RMK MANAJEMEN PERPAJAKAN Pemilihan Sumber Pembiayaan (I)
OLEH : KELOMPOK IV Made Molik Aridita
(1607611003)
I Gede Aditya Mahendra
(1607611006)
Program Pendidikan Profesi Akuntan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana 2016
Bagi Negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Sedangkan bagi perusahaan atau badan pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih, maka perusahaa tau badan akan berupaya semaksimal mungkin agar dapat membayar pajak sekecil mungkin dan berupaya untuk menghindari pajak. Namun penghindaran pajak harus dilakukan dengan cara yang legal. Manajemen pajak merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar dan juga degan manajemen pajak jumlah dari pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba yang diharapkan dan bisa dikatakan manajemen pajak merupakan upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal. Secara umum manajemen pajak didefinisikan sebagai suatu usaha menyeluruh yang dilakukan terus- menerus oleh wajib pajak agar semuahal yang berkaitan dengan urusan perpajakan dapat dikelola dengan baik, ekonomis, efektif dan efisien,
sehingga dapat memberikan kontribusi
maksimum bagi kelangsungan usaha wajib pajak tanpa mengorbankan kepentingan Negara. Salah satu kunci sukses dalam memulai bisnis adalah melalui pembiayaan. Dalam pembiayaan tersebut, strategi yang dapat dilakukan oleh suatu perusahaan terdiri dari dua bentuk yaitu melalui pembiayaan internal dan pembiayaan eksternal. Biasanya perusahaan menggunakan laba ditahan dalam melakukan pembiayaannya. Hal ini terjadi ketika perusahaan mengalami arus kas positif tetapi tidak membagikan laba ditahan tersebut kepada pemilik perusahaan. Perusahaan membatasi ekspansi dengan membeli properti baru, pabrik dan perlengkapan hanya dari arus kas kegiatan operasi yang menggunakan strategi pembiayaan internal. Pembiayaan eksternal adalah strategi dimana kas datang dari sumber selain arus kas positif perusahaa. Berikut akan diuraikan mengenai dampak dari pembiayaan melalui internal dan eksternal. Terdapat dua bentuk dari pembiayaan eksternal dari pendanaan melalui modal dan uang.
1
1. Dampak dari menahan laba ( Pendanaan internal ) Metode pendanaan internal ini tidak praktis ketika suatu perusahaan baru memulai bisnisnya, alasannya setiap ada aliran arus kas positif atas kegiatan operasi dipakai untuk pertumbuhan perusahaan. Namun, dalam rencana jangka panjang, perusahaan dapat merencakan transisi dari pembiayaan eksternal berubah menjadi pembiayaan internal. Jika dibandingkan dengan utang , modal, laba ditahan secara umum bukan merupakan
suatu
pembatasan
pembayaran.
Sebagai
tambahan,
dengan
menggunakan pembiayaan internal maka akan membuat suatu perusahaan tumbuh tanpa memberikan kewenangan manajemen Hukum pajak merubah pengaruh pilihan pendanaan internal. Perubahan hukum pajak ini terjadi dalam suatu kondisi jika pajak diharapkan meningkat atau menurun. Jika suatu pajak diharapkan meningkat penerimaan yang cukup harus ditahan untuk menutupi pajak yang tidak dibayar ketika suatu transaksi terjadi. Hal yang sama juga terjadi jika suatu pajak menurun maka memerlukan tambahan dana internal. Waktu dan aspek nilai waktu dari pendanaan internal menguntungkan alasan bahwa tidak ada jeda waktu untuk melakukan investasi ketika perusahaan membutuhkan kemudahan untuk menulis cek, para manajer dapat mengendalikan waktu dari keuntungan pajak dan pengurangan biaya. Kondisi pasar tentunya akan mempengaruhi pilihan pajak. Jika pendanaan eksternal mahal maka pendanaan internal dapat digunakan lebih banyak. Namun, apabila pendanaan eksternal murah, maka pendanaan internal dapat digunakan lebih sedikit. Demikian pula halnya dengan sifat bisnis mempengaruhi kelayakan. Margin laba yang tinggi membutuhkan kemampuan untuk menggunakan pendanaan yang lebih tinggi. Demikian pula sebaliknya margin laba yang rendah membutuhkan kemampuan untuk menggunakan pendanaan yang lebih rendah. Nilai tambah melali pembiayaan internal mempunyai potensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai tambah melalui pembiayaan eksternal. Alasannya, tidak ada nilai peningkatan arus kas ataupun peningkatan nilai perusahaan yang dibagikan dengan seseorang selain pemilik aslinya. Nilai tambah pada saat pembiayaan internal lebih tinggi daripada pembiayaan melalui utang
