KELAINAN PIGMENTASI Kelainan Hiperpigmentasi Hiperpigmentasi
MELASMA
Definisi
Melasma adalah suatu hipermelanosis simetris didapat yang umum terjadi dengan karakteristik makula tidak beraturan berwarna coklat muda hingga coklat keabu-abuan yang terdapat pada wajah. Predileksinya di pipi, dahi, bibir atas, hidung dan dagu. Lesi kadang-kadang mengenai area yang terpapar matahari seperti lengan dan punggung.
Epidemiologi
Melasma biasanya mengenai wanita. Pada pria didapati hanya 10% dari kasus dan biasanya menampilkan gambaran klinikopatologis yang sama dengan yang terjadi pada wanita. Kondisi ini mengenai semua ras dan kelompok etnik namun lebih sering pada orang dengan corak kulit gelap (misalnya tipe kulit IV hingga VI). Kondisi ini juga lebih sering terjadi pada area geografis yang terpapar radiasi ultraviolet (sinar matahari) yang besar, seperti daerah tropis dan subtropis. Penelitian tentang kualitas hidup menunjukkan bahwa melasma menimbulkan efek emosional dan psikologis yang besar pada pasien yang hidup dengan kelainan ini.
Etiologi dan Patogenesis
Walaupun penyebab pasti melasma masih belum diketahui, berbagai faktor yang berkontribusi telah teridentifikasi. Faktor-faktor ini termasuk diantaranya pengaruh genetik, paparan sinar ultraviolet yang intens, kehamilan, penggunaan kontrasepsi oral, terapi penggantian hormon, kosmetik dan pengobatan fototoksik dan anti-kejang.
Data survey global terbaru menyebutkan bahwa faktor gabungan – kehamilan, pengaruh hormonal, riwayat keluarga dan radiasi ultraviolet – mempengaruhi onset melasma. Faktor yang memicu dan faktor yang memperberat yang dapat mempengaruhi melasma dapat bervariasi lintas populasi yang mendiami lingkungan yang berbeda-beda. Pada studi prospektif yang menilai tentang etiologi melasma pada wanita Tunisia berkulit gelap, paparan matahari diidentifikasi sebagai faktor pemicu pada 51% pasien dan sebagai faktor yang memperberat pada 84% wanita Tunisia. Kehamilan merupakan faktor yang memperberat pada 51% wanita yang sebelumnya hamil. Resiko melasma berat hampir delapan kali kali lipat lebih tinggi pada wanita yang mendapat kontrasepsi oral daripada mereka yang tidak menggunakan kontrasepsi oral. Resiko melasma hampir tiga kali lipat lebih tinggi pada wanita di bawah 30 tahun dalam hal usia onset. Fotoproteksi penting dalam menurunkan resiko melasma berat pada pasien dengan paparan sinar matahari yang intensif, terutama bila terdapat kombinasi faktor yang memperberat seperti kontrasepsi oral, paparan sinar ultraviolet atau kehamilan. Studi endokrinologis dari pasien dengan melasma melaporkan hasil yang bervariasi. Suatu studi yang lebih detail dari sembilan wanita dengan melasma menunjukkan peningkatan level luteinizing hormon (LH) yang signifikan dan level estradiol yang rendah, yang mengindikasikan suatu peningkatan disfungsi ovarium yang ringan dan subklinis. Sebaliknya, penelitian pada 26 wanita yang diperiksa kadar LH, FSH dan hormon penstimulasi β-melanosit (β-MSH) ditemukan tidak ada perbedaan antara pasien dengan subjek kontrol. Disfungsi tiroid dan peningkatan level 17β -estradiol juga telah dilaporkan pada pasien dengan melasma. Studi terbaru memeriksa ekspresi estrogen dan progesteron pada
kulit
yang
terkena
melasma
pada
33
orang
Korea.
Ekspresi
imunohistokimia dari beta reseptor estrogen menunjukkan adanya peningkatan kecenderungan lesi epidermal yang tidak signifikan secara statistik. Ekspresi reseptor progesteron meningkat secara signifikan pada lesi epidermal bila dibandingkan dengan kulit yang tidak terkena pada analisis pencitraan.
