BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pneumonia
merupakan
penyakit
yang
menjadi
masalah
kesehatan utama pada anak di berbagai negara terutama di negara berkembang termasuk di Indonesia. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun. Menurut
laporan
Badan
Kesehatan
Dunia
(World
Health
Organization) hampir 1 dari 5 balita di negara berkembang meninggal karena pneumonia. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalensi kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara. (1) Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme, bakteri, virus, jamur, parasit, namun pneumonia juga dapat disebabkan oleh penyebab lain selain
1
mikroorganisme (fisik, kimiawi, alergi) sering disebut sebagai pneumonitis. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Pneumonia merupakan proses konsolidasi rongga udara akibat rongga udara alveolar terisi dengan eksudat inflamatori yang disebabkan oleh adanya infeksi.
(1,4)
Juga bisa didefinisikan
peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Serta menimbulkan angka kesakitan yang tinggi, dengan gejala-gejala batuk, demam, dan sesak nafas. Dahulu pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumoni tipikal yang disebabkan oleh S. pneumoni dan atipikal yang disebabkan oleh kuman atipik seperti M. pneumoniae. pneumoniae. Kemudian ternyata manifestasi dari patogen lain
seperti H. influenza, influenza, S. aureus dan bakteri gram
negatif memberikan sindrom klinik yang identik dengan pneumonia oleh S. pneumonia, pneumonia , dan bakteri lain dan virus dapat menimbulkan gambaran yang sama dengan pneumonia oleh M. pneumonia. pneumonia. Sebaliknya Legionella spp. dan virus dapat memberikan gambaran pneumonia yang bervariasi luas. Karena itu istilah tersebut tidak digunakan lagi. Klasifikasi
pneumonia
dapat
berdasarkan
klinis
dan
epidemiologinya, etiologinya, dan predileksi infeksi. Secara klinis dan
2
mikroorganisme (fisik, kimiawi, alergi) sering disebut sebagai pneumonitis. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Pneumonia merupakan proses konsolidasi rongga udara akibat rongga udara alveolar terisi dengan eksudat inflamatori yang disebabkan oleh adanya infeksi.
(1,4)
Juga bisa didefinisikan
peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Serta menimbulkan angka kesakitan yang tinggi, dengan gejala-gejala batuk, demam, dan sesak nafas. Dahulu pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumoni tipikal yang disebabkan oleh S. pneumoni dan atipikal yang disebabkan oleh kuman atipik seperti M. pneumoniae. pneumoniae. Kemudian ternyata manifestasi dari patogen lain
seperti H. influenza, influenza, S. aureus dan bakteri gram
negatif memberikan sindrom klinik yang identik dengan pneumonia oleh S. pneumonia, pneumonia , dan bakteri lain dan virus dapat menimbulkan gambaran yang sama dengan pneumonia oleh M. pneumonia. pneumonia. Sebaliknya Legionella spp. dan virus dapat memberikan gambaran pneumonia yang bervariasi luas. Karena itu istilah tersebut tidak digunakan lagi. Klasifikasi
pneumonia
dapat
berdasarkan
klinis
dan
epidemiologinya, etiologinya, dan predileksi infeksi. Secara klinis dan
2
epidemiologinya pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia komuniti, pneumonia nosokomial, pneumonia aspirasi, dan pneumonia pada penderita immunocompromised . Secara etiologi dapat dibedakan atas pneumonia tipikal (bakteri), pneumonia atipikal, pneumonia virus, dan pneumonia jamur. Sedangkan menurut predileksi infeksinya diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronkopneumonia), dan pneumonia interstisial. Pembagian dibuat untuk
memudahkan
dalam
mikroorganisme penyebabnya. Identifikasi
menentukan
kemungkinan
jenis
(1,3,6)
pneumonia
dengan
modalitas
radiologi
akan
memberikan gambaran yang sangat bervariasi mengingat pneumonia memiliki banyak penyebab. Modalitas yang dapat digunakan saat ini berupa foto konvensional X-Ray Thorax, High Resolution CT-Scan Thorax. Selain itu pemeriksaan lain seperti laboratorium, dan diagnostik intervensional lainnya juga dapat digunakan untuk menujang diagnosis pneumonia.
(7)
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI Paru-paru normal bersifat ringan, lunak dan menyerupai spons. paru kiri dan kanan terpisah oleh jantung dan pembuluh besar dalam mediastinum medius. Paru-paru berhubungan dengan jantung dan trakhea melalui struktur dalam radix pulmonis. Radix pulmonis adalah daerah peralihan pleura visceralis ke pleura parietalis yang menghubungkan menghubungkan facies mediastinalis paru-paru dengan jantung dan trakea. Hilum pulmonis berisi bronchus principalis, pembuluh pulmonal, pembuluh bronkial, pembuluh limfe, dan saraf yang menuju ke paru-paru atau sebaliknya. Fissura horizontalis dan fissura oblique pada pleura visceralis membagi paru-paru menjadi lobus-lobus. Paru kanan terbagi menjadi 3 lobus yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Sedangkan
4
paru kiri terbagi menjadi 2 lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior. Setiap lobus terdiri dari beberapa segmen.