2
ketika pengingkatan arus kas dari ekspansi atas pembiayaan utang lebih rendah daripada kas yang dialihkan untuk membayar utang. Pendanaan internal juga dapat menambah nilai atas pembiayaan modal, terutama ketika nilai perusahaan meningkat karena faktor yang tidak langsung terkait dengan proyek yang dibiayai. Tetapi, karena sumber internal biasanya terbatas daripada pendanaan ekternal, pertimbangan beberapa banyak orang dapat membayar untuk rumah, mobil melalui utang. Ketika ada situasi yang tidak langsung mengubah keuntungan pada pembiayaan internal, maka terdapat keuntungan terbatas dengan tidak adanya biaya transaksi. Tetapi, peningkatan nilai perusahaan tidak selalu memajaki sampai ada pertukaran transaksi, seperti penjualan saham perusahaan. Dengan demikian, strategi pendanaan internal yang menyokong nilai ekuitas perusahaan dipegang oleh pemilik yang ada dapat menimbulkan keuntungan pajak yang cukup. 2. Dampak dari pendanaan melalui modal dan distribusi laba Pendanaan dalam bentuk modal dilakukan oleh perusahaan melalui penjualan kepemilikan saham biasa perusahaan tersebut. Contoh lain, seperti persekutuan yang menjual bagian kemitraannya kepada investor baru. Pembiayaan modal juga ada dalam berbagai bentuk. Kebanyakan yang biasa adalah kontribusi kepada modal selalu dalam bentuk kas tetapi terkadang dalam bentuk properti oleh para mitra dalam persekutuan atau pemilik dari perusahaan terbatas. Pemilik saham biasa seringkali memiliki kontrol suara dari perusahaan dan mereka mempunyai keuntungan dari memiliki kepemilikan sisa. Dalam perencanaan strategis, manajer mencari struktut modal optimal dalam jangka panjang. Perpaduan optimal dari utang dan modal untuk organisasi tergantunt dari tujuan perusahaan. Untuk organisasi nirlaba, utang dapat dicegah untuk menjamin kelangsungan program selama penurunan ekonomi, dimana dapat mengurangi kontribusi yang tidak diharapkan. Sala halnya, seperti organisasi yang berorientasi keuntungan, perpaduan utang atas modal yang dicari oleh manajemen adalah satu yang memaksimalkan ekuitas pemiliki. Ini adalah fungsi dari resiko dan pengembalian yang diharapkan.
3
Untuk bentuk paling umum dari bisnis, perusahaan umumnya memiliki tujuan untuk meningkatkan nilai pemegang saham. Jika saham secara publik diperjualbelikan, mengindikasikan bahwa harga pasar yang mereka perdagangkan secara implisit diperhitungkan atas kedua resiko pengembaliannya. Dalam menambah pemilihan waktu, aspek nilai waktu dari keuntungan pajak adalah penting dalam keputusan struktur modal. Untuk para investor pemilihan waktu pembayaran
dapat
direkayasa
sehingga
pembayaran
dilakukan
dalam
meminimalisasi pajak. Deviden dapat dibayarkan ketika tarif pajak menurun , sehingga pengembalian saham dilakukan dalam rangka pemberian penghargaan. Dengan demikian, pajak ditunda dan kemudian ditransformasi ke dalam penghasilan dari keuntungan modal yang dipajaki dengan tarif rendah. Para investor bebas pajak dapat menginginkan distribusi saat ini, seperti deviden, untuk menunda arus kas seperti menunggu untuk menjual saham dihargai untuk mentransformasi penghasilan menjadi keuntungan modal. Mereka juga dapat mengabaikan kepada bunga terhadap deviden. Jika perusahaan mengetahui bahwa para kliennya dapat dibebaskan pajak, perusahaan dapat menerbitkan utang atau ekuitas berdasarkan kebutuhannya, tanpa memperhatikan status pajak dari investor. Dengan menerbitkan saham atau sekuritas yang dapat dikonversi ke ekuitas, perusahaan dapat mengaktifkan baik mereka sendiri atau para investor mereka untuk mengubah penghasilan sesungguhnya menjadi keuntungan modal atau penghasilan kena pajak menjadi penghasilan tidak kena pajak. Deviden Dividen adalah pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan banyaknya saham yang dimiliki. Pembagian ini akan mengurangi laba ditahan dan kas yang tersedia bagi perusahaan, tapi distribusi keuntungan kepada para pemilik memang adalah tujuan utama suatu bisnis. Besar kecilnya persentase dividen yang dibagikan dari laba bersih tergantung dari kebijakan perusahaan maupun permintaan dari pemegang saham terutama pemegang saham utama dan harus disetujui dalam RUPS.
