LAPORAN PENDAHULUAN STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. S DENGAN CIDERA KEPALA RINGAN DI RUANG UNIT GAWAT DARURAT RST dr. SOEJONO MAGELANG
PENYUSUN: CATUR SINGGIH MAHARDIKA, S.Kep 3213036
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA 2014
CIDERA KEPALA RINGAN
A.
DEFINISI Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan perlambatan (decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan (Doenges, 1989). Kasan (2000) mengatakan cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala menurut Suriadi & Rita (2001) adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. Sedangkan menurut Satya (1998), cedera kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan otak dari lapisan kulit kepala tulang tengkorak, durameter, pembuluh darah serta otaknya mengalami cidera baik yang trauma tumpul maupun trauma tembus.
B.
EPIDEMIOLOGI Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di Amerika Serikat kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus dari jumlah di atas 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala tersebut (Fauzi, 2002). Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera kepala, dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Dua per tiga dari kasus ini berusia dibawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Lebih dari setengah dari semua pasien cedera kepala berat mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainnya (Smeltzer and Bare, 2002).
C.
ETIOLOGI 1.
Menurut Hudak dan Gallo (1996 : 108) mendiskripsikan bahwa penyebab cedera kepala adalah karena adanya trauma yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu : a.
Trauma primer
Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi dan deselerasi) b.
Trauma sekunder Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.
2.
Trauma akibat persalinan
3.
Kecelakaan, kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil, kecelakaan pada saat olahraga.
D.
4.
Jatuh
5.
Cedera akibat kekerasan. PATOFISIOLOGI Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml/menit/100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output dan akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi Menurut Long (1996) trauma kepala terjadi karena cidera kepala, kulit kepala, tulang kepala, jaringan otak. Trauma langsung bila kepala langsung terluka. Semua itu berakibat terjadinya akselerasi, deselerasi dan pembentukan rongga. Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, kekuatan itu bisa seketika/menyusul rusaknya otak dan kompresi, goresan/tekanan. Cidera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari obyek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari akselerasi,
kikisan/konstusio pada lobus oksipital dan frontal batang otak dan cerebellum dapat terjadi. Sedangkan cidera deselerasi terjadi bila kepala membentur bahan padat yang tidak bergerak dengan deselerasi yang cepat dari tulang tengkorak. Pengaruh umum cidera kepala dari tengkorak ringan sampai tingkat berat ialah edema otak, deficit sensorik dan motorik. Peningkatan
TIK
terjadi dalam rongga
tengkorak (TIK normal 4-15 mmHg). Kerusakan selanjutnya timbul masa lesi, pergeseran otot. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi. Sedangkan
patofisiologi
menurut
Markum
(1999).
trauma
pada
kepala
menyebabkan tengkorak beserta isinya bergetar, kerusakan yang terjadi tergantung pada besarnya getaran makin besar getaran makin besar kerusakan yang timbul, getaran dari benturan akan diteruskan menuju Galia aponeurotika sehingga banyak energi yang diserap oleh perlindungan otak, hal itu menyebabkan pembuluh darah robek sehingga akan menyebabkan haematoma epidural, subdural, maupun intracranial, perdarahan tersebut juga akan mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak menurun sehingga suplay oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan menyebabkan odema cerebral. Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak, karena isi otak terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat pada kenaikan T.I.K (Tekanan Intra Kranial) merangsang kelenjar pituitari dan steroid adrenal sehingga sekresi asam lambung meningkat akibatnya timbul rasa mual dan muntah dan anaroksia sehingga masukan nutrisi kurang (Satya, 1998).
