PEMBUATAN MIE RUMPUT LAUT (Makalah Praktikum Teknologi Hasil Perikanan dan Perairan)
Oleh Kelompok 7 Afrianto Nuari Putra
1414051003
Dora Safitri
1414051030
Meta Aquarista Galia
1414051063
Mukaromah Eka Nurlita
1414051068
Tri Rezky Wulandari
1414051094
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2016
I.
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Diversifikasi olahan rumput laut telah dilakukan untuk mengantisipasi penggunaan bahan tambahan serta mengupayakan pemanfaatan rumput laut sebagai salah satu sumber pangan kaya gizi. Rumput laut merupakan salah satu hasil perikanan laut yang dapat menghasilkan devisa negara dan merupakan sumber pendapatan masyarakat pesisir. Potensi rumput laut di Indonesia mempunyai prospek yang cukup cerah, karena diperkirakan terdapat 555 spesies rumput laut yang tersebar di perairan Indonesia dengan total luas lahan perairan yang dapat dimanfaatkan sebesar 1,2 juta hektar. Salah satu bahan makanan yang merupakan sumber serat adalah rumput laut. Komposisi utama rumput laut yang dapat digunakan sebagai bahan pangan adalah karbohidrat. Kandungan karbohidrat pada rumput laut sebagian besar terdiri dari serat dan dikenal sebagai dietary fiber. Menurut Chaidir (2007) kandungan serat rumput laut adalah 9,62% dari 100 gram berat kering. Selain serat, rumput laut juga mengandung pektin yang membuat mie lebih kenyal. Dalam produk makanan, rumput laut seringkali digunakan sebagai alternatif bahan yang menguntungkan dan dapat meningkatkan nilai gizi. Mie merupakan suatu jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Penambahan rumput laut pada pembuatan mie basah, diharapkan dapat meningkatkan konsumsi gizi yang lebih variatif bagi masyarakat luas dan pemenuhan kebutuhan gizi terutama zat gizi mikro, salah satunya adalah iodium. Selain kandungan iodiumnya, komposisi utama dalam rumput laut adalah karbohidrat, yang sebagian besar kandungannya terdiri dari polimer polisakarida yang berbentuk serat. Pada umumnya mie kering yang telah beredar dipasaran bahan baku telah beredar dipasaran bahan baku utamanya adalah tepung terigu dimana komposisi kimianya tidak mengandung vitamin A, tetapi tepung terigu sebagai bahan baku utama membuat mie yang terbuat dari biji gandum pilihan yang berkualitas tinggi, dapat merupakan zat gizi yang menyediakan energi bagi
tubuh dan juga dapat membantu memperbaiki tekstur serta menambah cita rasa dari bahan pangan.Jadi penambahan rumput laut pada pembuatan mie basah, diharapkan dapat meningkatkan kandungan iodium dan serat di dalam mie basah. Oleh karena itu pada praktikum ini penting dilakukan untuk mengetahui proses pembuatan mie dengan bahan dasar rumput laut dan jenis rumput laut yang digunakan yaitu Eucheuma Cottonii (Wirjatmadi, 2002).
I.2. Tujuan Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui prinsip pembuatan mie rumput laut. 2. Dapat melakukan proses pembuatan mie dengan bahan dasar rumput laut. 3. Dapat melakukan uji organoleptik terhadap mie yang dihasilkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Rumput Laut Rumput laut
(seaweed) adalah jenis ganggang yang berukuran besar
(macroalgae) yang termasuk tanaman tingkat rendah dan termasuk divisi thallophyta. Rumput laut memiliki sifat morfologi yang mirip, karena rumput laut tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, batang dan daun walaupun sebenarnya berbeda. Bentuk - bentuk tersebut sebenarnya hanyalah thallus. Bentuk 5 thallus rumput laut bermacam - macam antara lain, bulat seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong dan rambut dan sebagainya. Rumput laut merupakan salah satu komoditas hasil laut yang berpotensi untuk dikembangkan. Potensi rumput laut cukup besar dan tersebar hampir diseluruh perairan nusantara. Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah dari jenis ganggang merah (Rhodophyceae) karena mengandung agar - agar, karaginan, porpiran, furcelaran maupun pigmen fikobilin (terdiri dari fikoeretrin dan fikosianin) yang merupakan cadangan makanan yang mengandung banyak karbohidrat. Rumput laut jenis lain ada juga yang dimanfaatkan yaitu jenis ganggang coklat (Phaeophyceae). Ganggang coklat ini banyak mengandung pigmen klorofil a dan c, beta karoten, violasantin dan fukosantin, pirenoid, dan lembaran fotosintesa (filakoid). Ganggang coklat juga mengandung cadangan makanan berupa laminarin, selulose, dan algin, selain itu ganggang merah dan coklat banyak mengandung iodium (Aslan, 2008).