Paru - paru kanan :
Lobus superior : Segmen Apical Segmen Posterior Segmen Anterior
Lobus Medius : Segmen Lateralis Segmen Medialis
Lobus inferior :
5
Segmen Apicobasalis Segmen Mediobasal Segmen anterobasal Segmen Laterobasal Segmen posterobasal
Paru-paru kiri :
Lobus Superior Segmen apicoposterior Segmen anterior
Lingula Segmen Superior Segmen inferior
Lobus inferior Segmen apicobasal Segmen antero medio basal Segmen laterobasal Segmen posterobasal
6
Masing-masing paru mempunyai puncak (apex), tiga permukaan (facies costalis, facies mediastinalis, facies diafragmatica), dan tiga tepi (margo anterior, margo inferior, margo posterior).
7
8
Pembuluh Darah Paru-paru
Masing-masing paru memperoleh pendarahan dari satu arteri pulmonalis yang besar dan dua vena pulmonalis. Arteri pulmonalis dextra dan arteri pulmonalis sinistra berasal dari satu truncus pulmonalis setinggi angulus sterni dan mengantar darah yang miskin oksigen ke paru-paru untuk oksigenasi. Arteri pulmonalis melintas ke radix pulmonis dexter dan radix pulmonis sinister sebelum memasuki hilum pulmonis.
Vena pulmonalis mengantar darah yang kaya akan oksigen dari paru-paru ke atrium sinistra jantung. vena pulmonalis menerima darah dari : bagian respiratorius paru, pleura visceralis, cabang-cabang bronkus.
9
DEFINISI Pneumonia adalah peradangan parenkim paru dimana asinus terisi oleh cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium. Terjadinya pnemonia pada anak seringkali bersamaan dengan
proses
infeksi
akut
pada
bronkus
(biasa
disebut
bronchopneumonia). Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit ). Peneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk, sedangkan keradangan paru yang disebabkan oleh pen yebab non infeksi (bahan kimia, radiasi, obat-obatan dan lain-lain) lazimnya disebut pneumonitis.
EPIDEMIOLOGI Kejadian pneumonia nosokomial (hospital-acquired) di ICU lebih sering daripada pneumonia nosokomial (hospital-acquired) di ruangan umum, yaitu dijumpai pada hampir 25% dari semua infeksi di ICU, dan 90% terjadi pada saat ventilasi mekanik. (1) Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang-orang lanjut usia (lansia) dan seirng terjadi pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Juga dapat terjadi pada pasien dengan penyakit lain seperti diabetes mellitus (DM), payah jantung, penyakit arteri koroner. Juga adanya tindakan infasive seperti infuse, intubasi, traekostomi, atau pemasangan
10
ventilator. Perlu diteliti faktor lingkungan khususnya tempat kediaman misalnya di rumah jompo atau panti, penggunaan antibiotik, obat suntik IV, serta keadaan alkoholik yang meningkatkan kemungkinan terinfeksi kuman gram negative. Pasien-pasien pneumonia komunitas juga dapat terinfeksi oleh berbagai jenis patogen yang baru. (1,8)
ETIOLOGI Etiologi
pneumonia
berbeda-beda
pada
berbagai
tipe
dari
pneumonia, dan hal ini berdampak kepada obat yang akan diberikan. Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti (community-acquired) yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit (nosokomial-acquired) banyak
disebabkan
bakteri
Gram
negatif
sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif.
(1,2)
11
Tabel 1.1 Penyebab paling sering pneumonia yang di dapat di masyarakat (komunitas) dan nosokomial (rumah sakit) Lokasi Sumber
Masyarakat
Penyebab
(community- Streptococcus pneumoniae
acquired)
Mycoplasma pneumoniae Haemophilus pneumoniae Chlamydia pneumoniae
Rumah
sakit
(hospital- Basil
acquired)
usus
Escherchia
gram
negatif
coli,
(misal,
Klebisiella
pneumonia) Pseudomonas aeruginosa Staphylococcus aureus Dikutip dari kepustakaan 3.
PATOFISIOLOGI Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak
permukaan
epitel
saluran
napas.