Pathway Trauma kepala
Ekstra kranial
Terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot dan
vaskuler
Tulang kranial
Intrakranial
Terputusnya kontinuitas jaringan tulang
Jaringan otak rusak (kontusio, laserasi)
Gangguan suplai darah
-Perdarahan -Hematoma
Resiko infeksi
Nyeri
Iskemia
Peningkatan TIK
Kejang
Perubahan perfusi jaringan
Hipoksia
Perubahan sirkulasi CSS
-Perubahan outoregulasi -Odem cerebral
Gangg. fungsi otak
Gangg. Neurologis fokal
Mual – muntah Papilodema
Defisit Neurologis
Pandangan kabur Girus medialis lobus temporalis tergeser
Herniasi unkus
Penurunan
fungsi
pendengaran
Gangg. persepsi sensori
Defisit volume cairan Tonsil cerebelum tergeser
Mesesenfalon tertekan
1. Bersihan jln. nafas 2. Obstruksi jln. nafas 3. Dispnea 4. Henti nafas 5. Perub. Pola nafas
Resiko injuri
Bersihan jalan napas tidak efektif
Kompresi medula oblongata
Kerusakan integritas kulit
Immobilisasi Gangg. kesadaran Cemas
Defisit perawatan diri
E. KLASIFIKASI Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut : 1.
Berdasarkan Mekanisme a.
Trauma Tumpul Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor, kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat kekerasaan (pukulan).
b.
Trauma Tembus Trauma
yang
terjadi
karena
tembakan
maupun
tusukan
benda-benda
tajam/runcing. 2.
Berdasarkan Beratnya Cidera Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera didasarkan pada penilaian Glasgow Scala Coma (GCS) dibagi menjadi 3, yaitu : a.
Cedera kepala ringan 1. GCS 13 - 15 2. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit. 3. Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio serebral dan hematoma
b.
Cedera kepala sedang 1. GCS 9 - 12 2. Saturasi oksigen > 90 % 3. Tekanan darah systole > 100 mmHg 4. Lama kejadian < 8 jam 5. Kehilangan kesedaran dan atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam 6. Dapat mengalami fraktur tengkorak
c.
Cedera kepala berat 1. GCS 3 – 8 2. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >24 jam 3. Meliputi hematoma serebral, kontusio serebral
3.
Berdasarkan Morfologi a.
Cedera kulit kepala Cedera yang hanya mengenai kulit kepala. Cedera kulit kepala dapat menjadi pintu masuk infeksi intrakranial.
b.
Fraktur Tengkorak
Fraktur yang terjadi pada tulang tengkorak. Fraktur basis cranii secara anatomis ada perbedaan struktur didaerah basis cranii dan kalvaria yang meliputi pada basis caranii tulangnya lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis lebih melekat erat pada tulang dibandingkan daerah kalvaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis mengakibatkan robekan durameter klinis ditandai dengan bloody otorrhea, bloody rhinorrhea, liquorrhea, brill hematom, batle’s sign, lesi nervus cranialis yang paling sering n i, nvii dan nviii (Kasan, 2000). Sedangkan penanganan dari fraktur basis cranii meliputi : 1.
Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak, misal cegah batuk, mengejan, makanan yang tidak menyebabkan sembelit.
2.
Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu dilakukan tampon steril (consul ahli tht) pada bloody otorrhea/otoliquorrhea.
3.
Pada penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi terlentang dan kepala miring keposisi yang sehat (Kasan : 2000).
c.
Cedera Otak 1)
Commotio Cerebri (Gegar Otak) Commotio Cerebri (Gegar Otak) adalah cidera otak ringan karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala dimana terjadi pingsan < 10 menit. Dapat terjadi gangguan yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa sakit kepala, mual, muntah, dan pusing. Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian
cidera
tidak
diingat
(amnezia
antegrad),
tetapi
biasanya
korban/pasien tidak diingatnya pula sebelum dan sesudah cidera (amnezia retrograd dan antegrad). Menurut dokter ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli bedah syaraf, gegar otak terjadi jika coma berlangsung tidak lebih dari 1 jam. Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat dan mungkin terjadi komplikasi kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan. 2)
Contusio Cerebri (Memar Otak) Merupakan perdarahan kecil jaringan akibat pecahnya pembuluh darah kapiler. Hal ini terjadi bersama-sama dengan rusaknya jaringan saraf/otak di daerah sekitarnya. Di antara yang paling sering terjadi adalah kelumpuhan N.