4
Dividen dapat dibagi menjadi empat jenis: 1. Dividen tunai Bentuk tunai dan dikenai pajak pada tahun pengeluarannya. 2. Dividen bentuk saham Biasanya dihitung berdasarkan proporsi terhadap jumlah saham yang dimiliki. Contohnya, setiap 100 saham yang dimiliki, dibagikan 5 saham tambahan. Metode ini mirip dengan stock split karena dilakukan dengan cara menambah jumlah saham sambil mengurangi nilai tiap saham sehingga tidak mengubah kapitalisasi pasar. 3. jarang dilakukan. 4. Dividen interim. Kebanyakan distribusi dividen menyebabkan berkurangnya jumlah saldo laba, pengecualiaan terhadap pengurangan dimaksud berlaku untuk : a. Dividen saham dalam bentuk pemecahan saham; b. Dividen likuidasi (pembagian aktiva kepada seluruh persero untuk mengembalikan seluruh atau sebagian modal resmi perusahaan; dan c. Pembagian lainnya yang bukan merupakan dividen dalam pengertian akuntansi komersial, tetapi diperlakukan seperti itu dalam ketentuan perpajakan. Pengertian atau definisi dividen menurut Pajak Penghasilan terdapat dalam penjelasan Pasal 4 Ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU PPh). Di bagian tersebut ditegaskan bahwa dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi. Ditegaskan pula bahwa termasuk dalam pengertian deviden juga adalah: bentuk apapun berasal dari kapitalisasi agio saham pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan; tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statute) yang dilakukan secara; penebusan tanda-tanda laba tersebut; sebagai biaya perusahaan.
5
Dalam diperhitungkan,
pembagian yaitu
dividen
terdapat
tiga
tanggal
untuk
tanggal pengumuman, pendaftaran, dan pembayaran.
Dividen resmi terutang oleh badan saat secara resmi dilakukan pengumuman pembagian dividen. Untuk tujuan pemajakan, sesuai dengan ketentuan pasal 23 dan pasal 26, dengan terutangnya dividen itu terutang pula PPh pasal 23 dan pasal 26. Pemberi dividen akan memotong jenis PPh dan tarif yang berbeda-beda tergantung siapa penerima dividennya. Jenis objek pajak penghasilan yang dikenakan penerima dividen adalah sebagai berikut: 1. Dividen Wajib Pajak Badan Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menerima atau memperoleh penghasilan berupa dividen, maka atas penghasilan
dividen
tersebut dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari
penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a UU PPh. Dividen tersebut dikenakan PPh Pasal 23 sepanjang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 ayat 3 huruf f UU PPh 2. Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) Wajib Pajak Orang
Pribadi
Dalam
Negeri
yang
menerima
atau
memperoleh
penghasilan berupa dividen, maka atas penghasilan dividen tersebut dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final sebesar 10% dari penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam PP No. 19 Tahun 2009 tanggal 9 Februari 2009. 3. Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Pasal 26 Wajib Pajak Luar Negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia berupa dividen, maka atas penghasilan dividen tersebut dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a UU PPh. Namun, apabila penerima dividen ini adalah WPLN dimana Negara domisili yang bersangkutan mempunyai perjanjian perpajakan dengan Indonesia dan terdapat Surat Keterangan Domisili (COD), maka tarif yang dikenakan adalah tarif yang sesuai dengan Tax Treaty. Dividen yang Dikecualikan dari Objek Pajak Pada penjelasan sebelumnya, sudah dijelaskan mengenai pengertian dividen serta dividen yang termasuk objek pajak penghasilan. Namun, UU PPh
