MELASMA PENDAHULUAN
Melasma merupakan suatu hipermelanosis yang umumnya terjadi dan muncul karena paparan sinar matahari terutama pada daerah wajah. Patogenesisnya sampai saat ini belum diketahui, tetapi genetic dan hormone serta UV memainkan peranan yang penting. Dahulu melasm melasmaa dikenal dengan nama nama kloasma. kloasma. 1,3 Melasm Melasmaa mengga menggamba mbarkan rkan bercak bercak berwar berwarna na coklat coklat terutam terutamaa pada pipi dan dahi. Melasma merupakan hiperpigmentasi simetris yang sering didapat pada wanita yang yang memp mempuny unyai ai pred predis ispo posis sisii genet genetik. ik. Mela Melasm smaa bisa bisa menye menyebab babkan kan masa masala lah h psikososial. psikososial. Hal ini terjadi terutama pada ibu hamil (melasma (melasma gravidarum, atau topeng kehamil kehamilan) an) dan pada wanita wanita yang mengkons mengkonsums umsii kontras kontraseps epsii oral. oral. Sepuluh Sepuluh persen persen kasus terjadi pada wanita yang tidak hamil dan laki-laki laki-laki berkulit gelap. Melasma yang lebih menonjol dan berlangsung lama pada orang dengan kulit gelap. Pada wanita, melasm melasmaa akan
menghil menghilang ang perlahan perlahan dan tidak tidak sempurna sempurna setelah setelah melahir melahirkan kan atau
penghentian penghentian penggunaan penggunaan hormon. Pada pria, melasma melasma jarang memudar. memudar. Etiologi Etiologi melasma sampai saat ini belum diketahui pasti, dapat timbul sebagai proses fisiologis atau patologis, tetapi paparan matahari dapat mempengaruhi perjalanan melasma 1,3 Melasma tidak hanya terjadi pada perempuan dewasa, tetapi juga pada laki-laki (10%) yang tidak memiliki tingkat hormon kewanitaan yang normal. Di Indonesia perbandingan perbandingan kasus wanita dan pria adalah 24:1. Insidens Insidens terbanyak terbanyak pada usia 30-44 tahun.3 Melasma Melasma dapat mengenai mengenai semua ras terutama penduduk yang tinggal di daerah tropis tropis.. Pingment Pingmentasi asi yang tinggi tinggi ini muncul muncul sebaga sebagaii suatu suatu masala masalah h kosmetik kosmetik pada seseorang yang berpigmen tinggi dan merupakan masalah besar pada negara-negara seperti seperti India, Pakistan, dan Amerika Latin. Pada laki-laki laki-laki biasanya pada daerah Timur Tengah atau Asia.3 Mela Melasm smaa lebi lebih h serin sering g di dapat dapatii pada pada wanit wanitaa berb berband anding ing lakilaki-la laki, ki, dengan rasio 1:9, dapat mengenai semua ras, tetapi terutama Latin dan Asia. Ras yang 1
berkulit gelap yang tinggal di India, Pakistan, Timur Tengah, dan Amerika Selatan juga cenderung menderita melasma pada usia muda, namun melasma umumnya muncul pada saat puber atau setelahnya.3 EPIDEMIOLOGI
Walaupun melasma merupakan dermatosisi yang sering dijumpai tetapi di asia dan amerika latin tidak ada laporan mengenai prevalensi melasma; di asia tenggara dijumpai 0,25-4 %. Insiden melasma di tahilan dari tahun 1975-1977 bervariasi antara 0,25-2,62 %. Dari data statistik dilaporkan insiden melasma di malaysia sebesar 4 % dan di indonesia sebesar 0,98 %. 