LAPORAN PENDAHULUAN INTRA CEREBRAL HEMATOM (ICH)
Disusun oleh : M. Faisal Rifai ( A01101495 )
PRODI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG 2014
A. Definisi Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya pergeseran garis tengah. Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak. Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul. Intra Cerebral Hematom (ICH) merupakan koleksi darah focus yang biasanya diakibatkan oleh cidera regangan atau robekan rotasional terhadap pembuluh – pembuluh darah dalam jaringan fungsi otak atau kadang kerena cidera tekanan .ukuran hematom bervariasi dari beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2- 16 kasus cidera. Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri . hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka .intraserebral hematom dapat timbul pada penderita strok hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi.
B. Etiologi Etiologi dari Intra Cerebral Hematom adalah : 1. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala 2. Fraktur depresi tulang tengkorak 3. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba 4. Cedera penetrasi peluru 5. Jatuh 6. Kecelakaan kendaraan bermotor 7. Hipertensi 8. Malformasi Arteri Venosa 9. Aneurisma 10. Distrasia darah 11. Obat 12. Merokok.
C. Patofisiologi ICH primer biasa terjadi pada kapsul internal dan hematoma meluas kemedial kesubstansi kelabu dalam dan kelateral melalui substansi putih yang relatif aseluler korona radiata. Pembuluh yang ruptur adalah satu dari arteria perforating kecil yang meninggalkan arteria serebral media dekat pangkalnya dikarotid internal dan sering dijelaskan sebagai arteria lentikulostriata. Pemeriksaan postmortem menunjukkan pada arteria perforating pasien hipertensif terdapat banyak dilatasi aneurismal yang sangat kecil yang diduga rupturnya menjadi sumber perdarahan. Lebih jarang perdarahan terjadi pada fossa posterior yang dimulai pada pons atau hemisfer serebeler. ICH akut sering terjadi saat atau setelah latihan fisik. Sekitar duapertiga akan mengalami perburukan neurologis progresif dan sepertiganya dalam defisit maksimal saat datang kerumah sakit. Penurunan kesadaran terjadi pada 60% dan duapertiganya jatuh kedalam koma. Nyeri kepala dan mual dengan muntah terjadi pada 20-40% kasus. Gejala ini karena peninggian TIK akibat perdarahan. Kejang kurang umum terjadi, sekitar 7-14%. Gejala dan tanda lainnya tergantung ukuran dan lokasi spesifik dari bekuan darah. Tanda khas perdarahan ganglia basal, biasanya putaminal, adalah defisit motor kontralateral dan gaze ipsi lateral dengan perubahan sensori, visual dan tabiat. Perubahan pupil terjadi akibat ancaman herniasi unkal lobus temporal akibat peninggian TIK dan pergeseran garis tengah. Gejala afasik bila hemisfer dominan terkena. Perdarahan menyebabkan kerusakan neurologis melalui dua cara yaitu: 1. Kerusakan otak yang nyata terjadi pada saat perdarahan. Ini terutama pada kasus dimana hematoma meluas kemedial dan talamus serta ganglia basal rusak. 2. Hematoma yang membelah korona radiata menyebabkan kerusakan yang kurang selluler namun mungkin berukuran besar dan menyebabkan penekanan serta gangguan fungsi neurologis yang mungkin reversibel. 80% pasien adalah hipertensif dan biasanya dalam eksaserbasi akut dari hipertensinya pada saat datang. Kebanyakan kasus hematoma memecah kesistema ventrikuler atau rongga subarakhnoid menimbulkan gambaran klinis PSA. Pria terkena 5-20% lebih sering dari wanita dan 75-90% terjadi antara usia 45-75 tahun. Pasien dengan koagulopatia lebih berisiko terhadap PIS seperti juga penderita yang mendapat antikoagulan terutama Coumadin. Trombositopenia
dengan hitung platelet kurang dari 20.000, penyakit hati, leukemia, dan obat-obat seperti amfetamin meninggikan risiko terjadinya PIS. ICH
terjadi
lentikulostriata
pada
pada
teritori
ganglia
vaskuler
basal,
arteria
perforating
talamoperforator
kecil
diensefalon,
seperti cabang