Facialis atau N. Hypoglossus, gangguan bicara, yang tergantung pada lokalisasi kejadian cidera kepala. 3)
Perdarahan Intrakranial a)
Epiduralis haematoma adalah terjadinya perdarahan antara tengkorak dan durameter akibat robeknya arteri meningen media atau cabang-cabangnya. Epiduralis haematoma dapat juga terjadi di tempat lain, seperti pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior.
b)
Subduralis haematoma Subduralis haematoma adalah kejadian haematoma di antara durameter dan corteks, dimana pembuluh darah kecil vena pecah atau terjadi perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, karena tekanan jaringan otak ke arteri meninggia sehingga darah cepat tertuangkan dan memenuhi rongga antara durameter dan corteks. Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda meningginya tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial).
c)
Subrachnoidalis Haematoma Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu perdarahan pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling sering dan berarti pada praktik sehari-hari adalah perdarahan pada permukaan dasar jaringan otak, karena bawaan lahir aneurysna (pelebaran pembuluh darah). Ini sering menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak.
d)
Intracerebralis Haematoma Terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan subkorteks yang mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau arteri pada jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks. Selaput otak menjadi pecah juga karena tekanan pada durameter bagian bawah melebar sehingga terjadilah subduralis haematoma.
4.
Berdasarkan Patofisiologi a.
Cedera kepala primer Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi rotasi) yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi gegar kepala ringan, memar otak dan laserasi.
b.
Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti hipotensi sistemik, hipoksia, hiperkapnea, edema otak, komplikasi pernapasan, dan infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain.
F.
MANIFESTASI KLINIK 1.
Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2.
Kebingungan
3.
Iritabel
4.
Pucat
5.
Mual dan muntah
6.
Pusing
7.
Nyeri kepala hebat
8.
Terdapat hematoma
9.
Kecemasan
10.
Sukar untuk dibangunkan
11.
Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
G.
PEMERIKSAAN FISIK a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik) b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK c. Sistem saraf : 1. Kesadaran GCS. 2. Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial. 3. Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang. d. Sistem pencernaan 1. Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar tanyakan pola makan? 2. Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
3. Retensi urine, konstipasi, inkontinensia. e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot. f. Kemampuan komunikasi: kerusakan pada hemisfer dominan disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis. g. Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga. H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1.
CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark/iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
2.
MRI Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3.
Cerebral Angiography Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
4.
EEG (Elektroencepalograf) Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5.
X-Ray Mendeteksi
perubahan
struktur
tulang
(fraktur),
perubahan
struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang. 6.
BAER Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7.
PET Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8.
CSF, Lumbal Pungsi Dapat
dilakukan
jika diduga
terjadi perdarahan
subarachnoid
dan untuk
mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan serebrospinal. 9.
ABGs Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
10.
Kadar Elektrolit Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial
11.
Screen Toxicologi Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.
G.
PENATALAKSANAAN Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut: 1.
Observasi 24 jam
2.
Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu. Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya cairan infus dextrosa 5%, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
3.
Pada anak diistirahatkan atau tirah baring.
4.
Terapi obat-obatan. a.
Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.
b.
Terapi
hiperventilasi
(trauma
kepala
berat),
untuk
mengurangi
vasodilatasi. c.
Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
d.
Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
e.
Pada trauma berat cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP).
5.
Pembedahan bila ada indikasi.
I. KOMPLIKASI 1.
Hemorrhagie
2.
Infeksi
3.
Edema serebral dan herniasi
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat b.
Identitas Penanggung jawab Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.
c.
Riwayat kesehatan : Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea/takipnea, sakit kepala, wajah simetris/tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.
d.
Pengkajian per sistem 1).
Keadaan umum
2).
Tingkat kesedaran : composmetis, apatis, somnolen, sopor, koma
3).
TTV
4).
Sistem Pernapasan Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, nafas bunyi ronchi.
5).
Sistem Kardiovaskuler Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi kemudian takikardi.
6).
Sistem Perkemihan Inkotenensia, distensi kandung kemih
7).
