2. Menentukan Pengalaman Belajar
Menentukan isi atau materi
Mengorganisasikan pengalaman dan bahan belajar
Evaluasi
1. Tujuan umum dan Tujuan Khusus
Analisis Situasi
Menentukan Tujuan Khusus
Menentukan dan Mengorganisasikan isi pelajaran
Menetukan dan Mengorganisasi Metode
Evaluasi
4
2
MAKALAH
MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah
Analisis Pengembangan Kurikulum
Dosen Pengampu : Widodo Winarso, M. Pd.I
Disusun Oleh :
Mardiatus Solehah (1414151031)
Muhamad Rafi Fatkhi (1414151034)
Nada Dhiyah (1414151038)
Tadris Matematika-A/V
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, ridha, dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas terstruktur Mata Kuliah Analisis Pengembangan Kurikulum.
Dalam makalah ini kami akan memaparkan mengenai Model Pengembangan Kurkulum.Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Widodo Winarso, M. Pd.I yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini bisa menambah kemampuan berfikir ilmiah bagi kami dan memberi referensi pengetahuan bagi pembaca. Kami menantikan saran dan kritik yang membangun agar makalah ini bias menjadi lebih baik.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb
Cirebon , September 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Bab IPendahuluan 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 1
Tujuan 1
Bab IIPembahasan 3
Model Pengembangan Kurikulum……..........................................3
Macam-macam Model Pengembangan Kurikulum ……………. 4
The administrative (line-staff) model
The grass-roots model
The demonstration model
Beauchamp's system model
Taba's interved model
Roger's interpersonal relations model
The systematic action-research model
Emerging technical model
Model tyler
Model oliva
Model dynamic skilbeck
Model wheeler
Model nicholls
Model Pengembangan Kurikulum di Indonesia ……………………14
Bab III : Penutup . 19
Kesimpulan............................................................................... 19
Saran………………………………………............................. 20
Daftar Pustaka .. 21
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Kurikulum merupakan salah satu dimensi yang penting bagi dunia pendidikan. Kurikulum merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan yang menjadi landasan dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran ini dilakukan sebagai upaya untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum. Perkembangan suatu kurikulum dari waktu ke waktu juga disebabkan oleh banyak faktor. Misalnya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Faktor ini dapat menyebabkan kurikulum dilakukan pengembangan yang nantinya menghasilkan model-model pengembangan kurikulum.
Dengan berbagai faktor tersebut, kebutuhan akan suatu kurikulum di setiap negara pun akan berbeda. Di indonesia sendiri telah mengalami pasang surut perubahan model kurikulum. Dimulai dari model pengembangan kurikulum top-down sampai dengan model pengembangan kurikulum down-top. Seringnya pergantian model kurikulum yang digunakan bukanlah tanpa alasan. Mengikuti tren perkembangan teknologi, pergantian jabatan dalam ruang lingkup pemerintah, kedua hal tersebut bisa dikatakan sebagai sekian dari penyebab sering bergantinya kurikulum di Indonesia.
Model sebagai konsep dasar mengenai usaha pelaksaaan dan penilaiaan pembelajaran dalam ruang lingkup pendidikan menjadi bahan acuan dalam pemilihan sekaligus penetapan kurikulum yang digunakan. Model pengembangan kurikulum disini memuat ide atau gagasan, tata cara pelaksanaan dan evaluasi hasil akhir.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang model pengembangan kurikulum pada umumnya dan macam-macam model pengembangan kurikulum hasil dari pemikiran para ahli. Selain itu, kami juga akan membahas beberapa model pengembangan kurikulum yang pernah berlaku di indonesia.
RUMUSAN MASALAH
Dengan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, kami menarik beberapa rumusan permasalahan yang terkait, adapun sebagai berikut :
Apa yang dimaksud dengan model pengembangan kurikulum ?
Apa saja macam-macam model pengembangan kurikulum yang ada?
Bagaimana gambaran model perkembangan kurikulum yang ada di Indonesia?
TUJUAN
Dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan, kami akan mengemukakan beberapa tujuan dari mempelajari permasalah tersebut, diantaranya:
Untuk mengetahui gambaran dari model pengembangan kurikulum.
Untuk mengetahui macam-model pengembangan kurikulum yang ada.
Untuk mengetahui model perkembangan kurikulum yang ada di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
Menurut Good (1972) dan Travers (1973) dalam (sanjaya, 2008) model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks atau sistem, dalam bentuk naratif, matematis, grafis serta lambang-lambang lainnya. Model pada dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu ke dalam realitas, yang sifatnya lebih praktis. Model berfungsi sebagai sarana untuk mempermudah komunikasi, sebagai petunjuk yang bersifat perspektif untuk mengambil keputusan, dan sebagai petunjuk perancanaan untuk kegiatan pengelolaan.