paramedian basiler pada pons. Karenanya kebanyakan terjadi pada struktur dalam dari hemisfer serebral. Berikut ini struktur beserta frekuensi kejadiannya: putamen 30-50%, substansi putih subkortikal 30%, serebelum 16%, talamus 10-15%, serta pons 5-12%. Arteria yang paling sering menimbulkan perdarahan adalah cabang lentikulostriata lateral dari arteria serebral media yang mencatu putamen. ICH merupakan sekitar 10% dari semua strok. Seperti dijelaskan diatas, ia disebabkan oleh perdarahan arterial langsung ke parenkhima otak. Ruptur vaskuler dikira terjadi pada aneurisma milier kecil, dijelaskan oleh Charcot dan Bouchard 1868, dan/atau pada arteria lipohialinotik yang sering tampak pada otopsi pasien dengan hipertensi. Minoritas kasus PIS kemungkinan disebabkan aneurisma, AVM, malformasi kavernosa, amiloid serebral, atau tumor. Glioblastoma adalah tumor otak primer
yang
paling
khoriokarsinoma
dan
sering
mengalami perdarahan,
ipernefroma
adalah
tumor
sedangkan
melanoma,
metastatik yang
tersering
menimbulkan perdarahan. Kematian akibat ICH sekitar 50% dengan 3/4 pasien yang hidup, tetap dengan defisit neurologis nyata. Penelitian memperlihatkan bahwa prognosis terutama tergantung pada derajat klinis saat pasien masuk, lokasi serta ukuran perdarahan. Pasien sadar tentu lebih baik dari pada pasien koma. Penelitian Dixon 1984 memperlihatkan bahwa satu-satunya prediktor terpenting atas outcome adalah Skala Koma Glasgow. Pasien dengan hematoma lober superfisial cenderung lebih baik dari perdarahan batang otak yang lebih dalam. Perluasan klot ke sistema ventrikuler memperburuk outcome. Pasien dengan perdarahan dengan diameter lebih dari 3 cm atau volumenya lebih dari 50 sk, lebih buruk. Pasien dengan kondisi medis buruk dan yang berusia 70 tahun atau lebih cenderung mempunyai outcome buruk.
D. Manifestasi Klinis Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas. Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada.
Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan. Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit.
Menurut Corwin 2000 manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu : 1.
Kesadaran mungkin
akan
segera hilang,
atau
bertahap
seiring dengan
membesarnya hematom. 2. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal 3. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal 4. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium 5. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat 6. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan tekanan intra kranium.
E. Penatalaksanaan Medis Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah orang yang mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic. Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obatobatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan makin buruk. Jika orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti : 1. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse 2. Transfusi atau platelet 3. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan pengangkatan platelet (plasma segar yang dibekukan) 4. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan) 5. Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak. Corwin (2000) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral Hematom adalah sebagai berikut : 1. Observasi dan tirah baring terlalu lama 2. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom secara bedah 3. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis 4. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok 5. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk pemberian diuretik dan obat anti inflamasi 6. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan laboratorium lainnya yang menunjang. PHATWAYS Trauma/Kecelakaan
Perdarahan Intracerebral
Pecahnya Pembuluh Darah di Otak
Penekanan Pergeseran Jaringan Otak
Suplai Darah Terganggu Peningkatan Tekanan Intrkranial
Gangguan Sistem Neutologis
(Sususnan Saraf Pusat)
Gangguan rasa nyaman nyeri Gangguan Motorik
Koordinasi Pergerakan Tubuh Terganggu PerubahanPerfusi Cerebral
GangguanMobilisasi Fisik Kelemahan Otot Kelemahan Tonus Otot DefisitPerawatan Diri
B. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan mobilisasi fisik b.d kondisi yang melemah 2. Gangguan intoleransi aktivitas b.d kelemahan tonus otot 3. Gangguan nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan intrakranial (TIK) 4. Gangguan defisit perawatan diri b.d kelemahan otot.