Ada
beberapa
cara
mikroorganisme mencapai permukaan :
Inokulasi langsung
Penyebaran melalui pembuluh darah
Inhalasi bahan aerosol
Kolonisasi dipermukaan mukosa
12
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 mm melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru.(2) Setelah mikroba samapai ke saluran napas bawah, maka ada empat rute masuknya mikroba tersebut ke dalam saluran napas bagian bawah yaitu :
Aspirasi, merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu seperti kasus neurologis dan usia lanjut
Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang digunakan pasien
Hematogenik
Penyebaran langsung Terjadi
infeksi
dalam
alveoli,
membran
paru
mengalami
peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari pembuluh darah masuk ke dalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang terinfeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena karena mikroorganisme penyebab yang paling sering
13
adalah bakteri anaerob sehingga oksigenasi berkurang atau tidak terlalu dibutuhkan, disamping itu juga karena efek gravitasi.
(5,3,14)
Adapun cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan
Streptococcus
pneumoniae, melalui selang infus oleh Staphylococcus aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacter .(1) Faktor resiko yang berkaitan dengan pneumonia yang disebabkan oleh mikroorganisme adalah usia lanjut, penyakit jantung, alkoholisme, diabetes melitus, penggunaan ventilator mekanik, PPOK, immune defect, serta terapi khusus. (6)
KLASIFIKASI Berdasarkan klinis dan epidemiologi -
Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP)
-
Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP)
-
Pneumonia pada penderita immunocompromised Host
-
Pneumonia aspirasi
Berdasarkan lokasi infeksi - Pneumonia lobaris Sering disebabkan aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri (Staphylococcus), jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
14
sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya pada aspi rasi benda asing atau proses keganasan. Pada gambaran radiologis, terlihat gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram adalah udara yang terdapat pada percabangan bronchus, yang dikelilingi oleh bayangan opak rongga udara. Ketika terlihat adanya bronchogram, hal ini bersifat diagnostik untuk pneumonia lobaris. - Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis) Inflamasi
paru-paru
biasanya
dimulai
di
bronkiolus
terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer. - Pneumonia interstisial Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial
prebronkial.
15
Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata.
GEJALA KLINIS Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala meliputi: Demam dan menggigil akibat proses peradangan Batuk yang sering produktif dan purulen walaupun dapat juga non
produktif Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas Sesak, berkeringat, nyeri dada Rasa
lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila
infeksinya serius Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40 0C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah. (8,15)
DIAGNOSIS Seringkali bentuk pneumonia mirip meskipun disebabkan oleh kuman yang berbeda. Diagnosis pneumonia didasarkan kepada riwayat
16
penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisis yang teliti, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis
Ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang berhubungan dengan faktor infeksi. Evaluasi faktor pasien/predisposisi, misal PPOK ( Haemophilus
influenzae),
penurunan
imunitas
(kuman
gram
negatif),
kejang/tidak sadar (aspirasi gram negatif) Bedakan
lokasi
(Stretococcus
infeksi, pneumoniae,
misal
pneumoni
Haemophilus
komunitas influenzae,
Mycoplasma pneumoniae) Usia
pasien,
misal
bayi
(virus),
muda
( Mycoplasma
pneumoniae), dewasa (Streptococcus pneumoniae) Onset time, misal cepat akut dengan rusty coloured sputum
(Streptococcus pneumoniae), perlahan dengan batuk dahak sedikit ( Mycoplasma pneumoniae).(6)
Pemeriksaan Fisik
Berikut beberapa gejala klinis yang mengarah pada tipe kuman penyebab/patogenitas kuman dan tingkat berat penyakit. Gejala yang tiba-tiba muncul dan langsung berat ( Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Yersinia pestis)
17
Gejala yang timbulnya lambat (pneuomonia atipikal, Klebsiella
pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, Enterobactericiae) Gejala
yang dialami pasien, misal nyeri pleuritik difus
( Mycoplasma pneumoniae), nyeri pleuritik tusuk (Streptococcus pneumoniae), coryza (virus), red currentjelly seperti batu bata ( Klebsiella pneumonia), sputum berbau busuk (pneumonia aspirasi, infeksi anaerob) Gejala
intestinal,
mual,
muntah,
diare,
nyeri
abdomen
( Legionella pneumoniae) Tampak bagian dada yang sakit tertinggal sewaktu bernafas
dengan suara napas bronchial kadang-kadang melemah Didapatkan ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah
kasar pada stadium resolusi. (5,6,8,15)
Pemeriksaan Radiologi
Pada foto konvensional, secara umum tidak mungkin mendiagnosis suatu agen penyebab infeksi dari jenis bayangannya saja. Sehingga dibutuhkan keterangan klinis, laboratoris seperti jumlah leukosit dan hitung jenis. Oleh karena itu pada dasarnya semua pemeriksaan saling melengkapi dan saling membantu dalam menegakkan suatu diagnosis. (16,18)
American
Thoracic
Society
merekomendasikan
posisi
PA
(posteroanterior) dan lateral (jika dibutuhkan) sebagai modalitas utama
18
yang
digunakan
untuk
melihat
adanya
pneumonia.