Dalam pengembangan kurikulum, model merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum secara menyeluruh ataupun salah satu bagian dari kurikulum. Ada model yang mempersoalkan keseluruhan proses dan ada pula yang hanya menitikberatkan pandangannya pada mekanisme penyusunan kurikulumnya(arifin, 2012).
Konsep pengembangan kurikulum adalah suatu perencanaan kurikulum yang bertujuan memperoleh kurikulum yang lebih baik dalam rangka mencapai tujuan tertentu, yakni perubahan perilaku para siswa. Pendekatan pengembangan kurikulum terdiri dari tiga langkah, yaitu:
Merumuskan tujuan dalam bentuk tingkah laku
Memilih dan menemukan situasi belajar untuk mencapai tujuan- tujuan tersebut.
Merancang serta mengembangkan metode assesment untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan tersebut(hamalik, 1993).
Beberapa ide yang mendasari pengembangan kurikulum didapat dari (1) adanya perubahan dalam pengembangan visi, misi, tujuan dan sasaran yang diemban, (2) perubahan ilmu dan teknologi yang semakin cepat, (3) hasil evaluasi terhadap kurikulum sebelumnya, (4) perubahan kebutuhan stakeholders, (5) pandangan atau saran dari para pakar atau ahli, (6)tuntutan dunia global dan lain sebagainya (wahidmurni, 2010).
Dapat disimpulkan bahwa model pengembangan kurikulum adalah pola, rancangan, konsep yang menggambarkan proses dan prosedur suatu kurikulum untuk dijadikan acuan dalam pelaksanaan pendidikan.
MACAM-MACAM MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
Dalam pengembangan kurikulum ada beberapa model yang dapat digunakan. Setiap model memiliki ciri khas tertentu yang dapat dilihat dari keluasan pengembangan kurikulum maupun tahapan pengembangan sesuai dengan pendekatannya.
Robert S. Zais (1976) dalam bukunya "Curriculum: Principles and Foundations" mengemukakan delapan model pengembangan kurikulum. Dasar teoritisnya yaitu institusi, pengambilan keputusan, ruang lingkup kegiatan yang termuat dalam kurikulum, realitas impelementasinya, pendekatan permasalahan dengan cara pelaksanaannya, penelitian sistematis tentang masalahnya, dan pemanfaatan teknologi dalam pengembangan kurikulum (arifin, 2012). Adapun model-modelnya adalah sebagai berikut :
The Administrative (Line-Staff) Model
Model ini dikembangkan pada tahun 1957oleh Smith, Stanley dan Shores. Model ini sering disebut line staff karena dikembangkan dari atas ke bawah, dimana gagasan pengembangan kurikulum datang dari pejabat atau administrator pendidikan kemudian pelaksanaan pengembangan kurikulum di tingkat bawah menggunakan prosedur-prosedur administrasi yang bersifat sentralistik.
Langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum dalam model ini adalah sebagai berikut :
Pertama, membentuk suatu panitia pengarah yang terdiri dari pejabat administrasi tingkat atas yang bertugas merumuskan konsep dasar, landasan kebijakan dan strategi utama pengembangan kurikulum.
Kedua, setelah kebijakan kurikulum dikembangkan, panitia pengarah memilih dan menugaskan para ahli sebagai panitia pelaksana untuk bertanggung jawab dalam mengonstruksikan kurikulum.
Ketiga, setelah panitia melaksanakan penyusunan kurikulum selanjutnya kurikulum di revisi olehn panitia pengarah. Rencana kurikulum yang telah direvisi dan final, kemudian diuji cobakan oleh panitia pelaksana yang lain yang tidak terlibat dalam penyusunan kurikulum.
Keempat, berdasarkan hasil uji coba tersebut, dilakukan modifikasi dan selanjutnya kurikulum ditetapkan penggunaannya secara luas melalui kebijakan Menteri Pendidikan Nasional.
Kelemahan dari model administratif yaitu tidak demokratis, karena pengembangan kurikulum dilakukan atas arahan atasan ke bawahan, bukan berdasarkan kebutuhan dan aspirasi dari bawah ke atas, begitupun juga perubahan kurikulumnya tidak mengacu pada perubahan masyarakat melainkan manipulasi organisasi dengan pembentukan macam-macam kepanitiaan (rusman, 2012).