6
memberikan pengecualian atas dividen tertentu yang tidak termasuk objek pajak penghasilan. Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh, bahwa yang dikecualikan dari objek pajak adalah dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor. Mekanisme Pemotongan 1. Penerima Dividen Adalah Pemotongan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dilakukan pada saat dividen
disediakan
untuk
dibayarkan
(Pasal
2
ayat
2
PMK-
111/PMK.03/2010). Pemotong dalam hal ini adalah Pihak yang membayar atau pihak memberikan
lain
yang
tanda
ditunjuk
selaku
pembayar
telah
wajib
bukti pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2)
(F.1.1.33.21) kepada penerima dividen. Pemotong wajib yang
dividen,
dipotong
tersebut
paling
lama
menyetor
tanggal
10
PPh bulan
berikutnya dengan menggunakan SSP (Kode akun pajak/kode jenis setoran 411128/419). Pemotong juga wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) paling lama tanggal 20 bulan berikutnya dengan mengisi obyek pajak no.10 pada SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2). WP OP
penerima dividen
melaporkan penghasilan dividen tersebut pada SPT Tahunan PPh sebagai berikut : a. Jika WP OP SPT 1770-III bagian A angka 14. b. Jika WP OP formulir 1770 S-II bagian A angka 12. c. Jika WP PPh yang dipotong dilaporkan di Bagian B angka 8 dan 9. 2. Penerima Dividen Adalah WP Badan Dalam Pemotongan PPh atas dividen yang
dibayarkan
kepada
WP Badan
Dalam
Negeri (tentunya selain
penerima dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh) dilakukan pada saat dividen disediakan untuk dibayarkan. Yang
7
dimaksud dengan “saat disediakan untuk dibayarkan (Penjelasan Pasal 15 ayat (3) PP Nomor 94 Tahun 2010) adalah : a. Untuk en yang akan dibayarkan, dividen
diumumkan
yaitu
pada
saat
pembagian
atau ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) Tahunan. Demikian pula apabila perusahaan yang bersangkutan dalam tahun berjalan membagikan dividen sementara (dividen interim), maka Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan terutang pada saat diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Direksi
atau
pemegang
saham
sesuai
dengan
Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan. b. pemegang saham yang berhak atas dividen (recording date). Dengan perkataan lain pemotongan Pajak Penghasilan atas dividen sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan baru dapat dilakukan setelah para pemegang saham yang berhak "menerima atau memperoleh"
dividen
tersebut
diketahui, meskipun dividen tersebut
belum diterima secara tunai. c. Pemotong dalam hal ini adalah pihak yang wajib membayarkan, wajib memberikan bukti potong PPh Pasal 23 (F.1.1.33.06) kepada peneriman dividen. Pemotong menyetorkan PPh Pasal 23 yang telah dipotong tersebut paling lama tanggal 10 bulan berikutnya dengan menggunakan SSP (kode akun pajak/kode jenis setoran 411124/101). Pemotong juga wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 paling lama tanggal 20 bulan berikutnya. Bagi pihak yang menerima dividen ini, PPh Pasal 23 yang telah dipotong ini merupakan kredit pajak.