13 Melasma umumnya dijumpai pada perempuan sedangkan pada laki-laki hanya ditemukan sebesar 10 % kasus dan menunjukkan klinikohistolgik yang sama dengan perempuan. Kelainan ini dapat terjadi pada semua ras tetapi lebih sering pada ras kulit gelap terutama pada perempuan hispanik dengan tipe kulit IV dan VI dimana mereka bermukim pada daerah yang terpajang dengan radiasi UV. Pada perempuan umur tersering pada masa reproduksi. 13 Pada ras kulit hitam yang hidup di India, Pakistan, dan timur tengah cendrung timbul melasma pada dekade pertama kehidupan tetapi ras lain melasma kebanyakan timbul pada saat atau setelah peberitas. Ditemukan sebanyak 87 % penderita melasma timbul pada kehamilan dimana hal ini diduga oleh rangsangan hormon.13
Gambar 1 : Melasma
2
(dikutip dari kepustakaan no.5)
ETIOPATOGENESIS
Peningkatan produksi melanosom karena hormon maupun karena sinar ultra violet. Spektrum sinar matahari merusak gugus sulfhidril di epidermis yang merupakan penghambat enzim tirosinase dengan cara mengikat ion Cu dari enzim tersebut. Sinar UV menyebabkan enzim tirosinase tidak di hambat lagi sehingga menghambat proses melanogenesis. (3,6-17) Dilaporkan adanya kasus keluarga sekitar 20 – 70%. Suatu kecenderungan genetik merupakan faktor besar dalam perkembangan melasma. Hal ini lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria. Seseorang dengan kulit coklat terang yang berada di daerah sinaran matahari lebih mudah menderita melasma. Lebih dari 30% pasien melasma memiliki riwayat keluarga dengan melasma. Pada kehamilan, estrogen menstimulasi produksi melanin, menghasilkan chloasma (melasma). Estrogen dan mungkin progesterone terlibat dalam merangsang melasma. Kesimpulan penelitian ini berdasarkan seringnya perkembangan penyakit ini dengan kehamilan, penggunaan kontrasepsi oral, penggunaan diethylstilbestrol dan terapi pengganti hormon pada wanita post menopause. Mask of pregnancy menurun atau hilang setelah melahirkan, terutama pada individu yang berpigmen tinggi, tetapi muncul selama penggunaan kontrasepsi oral digunakan. Ada kemungkinan hormonhormon seperti β – lipoprotein, melanotropik peptide yang dikeluarkan oleh glandula parotis, dapat berperan pada patogenesis ini.(12,16) PATOFISIOLOGI
Melasma merupakan salah satu penyakit karena kelainan pigmen. Dasar terjadinya kelainan pigmen tersebut sangat bervariasi, namun bersumber pada melanin. Oleh karena itu perlu ditinjau dahulu mengenai melanin dan beberapa istilah yang berkaitan
dengan
melanin,
misalnya
melanosit,
melanosom,
hipopigmentasi,
hiperpigmentasi, melanoderma, melanosis.10 Melanosit adalah sel berdendrit yang terletak di stratum basal epidermis, di antara sel-sel keratinosit utama. Berbeda dengan keratinosit, melanosit kurang terikat 3
pada bangunan sekitarnya. Pada pemeriksaan ultrastruktur, sel ini menunjukkan bahwa dermosom dan hemidesmosomnya lebih sedikit dan dendritnya dapat mencapai bagian atas stratum spinosum. 10 Melanosit
terdiri
atas
inti,
retikulum
endoplasmik,
mitokondria, mikrotubuli, mikrofilamen, dan organela
apparatus
golgi,
yang berfungsi untuk
pembentukan pigmen melanin yang disebut melanosom. 10 Melanosom akan diangkut dengan gerakan mikrofilamen kearah tepi sel (dendrit). Akhirnya melanosom yang penuh bermelanin diangkut ke keratinosit dengan cara fagositosis. 10 Dalam proses pigmentasi melanin pada kulit, dikenal tiga fase penting, yaitu : 1.