2.2. Jenis-jenis Rumput Laut Jenis-jenis rumput laut yag dibudidayakan di Indonesia (Kordi , 2011), yaitu :Rumput laut atau alga laut yang tergolong dalam divisi Thallophyta. Thallophytaadalah jenis tumbuhan berthalus yang terdiri atas 4 kelas, yaitu
alga hijau (Chlorophyceae), alga cokelat (Phaeophyceae), alga merah (Rhodophyceae), dan alga hijau biru (Myxophyceae).
a.Alga Merah Alga merah (Rhodophyceae) atau yang biasa disebut rumput laut merah merupakan kelas dengan spesies yang bernilai ekonomis dan paling banyak dimanfaatkan. Tumbuhan jenis ini di dalam dasar laut sebagai fitobentos dengan menancapkan dirinya pada substrat lumpur, pasir, karang hidup, karang mati,cangkang moluska, batu vulkanik ataupun kayu. Habitat atau tempat hidup umum tumbuhan jenis ini adalah terumbu karang. Tumbuhan jenis ini hidup pada kedalaman mulai dari garis pasang surut terendah sampai sekitar 40 meter. Di Indonesia alga merah atau rumput laut merah terdiri dari 17 marga dan 34 jenis serta 31 jenis diantaranya sudah banyak dimanfaatkan dan bernilai ekonomis. Pada jenis rumput laut yang termasuk dalam kelas alga merah sebagai penghasil karaginan adalah Kappaphycus dan hypnea, sedangkan yang mengandung agar-agar (agarofit) adalah Gracilari dan Gelidium. b.Alga Hijau Alga hijau (Chlorophyceae) dapat ditemukan pada kedalaman hingga 10 meter atau lebih di daerah yang memiliki penyinaran yang cukup. Rumput laut jenis ini tumbuh melekat pada substrat seperti batu, batu karang mati, cangkang moluska, dan ada juga yang tumbuh di atas pasir. Di Indonesia rumput laut jenis ini terdapat sekitar 12 marga. Terdapat sekitar 14 jenis telah dimanfaatkan sebagai bahan konsumsi dan obat.
c.Alga Cokelat Pada peraiaran Indonesia terdapat sekitar 8 margakelas alga cokelat atau rumput laut cokelat (Phaeophyceae). Tumbuhan jenis ini merupakan
kelompok alga laut penghasil algin (alginofit). Jenis rumput laut cokelat yang berasal dari kelas ini yang terutama sebagai penghasil alginat ialah sargassum sp,Cystoseira sp, dan Turbinariasp. Alga cokelat merupakan jenis rumput laut yang memiliki ukuran besar. Alga cokelat ada yang membentuk padang alga di laut lepas (Anggadiredja, 2006). 2.3. Komposisi Kimia Rumput Laut Pemanfaatan rumput laut dapat dimaksimalkan dengan diversifikasi produk olahan rumput laut yang merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan daya guna dan nilai ekonomis dari rumput laut yang dapat membantu dalam pemenuhan gizi pada tubuh manusia. Rumput laut memiliki kandungan gizi yang tinggi terutama vitamin, mineral dan serat. Gizi rumput laut yang terpenting adalah trace element, khususnya kandungan yodiumnya, kandungan yodium pada rumput laut (Eucheuma cottonii) berkisar 0,1–0,15% dari bobot keringnya serta kandungan seratnya yang tinggi. Kandungan yodium pada rumput laut sekitar 2.400 sampai 155.000 kali lebih banyak dibandingkan kandungan yodium pada sayur - sayuran yang tumbuh di daratan. Rumput laut sering dimasak untuk hidangan rasa atau sup sebelum dikonsumsi. Ketika direbus rumput laut dalam air selama 15 menit dapat kehilangan kandungan yodium hingga 99%, sedangkan yodium dalam Sargassum, rumput laut coklat yang sama, kehilangan sekitar 40%kandungan yodium (Istini, 2002). Menurut Pereira Leonel (2011) kandungan yodium pada rumput laut dibedakan menjadi 3 macam yaitu rumput laut hijau kandungan yodiumnya < 1 μg/100g, rumput laut cokelat 40,11 μg/100g dan rumput laut merah 9,05 μg/100g. Eucheuma cottonii termasuk dalam rumput laut coklat yang memiliki kandungan yodium ± 40,11 μg/100g. Tabel.1 Komposisi Kimia Rumput Laut kering (g/100g bahan kering).