3. Dampak dari Pendanaan melalui Utang (Debt Financing) Terutama oleh Pemegang Sahamnya Hutang mempakan salah satu bentllk pendanaan yang dipilih oleh pemsahaan untuk mendanai kegiatan operasionalnya. Para pemilik pemsahaan (pemegang saham) cenderung menghin dari hutang yang ekstrim baik hutang jangka pendek maupun jangka panjang, karena akan menurunkan nilai perusahaan. Jika dipaksakan, memungkinkan munculnya biaya kebangkmtan yang
8
terdiri dari legal fee dan distress price (aset perusalaan yang dihargai murah sewaktu dinyatakan bangkrut). Pendanaan berupa hutang dibagi menjadi dua yaitu (1) hutang jangka pendek (kurang dari 1 tahun) lazim digunakan untuk kebutuhanjangka pendek terdiri atas hutang dagang dan kewajiban yang masih harus dibayar seperti upah dan pajak, dan (2) Hutangjangka panjang adalah hutang dengan yang memiliki jatuh tempo lebih dari satu tahun, biasanya berbentuk hipotek dan obIigasi. Jika terjadi Iikuidasi, kreditor akan dibayar terlebih dahulu dari hasil penjualan aktiva tetap yang dipergunakan sebagai agnnan dalam perjanjian kreditnya. Pendanaan berupa hutang diproksikan ke dalam DER. Rasio DER mengukur tingkat penggunaan hutang terhadap total modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi DER menunjukkan tingginya ketergantungan permodalan perusahaan terhadap pihak luar sehingga beban perusahaan juga semakin berat. Tentunya hal ini akan mengurangi hak pemegang saham (dalam bentuk dividen). Tingginya DER selanjutnya akan mempengaruhi minat investor terhadap saham perusahaan tertentu, karena investor pasti lebih tertarik pada saham yang tidak menanggung terlalu banyak beban hutang. Dengan kata lain, DER berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Rasio DER oleh Jensen et at. (1992) dalam Almilia dan Silvy (2006) dirumuskan sebagai berikut:
dimana :
Total Hutang = lumlah hutang lancar + !mtang jangka panjang Modal Sendiri = Total modal (ekuitas) yang dimiIiki perusahaan
Jika DER lebih dari satu, maka perllsahaan didanai dengan lebih banyak hutang sehingga perusahaan harus membayar bunga. Berarti pemegang saham sulit membeli saham karena perusahaan tidak menerbitkan saham untuk kegiatan pendanaannya dan kreditor enggan meminj amkan uang karena adanya pengalihan resiko dari perusahaan. Pajak Penghasilan dengan Hutang
9
Keputusan pendanaan menjadi relevan dalam keadaan ada pajak (Modigliani dan Miller, 1958, dalam Husnan dan Pudjiastuti, 2004). Hal ini dikarenakan bunga yang dibayar oleh perusahaan merupakan pengurang pajak penghasilan (tax deductibility of interest payment). Dengan memasukkan un sur pajak, kebanyakan pakar keuangan setuju bahwa hutang memiliki dampak positif atas penilaian total perusahaan (Horne dan Wlchowicz, 2007). Hutang digunakan untuk pendanaan maupun investasi seperti pembelian aktiva tetap yang memiliki tax shield atau perlindungan pajak, karena depresiasi aktiva tetap yang merupakan dana non cash dapat digunakan llntuk mengurangi beban pajak yang ditanggung perusahaan. Sedangkan, pembayaran bunga hutang merupakan biaya pengurang pajak perusahaan yang berhutang. Berbeda d~ngan dividen yang merupakan non deductible expense, akibatnya, jumlah total dana yang tersedia untuk membayar para pemilik hutang dan pemegang saham akan lebih besar jika hutang digunakan, sehingga bunga hutangjllga disebut perlilldungan pajak. Semakin besar jumlah hutang semakin besar pula keuntungan perlindungan pajak dan semakin besar nilai perusahaan, jika semua hal lain dianggap tetap. Namun, jika penghasilan kena pajakjumlahnya kecil atau negatif, keuntungan perlindungan pajak dari hutang akan berkurang atau bahkan tidak ada. Selain itu, jika perusahaan bangkrut dan dilikuidasi, penghematan pajak di masa depan yang berhubungan dengan hutang akan hilang. Hal ini membuat keuntungan perlindungan pajak atas hutang, menjadi tidak pasti.