Sistem Gastrointestinal
Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami perubahan selera 8). SistemMuskuloskeletal Kelemahan otot, deformasi 9). Sistem Persarafan Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinitus, kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan, gangguan pengecapan . Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil, kehilangan pengindraan, kejang, kehilangan sensasi sebagian tubuh. a. Nervus cranial N.I
: penurunan daya penciuman
N.II
: pada trauma frontalis terjadi penurunan
penglihatan
N.III, N.IV, N.VI: penurunan lapang pandang, refleks cahaya menurun, perubahan ukuran pupil, bola mta tidak dapat mengikuti perintah, anisokor. N.V
: gangguan mengunyah
N.VII, N.XII
:lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah
N.VIII
: penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh
N.IX , N.X , N.XI jarang ditemukan b. NO
1
2
Skala Koma glasgow (GCS) KOMPONEN
NILAI 1 2 3
Tidak berespon Suara tidak dapat dimengerti, rintihan Bicara kacau/kata-kata tidak tepat/tidak
4 5 1 2 3 4 5 6 1 2
nyambung dengan pertanyaan Bicara membingungkan, jawaban tidak tepat Orientasi baik Tidak berespon Ekstensi abnormal Fleksi abnormal Menarik area nyeri Melokalisasi nyeri Dengan perintah Tidak berespon Rangsang nyeri
VERBAL
MOTORIK
HASIL
3
3 4
Reaksi membuka
Dengan perintah (rangsang suara/sentuh) Spontan
mata (EYE)
c. Setiap
Fungsi motorik ekstremitas
diperiksa dan dinilai dengan skala berikut yang digunakan
internasional : RESPON Kekuatan normal Kelemahan sedang Kelemahan berat (antigravity) Kelemahan berat (not antigravity) Gerakan trace Tak ada gerakan
SKALA 5 4 3 2 1 0
Format Pengkajian Keperawatan Gawat Darurat
AIRWAY
Identitas
Tgl/ Jam Triage Transportasi
: No. RM : P1/ P2/ P3 Diagnosis Medis : Ambulan/Mobil Pribadi/ Lain-lain … …
: :
Nama
:
Jenis Kelamin
:
Umur
:
Alamat
:
Agama
:
Status Perkawinan
:
Pendidikan
:
Sumber Informasi
:
Pekerjaan
:
Hubungan
:
Suku/ Bangsa
:
Keluhan Utama
:
Jalan Nafas
: Paten
Tidak Paten
Obstruksi
: Lidah
Cairan
Benda Asing
Darah
Oedema
Gurgling
crowing
Muntahan Suara Nafas : Snoring Keluhan Lain: ... ...
BREATHING
Masalah Keperawatan:
Nafas
: Spontan
Tidak Spontan
Gerakan dinding dada: Simetris
Asimetris
Irama Nafas
Normal
: Cepat
Dangkal
Tidak Ada
Tidak ada
secara
Pola Nafas
: Teratur
Tidak Teratur
Jenis
: Dispnoe Kusmaul
Suara Nafas
: Vesikuler
Sesak Nafas
: Ada
Cyene Stoke
Wheezing
Lain… …
Ronchi
Tidak Ada
Cuping hidung Ada
Tidak Ada
Retraksi otot bantu nafas : Ada Tidak Ada Pernafasan : Pernafasan Dada
Pernafasan Perut
RR : ... ... x/mnt Keluhan Lain: … … Masalah Keperawatan:
Nadi
: Teraba
Tidak teraba
N: … …x/mnt
CIRCULATION
Tekanan Darah : … … mmHg Pucat
: Ya
Tidak
Sianosis
: Ya
Tidak
CRT
: < 2 detik
> 2 detik
Akral
: Hangat
Dingin
Pendarahan
: Ya, Lokasi: ... ... Jumlah ... ...cc
Turgor
: Elastis
Diaphoresis: Ya
S: ... ...C Tidak ada
Lambat Tidak
Riwayat Kehilangan cairan berlebihan: Diare Muntah Luka bakar Keluhan Lain: ... ... Masalah Keperawatan:
DISABILITY
Kesadaran: Composmentis Delirium Somnolen Koma GCS
: Eye ...