2.4. Manfaat Rumput Laut
Ganggang merah memiliki kandungan agar - agar, karaginan, porpiran maupun furcelaran. Jenis ganggang cokelat yang berpotensi untuk dimanfaatkan, seperti Sargassum dan Turbinaria. Ganggang cokelat memiliki kandungan pigmen klorofil a dan c, beta karotin,violasantin ,fukosantin ,pirenoid dan filakoid (lembaran fotosintesis), cadangan makanan berupa laminarin, dinding sel yang terdapat selulose dan alginat. Ganggang merah dan ganggang cokelat termasuk jenis bahan makanan sebagai penghasil yodium. Rumput laut juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan, misalnya saja dapat dijadikan bahan dasar pembuatan mie. Bahan dasar dalam pembuatan mie yang biasa digunakan seperti gandum yang masih diekspor dari luar negeri dan harga yang masih sangat mahal. Pembuatan mie juga masih menggunakan bahan - bahan yang berbahaya seperti boraks untuk pengenyal yang sangat berbahaya untuk kesehatan. Pengembangan produk diversifikasi rumput laut turut berperan dalam menyediakan jenis produk pilihan yang sesuai dengan yang diinginkan konsumen, termasuk dalam pengembangan produk pangan fungsional (Suyanti, 2008). 2.5. Deskripsi Mie
Mie adalah adonan tipis dan panjang yang telah digulung, dikeringkan, dan dimasak dalam air mendidih. Istilah ini juga merujuk kepada mie kering yang harus dimasak kembali dengan dicelupkan dalam air. Orang Eropa menyebut pasta (dari bahasa Italia) secara generik, dan noodle (bahasa Inggris) untuk pasta yang berbentuk memanjang. Di Asia sendiri, pasta yang dibuat selalu berbentuk memanjang. Berbagai bentuk mie dapat ditemukan di berbagai tempat. Perbedaan mie terjadi karena campuran bahan, asal usul tepung sebagai bahan baku, serta teknik pengolahan. Mie merupakan produk makanan dengan bahan baku tepung terigu yang sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia. Produk mie umumnya digunakan sebagai sumber energi karena memiliki karbohidrat yang cukup tinggi. Makanan berbasis tepung-tepungan seperti mie sangat digemari masyarakat Indonesia dan dikonsumsi sebagai makanan selingan, bahkan sudah mulai menjadimenu utama terutama untuk menu sarapan pagi. Mie kering banyak digunakan sebagai produk olahan alternatif pengganti nasi. Apabila mie yang dikonsumsi tidak dicampur dengan bahan lain maka kandungan gizinya kurang memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mie rumput laut ini memiliki banyak keutamaan. Selain mengandung gizi tinggi, mie rumput laut ini mengandung banyak kalsium, serat, omega, dan yodium.Proses pembuatan mi rumput laut berjenis Eucheuma cottonii tak banyak berbeda dengan mie biasa (Ismail, 2011).
