LAPORAN PENDAHULUAN HEMOROID
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANYUMAS
Oleh: Rizka Rahmaharyanti, S.Kep G4D014001
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS PURWOKERTO 2014
HEMOROID
A. Latar Belakang Hemoroid adalah varikositis akibat dilatasi (pelebaran) pleksus vena hemoroidalis internal yang fisiologis, sehingga tidak begitu berbahaya. Meskipun hemoroid tidak berbahaya, akan tetapi apabila pelebaran pembuluh darah vena bertambah luas, maka kita tetap perlu mencegahnya. Pencegahan dengan cara memperbanyak makan makanan yang berserat tinggi, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran segar. Selain itu juga minum air putih yang banyak (1 jam 1 gelas air putih). Minum air putih yang banyak dan makan makanan yang berserat adalah cara agar dapat mempermudah defekasi. Apabila buang air besar lancar, maka hemoroid kemungkinan besar tidak akan terjadi. Selain mengkonsumsi makanan yang berserat dan banyak minum air putih, hemoroid dapat dicegah dengan cara olah raga teratur, perbanyak jalan kaki, kurangi berdiri terlalu lama dan duduk terlalu lama, serta istirahat yang cukup.
B. Definisi Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan diketahui mengawali atau memperberat adanya hemoroid. (Brunner & Suddarth, 2002) Hemoroid merupakan gangguan sirkulasi darah yang berupa pelebaran pembuluh (dilatasi) vena pada anus dan rektal. Pembuluh darah tersebut disebut sebagai venecsia atau varises di daerah anus atau perianus. Pelebaran pembuluh darah tersebut terjadi disebabkan karena bendungan darah dalam susunan pembuluh darah vena dan tidak hanya melibatkan pembuluh darah, tetapi juga melibatkan jaringan lunak dan otot sekitar anorektal (Smeltzer, 2001).
C. Etiologi Beberapa penyebab dari munculnya hemoroid menurut Sjamsuhidayat & Jong (2004) yaitu:
1. Usia, degenerasi dari seluruh jaringan tubuh sehingga otot sfingter menjadi tipis dan atonis. 2. Kehamilan, janin pada uterus serta perubahan hormonal menyebabkan pembuluh darah hemorodialis meregang dan dapat diperparah ketika terjadi tekanan saat persalinan. 3. Konstipasi, dapat terjadi jika feses terlalu kering yang timbul akibat defekasi terlalu lama dan jumlah H2O yang diserap akan melebihi normal, sehingga feses tetap menjadi kering dan keras. 4. Pekerjaan, seperti pekerjaan yang mengharuskan berdiri atau duduk terlalu lama dan mengangkat beban yang berat memiliki faktor predisposisi untuk terjadi hemoroid. 5. Hereditas, menurunkan kelemahan dinding pembuluh darah. 6. Nutrisi, kurang mengkonsumsi makanan berserat 7. Obesitas
D. Patofisiologi Distensi vena awalnya merupakan struktur yang normal pada daerah anus, karena vena ini berfungsi sebagai katup yang dapat membantu menahan beban. Namun apabila distensi terus menerus akan terjadi gangguan vena berupa pelebaran-pelebaran pembuluh darah vena. Distensi tersebut bisa disebabkan karena adanya sfingter anal akibat konstipasi, kehamilan, tumor rektum, pembesaran prostat. Penyakit hati kronik yang dihubungkan dengan hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah kedalam sistem portal. Selain itu portal tidak memiliki katub sehingga mudah terjadi aliran balik. Fibroma uteri juga bisa menyebabkan tekanan intra abdominal sehingga tekanan vena portal dan vena sistemik meningkat kemudian ditransmisi daerah anarektal. Aliran balik dan peningkatan tekanan vena tersebut di atas yang berulang-ulang akan mendorong vena terpisah dari otot sekitarnya sehingga vena prolap dan menjadi hemoroid. Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra
abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya (Price & Wilson, 2005).