Hiperpigmentasi pada melasma terjadi secara primer dari peningkatan melanogenesis pada melanosit di epidermis lebih dari pada peningkatan melanosit itu sendiri. Patogenesis melasma mungkin dipicu sebagian oleh melanosit yang menampilkan suatu sensitivitas intrinsik terhadap berbagai mediator. Faktor internal maupun eksternal seperti hormon sex, paparan sinar matahari, obat-obatan tertentu dan bahan-bahan kimia dapat menstimulasi lingkungan mikro yang ada di kulit. Hal ini mungkin menyebabkan pelepasan mediator-mediator yang secara langsung maupun tidak langsung mengaktivasi melanosit untuk memodifikasi pola pigmentasi kulit yang normal. Kerusakan pada membran basal baru-baru ini dilaporkan terjadi dalam lesi melasma pada 24 pasien. Perubahan ini memungkinkan melanosit aktif dan melanin memasuki dermis secara berkelanjutan dan menimbulkan hiperprgmentasi pada melasma. Dalam studi melasma pada 43 pasien, elastosis solaris terjadi pada 55,8% kohort dan merupakan temuan histologis yang paling umum ditemui setelah peningkatan
konsentrasi
melanin,
pendataran
epidermal
dan
inflamasi
limfomononuklear dermis. Pada studi komparatif imunohistokimia dari 50 wanita Korea dengan melasma, ekspresi dari antigen yang berkaitan dengan faktor VIIIa dan faktor pertumbuhan endotel vaskuler secara signifikan lebih tinggi pada kulit dengan melasma daripada kulit normal perilesional. Jumlah pembuluh darah berkaitan secara signifikan dengan derajat pigmentasi pada melasma. Dengan stimulasi vaskulogenesis dan angiogenesis, faktor pertumbuhan endotel vaskuler dapat berperan sebagai pemicu angiogenik untuk bertambah besarnya pembuluh dermal pada melasma. Analisis imunohistokimia dan reaksi berantai transkriptase balik – polimerase mengindikasikan bahwa interaksi dari peningkatan ekspresi dari faktor sel induk pada dermis, yaitu reseptor c-kit, dan faktor pertumbuhan endotel vaskuler pada fibroblas dermal mempengaruhi hiperpigmentasi pada melasma. Dalam studi terhadap 60 pasien, ekspresi dari faktor sel induk reseptor c-kit meningkat secara signifikan baik pada epidermis lesional dan dermis lesional dibanding pada kulit perilesional.
Studi yang memprofilkan ekspresi gen (transkriptomik) dalam skala besar dilakukan terhadap 46 pasien melasma menemukan bahwa terdapat 279 gen yang diekspresikan secara berbeda pada kulit lesional dan perilesional. Walaupun jumlah melanosit tidak meningkat pada kulit lesional, peningkatan jumlah melanin dan protein yang terkait melanogenesis ditemukan dalam epidermis pada lesi melasma. Lebih tingginya level mRNA dari gen terkait melanogenesis tertentu seperti tyrosinase ditemukan meningkat pada kulit lesional. Peningkatan regulasi dilaporkan terjadi pada gen terkait melanogenesis yang dapat mempengaruhi tyrosinase, protein-1 yang terkait tyrosinase, homolog perak dan dopakrom tautomerase. Modulator pensinyalan Wnt, termasuk faktor inhibitor Wnt 1 (WIF1), mensekresikan SFRP, dan Wnt5a juga dinaikkan pada kulit lesional. Gen yang berhubungan dengan metabolisme lipid diturunkan regulasinya pada kulit lesional yang dibuktikan dengan perubahan fungsi barrier pada melasma. Gen yang berkaitan dengan angiogenesis (angiopoietin-1 dan -2, heparanase, matriks metaloproteinase-2) dan satu gen hormon sex juga dinaikkan regulasinya.