III.
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1.Waktu dan Tempat Pada praktikum ini tentang Pembuatan Mie Rumput Laut dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal Oktober 2016, pukul 10.00-12.00 WIB, di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. 3.2.
Alat dan Bahan Pada praktikum ini alat yang digunakan adalah sebagai berikut kompor, wajan, oven, blender, pisau, penggiling mie, saringan, pengaduk atau sutil, baskom, wadah atau loyang, sendok, piring, talenan, dan deep frying. Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini di antaranya adalah rumput laut, tepung terigu, kuning telur, garam, air, minyak dan tepung tapioka.
3.3.
Diagram Alir Adapun diagram alir pada praktikum pembuatan mie rumput laut ,yaitu sebagai berikut:
3.3.1 Pembuatan mie rumput laut kering Ditimbang 200 gram rumput laut ,dipotong kecil-kecil.
Diblender hingga halus, ditambah ½ gelas air.
Ditimbang 500 gram tepung terigu ,dan diadonin dengan bubur rumput laut. Kemudian ditambahkan 1 butir kuning telur, dan ditambahkan garam secukupunya.
Digiling dengan alat penggiling hingga halus( dimana sebelumnya alat penggiling tersebut telah dilumuri minyak dan tepung tapioka), dan dicetak menjadi mie.Serta ditabur dengan tapioka (untuk mempermudah dalam pencetakan mie).
Lalu setelah itu, adonan mie dimasukkan ke wadah dan kemudian dimasukkan ke oven (T=60°C, t =2 hari). Sesudah dioven digoreng dengan (T=130°C, t =5 menit), dan setelah itu direbus (T=100°C, t= 1 menit ). Diuji organoleptiknya .
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Pengamatan Adapun data pengamatan pada praktikum ini adalah sebagai berikut Tabel 1. Mie rumput laut basah. Uji Organolept Kelompok
Perlakuan
ik
1 sampai 4
Mie rumput
Warna Putih
laut basah.
kekuningan
Tekstur Kenyal
Rasa Khas mie
Aroma Khas mie
Kenyal
Sangat
Khas mie
Sebelum dikasih 1 sampai 4
bumbu Setelah
Kuning
dikasih
kecoklatan
gurih
bumbu
Tabel 2. Mie rumput laut kering Uji Organolepti Kelompok
Perlakuan
5 sampai 9 Setelah di oven selama 2 hari. Suhu 60 0C
k Warna Putih
Tekstur Keras
Rasa Khas
Aroma Khas
kekuningan
( Kering )
mie
mie
kering
kering
5 sampai 9 Sesudah
Kuning
Sangat
Khas
Khas
digoreng
renyah dan
mie
mie
Suhu 130 0C
sedikit
Selama 5
keras
menit dengan keep drying.
Sesudah
Kuning
direbus
Cukup kenyal
Khas Khas
mie
mie
4.2. Pembahasan Mie rumput laut adalah Karbohidrat dalam rumput laut sangat bermanfaat bagi kesehatan, juga tidak berbahaya untuk penderita diabetes karena akan memperlambat penyerapan glukosa sehingga mencegah peningkatan indeks glikemik secara drastis. Pembuatan mie rumput laut menggunakan rumput laut kering yang direndam dan kemudian dihancurkan menggunakan blender, setelah itu baru dicampur dengan tepung terigu dan diolah menjadi mie seperti biasa. Kenampakkan mie rumput laut tidak jauh berbeda dari kenampakkan mie lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekstur mie yang dihasilkan adalah komposisi mie tersebut yang meliputi kadar air, protein, lemak, dan pati yang sesuai sehingga mie yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan. Tekstur
mie yang dihasilkan lebih baik pada mie yang
mengandung rumput laut 4% dan 8% daripada yang tidak mengandung rumput laut ( Martini, 2011). Pada proses pembuatan mie rumput laut ditambahkan air diadonan yang berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat, membentuk sifat kenyal gluten juga melarutkan garam. Air sangat menentukan konsistensi dan karakteristik rheologi dari adonan. Selain itu air juga
