Nama : Wike Wike Nidya Nidya Nim Nim
: 0806 080610 1001 0101 018 8
PNEUMONIA DEFINISI
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
KLASIFIKASI
1. Berd Berdas asark arkan an loka lokasi si lesi lesi di paru paru Pneumonia lobaris Pneumonia interstitialis Bronkopneumonia 2. Berd Berdas asark arkan an asal asal infe infeks ksii Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community ( community acquired pneumonia = CAP) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based ( hospital-based pneumonia) pneumonia ) 3. Berdas Berdasark arkan an mikro mikroorg organi anisme sme peny penyebab ebab Pneumonia bakteri Pneumonia virus Pneumonia mikoplasma Pneumonia jamur 4. Berdas Berdasark arkan an karak karakteri teristi stik k peny penyakit akit Pneumonia tipikal Pneumonia atipikal
5. Berdasarkan lama penyakit Pneumonia akut Pneumonia persisten Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu Tipe Klinis Pneumonia Komunitas Pneumonia Nosokomial Pneumonia Rekurens Pneumonia Aspirasi Pneumonia pada gangguan imun
Epidemiologi Sporadis atau endemic; muda atau orang tua Didahului perawatan di RS Terdapat dasar penyakt paru kronik Alkoholik, usia tua Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS
ETIOLOGI
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Hasil penelitian 44-85% CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40% diantaranya disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung : -
Usia
-
Status lingkungan
-
Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
-
Status imunisasi
-
Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi) Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus.
Etiologi menurut umur, dibagi menjadi :
1.
Bayi baru lahir (neonatus – 2 bulan) Organisme saluran genital ibu : Streptokokus grup B, Escheria coli dan kuman Gram negatif lain, Listeria monocytogenes, Chlamydia trachomatis
tersering , Sifilis
kongenital pneumonia alba. Sumber infeksi lain : Pasase transplasental, aspirasi mekonium, CAP 2.
Usia > 2 – 12 bulan Streptococcus aureus dan Streptokokus grup A
tidak sering tetapi fatal. Pneumonia
dapat ditemukan pada 20% anak dengan pertusis 3.
Usia 1 – 5 tahun Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus tersering Chlamydia pneumonia : banyak pada usia 5-14 th (disebut pneumonia atipikal)
4.
Usia sekolah dan remaja S. pneumonia, Streptokokus grup A, dan Mycoplasma pneumoniae (pneumonia atipikal)terbanyak
PATOGENESIS
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui
hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian
bawah dengan
mempengaruhi
mekanisme
pembersihan
dan respon
imun.
Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus. Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching ) yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia.
Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja
jantung. Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan.
MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil. Suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40 0c, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga disertai batuk dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.
PEMERIKSAAN FISIK
Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai berikut : a.
Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung. Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua. Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing ”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing ”, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai. Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.
b.
Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang. c.
Pada perkusi tidak terdapat kelainan
d.
Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual ) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm 3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED.
Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan.
KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut : a.
sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
b.
panas badan
c.
Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d.
Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
e.
Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm 3 neutrofil yang predominan)
KOMPLIKASI
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.
PENATALAKSANAAN Penatalaksaan umum
-
Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit
sampai sesak
nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr -
Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
-
Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
Penatalaksanaan khusus
-
mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya
tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung -
pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme
penyebab dan manifestasi klinis Pneumonia ringan
amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka
resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari). Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi : a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis b. Berat ringan penyakit c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari Antibiotik :
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia. a.
Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
ampicillin + aminoglikosid amoksisillin-asam klavulanat
amoksisillin + aminoglikosid sefalosporin generasi ke-3 b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
c.
-
beta laktam amoksisillin
-
amoksisillin-amoksisillin klavulanat
-
golongan sefalosporin
-
kotrimoksazol
-
makrolid (eritromisin)
Anak usia sekolah (> 5 thn) amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin) tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun) Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error ) maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam
ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan
kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif)
DAFTAR PUSTAKA
1.
Correa Armando.G, Starke Jeffrey R. Kendig’s Disorder of the
Respiratory Tract in Children: “ Bacterial Pneumoniasi”, Sixth Edition. WB. Saunders Company Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 1998. 2.
Guyton,
Hall.
Buku
Ajar
Fisiologi
Kedokteran.
Buku
Kedokteran EGC. Jakarta : 1997. Hal 633. 3.
Konsensus Pneumonia. Bagian Pulmonologi FKUI/RSUP
Persahabatan. Jakarta : 2000. 4.
O’Brodovich Hugh M, Haddad Gabriel G. Kendig’s Disorder
of the Respiratory Tract in Children: “The Functional Basis of Respiratory Pathology and Disease”, Sixth Edition. WB. Saunders Company Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 1998. 5.
Pasterkamp Hans. Kendig’s Disorder of the Respiratory Tract
in Children :”The History and Physical Examination” , Sixth Edition. WB. Saunders Company Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 1998. 6.
Pedoman Terapi Ilmu Kesehatan Anak, Unpad. Bandung :
2005. 7.
Reinhard V. Putz, Reinhard Pabst. Atlas Anatomi Manusia
Sobotta Jilid 2. Edisi 21. Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 2000. Hal 99. 8.
Sectish Theodore C, Prober Charles G. Nelson Textbook of
Pediatrics : “ Pneumonia”. Edisi ke-17. Saunders. 2004.