Fase metabolisme pigmen
2. Fase transfer melanosom 3. Fase distribusi melanin/mm2
Fase 1 : Metabolisme pigmen Pembentukan pigmen melanin merupakan proses yang sangat rumit dan baru saja diketahui sebagai langkah konversi dari suatu substrat menjadi melanin yang dikatalisasi oleh enzim-enzim yang ada dibawah pengaruh genetik. Demikian pula, sebenarnya sistem melanin berkaitan secara erat dengan maturasi struktural pigmen granuler (perubahan premelanosom ke melanosom) di bawah pengaruh genetik. Tetapi metabolisme melanin dalam melanosit dapat pula dipengaruhi oleh stimuli eksternal. Suatu penurunan sintesis melanin akan menyebabkan hipopigmentasi, sedangkan kenaikan sintesis akan mengakibatkan hiperpigmentasi.10 Melanin terbagi atas 2 kelompok utama yaitu: 1. Eumelanin, pigmen coklat kehitaman yang tidak larut dan pheomelanin, pigmen berwarna kuning merah-kecoklatan yang larut basa. Eumelanin terbentuk dari oksidasi polimerasi 5,6 dihydroxyindol. 2. Pheomelanin dibentuk dari oksidasi polimerasi 5,6 dihydroxyindol dan oleh cystein-s-yldopas yang mengandung sulfur dan nitrogen. 4
Kedua pigmen ini terbentuk dari tirosin dengan proses yang sama. Tirosin dioksidasi ke 3,4 dihydroxyphenilalanine
(dopa) oleh enzim tirosinase yang mengandung
Cuprum yang juga mengkatalisasi selanjutnya ke dopaquinone. Dari dopaquinone, Eumelanin dan pheomelanin akan dibentuk dari jalur yang berbeda. Eumelanin terbentuk dari oksidasi polimerasi 5,6 dihydroxyindol . Pasa skema klasik Raper-Mason, dopaquinone mengalami katalisasi ke cyclodopa (leukodopachrome), yang akan dioksidasi ke dopachrome dengan cepat. Dopachrome kemudian berubah menjadi 5,6 dihydroxyindol (Di) dan 5,6 dihydroxyindol-2-carboxylic acid (Dica) Beberapa ion metal seperti Cuprum, Zink, Besi ditemukan di jaringan pigmen dengan kuantitas yang tinggi. Dan dipercaya terlibat dalam proses pigmentasi melanin. Ion-ion tersebut lebih cenderung mengubah struktur dopachrome ke 5,6 dihydroxyindol-2-carboxylic acid (Dica) dibanding 5,6 dihydroxyindol (Di). Rasio Dica dan Di mempengaruhi proses polimerisasi seterusnya untuk membentuk eumelanin. Biosintesis pheomelanin dan trichocromes melibatkan kelompok cystein sampai dopaquinone untuk membentuk cysteinyldopa, dalam 2 bentuk yang berbeda yaitu 5-cystein-S-yl-dopa (5-cysdopa) dan 2-cystein-S-yl-dopa (2-cysdopa. Dopaquinone akan bergabung dengan glutation dan membentuk glutationdopa yang tidak berwarna. Dengan bergabungnya cystein atau glutation dengan quinon adalah reaksi non enzim yang cepat, jalur samping dengan jalur metabolik yang akan membentuk pheomelanin.5,14
5
Gambar 3: struktur pembentukan melanin (dikutip dari kepustakaan no.5)
Fase 2. Transfer Melanosom Keratinosit berperan aktif dalam pengambilan granul pigmen yang sudah masak dengan cara fagositosis dari dendrit yang mengandung melanosom. Aktifitas ini bergantung pada komposisi dan fungsi membran. Dalam proses transfer pigmen, reseptor pada membran sel kemungkinan berperan dalam pengenalan dan interaksi. Setelah transfer melanosom dari melanosit ke keratinosit, pigmen melanin diangkut ke permukaan kulit melalui deskuamasi. Kecepatan keratinocyt turnover , kecepatan pergerakan sel basal ke permukaan untuk menjadi keratinosit, dan juga perpaduan korneosit ini akan menentukan konsentrasi melanin dalam epidermis. Komponen melanin dari melanosom tidak dipecah selama pergerakan ke atas keratinosit. Penurunan laju transfer 6
melanosom dari melanosit ke keratinosit akan menyebabkan hipopigmentasi, sedangkan kenaikan kecepatannya akan menyebabkan hiperpigmentasi. Kenaikan kecepatan gerakan ke atas dari keratinosit ke permukaan kulit yang juga akan meningkatkan deskuamasi akan menyebabkan hipopigmentasi, sedangkan penurunan deskuamasi akan menyebabkan hiperpigmentasi. 10
Fase 3. Distribusi melanosit per mm2 Distribusi melanosit pada seluruh tubuh sangat bervariasi. Perbedaan regional kemungkinan merupakan akibat dari berbagai faktor, termasuk genetik, pada proses migrasi melanosit. Terlepas dari pengaruh kongenital, kepadatan melanosit per mm2 dapat juga akibat stimuli eksternal. Apabila secara total tidak ada melanosit, akan terjadi depigmentasi. Kepadatannya yang rendah menyebabkan hipopigmentasi dan kenaikan kepadatan akan menimbulkan hiperpigmentasi. 10
MANIFESTASI KLINIS
Lesi-lesi melasma sering terjadi pada daerah kulit terpapar cahaya matahari. Makula yang terbentuk biasa berwarna coklat, keabu-abuan, atau biru dan bercak dan batasnya irregular. Lesinya bisa berbentuk linear atau tersebar. Melasma dapat dibedakan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan histopatologis, dan pemeriksaan Wood’s lamp. 2,6,16 Berdasarkan gambaran klinis:6,11,15,16 1.