berfungsi sebagai pelarut bahan-bahan tambahan dalam pembuatan mie, sehingga dapat terdispersi secara merata. Pemberian jumlah air yang optimum akan membentuk adonan mie yang baik. Penggunaan air dalam proses pembuatan mieidealnya 28-38% dari berat tepung terigu. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan penyerapan tepung terigu terhadap air, juga kandungan air yang terdapat pada tepung (moisture). Kelebihan atau kekurangan dalam pemberian air dapat mempengaruhi kualitas mie. Jika penggunaan air kurang dari 28%, adonan mie akan terasa keras atau sulit untuk diproses. Jika penggunaan air lebih dari 38%, adonan mie akan menjadi lembek dan lengket (Suhardi, 1996). Selain ditambahkan air dan minyak, proses pembuatan mie rumput laut juga ditambahkan kuning telur. Telur memiliki fungsi sebagai bahan pengikat, bahan pengental, bahan pelindung dan bahan pengembang, pengemulsi. Jika ditambahkan bahan kering seperti tepung maka telur akan membeku dan daya ikatnya semakin permanen. Lesitin pada kuning telur merupakan pengemulsi yang baik, dapat mempercepat hidrasi air pada terigu dan bersifat mengembangkan adonan. Mie yang menggunakan telur rasanya lebih gurih, tekstur mie menjadi elastis dan kenyal. Pemakaian minimal telur adalah 3% sampai 10 % dari berat tepung (Afriwanti, 2008). Pada proses pembuatan mie rumput laut ditambahkan juga garam. Pemakaian garam pada pembuatan mie bersifat untuk kekenyalan serta elastisitas pada mie yang dihasilkan. Garam yang biasa digunakan adalah Na2CO3 (sodium carbonat) dan K2CO3 (pattasium carbona). Garam dapur juga dapat menghambat aktifitas enzim protease dan amilase sehingga mie tidak bersifat lengket dan mengembang secara berlebihan. Garam merupakan bahan penyedap yang bisa digunakan dalam makanan. Garam digunakan untuk memberi rasa gurih dan meningkatkan kelihatan gluten. Selain itu garam merupakan suatu bahan pemadat (pengeras). Apabila adonan tidak memakai garam maka adonan tersebut akan agak basah. Garam memperbaiki butiran dan susunan pati menjadi lebih kuat serta secara tidak langsung membantu pembentukan warna. Pemakaiannya garam adalah 0,2% sampai 3% dari berat
tepung. Selain itu proses pembuatan mie rumput laut ditambahkan juga tepung terigu. Didalam tepung terigu terdapat suatu senyawa yang dinamakan gluten. Gluten merupakan protein yang bersifat khas yang terdapat pada tepung terigu yaitu mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada saat pembuatan atau pencetakan dan pemasakan. Selain itu juga akan menghasilkan tekstur, konsistensi dan rasa yang khas dari produk yang dihasilkan (Bambang, 2012). Bahan baku yang digunakan pada praktikum ini adalah jenis rumput laut merah (Eucheuma cottonii). Eucheuma cottonii adalah jenis rumput laut penghasil karaginan (carragenophyte). Jenis karaginan yang dihasilkan dari rumput laut ini adalah kappa karagenan Ciri-ciri Eucheuma cottonii yaitu thallus
silinder, permukaan
licin,
cartilageneus
(menyerupai
tulang
rawan/muda), serta berwarna hijau terang, hijau olive dan cokelat kemerahan. Percabangan thallus berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan) dan duri lunak/tumpul untuk melindungi gametangia. Percabangan bersifat dichotomus (percabangan dua-dua) atau trichotomus (sistem percabangan tiga-tiga). Habitat rumput laut Eucheuma cottonii memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis. Oleh karena itu, rumput laut ini hanya mungkin hidup pada lapisan fotik, yaitu kedalaman sejauh sinar matahari masih mampu mencapainya (Winarno, 1996). Winarno