The Grass-Roots Model
Model ini merupakan lawan dari model administratif yang juga dikembangkan oleh Smith, Stanley dan Shores. Pengembang kurikulum pada model grass-roots (akar rumput) berada di tangan guru-guru sebagai pelaksana kurikulum di sekolah, baik yang bersumber dari satu sekolah maupun dari beberapa sekolah sekaligus. Metode ini didasari oleh dua hal pokok, yaitu: pertama, implementasi kurikulum akan lebih berhasil apabila guru-guru sebagai pelaksana terlibat secara langsung dalam pengembangan kurikulum. Kedua, pengembangan kurikulum bukan hanya melibatkan personel yang profesional (guru) saja, tetapi juga siswa, orang tua dan masyarakat.
Model grass-roots ini didasarkan atas empat prinsip, yaitu: (a) kurikulum akan bertambah baik, jika kemampuan profesional guru bertambah baik; (b) kompetensi guru akan bertambah baik, jika guru terlibat secara aktif dalam merevisi kurikulum; (c) jika guru terlibat dalam merumuskan tujuan yang ingin dicapai, menyeleksi, mendefinisikan dan memecahkan masalah, mengevaluasi hasil, maka hasil pengembangan kurikulum akan lebih bermakna; dan (d) hendaknya diantara guru terjadi kontak langsung sehingga mereka dapat saling memahami dan mencapai suatu konsensus tentang prinsip-prinsip dasar, tujuan, dan rencana.
Dalam pelaksanaannya, para administrator cukup membimbing dan memberikan dorongan agar guru dapat melaksanakan tugas pengembangan kurikulum secara demokratis dan ini menjadi kelebihan dari model grass root (arifin, 2012).
Kelemahan dari model grass root adalah metode partisipasi yang demokratis dalam proses yang khusus, bersifat teknis, dan kompleks sehingga setiap keputusan haruslah memperhatikan pendapat masyarakat umumnya seperti orangtua murid dan tokoh masyarakat. Peran pemikiran satu orang satu suara belum tentu menghasilkan sesuatu yang terbaik dalam suatu situasi, otoritas oleh pihak tertentu juga diperlukan.
Menanggapi dari kelemahan model grass root yang sudah dipaparkan diatas, perlu diingat bahwa model ini telah memperkuat landasan pembuat keputusan kurikulum dan bertanggung jawab terhadap keinginan-keinginan masyarakat. Model ini pun memungkinkan adanya kompetisi namun ke arah peningkatan mutu dan sistem pendidikan (rusman, 2012).
The Demonstration Model
Keinginan dan permintaan untuk perubahan yang luas dalam kurikulum seringkali dirasa sebagai ancaman. Hal ini terjadi karena Model demonstrasi yang tadinya dirancang untuk memperkenalkan inovasi kurikulum skala kecil, kemudian ada upaya untuk menerapkannya dalam revisi kurikulum dalam program yang luas, sehingga mendapat sanggahan dalam kalangan masyarakat. Menurut Smith, Stanley dan Shores dalam (rusman, 2012) model demonstrasi dilaksanakan dalam dua bentuk, yaitu:
Bentuk pertama cenderung bersifat formal, sekelompok guru diorganisasikan dalam suatu sekolah secara terpisah yang ditugaskan untuk mengembangkan proyek percobaan kurikulum. Tujuannya yaitu untuk menghasilkan segmen baru dalam kurikulum, dengan harapan hasilnya dapat diadopsi oleh kurikulum sekolah. Dalam bentuk ini, model dianggap sebagai representasi variasi model administratif.
Bentuk kedua dianggap kurang formal, karena guru-guru yang merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada membuat eksperimen di dalam area tertentu. Mereka bekerja dalam bentuk organisasi atau personal dengan tujuan menghasilkan alternatif praktik kurikulum. Jika eksperimen berhasil, maka diajukan untuk diadopsi penggunaannya di sekolah. Bentuk ini mewakili pendekatan grass-roots untuk merekayasa kurikulum.
Keuntungan model demonstrasi antara lain: (a) karena kurikulum yang dihasilkan telah di ujicoba dalam praktik yang nyata, maka dapat memberi alternatif yang dapat bekerja, (b) perubahan kurikulum pada bagian tertentu lebih mudah untuk disepakati dan diterima dari pada secara keseluruhan, (c) mudah mengatasi hambatan, dan (d) menempatkan guru sebagai inisiatif dan nara sumber sehingga para administrator dapat mengarahkan minat dan kebutuhan guru-guru dalam mengembangkan program baru (arifin, 2012).
Kelemahan utama model ini adalah model menciptakan pertentangan-pertentangan baru di kalangan guru, karena guru-guru yang tidak terlibat di dalam proses pengembangan cenderung bersikap ragu, tidak percaya dan cemburu sehingga mereka akan menerima kurikulum baru itu dengan sepele atau setengah hati (rusman, 2012).