Diagnosis
Secara klinis, makula berwarna coklat muda biasanya muncul di daerah dahi, dagu, hidung dan bibir atas pada wajah. Pasien dapat menampilkan distribusi malar, sentrofasial atau mandibular. Secara histologis, terjadi peningktan pigmentasi dengan pola epidermal, epidermal-dermal atau dermal. Epidermal melasma yang sebenarnya tergolong jarang terjadi. Kondisi tersebut dapat merepresentasikan nevus Hori. Biopsi ultrastruktural dan mikroskopik cahaya pada pasien melasma ditemukan melanosit basal yang hiperaktif dan membesar
dengan dendrit yang menonjol. Pasien Korea dengan melasma
menunjukkan bukti histologis dari peningkatan kerusakan akibat cahaya matahari pada area yang terkena dibandingkan dengan area yang tidak terpapar. Pemeriksaan lampu Wood meningkatkan pola epidermial dari deposisi pigmen pada individu dengan kulit Fitzpatrick tipe I hingga IV. Sebaliknya, lampu
Wood menunjukkan perubahan minimal pada kulit dengan pigmen yang dalam. Lesi epidermal seperti itu adalah yang paling mungkin untuk diobati. Melasma harus dibedakan dari kondisi lain karena menyebabkan hiperpigmentasi fasial, seperti hiperpigmentasi post-inflamasi, hiperpigmentasi yang dipicu obat, lupus eritematosus diskoid, liken planus dan gangguan fotosensitivitas.
Pengobatan
Pengobatan terbaru untuk melasma diantaranya adalah tabir surya spektrum luas, formulasi hidrokuinon 2% (obat bebas) dan 4% (obat resep), asam azelaic, tretinoin yang dikombinasikan dengan hidrokuinon atau sebagai monoterapi, asam kojic, niasinamid, produk asam α-hidroksi dan asam askorbat. Selain itu, pengelupasan/peeling kimia dengan kedalaman superfisial hingga menengah juga memuaskan. Bahan peeling diantaranya asam salisilat, asam glikolat,
resorsinol,
peeling
tretinoin
dan
peeling
asam
trikloroasetat.
Mikrodermabrasi dan laser juga dilaporkan efektif. Beberapa agen dapat menggangu proses pigmentasi dengan bertindak sebagai inhibitor kompetitif dari tyrosinase, sang enzim kunci pada proses melanogenesis. Agen pemutih kulit sering menginhibisi maturasi enzim ini atau transport melanosom dari melanosit menuju keratinosit di sekitarnya. Namun, beberapa agen pemutih alami tidak secara langsung menginhibisi tyrosinase namun mengurangi regulasi ekspresi dari protein melanogenik, sehingga menggangu kompleks regulasi dari kaskade pensinyalan melanosit. Hidrokuinon topikal masih menjadi standar dalam pengobatan, terutama pada konsentrasi 4% atau kurang, dimana berhubungan dengan efek sampingnya yang relatif lebih kecil. Selain dari agen topikal, hasil yang maksimal juga dilaporkan pada agen kombinasi seperti pemutih kombinasi tripel yang mengandung hidrokuinon 4%, tretinoin 0,05% dan fluocinolone acetonid 0,01% (TriLuma) Penelitial label terbuka yang terbaru menunjukkan bahwa penggunaan krim kombinasi tripel yang intermiten atau berkelanjutan dinyatakan aman untuk