(2002)
menyatakan
bahan
makanan
yang
cukup
banyak
mengandung yodium adalah yang berasal dari laut. Kandungan yodium hasil laut yang tertinggi adalah rumput laut. Rumput laut memiliki berbagai macam jenis, salah satunya rumput laut jenis Eucheuma cottonii. Kandungan yodium pada rumput laut (Eucheuma cottonii) segar sebelum direndam sebesar 15,28 μg/g sedangkan pada rumput laut kering tanpa direndam adalah 12,32 μg/g. Kandungan yodium rumput laut sekitar 2.400 sampai 155.000 kali lebih banyak dibandingkan kandungan yodium dalam sayur-sayuran. Ada dua buah jenis Eucheuma yang cukup komersil yaitu Eucheuma spinossum dan Eucheuma cottonii. Eucheuma spinossum (Eucheuma dentilacum) merupakan penghasil biota karagenan dan Eucheuma cottonii (Kapaphycus alvarezii)
sebagai penghasil kappa karagenan. Umumnya Eucheuma cottonii tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu (reef). Habitat khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air laut yang tetap,variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu karang mati (Muchtadi, 1992). Hasil yang diperoleh pada pembuatan mie rumput laut adalah pada kelompok 1 sampai 4 perlakuan mie rumput laut basah atau sebelum dikasih bumbu mie masih memiliki warna putih kekuningan, dengan tekstur kenyal dan aroma maupun rasa masih khas mie. Pada perlakuan mie basah setelah dikasih bumbu hasil yang diperoleh warna mie menjadi kuning kecoklatan, tekstur kenyal dengan rasa sangat gurih dan beraroma khas mie. Sedangkan pada kelompok 5 sampai 9 dengan perlakuan pembuatan mie rumput laut kering atau pengovenan. Pada pengovenan dilakukan dengan suhu 600C selama 2 hari dengan menghasilkan warna mie menjadi putih kekuningan, tekstur mie keras atau kering dan rasa maupun aroma masih khas mie. Pada perlakuan setelah mie digoreng dengan suhu 1300C dengan menggunakan alat keep drying selama 5 menit, mie yang dihasilkan berwarna kuning dengan tekstur sangat renyah, sedikit keras dan rasa ataupun aroma tetap khas mie. Tetapi setelah mie kering tersebut dilakukan perebusan warna mie tetap kuning, dengan tekstur yang dihasilkan yaitu cukup kenyal, aroma khas mie dan rasa tetap khas mie.
Mie merupakan bahan pangan yang berbentuk pilihan memanjang dengan diameter 0,07-0,125 inchi yang dibuat dengan bahan baku terigu. Perbedaan mie basah dan mie kering . Mie basah adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan mengalami perebusan dalam air mendidih terlebih dahulu. Pembuatan mie basah secara tradisional dapat dilakukan dengan bahan utama tepung terigu dan bahan pembantu seperti air, telur dan pewarna. Mie basah dibedakan dengan mie jenis lain berdasarkan kadar air dan tingkat pemasakan awalnya. Mie mentah yang belum direbus mengandung air sekitar 35 %, mie basah (mie mentah yang direbus) mengandung air sekitar 52 %, mie kering (mie mentah yang dikeringkan) sekitar 10 %, mie instan (mie mentah yang dikukus kemudian digoreng) sekitar 8 %, sedangkan mie goreng (mie mentah
yang digoreng) mengandung lipid sekitar 20 %. Tekstur mie basah yang baik salah satunya adalah dapat dilihat dari kekuatan regangan (tensile) merupakan gaya tekan maksimal sampai mie basah putus (Trees, 2003). Mie kering adalah mie mentah yang dikeringkan dengan kadar air antara 810%. Pengeringan umumnya dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan menggunakan oven. Karena sifat kering inilah maka mie mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan dalam penanganannya cukup mudah. Jurnal yang berkaitan dengan praktikum ini yaitu berjudul” Pembuatan Mie Kering Dari Tepung Terigu Dengan Tepung Rumput