Beauchamp's System Model
Sistem yang diformalisasikan oleh G.A.Beauchmap (1975) dalam bukunya "Curriculum Theory", dalam (arifin, 2012) mengemukakan adanya lima langkah kritis dalam pengambilan keputusan pengembangan kurikulum, yaitu: (a) menentukan lokasi pengembangan kurikulum. Lokasi itu bisa berupa kelas, sekolah, sistem persekolahan regional atau sistem pendidikan nasional; (b) memilih dan mengikutsertakan personalia yang akan ikut terlibat dalam pengembangan kurikulum (c)mengorganisasikan personalia tersebut ke dalam lima tim yang terdiri dari: tim pengembang kurikulum, tim peneliti kurikulum, tim penyusun kurikulum baru, tim perumus kriteria kurikulum, serta tim penyusun dan penulis kurikulum baru; (d) menentukan implementasi kurikulum; dan (e) evaluasi kurikulum, yang meliputi empat dimensi: penggunaan kurikulum oleh guru, desain kurikulum, hasil belajar peserta didik dan sistem kurikulum (rusman, 2012).
Taba's Interved Model
Pengembangan kurikulum model ini lebih menitikberatkan kepada bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai proses perbaikan dan penyempurnaan melalui tahapan-tahapan yang harus dikembangkan dan dilakukan oleh para pengembang kurikulum.
Pengembangan kurikulum biasanya dilakukan secara deduktif yang dimulai dari langkah penentuan prinsip-prinsip kebijakan dasar, merumuskan desain kurikulum, menyusun unit-unit kurikulum, dan mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas.Namun, Hilda Taba tidak sependapat dengan tahapan-tahapan tersebut. Alasannya, pengembangan kurikulum secara deduktif tidak dapat menciptakan pembaruan kurikulum. Oleh sebab itu, menurut Hilda Taba kurikulum sebaiknya dikembangkan secara terbalik yaitu dengan pendekatan induktif.
Ada lima langkah pengembangan kurikulum model terbalik dari Taba ini, yaitu:
Menghasilkan unit-unit percobaan (pilot unit) melalui langkah-langkah sebagai berikut:
Mendiagnosis kebutuhan.
Memformulasikan tujuan.
Memilih isi.
Mengorganisasi isi.
Memilih pengalaman belajar
Mengorganisasi pengalaman belajar.
Menentukan alat evaluasi serta prosedur yang harus dilakukan siswa.
Menguji keseimbangan kurikulum.
Menguji coba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menentukan validitas dan kelayakan penggunanya.
Merevisi dan mengonsolidasikan unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh dalam uji coba.
Mengembangkan keseluruhan kerangka kurikulum.
Implementasi dan desiminasi kurikulum yang telah teruji. Pada tahap terakhir ini perlu dipersiapkan guru-guru melalui penataran-penataran, lokakarya dan lain sebagainya serta mempersiapkan fasilitas dan alat-alat sesuai dengan tuntutan kurikulum (sanjaya, 2008).
Roger's Interpersonal Relations Model
Muriel Grosby Rogers dalam bukunya yang berjudul Who Changes The Curriculum dalam (rusman, 2012) mengungkapkan bahwa "perubahan kurikulum adalah perubahan manusia". Menurut Rogers (1970: 338) manusia berada dalam proses perubahan (becoming, developing, changing). Sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri, tetapi karna ada hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan orang lain untuk memperlancar atau mempercepat perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainnya hanyalah pendorong dan pemberi kemudahan terhadap perkembangan anak.
Ada empat langkah pengembangan kurikulum menurut Rogers (1967: 722) yaitu pemilihan target dari sistem pendidikan, partisipasi guru dalam pengembangan kelompok imtensif, pengembangan pengalaman kelompok yang intensif bagi kelas, dan partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok (rusman, 2012).
Kelebihan dari model ini diperuntukan bagi semua pihak yaitu (1) bagi pejabat pendidkan, dapat membangun suasana rileks dan komunikasi lebih jelas serta realistis terhadap atasan, bawahan dan sesama anggota, serta lebih mudah menerima ide pembaruan dan mengurangi kekuasaan birokratis; (2) bagi guru atau administrator pendidikan lebih mampu mendengar keluhan siswa dan mampu membangun suasana belajar yang harmonis dan adil; (3) bagi siswa, merasa bebas mengemukakan pendapat dan tidak merasa tertekan serta memiliki tenggang rasa antara siswa; dan (4) bagi orangtua, memudahkan pemecahan masalah yang bersifat pribadi maupun akademis karena paritisipasi antara orangtua dengan administrator pendidikan (rusman, 2012).