pengobatan melasma sedang hingga berat hingga 24 minggu. Skor derajat melasma menurun secara signifikan pada minggu ke-12 dan 24 bila dibandingkan dengan nilai awal pada semua kelompok studi yang dievaluasi. Penggunaan 24 minggu dari krim kombinasi tripel yang mengandung hidrokuinon 4% dengan tretinoin 0,05% dan flunicolone acetonid 0,01% menampilkan resiko yang sangat rendah untuk terjadinya atrofi kulit. Data ini konsisten dengan algoritma yang berkembang di Amerika Latin untuk penggunaan krim kombinasi tripel sebagai pengobatan lini pertama yang direkomendasikan untuk pasien dengan melasma derajat ringan, sedang dan berat. Pada Januari 2001, hidrokuinon dicekal dari formulasi kosmetik pemutih kulit di Uni Eropa. Di Amerika Serikat, FDA meningkatkan kemungkinan bahwa produsen dari persiapan hidrokuinon yang sebelumnya mungkin diperlukan
untuk
menyimpan
aplikasi
obat
baru,
dengan
demikian
menyingkirkan persiapan itu dari pasar secara efektif. FDA memperhatikan potensi efek samping seperti okronosis eksogen dan risiko teoritis dari karsinogenisitas. Kebanyakan kasus okronosis eksogen di Amerika, disebabkan oleh hidrokuinon 2%, sedangkan di Afrika biasanya disebabkan oleh konsentrasi yang lebih tinggi atau kuantitas berlebih dari produk tersebut. Perhatian terhadap karsinogenisitas muncul karena hidrokuinon merupakan turunan benzena. Meskipun demikian, belum pernah ada sebuah kasus pun yang terdokumentasi dari keganasan yang berhubungan dengan aplikasi topikal dari hidrokuinon. Uji karsinogenisitas
telah
cukup
menunjukkan
potensi
karsinogenik
dari
hidrokuinon, dan penelitian epidemiologik dari pekerja-pekerja yang terpapar luas dengan hidrokuinon tidak menunjukkan adanya efek kesehatan sistemik yang negatif. Demikian juga penelitian perkembangan dan reproduktif pada binatang tidak menunjukkan efek negatif, dan penelitian toksisitas dermal pada binatang gagal menunjukkan adanya toksisitas sistemik. Sebuah penelitian dari wanita di Afrika menunjukkan tidak adanya perbedaan dalam keluaran kehamilan di antara pengguna dan yang bukan pengguna hidrokuinon. Meskipun begitu, FDA tetap meneliti dengan cermat persiapan hidrokuinon dengan teliti.
Agen hipopigmentasi krim 4-n-butilresorsinol (rucinol) 0,1% adalah turunan resorcinol yang menghambat aktivitas inhibitorik melawan tirosinase dan tirosinase yang terkait protein 1. Dalam sebuah penelitian komparatif, acak, double blind, terkontrol, pada bagian wajah yang terpisah pada 20 pasien, indeks melanin dari sisi yang diobati berkurang secara signifikan dibandingkan dengan sisi yang diobati setelah minggu ke-4 dan ke-8. Hanya efek samping ringan dan sementara yang dicatat. Perkembangan signifikan juga terjadi dalam penelitian yang hampir sama pada efikasi dan keamanan krim liposom-terkapsulasi 4-nbutilresorsinol 0,1% pada pasien dengan melasma. Dalam sebuah penelitian acak terkontrol dari 28 pasien, serum rucinol menunjukkan efikasi yang bagus atau baik pada 78% pasien yang terpengaruh dengan melasma. Efikasi signifikan terbukti setelah 3 bulan pengobatan. Gangguan RNA mewakili sebuah mekanisme baru untuk membungkam transkrip gen aktif (mRNA). Teknologi yang muncul dari genetik MITF telah digunakan untuk mengembangkan sebuah agen baru RNA pengganggu faktor transkripsi terkait mikroftalmia (MITF-siR) untuk melasma. Sebuah aplikasi topikal dari krim MITF-siR diteliti pada 56 pasien Asia Timur di China dalam sebuah penelitian 12 minggu. Krim MITF-siR/ peptida transdermal digunakan secara
topikal
pada
31
pasien.