Gambaran
pneumonia pada foto thorax sebenarnya sama seperti gambaran konsolidasi radang. Prinsipnya jika udara dalam alveoli digantikan oleh eksudat radang, maka bagian paru tersebut akan tampak lebih opaq pada foto Roentgen. Jika kelainan ini melibatkan sebagian atau seluruh lobus disebut lobaris pneumoniae, sedangkan jika berupa bercak yang mengikutsertakan
alveoli
secara
tersebar
maka
disebut
bronchopneumoniae. (16,19) Adapun gambaran radiologis foto thorax pada pneumonia secara umum antara lain: (16-19) Perselubungan padat homogen atau inhomogen Batas tidak tegas, kecuali jika mengenai 1 segmen lobus Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana
paru mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/ septum/ fissure atau seperti pada atelektasis.
a. Air bronchogram sign adalah bayangan udara yang terdapat di dalam
19
Dikutip dari kepustakaan 23.
percabangan bronkus yang dikelilingi oleh bayangan opaq rongga udara yang akan tampak jelas jika udara tersebut tergantikan oleh cairan/eksudat akibat proses inflamasi. Pada saat kondisi seperti itulah, maka dikatakan air bronchogram sign positif (+) (4,19,20)
b.
Sillhoute sign adalah suatu tanda adanya dua bayangan benda (objek) yang berada dalam satu bidang seakan tumpang tindih. Tanda
ini
bermanfaat
untuk
menentukan letak lesi paru ; jika batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan. Maka akan disebut sebagai sillhoute sign (+). (4,22)
I.
Pneumonia Lobaris Berikut ilustrasi progresifitas konsolidasi pada pneumonia lobaris :
20
(Courtesy of C. Isabela S. Silva, MD, PhD)
Dikutip dari kepustakaan 19 Pada gambar (A) memperlihatkan bahwa konsolidasi awalnya cenderung terjadi di daerah paru dekat dengan pleura visceral dan lama kelamaan akan menyebar secara sentripetal menuju ke pori-pori kohn (pore of kohn) yang selanjutnya akan membentuk konsolidasi pada satu segmen (B), lalu daerah yang mengalami konsolidasi tersebut sampai mengisi 1 lobus parenkim paru sehingga pada derah bronkus yang terkena akan tampak dengan jelas air bronchogram sign (+).(19) PNEUM ONIA LOBARI S
Dikutip dari kepustakaan 19. Pada posisi PA dan lateral tersebut tampak perselubungan homogen pada lobus paru kanan tengah dengan tepi yang tegas. Lapangan paru lainnya masih tampak normal. Cor, sinus,diafragma tidak tampak kelainan. Pnemonia lobaris ini paling sering disebabkan oleh Strep. Pneumonia
(19,21)
21
Dikutip dari kepustakaan 19
Gambar diatas, menunjukkan foto CT-scan thorax resolusi tinggi dengan memperlihatkan adanya perselubungan di lobus atas paru kanan. Tampak air brochogram sign sepanjang bronkus lobus atas paru kanan dan gambaran ground glass di tepi perselubungan dan paru normal. (19) High resolution CT-scan sangat baik digunakan untuk melihat gambaran pola dan distribusi pneumonia dibandingkan dengan foto konvensional seperti Xray. Namun jarang digunakan untuk mengevaluasi pasien yang curiga atau dipastikan
pneumonia.
Akan
tetapi,
CT-scan
merupakan
pilihan
yang
direkomendasikan untuk menilai adanya kelainan non spesifik yang tidak di temukan pada foto konvensional. (19)
II.
Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia)
Gambaran radiologi bronkopneumonia bercak berawan, batas tidak tegas, konsolidasi dapat berupa lobular, subsegmental, atau segmental. Khas biasanya menyerang beberapa lobus, hal ini yang membedakan dengan pneumonia lobaris. Lokasi predileksi bronkopneumonia biasanya hanya terjadi di lapangan paru tengah dan bawah.
(4,19,21)
22
Pada gambar (A) di bawah ini memperlihatkan bahwa mikroorganisme awalnya menyerang bronkiolus yang lebih besar sehingga mengakibatkan nodul sentrilobuler dan gambaran cabang bronkus yang berdensitas opaq (tree-in-bud pattern). Lalu proses konsolidasi yang terjadi akan mengenai daerah peribronkhial dan akan berkembang menjadi lobular, subsegmental, atau segmental (B). Selanjutnya proses konsolidasi tersebut bisa terjadi multifocal, tepi tidak rata, corakan bronkovaskular kasar akibat dinding cabang bronkus menjadi lebih tebal, namun perselubungan yang terjadi biasanya tidak melebihi batas segmen (C)
(19)
Bentuk ilustrasi progresifitas konsolidasi pada bronkopneumonia
(Courtesy of C. Isabela S. Silva, MD, PhD)
Dikutip dari kepustakaan 19. PNEUM ONIA LOBULARI S (BRONKOPNEUM ONIA)
23
Dikutip dari kepustakaan 19.