The Systematic Action-Research Model
Pengembangan kurikulum dengan menggunakan Model Penelitian Tindakan Sistematik yang dikembangkan oleh Smith, Stanley, dan Shores (1957 : 436) mendasarkan pada asumsi bahwa perubahan kurikulum adalah perubahan sosial, yakni suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa dan guru, struktur dan sistem sekolah, pola relasi personal dan kelompok antara sekolah dan masyarakat. (rusman, 2012).
Tiga faktor utama yang dijadikan bahan pertimbangan dalam model ini adalah adanya hubungan antarmanusia, organisasi sekolah, dan masyarakat, serta otoritas ilmu. Langkah-langkah dalam model ini adalah (a) studi diagnostik masalah dalam kelas atau sekolah, (b) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya, (c) merencanakan pemecahan masalahnya, (d) menentukan keputusan yang diambil sehubungan dengan masalah tersebut, (e) melaksanakan keputusan yang telah diambil dan menjalankan rencana yang telah disusun, (f) mencari fakta secara meluas, dan (g) menilai tentang kekuatan dan kelemahannya (arifin, 2012)
Emerging technical Model
Model ini dicetuskan oleh Kirst dan Walker. Kirst dan Walker seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta nilai-nilai bisnis dalam budaya industri. Mereka mengemukakan bahwa kecenderungan-kecenderungan baru tumbuh berdasarkan tiga orientasi berikut.
Model Analisis Tingkah laku
Model analisis tingkah laku berisi tentang sistem intruksional yang menekankan pada penguasaan tingkah laku atau kemampuan yang dimiliki siswa. Penerapan model ini menuntut kemampuan atau kekuatan administratif organisasi.
Model Analisis Sistem
Model ini memulai kegiatannya dengan cara menjabarkan tujuan-tujuan secara khusus (output), menyusun alat-alat ukur untuk menilai keberhasilannya, kemudian mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses penyelenggaraannya.
Model Berdasarkan Komputer
Model pengembangan kurikulum dengan cara memberdayakan komputer. Pengembangan model ini dimulai dari identifikasi semua unit kurikulum, dan masing masing unit kurikulum memiliki rumusan tentang hasil belajar yang diharapkan. Para siswa dan guru diminta melengkapi pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan dengan unit-unit kurikulum tersebut, kemudian jawaban serta hasil belajar siswa diolah melalui proses komputer dan disimpan dalam komputer (rusman, 2012).
Ada beberapa model pengembangan kurikulum selain dari yang disebutkan oleh Robert S. Zais, antara lain
Model Tyler
Model pengembangan kurikulum Tyler bersifat merancang suatu kurikulum sesuai dengan tujuan dan misi suatu institusi pendidikan. Menurut Tyler ada empat hal yang dianggap fundamental terkait dengan pengembangan kurikulum. Berikut ini penjelasan dari empat hal tersebut:
Menentukan Tujuan
Dalam penyusunan suatu kurikulum, merumuskan tujuan merupakan langkah pertama yang harus dikerjakan. Karena tujuan itu arah atau sasaran pendidian. Merumuskan tujuan kurikulum tergantung dari model kurikulum, teori dan filsafat pendidikan yang dianut. Apapun bentuk dan modelnya, tujuan haruslah mempertimbangkan berbagai sumber untuk kepentingan individu dan kepentingan masyarakat.
Menentukan Pengalaman Belajar
Langkah kedua yaitu menentukan pengalaman belajar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pengalaman belajar adalah segala aktifitas siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan selama proses pembelajaran. Tugas guru sebagai pengembang kurikulum semestinya memahami minat siswa serta bagaimana latar belakangnya, sehingga akan memudahkan guru dalam mendesain lingkungan pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa memperoleh pengalaman belajar.
Mengorganisasi Pengalaman Belajar
Pengorganisasian pengalaman belajar baik dalam bentuk unit mata pelajaran maupun dalam bentuk program akan memberi arah bagi proses pembelajaran. Ada tiga prinsip dalam mengorganisasi pengalaman belajar, yaitu kontuinitas, urutan isi, dan integrasi.
Evaluasi
Proses evaluasi berperan penting untuk menentukan apakah kurikulum yang digunakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah atau belum. Adapun dua aspek yang perlu diperhatikan yaitu, evaluasi harus menilai perubahan tingkah laku siswa berdasarakan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan dan evaluasi sebaiknya menggunakan lebih dari satu alat penilaian dalam suatu waktu tertentu.
Model Oliva
Menurut Oliva suatu model kurikulum harus bersifat simpel, komprehensif dan sistematik. Oliva menggambarkan, model pengembangan kurikulum seperti rumusan filsafat, rumusan tujuan umum, rumusan tujuan khusus, desain perencanaan, implementasi dan evaluasi merupakan komponen-komponen yang tampak saja, karena dalam kenyataannya mengembangkan suatu kurikulum ada 12 komponen yang saling berkaitan.