Laut
Kedelai”,dimana
Yang
Difortifikasi
jurnal
tersebut
Dengan
Kacang
membahas
tentang
pembuatan mie kering dari tepung terigu dengan tepung rumput laut yang difortifikasi dengan kacang kedelai. Metode yang digunakan yaitu rumput sebelumnya dihaluskan dan hingga diperoleh
laut
dibersihkan
lalu
diayak dengan tepung
dan
Kacang
dicuci kemudian
ayakan
Rumput
kedelai
80
laut
Kacang kedelai.Tepung terigu dicampur
mesh
dan tepung
dengan
tepung
rumput laut yang difortifikasi dengan tepung kacang kedelai lalu
diolah
dan selanjutnya diproses
menjadi
mie
o kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 60 C.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa,kondisi fisik mie yang paling baik dilihat dari segi warna dan bentuk adalah pada pencampuran 60 g tepung terigu, 20 g tepung rumput laut yang difortifikasi dengan 20 g tepung kacang kedelai. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan tersebut diatas, berat tepung terigu lebih besar (banyak) daripada berat tepung rumput laut dan tepung kacang kedelai. Seperti yang telah diketahui bahwa terigu memiliki protein khusus,yaitu gluten sebesar 80 % dari total protein. Gluten terdiri dari komponen gliadin dan glutelin yang menghasilkan sifat viskoelastis. Atau
dengan kata lain gluten adalah protein yang merupakan suatu massa kohesif dan mempunyai sifat viskoelastis yang dapat meregang dan elastis. Kandungan tersebut yang dapat membuat adonan tepung terigu dapat dibuat menjadi lembaran, digiling, dicetak ataupun dibuat mengembang. Dari karakter itu dapat dihasilkan beratus-ratus produk yang sukar ditiru oleh bahan nonterigu.(Utami,1998) Dan dari hasil pengolahan data untuk analisa mie diperoleh kadar protein, kadar air, kadar abu yang telah memenuhi syarat mutu mie kering, Standart Nasional Industri (SNI) 01-2774-1992. Sedangkan untuk kadar vitamin A yang diperoleh sangat rendah, hal ini disebabkan pada saat pengolahan ada pengaruh panas yaitu pengeringan mie dalam oven dengansuhu 600 C. Dimana bahan makanan yang dikeringkan sangat mudah mengalami kehilangan aktivitas vitamin A dan provitamin A, karena pengeringan ini memberi kesempatan terjadinya oksidasi dan juga karena adanya degradasi thermal, sehingga terjadi penyusutan vitamin A.Suatu bahan makanan dapat dipertahankan vitamin A-nya dengan cara menambahkan vitamin A sintetik tanpa menimbulkan masalah cita rasa, dengan aktivitas biologis yang baik dan mempunyai stabilitas yang baik. Vitamin A yang disemprot kering juga berguna dalam bahan makanan campuran yang ditambah dengan vitamin lain. (Andarwulan, 1998). Kemudian untuk organoleptik dari uji Kruskal-Wallis diperoleh hasil bahwa H diterima pada taraf nyata 0,05. Dan dari perolehan persentase skor untuk bau mie yang dihasilkan, 68 % menyatakan tidak normal yaitu bau langu. Adanya bau langu pada mie disebabkan dari kacang kedelai yang mengandung SBTI ( Soybean Tripsin Inhibitor) oleh enzim – enzim Lypoksigase, Urease yang terdapat pada kacang kedelai. (Lindawati). Adanya enzim Lypoksigase dalam biji kacang kedelai akan mengoksidasi Lipid yang akan menghasilkan senyawa etil vinil keton yang menyebabkan bau langu pada mie yang dihasilkan. Bau langu tersebut akan semakin kuat (jelas) bila dilakukan perendaman serta penggilingan kacang kedelai mentah. (Mustakas, 1996).