Pada foto thorax posisi PA tersebut tampak perselubungan inhomogen pada lobus medius di kedua lapangan paru. Bronchopneumonia ini sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa. (19)
Gambaran
CT-scan
thorax
memprlihatkan
adanya nodul sentrilobular (panah lurus), perselubungan di daerah lobus yang disertai dengan gambaran ground-glass opacity (panah lengkung). Dikutip dari kepustakaan 19.
Kadang-kadang, pneumonia dapat meluas menjadi pneumonia necrosis (necrotizing pneumonia).
Tampak
adanya
perselubungan di lobus paru kanan atas dan lobus paru kiri bawah. Tampak bulging fissure sign di lobus paru kanan atas.(19) Dikutip dari kepustakaan 19.
24
III.
Pneumonia Interstisial
Umumnya jenis pneumonia intersisial ini disebabkan oleh virus. Infeksi dari virus berawal dari permukaan dengan terjadinya kerusakan silia sel goblet dan kelenjar mukus bronkioli, sehingga dinding bronkioli menjadi edematous. Juga terjadi edema di jaringan interstisial peribronkial. Kadang-kadang alveolus terisi cairan edema. Pneumonia interstisial dapat juga dikatakan sebagai pneumonia fokal/difus, di mana terjadi infiltrasi edema dan sel-sel radang terhadap jaringan interstisial paru. Septum alveolus berisi infiltrat limfosit, histiosit, sel plasma dan neutrofil. Dapat timbul pleuritis apabila peradangan mengenai pleura viseral.(17) PNEUM ONIA I NTERSI SI AL
Pada fase akut tampak gambaran bronchial cuffing, yaitu penebalan dan edema dinding bronkiolus. Corakan bronkovaskular meningkat, hiperaerasi, bercak-bercak inifiltrat dan efusi pleura juga dapat ditemukan.
(17)
Dikutip dari kepustakaan 19.
IV.
Pneumonia Cystis Carinii
Di negara berkembang, pola penyakit pneumonia ini sering dipersulit dengan adanya imunosupresi akibat infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Pola ini sulit dikenali, namun petunjuknya adalah pembuluh darah paru tampak 25
tidak berbatas tegas atau “kabur” dan paru tampak sedikit opaq. Tidak ditemukan adanya air brochogram sign. Pola ini sering ditemukan pada infeksi pneumonia Pneumocystis carinii yang diderita oleh pasien dengan imunosupresi terutama akibat AIDS, infeksi mikoplasma dan infeksi virus. (4)
Dikutip dari kepustakaan 4.
Gambaran radiologi x-ray : -
Bayangan ground-glass opak yang bilateral simetris atau pola reticulonodular
-
Utamanya cenderung mengisi daerah perihiler
-
Namun dapat juga meluas ke daerah ata dan bawah paru.(4,20) Dikutip dari kepustakaan 25.
Gambaran radiologi CT-scan Thorax : -
Bayangan ground-glass opak yang bilateral simetris
26
-
Terkadang tidak rata dan menyebar.
(20)
Dikutip dari kepustakaan 20
V.
Pneumonia Aspirasi
Pneumonia aspirasi adalah masuknya benda atau zat asing, padat atau cair ke dalam saluran pernafasan, inhalasi uap atau asap. Pneumonia ini biasanya juga disebabkan oleh adanya flora orofaring normal yang teraspirasi ke dalam saluran napas.(26) PNEUM ONIA ASPIRASI
Pada foto thorax menunjukkan tampak perselubungan homogen bilateral di kedua lapangan paru yang disertai dengan adanya endotracheal di atas carina. Kasus tersebut adalah seorang pria usia 29 tahun, dengan riwayat cerebral palsy dan gangguan neurologis, di bawa ke rumah sakit dengan kesadaran menurun. (26)
2.
Pemeriksaan Laboratorium Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri. Leukosit normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikooplasma atau pada
27
infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respon leukosit. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman gram negative. (1,8)
3.