Keuntungan dari Pendanaan melalui Uatang Keuntungan menggunakan utang bagi perusahaan dapat dirangkum dalam beberapa hal: Pertama, utang menyediakan manfaat pajak karena pengeluaran bunga dapat merededuksi pajak. Manfaat pajak dari utang juga bisa diekspresikan dalam istilah perbedaan antara biaya hutang sebelum pajak dan sesudah pajak. Untuk mengilustrasikan hal tersebut misalkan: jika r adalah tingkat presentase bunga terhadap hutang dan t adalah tarif pajak marginal, maka biaya peminjaman
10
setelah pajak (kd) yang akan dinikmati oleh peminjam adalah: kd = r (1 – t). Dalam persamaan ini, biaya utang setelah pajak adalah fungsi menurun dari tarif pajak. Contoh, suatu perusahaan dengan tarif pajak sebesar 40% yang meminjam dengan bunga 8%, maka perusahaan mempunyai biaya hutang setelah pajak sebesar 8%( 1-40%) = 4,8% . Perusahaan lain dengan tarif pajak sebesar 70% yang meminjam pada 8%, mempunyai biaya hutang setelah pajak sebesar 2,4%. Artinya tarif pajak yang lebih tinggi akan menurunkan biaya utang cateris paribus. Kedua, utang bisa mendorong manajer untuk lebih disiplin dalam pilihanpilihan investasi mereka. Salah satu cara untuk mengenalkan disiplin kedalam proses investasi adalah dengan memaksa perusahaan tersebut untuk meminjam uang, karena peminjaman menciptakan sebuah komitmen untuk membuat bunga dan pembayaran pokok. Selain itu pada perusahaan yang didalamnya ada pemisahan antara kepemilikan dan manajemen maka utang pengendalikan perilaku oportunitis manajer untuk pengeluaran sesuai dengan kewenangannya (discretionary). Oleh karena itu dengan adanya utang, nantinya manajer akan terfokus pada aktivitas yang diperlukan untuk memastikan bahwa pembayaran utang dapat dipenuhi. Ketiga, utang tidak memberikan pihak pemegang surat utang (debtholder) hak suara, sehingga tidak terjadi pergeseran pengendalian perusahaan. Adapun beberapa hal yang diyakini sebagai beban karena berutang antara lain adalah sebagai berikut : Pertama, utang dapat meningkatkan risiko karena kemungkinan perusahaan tidak mampu memenuhi pembayaran tetapnya bahkan dapat juga berujung pada risiko kebangkrutan. Kondisi tersebut mungkin terjadi ketika perusahaan mengalami kegagalan pada saat aliran kas (cash flow) dari operasi tidak mencukupi untuk membayar bunga. Sebuah perusahaan dianggap bangkrut apabila perusahaan tersebut tidak mampu memenuhi komitmen kontraktual mereka, bahkan perusahaan yang tidak memiliki utang pun dapat menjadi bangkrut jika mereka tidak mampu membayar gaji karyawan mereka. Ketika sebuah perusahaan bangkrut, asetnya dapat dilikuidasi dan hasil dari likuidasai akan digunakan untuk memenuhi klaim yang belum dilunasi. Prioritas klaim mengikuti persyaratan legal dan spesifi- kasi kontraktual yang ada. Kedua, utang
11
akan meningkatkan potensi konflik antara 5 pemberi utang (kreditor) dan agen (dalam hal ini diwakili oleh manajer). Konflik muncul karena manajemen perusahaan mengambil proyek-proyek berisiko lebih besar dari yang diperkirakan oleh kreditor, dimana proyek berisiko akan memberikan hasil yang bagus, namun kompensasi yang diberikan kepada kreditor (berupa bunga) tidak ikut naik, sehingga jika terjadi kerugian maka kreditor akan dirugikan. Ketiga, utang menyebabkan perusahaan kehilangan beberapa fleksibilitas berkaitan dengan pembiayaan di masa mendatang, karena adanya rambu-rambu perjanjian (debt covenant) yang ditetapkan pada awal pinjaman dilakukan. Perjanjian ini berisi rambu-rambu yang membatasi manajemen untuk membuat keputusan investasi dan pembayaran dividen dalam jmlah tertentu.
12
Referensi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2015. Modul Chartered Accountant Manajemen Perpajakan. IAI. Jakarta Purnamasari, Yenny. 2009. Pajak Penghasilan dan Keputusan Pendanaa. Jurnal Akuntansi Kontemporer vol.1 no.1. http://documentslide.com/documents/sumber-pembiayaan-bagian-1.html (diakses tanggal 16 Oktober 2016)
13