Verbal ...
Motorik ...
Pupil
: Isokor
Unisokor
Pinpoint
Refleks Cahaya: Ada
Tidak Ada
Refleks fisiologis: Patela (+/-) Lain-lain … … Refleks patologis : Babinzky (+/-) Kernig (+/-) Lain-lain ... .. Kekuatan Otot : Keluhan Lain : … … Masalah Keperawatan:
Medriasis
EXPOSURE
Deformitas
: Ya
Tidak
Lokasi ... ...
Contusio
: Ya
Tidak
Lokasi ... ...
Abrasi
: Ya
Tidak
Lokasi ... ...
Penetrasi
: Ya
Tidak
Lokasi ... ...
Laserasi
: Ya
Tidak
Lokasi ... ...
Edema
: Ya
Tidak
Lokasi ... ...
Luka Bakar
: Ya
Tidak
Lokasi ... ...
Grade : ... ... % Jika ada luka/ vulnus, kaji: Luas Luka
: ... ...
Warna dasar luka: ... ... Kedalaman Lain-lain
: ... ... : ... ...
FIVE INTERVENSI
Masalah Keperawatan: Monitoring Jantung : Sinus Bradikardi
Sinus Takikardi
Saturasi O2 : … …% Kateter Urine : Ada
Tidak
Pemasangan NGT : Ada, Warna Cairan Lambung : ... ... Pemeriksaan Laboratorium : ... ... Lain-lain: ... ... Masalah Keperawatan:
Tidak
GIVE COMFORT (H 10 SAMPLE
Nyeri : Ada
Tidak
Problem : ... ... Qualitas/ Quantitas : ... ... Regio : ... ... Skala : ... ... Timing : ... ... Lain-lain : ... ... Masalah Keperawatan: Keluhan Utama
:
Mekanisme Cedera (Trauma)
:
Sign/ Tanda Gejala
:
Allergi
:
Medication/ Pengobatan
:
Past Medical History
: Riwayat Penyakit sebelumnya
Last Oral Intake/Makan terakhir
:
(H2) HEAD TO TOE
Event leading injury : Peristiwa sebelum/awal cedera (Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non trauma) Kepala dan wajah
:
Leher
:
Dada
:
Abdomen dan Pinggang
:
Pelvis dan Perineum
:
Ekstremitas Masalah Keperawatan:
:
2. Diagnosa Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah: 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial. 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan pusat pernapasan di medula oblongata 3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia. 4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran. 5. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah. 6. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial. 7. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial. 8. Resiko infeksi berhubungan dengan kontinuitas yang rusak akibat trauma kepala.
9. Ansietas berhubungan dengan kesadaran menurun mengenai kondisi penyakit akibat trauma kepala. 10. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi. 11. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan defisit neurologis. 3.
Rencana Asuhan Keperawatan terlampir
4.
Evaluasi 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intracranial teratasi. 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan pusat pernapasan di medula oblongata teratasi 3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia teratasi. 4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran teratasi. 5. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah teratasi. 6. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intracranial teratasi. 7. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial teratasi. 8. Resiko infeksi berhubungan dengan kontinuitas yang rusak akibat trauma kepala teratasi. 9. Ansietas berhubungan dengan kesadaran menurun mengenai kondisi penyakit akibat trauma kepala teratasi. 10. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi teratasi. 11. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan defisit neurologis teratasi.
DAFTAR PUSTAKA Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. 2004. Nursing Interventions Classification : Fourth Edition. United States of America : Mosby. Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition. United States of America : Mosby. NANDA (2005) Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006. NANDA International. Philadelphia. NANDA International. 2011. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC. Potter, P. (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan : konsep, proses, praktek, edisi 4. EGC, Jakarta. Smeltzer,Suzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &Suddarth volume 3.Jakarta:EGC