Pemeriksaan Bakteriologis Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal, bronkoskopi. Kuman yang predominan pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinan merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama pra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya. (1,8) Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis pemeriksaan fisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini (2) : a. Batuk-batuk bertambah b. Perubahan karakteristik dahak / purulen c. Suhu tubuh > 38 oC (aksila) / riwayat demam d. Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki e. Leukosit > 10.000 atau < 4500 Sedangkan Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-
Atlanta), diagnosis pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut
(5,15)
:
a. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah sakit 28
b. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar : -
Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
-
Ditambah 2 diantara kriteria berikut: suhu tubuh > 38 C , sekret
o
purulen dan leukositosis (5,15)
PATOLOGI ANATOMI Pada masa praantibiotik, pneumonia pneumokokkus mengenai seluruh atau hampir seluruh lobus dan berkembang melalui empat stadium : kongesti, hepatisasi merah, hepatisasi abu-abu, dan resolusi. Terapi antibiotik dini mengubah atau menghentikan perkembangan ini, sehingga jika pasien meninggal, kelainan anatomik yang tampak saat autopsi mungkin tidak sesuai dengan stadium klasik. (27) a. Kongesti (4-12 jam pertama), pada stadium ini, lobus yang terkena menjadi berat, merah, sembab akibat adanya eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor. b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) lobus paru tampak merah dan bergranula karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveoli. c. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) paru-paru menjadi kering, abu-abu, dan padat, karena sel darah merah mengalami lisis sementara eksudat fibrinosa menetap dan mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
29
d. Resolusi (7-11 hari) eksudatnya di dalam alveolus dicerna seca ra enzimatis sehingga mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula. (2,3,27) Pada pola bronkopneumonia, fokus konsolidasi peradangan distribusi dalam bercak-bercak di satu atau beberapa lobus, terutama di l ateral dan basal. Lesi yang sudah tebentuk sempurna dengan garis tengah 3 atau 4 cm tampak sedikit meninggi dan berwarna merah abu-abu hingga kuning.
(27)
Dikutip dari kepustakaan 27
Pada gambar bagian kiri menunjukkan gambaran makroskopik pneumonia lobaris dengan hepatisasi abu-abu. Lobus bawah mengalamai konsolidasi yang merata. Pada gambar bagian kanan menunjukkan adanya neutrofil di dalam rongga alveolus. Hal ini disertai kongestif kapiler septum dan eksudat fibrinosa, yang terjadi akibat peningkatan permeabilitas kapiler. (27)
30
DIAGNOSIS BANDING 1. Efusi Pleura Merupakan suatu kondisi dimana terdapat akumulasi cairan dalam cavum pleura yang dapat disebabkan oleh banyak kelainan dalam paru. Pada pemeriksaan foto thorax rutin tegak, cairan pleura tampak perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah yang biasanya relative radiopaq dengan permukaan atas cekung, berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Karena cairan mengisi ruang hemithorax sehingga jaringan paru akan terdorong ke arah sentral/hilus dan kadang-kadang mendorong mediastinum ke arah kontralateral. (16)
ANTARA EFUSI PLEURA DAN PENUMONIA
Dikutip dari kepustakaan 22.
Dikutip dari kepustakaan 18.
Persamaan : -
Memiliki densitas yang sama yaitu perselubungan yang homogen berdensitas tinggi (relatif radiopaq) (16)
31
Perbedaan : -
Pada efusi pleura, cairan terakumulasi di dalam cavum pleura sehingga gambaran khasnya tampak sinus costophrenicus tumpul karena sifat dari cairan selalu mencari daerah yang terendah, sedangkan pada pneumonia tidak.
-
Pada pneumonia khas dapat ditemukan air bronchogram sign, jika proses perselubungannya telah mengisi sampai 1 lobus parenkim paru
-
Yang paling khas, bahwa pada efusi terdapat tanda-tanda pendesakan ke arah hemithorax yang sehat, hal ini terjadi akibat akumulasi yang terus menerus dari suatu rongga. Sedangkan pada pneumonia tidak terjadi penurunan atau penambahan volume paru
(16,18,22)
2. Atelektasis Berarti alveoli mengempis (kolaps). Hal ini dapat terjadi pada satu tempat yang terlokaslisir di paru, pada seluruh lobus, atau pada seluruh paru. Penyebab yang paling sering adalah obstruksi saluran napas dan berkurangnya surfaktan pada cairan yang melapisi alveoli. Karena mengalami hambatan/obstruksi, sehingga aerasi paru dapat berkurang. Pada gambaran radiologisnya akan memberikan bayangan densitas yang lebih tinggi.(16)
32
ANTARA ATELEKTASIS DAN PENUMONIA
Dikutip dari kepustakaan 13
Dikutip dari kepustakaan 18
Persamaan ; -
Memiliki densitas yang sama yaitu perselubungan yang homogen berdensitas tinggi (relatif radiopaq) (16)
Perbedaan : -
Karena atelektasis merupakan kondisi dimana paru mengalami kolaps, sehingga pada gambaran radiologisnya akan tampak tanda-tanda penarikan ke arah hemithorax yang sakit, sedangkan pada pneumonia tidak. (16,18)
3. TBC Paru Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium
tuberculosis.
