 3. Perawat kesehatan komunitas kiranya dapat terlibat dalam koordinasi dan organisasi dalam merespons isu-isu yang berhubungan dengan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Elizabeth T, dkk. 2006. B uku Aj ar K eperawatan Komuni tas Teori . Jakarta : EGC dan Prakti k, edisi 3 Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. 2006. I lm u Keper awatan Komun itas 2 Teori . Jakarta