Komponen I adalah perumusan filosofis, sasaran, misi serta visi lembaga pendidikan, yang semuanya bersumber dari analisis kebutuhan siswa dan analisis kebutuhan masyarakat.Komponen ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang bersifat umum dan sangat ideal. Komponen II adalah analisis kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada, kebutuhan siswa dan urgensi dari disiplin ilmu yang harus diberikan oleh sekolah. Komponen ini sudah mengarah kepada tujuan yang lebih khusus. Sumber kurikulum dapat dilihat dari komponen I dan II.
Komponen III dan IV, berisi tentang tujuan umum dan tujuan khusus yang didasarkan kepada kebutuhan seperti yang tercantum dalam komponen I dan II.. Komponen V berisi tentang bagaimana mengorganisasikan rancangan dan mengimplementasikan kurikulum.
Komponen VI dan VII mulai menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran. Selanjutnya dalam komponen VIII, menetapkan strategi pembelajaran yang dimungkinkan dapat mencapai tujuan. Selama itu pula dapat dilakukan studi awal tentang kemungkinan strategi atau teknik penilaian yang akan digunakan (komponen IX A). Selanjutnya pengembangan kurikulum diteruskan pada komponen X yakni mengimplementasikan strategi pembelajaran. Selanjutnya, pengembang kurikulum kembali pada komponen IX yaitu pada IX B untuk menyempurnakan alat atau teknik penilaian. Teknik penilaian bisa ditambah atau direvisi setelah mendapatkan masukan dari pelaksana atau implementasi kurikulum. Tahap yang terakhir yakni pada komponen XI dan XII dilakukan tahap evaluasi terhadap pembelajaran dan evaluasi kurikulum.
Menurut Oliva, model yang digunakan dapat digunakan dalam beberapa dimensi. Pertama,untuk menyempurnakan kurikulum sekolah dalam bidang-bidang khusus, misalkan penyempurnaan kurikulum bidang studi tertentu di sekolah, baik dalam tataran perencanaan kurikulum maupun dalam proses pembelajaran. Kedua, model ini juga dapat digunakan untuk membuat keputusan dalam merancang suatu program kurikulum. Ketiga,model ini dapat digunakan dalam mengembangkan program pembelajaran secara khusus.
Model Dynamic Skilbeck
Menurut Skilbeck, model Dynamic adalah model pengembangan kurikulum pada level sekolah. Model ini diperuntukan untuk setiap guru yang ingin mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan sekolah. Lima elemen pokok dalam model dinamic adalah sebagai berikut :
Menganalisis situasi
Memformulasikan tujuan
Menyusun program
Interpretasi dan implementasi
Monitoring, feedback, penilaian dan rekonstruksi (sanjaya, 2008).
Model Wheeler
Menurut Wheleer, pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang membentuk lingkaran dan terjadi terus-menerus. Wheleer berpendapat, ada lima tahap dalam pengembangan kurikulum, yakni :
Kelebihan dari model ini adalah :
Memasukan berbagai kematangan yang berhubungan dengan objectives.
Dikembangkannya struktur logis kurikulum.
Menerapkan analisis situasi sebagai titik permulaan
Kekurangan dari model ini adalah :
Wajah yang bersifat logis.
Pengimplementasiannya (putra, 2013).
Model Audrey dan Howard Nicholls
Nicholls menitikberatkan pada pendekatan pengembangan kurikulum yang rasional khususnya kebutuhan untuk kurikulum yang munculnya dari adanya perubahan situasi. Audrey dan Nicholls mendefinisikan kembali metodenya Tyler, Taba, dan Wheeler dengan menekan pada kurikulum proses yang bersiklus atau bentuk lingkaran, dan ini dilakukan demi langkah awal yaitu analisis situas. Ada lima langkah pengembangan kurikulum menurut Nicholls, yaitu :
Model pengembangan kurikulum D.K Wheeler, Audrey dan Howard Nicholls dikategorikan dalam Cycle Models. Adapun kelebihan dari Cycle Models adalah :
Memiliki struktur logis kurikulum yang dikembangkannya.
Menerapkan analisis situasi sebagai titik permulaan dapat memberikan dasar data sehingga tujuan-tujuan yang lebih efektif mungkin akan dikembangkannya.
Melihat berbagai elemen kurikulum sebagai asal yang terus menerus sehingga dapat menanggulangi situasi-situasi baru dan mempunyai konsekuensi untuk bereaksi terhadap perubahan situasi.