V.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut : 1. Pada perlakuan mie rumput laut basah (kelompok 1 sampai 4), setelah perebusan atau sebelum dikasih bumbu mie yang dihasilkan yaitu berwarna putih kekuningan dengan tekstur, kenyal dan beraroma maupun rasa khas mie. 2. Pada perlakuan mie basah setelah dikasih bumbu warna mie menjadi kuning kecoklatan, dengan tekstur kenyal, aroma khas mie dan rasa sangat gurih. 3. Pada kelompok 5 sampai 9, perlakuan pembuatan mie rumput laut kering atau dioven selama 2 hari dengan suhu 600C diperoleh warna mie putih kekuningan, tekstur keras (kering) dengan rasa dan aroma khas mie kering. 4. Saat mie rumpu laut kering dilakukan penggorengan dengan alat keep drying selama 5 menit dengan suhu 1300C diperoleh warna mie kuning, tekstur sangat renyah, sedikit keras, dan beraroma maupun rasa khas mie. 5. Pada perlakukan mie rumput laut kering yang telah direbus dihasilkan warna mie kuning dengan tekstur cukup kenyal, dan aroma maupun rasa tetap khas mie. 6. Pada saat pengadonan ditambahkan telur yang berfungsi sebagai pengemulsi yang baik, dapat mempercepat hidrasi air pada tepung terigu dan bersifat mengembangkan adonan. 7. Penambahan air pada saat proses pemblenderan rumput laut tidak boleh terlalu banyak, karena dapat penyebabkan tekstur mie menjadi lengket dan menjadi sulit pada saat pencetakan. 8. Pemakaian garam pada pembuatan mie rumput laut untuk kekenyalan, memberikan rasa yang gurih pada mie yang dihasilkan serta bersifat elastisitas. 9. Didalam tepung terigu terdapat suatu senyawa yang dinamakan gluten. Gluten merupakan protein yang bersifat khas yang terdapat pada tepung terigu yaitu mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada saat pembuatan atau pencetakan dan pemasakan. Selain itu juga akan menghasilkan tekstur, konsistensi dan rasa yang khas dari produk yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Afriwanti. 2008. Mempelajari Pengaruh Penambahan Tepung Rumput Laut (Kappaphycus alvezii) terhadap Karakteristik Fisik Surimi Ikan Nila (Oreochromis sp.), Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Anggadiredja, JT. 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta. Aslan, L.M. 1998. Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta. Bambang W. 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. KencanaPrenada Media Group. Jakarta. Chaidir, A. 2007. Kajian Rumput Laut Sebagai Sumber Serat Alternatif Untuk Minuman Berserat. Thesis. IPB. Bogor. Istini, S. A. 2002. Manfaat dan Pengolahan Rumput Laut. Jurnal Penelitian. BPTP. Jakarta. Martini, Kus Sri. 2011. Kimia Bahan Makan. UNS-Press. Surakarta. Muchtadi, T. R. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. IPB. Bogor. Pereira, Leonel. 2011. A Review of The Nutrient Composition of Selected Edible Seaweeds, Nova Science publisher, Inc, ISBN 978-1-61470-878-0. Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Suyanti. 2008. Membuat Mi Sehat. Penebar Swadaya. Jakarta. Trees. 2003. Pemanfaatan Rumput Laut Eucheuma sp. untuk Peningkatan Kadar Winarno, F. G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wirjatmadi, B., Adriani, M. dan Purwanti, S. 2002. Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Dalam Meningkatkan Nilai Kandungan Serat dan Yodium Tepung Terigu Dalam Pembuatan Mi Basah. P3G. Lembaga Penelitian Universitas Airlangga.
LAMPIRAN
GAMBAR
Adapun gambar yang diperoleh dari praktikum yang telah dilakukan, yaitu sebagai berikut:
Penimangan tepung terigu
Rumput laut diblender untuk memperkecil ukurannya sehingga lebih muda untuk diaplikasika.
Pecampuran bahan kedalam tepung kalis dibuat terigu hingga homogen
adonan yang telah bulatan-bulatan kecil lalu dimasukkan ke dalam mesin penggiling.
Lembaran-lembaran mie kemudian tersebut Dimasukkan ke wadah.
dimasukkan ke oven.
Mie yang telah dilakukan perlakuan kemudian Pegovenan.
lembaran mie
Mie tersebut
dilakukan perlakuan perebusan.
Mie yang telah jadi kemudian diuji Sifat organoleptiknya.