E. Klasifikasi Menurut Price & Wilson (2005), hemoroid dibagi menjadi beberapa klasifikasi diantaranya : 1. Hemoroid internal Pada hemoroid jenis ini terjadi pembengkakan pleksus hemorodialis interna yang kemudian
terjadi
peningkatan
yang
berhubungan
dalam
massa
jaringan
yang
mendukungnya, lalu terjadi pembengkakan vena. Hemoroid interna dikelompokkan dalam derajat I, II, III dan IV sebagai berikut : a. Derajat I
: Apabila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal anus dan hanya dapat dilihat dengan anorektoskop
b. Derajat II
: Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri ke dalam anus secara spontan
c. Derajat III
: Pembesaran hemoroid yang prolaps dan dapat masuk kembali ke dalam anus dengan bantuan dorongan jari
d. Derajat IV
: Prolaps hemoroid yang permanen, rentan dan cenderung untuk mengalami trombosis dan infark
2. Hemoroid eksternal Benjolan pada hemoroid ini terletak dibawah linea pectinea. Hemoroid eksterna dibagi menjadi : a. Hemoroid akut
: Pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan merupakan suatu hematoma. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.
b. Hemoroid kronis atau skin tag : Hemoroid ini berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan ikat dan sedikit pembuluh darah.
F. Tanda dan Gejala 1. Hemoroid Tanda dan gejala yang muncul dari hemoroid internal maupun eksternal menurut Mansjoer (2000) diantaranya : a.
Hemoroid internal - Prolaps dan keluar mukus - Perdarahan rektal - Rasa tidak nyaman - Gatal
b.
Hemoroid eksternal
- Rasa terbakar - Nyeri (jika mengalami trombosis) - Gatal 2. Post Hemoroidektomi : a. Nyeri pada area luka operasi yang kemungkinan dapat menghambat Konstipasi b. Kesulitan BAK, karena takut mengenai luka operasi c. Keterbatasan dalam melakukan aktivitas perawatan diri. d. Ketidaktahuan klien dalam pemulihan pasca operasi.
G. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien hemoroid adalah : 1. Anoskopi Untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid 2. Sigmoidoskopi Anus dan rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan rektal dan rasa tidak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal, dan kanker 3. Pemeriksaan Barium Enema X-Ray Pemeriksaan ini dilakukan apda pasien dengan umur diatas 50 tahun dan pasa pasien dengan perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap hemoroid
H. Pathway Pre Hemoroidektomi
Post Hemoroidektomi
Resiko Konstipasi
I. Pengkajian Pengkajian merupakan suatu pendekatan yang sistematis untuk mengumpulkan data atau informasi dan menganalisa sehingga dapat diketahui kebutuhan penderita tersebut. 1. Pre Operasi Subjektif a. Pola makan dan minum
- Kebiasaan - Keadaan saat ini b. Riwayat kehamilan Kehamilan dengan frekwensi yang sering akan menyebabkan hemorrhoid berkembang cepat c. Riwayat penyakit hati Pada hypertensi portal, potensi berkembangnya hemorrhoid lebih besar. d. Gejala / keluhan yang berhubungan
- Perasaaan nyeri dan panas pada daerah anus - Perdarahan dapat bersama feces atau perdarahan spontan (menetes) - Prolaps (tanyakan pasien sudah berapa lama keluhan ini, faktor-faktor yang menyebabkannya dan upaya yang dapat menguranginya serta upaya atau obatobatan yang sudah digunakan)
- Gatal dan pengeluaran sekret melalui anus Obyektif a. Pemeriksaaan daerah anus
- Tampak prolaps hemorrhoid, atau pada hemorrhoid eksterna dapat dilihat dengan jelas. Rasakan konsistensinya, amati warna dan apakah ada tanda trombus juga amati apakah ada lesi.
- Pemeriksaan rabaan rektum (rectal toucher) b. Amati tanda-tanda kemungkinan anemia :
- Warna kulit - Warna konjungtiva - Waktu pengisian kembali kapiler - Pemeriksaan Hb
2. Post Operasi a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan adalah pengkajian mengenai keadaan lingkungan yang tenang (nyaman), pengkajian mengenai pengetahuan tentang perawatan pre operasi. Selain itu juga penting dilakukan pengkajian mengenai harapan klien setelah operasi. b. Pengkajian pola nutrisi metabolik setelah operasi adalah mengenai kepatuhan klien dalam menjalani diit setelah operasi. c. Pengkajian pola eliminasi setelah operasi adalah ada tidaknya perdarahan. Pengkajian mengenai pola BAB dan buang air kecil. Pemantauan klien saat mengejan setelah operasi, juga kebersihan setelah BAB dan buang air kecil. d. Pengkajian pola aktivitas dan latihan yang penting adalah mengenai aktivitas klien yang dapat menimbulkan nyeri, pengkajian keadaan kelemahan yang dialami klien. e. Pengkajian pola tidur dan istirahat adalah mengenai gangguan tidur yang dialami klien akibat nyeri. f. Pengkajian pola persepsi kognitif adalah mengenai tindakan yang dilakukan klien bila timbul nyeri. g. Pengkajian pola persepsi dan konsep diri klien adalah kecemasan yang dialami klien setelah operasi.
J. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan pada pasien dengan hemoroid (Doenges dkk, 1999) meliputi : Pre operasi
1. Nyeri b.d agen injuri biologis (pembengkakan, trombus pembuluh darah pada anus) 2. Konstipasi b.d nyeri pada saat defekasi 3. Resti perdarahan b.d. penekanan pada vena hemoroidal akibat konstipasi. 4. Cemas b.d. rencana pembedahan 5. Kurang pengetahuan b.d. kurang informasi tentang operasi. Post operasi
1. Nyeri b.d agen injuri fisik (luka insisi post hemoroidektomi) 2. Resiko konstipasi b.d hemoroidektomi
3. Gangguan mobilitas fisik b.d. menurunnya kekuatan/ketahanan konstruktur nyeri. 4. Resiko tinggi perdarahan b.d. hemoroidektomi 5. Defisit perawatan diri b.d. kelemahan, nyeri. 6. Resiko tinggi infeksi b.d. adanya luka operasi di daerah anorektal. 7. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. resiko tinggi perdarahan.
K. Fokus Intervensi 1. Meningkatkan kenyamanan 2. Mencegah komplikasi 3. Memberikan informasi trntang prosedur pembedahan,/prognosis, kebutuhan pengobatan dan potensial komplikasi.
L. Perencanaan keperawatan Diagnosa Tujuan Pre Operasi Setelah dilakukan asuhan Nyeri b.d agen keperawatan diharapkan nyeri dirasakan pasien injuri biologis yang (pembengka- berkurang dengan kriteria kan, trombus hasil: pembuluh darah di anus) Pain Level, Pain control, Post Operasi Comfort level Nyeri b.d agen injuri fisik Indikator (luka insisi Mampu mengontrol post hemoroidnyeri (tahu penyebab ektomi) nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Intervensi Pain Management - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi - Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan - Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau - Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan - Kurangi faktor presipitasi nyeri - Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal) - Ajarkan tentang teknik non farmakologi - Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri - Evaluasi keefektifan kontrol nyeri - Tingkatkan istirahat Analgesic Administration
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Tanda vital dalam rentang normal Keterangan : Keluhan ekstrim Keluhan berat Keluhan sedang Keluhan ringan Tidak ada keluhan Resiko konstipasi b.d hemoroidektomi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan konstipasi tidak terjadi dengan kriteria hasil: Bowel elimination Hydration
Indikator Mempertahankan bentuk feses lunak setiap 1-3 hari Bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi Mengidentifikasi indicator untuk mencegah konstipasi Keterangan : Keluhan ekstrim Keluhan berat Keluhan sedang Keluhan ringan Tidak ada keluhan
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat - Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi - Cek riwayat alergi - Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri - Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali - Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
Constipation/ Impaction Management - Monitor tanda dan gejala konstipasi - Monior bising usus - Monitor feses: frekuensi, konsistensi dan volume - Konsultasi dengan dokter tentang penurunan dan peningkatan bising usus - Mitor tanda dan gejala ruptur usus/peritonitis - Jelaskan etiologi dan rasionalisasi tindakan terhadap pasien - Identifikasi faktor penyebab dan kontribusi konstipasi - Dukung intake cairan - Kolaborasikan pemberian laksatif
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, E. M., Moorhouse, F. M., & Geisser, C. A. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan (3 ed.). Jakarta: EGC. Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W. I., & Setiowulan, W. (2001). Kapita selekta kedokteran (Edisi Ketiga ed., Vol. Jilid 1). Jakarta: Media Aesculaplus. NANDA International. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012 - 2014. (M. Ester, Ed., M. Sumarwati, D. Widiarti, & E. Tiar, Trans.) Jakarta: EGC. Potter & Perry. (2006). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 vol 1. Jakarta: EGC Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit (6 ed., Vol. II). (H. Hartanto, Ed., & B. U. Pend it, Trans.) Jakarta: EGC. Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC Suddarth, B. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (8 ed., Vol. 3). Jakarta: EGC.