C. Intervensi Keperawatan Tujuan dan Intervensi Rasional Kriteria Hasil Gangguan Tujuan : setelah 1. Observasi kondisi 1. Inspeksi kondisi mobilisasi fisik dilakukan fisik klien awal pasien b.d kondisi yang tindakan 2. Rencanakan proses 2. Merencanakan porsi melemah keperawatan latihan yang efisien latihan untuk selama waktu bila perlu menunjang 4X24 jam kolaborasikan kesembuhan pasien pasien dengan fisioterapi diharapkan untuk menambah dapat proses latihan melakukan 3. Atur posisi 3. Memberikan mibilisasi fisik senyaman mungkin kenyamanan secara optimal. 4. Mengajari pasien Kriteria hasil: ROM pasif dan aktif 4. Melakukan tindakan - Tonus otot 5. Biarkan pasien keperawatan bertambah mempraktikan 5. Monitoring tindakan - Mobilisasi kembali yang sudah yang sudah ROM pasif diajarkan tapi dilakukan menjadi aktif dengan - Tidak pengawasan mengeram perawat kesakitan 6. Observasi kembali dalam proses peningkatan gerak 6. Mengetahui latihan fisik perkembangan 7. Berikan HE(healt latihan education)tentang 7. Memberikan pentingnya latihan informasi kepada ROM. pasien. Diagnosa
Gangguan intoleransi aktivitas b.d
1. Observasi kondisi fisik klien 2. Rencanakan proses 1. Inspeksi kondisi latihan yang efisien awal pasien bila perlu 2. Merencanakan porsi Tujuan : setelah kolaborasikan latihan untuk dilakukan dengan fisioterapi menunjang tindakan untuk menambah kesembuhan pasien keperawatan proses latihan dalam waktu 3. Atur posisi 6X24 jam senyaman mungkin diharapkan 4. Mengajari pasien 3. Memberikan
kelemahan tonus otot
Gangguan rasa nyaman Nyeri b.d peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
pasien dapt ROM pasif dan aktif kenyamanan terpenuhi 5. Biarkan pasien aktivitas sehari mempraktikan 4. Melakukan tindakan hari dengan kembali yang sudah keperawatan normal diajarkan tapi 5. Monitoring tindakan Kriteria hasil : dengan yang sudah - Terjadi pengawasan dilakukan peningkatan perawat tonus otot 6. Bila sudah bisa - Pasien dapat menyangga tubuh melakukan ajarkan berjalan tapi aktivitas dengan 6. Melanjutkan proses sehari hari dammpingan latihan dengan perawat keperawatan mandiri 7. Berikan dukungan - Tidak terasa dalam setiap sakit bila tindakan yang melakukan sudah dilakukan. 7. Memberi semangat latihan untuk menambah latihan.
1. Observasi secara subjektiv skal nyeri 1. Inspeksi skala nyeri yang dirasakan awal dari pasien pasien 2. Beri posisi yang 2. Memberikan rasa nyaman nyaman 3. Ajari metode 3. Melakukan terapi Tujuan : setelah relaksasi seperti perawatan dilakukan distraksi, nafas tindakan dalam, dan bila keperawatan emosi ajarkan dalam waktu imajinasi terpimpin 3X24 jam 4. Anjurkan pasien 4. Memantau adakah diharapkan rasa untuk melakukan kelainan dari nyeri yang pemeriksaan CTpemeriksaan dirasak pasien Scan dapat berkurang 5. Kolaborasikan 5. Membantu atau bahkan dengan pihak medis mempercepat hilang untuk terapi obat kesembuhan pasien Kriteria Hasil : 6. Berikan HE tentang 6. Memberi informasi - Wajah tidak pentingnya secara lengkap
mengurung ambulansi saat dan menahan emergensi kesakitan 7. Observasi - Skala nyeri penurunan skala turun nyeri yang - Pasien tidak dirasakan memegangi bagian yang sakit
Defisit perawatan diri b.d kelemahan otot
7. monitoring perkembangan setelah dilakukan tindakan keperawatan
1. Observasi kondisi 1. Obsevasi kondisi awal pasien awal dari pasien terutama fisik dan kebersihan 2. Siapkan alat untuk 2. Menyiapkan alat melakukan PH dari suatu bagian tindakan keperawatan Tujuan : setelah 3. Memberitahu 3. Menghindari dilakukan maksud dan tujuan penolakan dri tindakan tindakan yang tindakan keperawatan dilakukan keperawatan dalam waktu 4. Menutup gorden 4. Menjaga privasi 1X24 jam pasien diharapkan 5. Melakukan PH 5. Melakukan tindakan pasien sambil mengajari keperawatan terpenuhi dalam keluarga 6. Monitoring tindakan perawatan 6. Observasi tindakan yang sudah dirinya secara yang dilakukan dilakukan optimal 7. Beri HE pentingnya 7. Membantu Kriteria Hasil : perawatan diri memberikan -.Wajah tidak informasi secara lesu jelas. - Kulit tidak saling melengket - Badan menjadi harum
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta. Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta. Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf Indonesia, Surabaya. Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.