Basil
tuberkel
ini
menyebabkan reaksi jaringan yang aneh dalam paru, antara lain (1) daerah yang terinfeksi diserang oleh makrofag dan (2) daerah lesi dikelilingi oleh jaringan fibrotik untuk membentuk yang idsebut “tuberkel”. Proses pembentukan dinding ini membantu membatasi penyebaran basil tuberkel
33
dalam paru dan oleh karena itu ia merupakan bagian dari proses protektif melawan infeksi. Tetapi hampir 3% dari seluruh penderita tuberculosis, jika tidak diobati, maka tidak akan terbentuk proses pembatasan ini sehingga akan menyebar ke seluruh lapangan paru, menyebabkan kerusakan jaringan dan pembentukan kavitas abses yang besar. Sehingga gambaran radiologi yang khas yang sering ditemukan di masyarakat dapat berupa TBC paru aktif, TBC paru lama aktif, dan TBC paru lama tenang. Gambaran bercak berawan serta cavitas pada TBC paru biasanya menempati lapangan atas paru.(4,14,16,18)
ANTARA TBC PARU DAN PENUMONIA
Dikutip dari kepustakaan 13
Dikutip dari kepustakaan 18
Persamaan : -
Memiliki densitas yang sama yaitu relatif radiopaq. (16)
34
Perbedaan : -
Pada TBC paru khas tampak bercak berawan pada lapangan paru atas, dan adanya garis-garis fibrotik dan kasifikasi jika sudah masuk dalam masa penyembuhan
-
Sedangkan pada pneumonia, lokasi bisa di mana saja, mengenai 1 lobus (pneumonia lobaris) dan terdapat air broncogram sign.
(16,18)
4. Tumor paru Tumor paru menyerupai banyak jenis penyakit paru lain dan tidak mempunyai awitan yang khas. Tumor paru seringkali menyerupai pneumonitis yang tidak dapat ditanggulangi. Namun secara radiologik, gambaran tumor paru ini sangat khas menyerupai nodul yang berbentuk koin (coin lesion). Pemeriksaan Tomografi Komputer dapat memberikan informasi lebih banyak. Penilaian pada massa primer paru berupa besarnya densitas massa yang dapat memberi gambaran perselubungan yang inhomogen pada massa sifat ganas atau homogen pada massa jinak, tepi massa tidak teratur/spikul pada massa ganas, dan batas rata pada massa jinak. (3,4,16) ANTARA TUMOR PARU DAN PENUMONIA
35
Persamaan : -
Memiliki densitas yang sama yaitu perselubungan yang homogen berdensitas tinggi (relatif radiopaq) (16)
Perbedaan : -
Batas dari bayangan dari massa tumor tampak tegas, sedangkan bayangan pada pneumonia tampat tidak tegas, kecuali jika mengenai 1 lobus yang disebut dengan pneumonia lobaris
-
Tanda air brochogram sign tidak akan ditemukan pada gambaran radiologi tumor paru.
-
Untuk memastikan lebih jauh lagi maka pada klinis tumor paru tidak harus ada riwayat demam, sedangkan pada pneumonia harus ditemukan riwayat demam. (4,8,16)
PENATALAKSANAAN Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : (2) 1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa 2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia. 3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu. Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum pemilihan antibiotik berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut :
36
Tabel 1.2 Terapi Empirik Antibiotik Awal Untuk Pneumonia Nosokomial atau Pneumonia Berhubungan Dengan Ventilator yang Tidak Disertai Faktro Resiko Untuk Patogen Resisten Jamak, Onset Dini pada Semua Tingkat Berat Sakit Patogen Potensial
Antibiotik yang Disarankan
Streptococcus pneumonia
Seftriaxon, Levofloksasin,
Haemophilus influenza
Moksifloksasin, atau
Bakteri gram (-) sensitif antibiotic :
Ciprofloksasin
Escherichia coli (Klebsiella pneumonia,
Ampisilin/sulbaktam atau
Enterobacter spp., Serratia marcescens)
Ertapenem
Catatan : Karena Streptococcus pneumonia yang resisten penisilin semakin sering terjadi maka, levofloksasin, moksifloksasin lebih dianjurkan.