Sedangkan kelemahan dari Cycle Models yang menonjol adalah membutuhkan banyak waktu untuk menganalisis situasi belajar.
Gambaran Model Pengembangan Kurikulum di Indonesia
Dalam pasal 1 ayat (13) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar nasional Pendidikan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pasal 1 ayat (27) dinyatakan bahwa "kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu" (redaksi, 2013).
Dalam sejarah pendidikan di Indonesia, kurikulum selalu berubah dari orde lama sampai saat ini. Pada orde lama kurikulum terakhir yang digunakan adalah kurikulum 1964. Pada masa Orde Baru ada beberapa kurikulum misalnya kurikulum 1968, berlaku hingga tahun 1975. Pada tahun 1984 dibuat kurikulum baru dengan nama kurikulum 1975 yang disempurnakan dengan cara belajar siswa aktif. Pada tahun 1994, dikeluarkan kurikulum baru,yakni kurikulum 1994. Kurikulum ini menjadi kurikulum terakhir yang dikeluarkan pada masa Orde Baru (beeby, 1979).
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Kurikulum ini dikenal istilah "satuan pelajaran", yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut "Kurikulum 1975 yang disempurnakan". Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Konsep CBSA yang secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak kendala saat diterapkan secara nasional. Namun, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Tetapi, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil karena beban belajar siswa dinilai terlalu berat dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat.
Sebenarnya ada dua jenis model pengembangan kurikulum yang telah ditempuh di Indonesia, yaitu model yang berorientasi pada tujuan (goal-oriented curriculum) dan model kurikulum berbasis kompetensi (competency- based curriculum)(arifin, 2012).Sebelum jelas membahas mengenai kurikulum berbasis tujuan dan kompetensi berikut ini adalah Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa fungsi dan tujuan pendidikan nasional adalah :
"Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab" (redaksi, 2013).
Model pertama, kurikulum yang berorientasi pada tujuan telah digunakan sejak kurikulum formal di Indonesia sampai dengan 1994 dan berlaku efektif sampai dengan tahun 2003. Tujuan yang ingin dicapai dalam kurikulum ini meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional. Untuk tercapaianya tujuan tersebut ditetapkanlah pokok-pokok materi dan prosedur pembelajaran.
Model kurikulum yang berorientasi pada tujuan memiliki beberapa kebaikan, antara lain : (a) tujuan yang dicapai jelas bagi penyusun kurikulum, (b) memberikan arah yang jelas dalam menetapkan materi pelajaran, metode, jenis kegiatan dan alat yang diperlukan untuk mencapai tujuan, (c) mampu membuat penilaian terhadap proses dan hasil yang dicapai, (d) hasil evaluasi membantu pengembangan kurikulum dalam melakukan perbaikan yang diperlukan.
Sejak tahun 2004 Indonesia menggunakan model kurikulum berbasis kompetensi. Sesuatu yang ingin dicapai dalam model kurikulum yang berorientasi pada tujuan menjadi sesuatu yang harus dikuasai dalam kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menekankan pada pengembangan dan penguasaan kompetensi bagi peserta didik melalui berbagai kegiatan dan pengalaman yang sesuai dengan standar nasional pendidik sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, orangtua dan masyrakat (arifin, 2012).
Kompetensi merupakan integritas antara pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kompetensi dalam konteks pendidikan dan pembelajaran dapat diartikan sebagai (1) kemampuan umum yang harus dimiliki lulusan, (2) modal untuk mengahadapi persaingan dalam era global, (3) pengalaman belajar yang dikaitkan dengan bahan ajar secara kontekstual, dan (4) indikator yang dapat diamati dan diukur dari sejumlah hasil belajar..
Kurikulum berbasis kompetensi merupakan konsep kurikulum yang berorientasi pada pengembangan kemampuan melaksanakan tugas dengan standar tertentu, sehingga peserta didik dapat menggunakan kemampuannya untuk mencapai hasil belajar. Implementasi kurikulum berbasis kompetensi yaitu, dapat menumbuhkan sikap mandiri, tanggung jawab, dan partisipasi aktif peserta didik dalam belajar di sekolah maupun memberanikan diri tampil di masyarakat
Di dalam kurikulum berbasis kompetensi ada dua wewenang dalam pengembangannya, yaitu wewenang pusat (Diknas) dalam hal menentukan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator hasil belajar, dan materi pokok (pada kurikulum 2004); sedangkan pada kurikulum 2006 yang ditentukan oleh pusat adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar. Hal-hal lainnya seperti materi pokok dan uraian materi, indikator dan penentuan soal ujian ditentukan oleh wewenang lembaga atau daerah.