Pengobatan
tersebut
secara
signifikan
mencerahkan lesi melasma wajah yang hiperpigmentasi dibandingkan dengan subyek pada awalnya dan kontrol. Banyak penelitian-penelitian baru telah menguji efek laser untuk pengobatan melasma. Meskipun hasil jangka pendek mungkin mengesankan, terapi laser memberikan kesuksesan jangka panjang yang secara keseluruhan minimal dan justru memperburuk kondisi pada beberapa pasien. Beberapa penyelidikan telah mengevaluasi penggunaan 1.064 nm Q-switched Nd: YAG laser untuk mengurangi keparahan melasma, khususnya pada pasien Asia Timur. Pengobatan ini diberikan kepada pasien Korea (tipe kulit III sampai V) yang menghasilkan penurunan skor Melasma Area Severity Index (MASI) yang berkurang signifikan secara statistik dan peningkatan dalam kecerahan melasma pada 7 sampai 10 minggu. Perkembangan secara statistik signifikan pada follow-
up bulan ke-1, 2, dan 3 setelah pengobatan terakhir, dan tidak terdapat efek samping signifikan yang tercatat. Dalam penelitian lain dengan 25 pasien Asia Timur, perbaikan melasma dengan 1.064 nm Q-switched Nd:YAG laser terlihat dalam 44%, mendekati total dalam 28%, dan sedang dalam 20%. Karena pasien-pasien dalam penelitian ini adalah orang-orang Asia, tidak jelas apakah individu dengan kulit yang lebih gelap akan mendapat keuntungan yang sama dari terapi laser. Banyak alat-alat baru menggunakan panjang gelombang laser yang lebih panjang dan alat pendingin untuk mengisolasi jaringan target pada pasien dengan konsentrasi yang tinggi dari melamin epidermal. Meskipun terdapat perbaikan keamanan dari alat-alat ini, masih ada risiko yang signifikan untuk terbakar dan efek samping lainnya. Q-switched Nd:YAG laser mungkin bermanfaat untuk melasma yang susah diobati.Tetapi risiko dan keuntungannya haruslah diuji dengan hati-hati. Fototermolisis fraksional (1,550 nm) Fraxel SR laser, 6 sampai 40 ml) juga bermanfaat dalam mengobati melasma wajah pada pasien wanita dengan Fitzpatrick skin tipe II-IV yang didiagnosis secara klinis. Lima sampai delapan pasien menunjukkan lebih dari 50% perbaikan klinis pada pengobatan terakhir, dengan efikasi yang dipertahankan yang diamati pada lima pasien saat folloe-up. Setiap pasien menerima dua sampai tujuh pengobatan yang dilakukan pada interval 3-8 minggu. Kunjungan follow-up adalah selama 7 sampai 36 bulan (rata-rata 13,5 bulan) setelah sesi pengobatan terakhir. Fototermolisis fraksional menghasilkan remisi jangka panjang tanpa efek kebalikan yang signifikan. Dalam penelitian komparatif dari terapi melasma pada 30 wanita, fraksional tergabung dari laser CO 2 dan rejimen krim topikal menghasilkan skor MAASi yang lebih baik, indeks kepuasan yang lebih tinggi, dan efikasi secara keseluruhan yang dipertahankan baik bila dibandingkan dengan pengobatan saja atau dalam waktu 6-12 bulan. Dalam sebuah penelitian acak terkontrol, observed-blinded dari 20 pasien wanita dengan melasma sedang sampai berat dan kulit Fitzpatrick tipe II-V dengan terapi fraksional laser non-ablatif vs terapi topikal tripel adalah aman, efikasi yang dibandingkan dan angka rekurensi yang
hampir sama dalam mengobati melasma. Terapi topikal tripel terdiri dari krim hidrokuinon 5%, retinoin 0,05%, dan triamsinolone acetonide 0,1%. Krim kombinasi tripel yang digunakan berurutan dengan pengobatan intense pulsed light (IPL) dievaluasi dalam jangka waktu 10 minggu, penelitian
split-face dari 56 pasien. Terapi sekuensial ditoleransi dengan baik dan efektif dan menurunkan keparahan melasma secara signifikan versus IPL saja. Walaupun terapi saat ini dapat memperbaiki melasma, belum ada terapi yang dapat menyembuhkan. Itu sebabnya, sangatlah penting bagi pasien untuk secara ketat memberikan rejimen tabir surya harian atau proteksi lain melawan sinar matahari untuk mengontrol progresi melasma.