(1,2)
Terapi suportif dapat berupa : 1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96% berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah 2. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan napas dalam. 3. Pengaturan Cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia, dan paru lebih sensitive pada pembebanan cairan terutama bila terdapat pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dnegan baik, termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan. 4. Bila terdapat gagal napas , diberikan nutrisi dari lemak (50%) hingga dapat dihindari produksi CO 2 yang berlebihan. (1)
37
PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI Pada umumnya prognosisnya adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Komplikasi yang dapat terjadi adalah pneumonia ekstrapulmoner, misalnya pada pneumonia pneumokokkus dengan bakteremia dijumpai pada 10% kasus
berupa
meningitis,
arthritis,
endokarditis,
perikarditis,
peritonitis,
empiema.(1,15)
PENCEGAHAN Untuk pneumonia komunitas (community-acquired), dapat dicegah dengan pemberian vaksinasi pada penghuni rumah jompo atau rumah penampungan penyakit kronik dan usia > 65 tahun, sedangkan pencegahan pada pneumonia nosokomial (hospital-acquired) ditujukan kepada upaya program pengawasan dan pengontrolan infeksi termasuk pendidikan staf pelaksana, pelaksanaan teknik isolasi, dan praktek pengontrolan infeksi. Salah satau contoh tindakan pencegahannya yaitu berupa pembatasan pemakaian selang nasogastrik atau endotrakeal atau pemakaian obat sitoprotektif sebagai pengganti antagonis H2 dan antacid.(1)
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Dahlan, Zul. Pneumonia. In: Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. 2009; hal 2196-200, 220305 2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-6 3. Wilson, M Lorraine. Penyakit Pernapasan Restriktif. In: Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Edisi 6 Volume 2. Jakarta. Penerbit EGC. 2003; hal 804-806 4. Corr, Peter. Fot Thorax normal dan Infeksi Paru. In: Ramadhani, Dian., Dwijayanthi, Linda., Dharmawan, Didiek. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik (terjemahan dari Patterm Recognation in Diagnostic Imaging). Jakarta: Penerbit EGC. 2010; hal 28, 33-5 5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Nosokomial. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-5 6. Djojodibroto,
Darmanto.
Respirologi
(Respiratory
Medicine).
Jakarta.
Penerbit EGC. 2007; hal 136-142 7. Kasper L, Dennis et all. Pneumonia in Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. United States of America: McGraww Hill Companies, Inc. 2008; Chapter 251 8. Wilson, Walter R., Sande, Mele A. Tracheobronchitis and Lower Respiratory Tract Infections. In: Wilson, Walter R et all. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. United States of America: McGraww Hill Companies, Inc. 2001; Part 10 9. Ellis, Harold. Clinical Anatomy. USA. BlackWell Publishing. 2006; page 20, 23-4 10. Swartz, Mark H. Textbook of Physical Diagnosis. In: Effendi, Harjanto., Hartanto, Huriawati. Buku Ajar Diagnostik. Jakarta. Penerbit EGC. 1995; hal 155-7
39
11. Waugh, Anne., Grant, Allison. Anatomy and Physiology in Health and Illness. Ninth Edition. Spain. Elsevier Limited. 2004; page 248, 262-3 12. Fanz, Omar., Moffat, David. Anatomy at A Glance. UK. BlackWell Publishers Company. 2002; page 15, 17 13. Gunderman B, Richard. Essential Radiology Second Edition. New York. Thieme Medical Publishers. 2006; page 69,78 14. Guyton C, Arthur., Hall, John E. Textbook of medical Physiology. In: Setiawan, Irawati. Fisiologi Kedokteran. Jakarta. EGC. 1997: hal 673-4 15. McPhee, Stephen J., Papapdokis, Maxine A. Current Medical Diagnosis and Treatment. California. McGraw Hill. 2008; Part Pulmonology 16. Nurlela Budjang. Radang Paru Tidak Spesifik. In: Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua Jakarta. Balai Penerbit FK UI. 2009: hal 101 17. Sutarto, Ade Satriyani., Budyatmoko, Bambang., Darmiati, Sawitri. Radiologi Anak. In: Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua Jakarta. Balai Penerbit FK UI. 2009: hal 400-1 18. Patel, Pradip R. Radiologi Lecture Notes. Jakarta. EMS. 2009; hal 36-7 19. Muller, Nestar L., Franquet Tomas., Kyung Soo, Lee. Imaging of Pulmonary Infections 1st edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007; Part Bacterial Pneumonia, page 21-8 20. Muller, Nestar L., Franquet Tomas., Kyung Soo, Lee. Imaging of Pulmonary Infections
1st
edition.
Lippincott
Williams
&
Wilkins.
2007;
Part
Immunocompromised Host, page 161-2 21. Ketai, Loren., Lofgren, Richard., Mecholic, Andrew J. Fundamental of Chest Radiology. Sceond Edition. Philadelphia: Elsevier, Inc. 2006; page 106-9, 110-1 22. Colak, Errol., Lofaro, Anthony. Clinical and Radilogy Atlas. Webexe. 2003: Part Chest Imaging, air space (air bronchogram and sillhoutte sign) 23. Eastman, George W., Wald Christoph., Crossin, Jane. Getting Started in Clinical Radiology. New York. Thieme Stuttgart. 2006; page 49-50
40