Ada beberapa landasan dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yaitu (1) pergeseran orientasi pendidikan ke arah hasil, (2) pergeseran dari pembelajaran dari kelompok ke individu, (3) hasil pembelajaran yang tuntas, (4) mengakomodasi adanya perbedaan individual pembelajaran, dan (5) mengakomodasi ragam kepentingan, potensi, dan kemajuan wilayah/daerah (wahidmurni, 2010).
Kurikulum yang saat ini digunakan di Indonesia yaitu kurikulum 2013. Kurikukulum 2013 ini lebih ditekankan pada kompetensi dengan pemikiran kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Ciri kurikulum 2013 yang paling mendasar ialah menuntut kemampuan guru dalam berpengetahuan dan mencari tahu pengetahuan sebanyak-banyaknya karena siswa zaman sekarang telah mudah mencari informasi dengan bebas melalui perkembangan teknologi dan informasi.
Siswa lebih didorong untuk memiliki tanggung jawab kepada lingkungan, kemampuan interpersonal, antarpersonal, maupun memiliki kemampuan berpikir kritis. Tujuannya adalah terbentuk generasi produktif, kreatif, inovatif, dan afektif.
BAB III
KESIMPULAN
PENUTUP
Model pengembangan kurikulum adalah sistem atau konsep mengenai usaha perencanaan yang berisi seperangkat tujuan, isi dan bahan pembelajaran yang dijadikan sebagai pedoman dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
Model pengembangan kurikulum menurut Robert S. Zais terbagi menjadi 8 yaitu the administrative (line-staff) model, the grass-roots model,the demonstration model, beauchamp's system model, taba's interved model, interpersonal relations model, the systematic action-research dan model emerging technical model. Adapula model pengembangan kurikulum lainnya seperti model tyler, model wheeler, model nicholls, model dynamic skilbeck, dan model oliva.
Model pengembangan kurikulum yang telah ditempuh di Indonesia, yaitu model yang berorientasi pada tujuan (goal-oriented curriculum) dan model kurikulum berbasis kompetensi (competency- based curriculum).
Melihat model-model perkembangan kurikulum yang sudah dijelaskan pada bagian pembahasan, kami menyimpulkan model pengembangan kurikulum yang pernah berlaku dan sedang dilaksanakan di Indonesia menggunakan pendekatan model sebagai berikut :
Kurikulum 1975 model oliva.
Kurikulum 1984 (CBSA) model demonstratif
Kurikulum 1994 perpaduan antara model grass root dan model beauchamp.
Kurikulum 2004 model tyler
Kurikulum 2006 perpaduan model tyler dan model taba
Kurikulum 2013 perpaduan antara Roger interpersonal relations model dan emerging technical model
SARAN
Setiap model pengembangan kurikulum memiliki ciri tersendiri serta kelebihan dan kekurangan yang tak dapat dipisahkan dari model tersebut. Suatu lembaga pendidikan ataupun suatu negara yang hendak merumuskan atau mengganti kurikulum pendidikan yang digunakan haruslah memperhatikan nilai plus minus dari dari model yang akan dipilih. Selain itu, ketika memilih suatu kurikulum hendaklah melihat kembali tujuan pendidikan dari lembaga pendidikan atau negara tersebut, sehingga kurikulum dapat berhubungan dan bisa menjadi salah satu cara untuk mewujudkan tujuan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, z. (2012). konsep dan model pengembangan kurikulum. bandung: PT remaja rosdakarya.
Beeby, C. (1979). assesment of indonesian education. Wellington: new zealand council for educational reserach bekerjasama dengan oxford university press.
Hamalik, o. (1993). evaluasi kurikulum. bandung: remaja rosdakarya offset.
Putra, a. (2013). model pengembangan kurikulum. https://www.academia.edu/6216987/model_pengembangan_kurikulum, 7-10.
Redaksi, t. (2013). himpunan lengkap undang-undang sisdiknas dan sertifikasi guru. buku biru.
Rusman. (2012). manajemen kurikulum. jakarta: PT raja grafindo persada.
Sanjaya, w. (2008). kurikulum dan pembelajaran. jakarta: kencana prenada media group.
Wahidmurni. (2010). pengembangan kurikulum ips & ekonomi di sekolah/madrasah. malang: uin maliki press.
1
3
ii
2
Analisis Situasi
Menentukan Tujuan Khusus
Menentukan dan Mengorganisasikan isi pelajaran
Menetukan dan Mengorganisasi Metode
Evaluasi
2. Menentukan Pengalaman Belajar
Menentukan isi atau materi
Mengorganisasikan pengalaman dan bahan belajar
Evaluasi
1. Tujuan umum dan Tujuan Khusus