Bentuk sentro-fasial meliputi daerah dahi, hidung, pipi bagian medial, bawah hidung, serta dagu (63%).
7
Gambar 3 : Melasma yang simetris pada dahi, pipi, hidung dan bibir atas (dikutip dari kepustakaan no.8) Gambar 4 : Melasma yang simetris pada dahi. (dikutip dari kepustakaan no.8)
2. Bentuk malar meliputi hidung dan pipi bagian lateral (21%).
Gambar 5: Melasma yang simetris pada hidung dan pipi (dikutip dari kepustakaan no.11)
8
3. Bentuk mandibular meliputi daerah mandibula (16%)
\
Gambar 6: Melasma pada daerah mandibula (dikutip dari kepustakaan no.17)
DIAGNOSIS
Diagnosis melasma ditegakkan hanya dengan pemeriksaan klinis dengan melihat efloresensinya yaitu terdapat makula berwarna coklat muda atau coklat tua berbatas tegas dengan tepi tidak teratur, sering pada pipi, dan hidung yang disebut pola malar. Pola mandibular terdapat pada dagu, sedangkan pola sentrofasial di pelipis, dahi, alis, dan bibir atas. 11 Berdasarkan dengan pemeriksaan dengan sinar Wood 1. Tipe epidermal, melasma tampak lebih jelas dengan sinar Wood dibandingkan dengan sinar biasa 2. Tipe dermal dengan sinar Wood tak tampak warna kontras dibanding dengan sinar biasa. 3. Tipe campuran, tampak beberapa lokasi lebih jelas sedang lainnya tidak jelas. 4.
Tipe sukar dinilai karena warna kulit yang gelap, dengan sinar Wood lesi menjadi tidak jelas, sedangkan dengan sinar biasa jelas terlihat. Perbedaan tipetipe ini sangat berarti pada pemberian terapi, tipe dermal lebih sulit diobati dibanding tipe epidermal.6,9
9
DIAGNOSIS BANDING
Beberapa keadaan dapat meningkatkan produksi pigmentasi pada kulit yang terpapar matahari. Penyakit lainnya gampang dibedakan dari melasma berdasarkan riwayat, pola pigmentasi, adanya inflamasi atau bukti atrofi. (8,15,16) 1.
Hiperpigmentasi post inflamasi
Pigmentasi yang sama tapi tidak selamanya terbatas pada wajah bagian atas. Penyakit ini termasuk hipermelanosis melanotik, dan dalamnya dapat mencapai epidermal, dermal atau campuran. Makin dalam letak kelainan maka makin sukar diobati.(15)
Gambar 7. Hiperpigmentasi post inflamasi (dikutip dari kepustakaan no.18)
2.
Lentiginosis
Mungkin dapat berkelompok di atas pipi. Hipermelanosis epidermal berupa bercak kecil berbatas tegas, berwarna coklat kehitaman, di daerah kulit yang terpajan dan diluarnya termasuk telapak kaki atau tangan. Kelainan ini di dapat atau diturunkan. Pigmentasi letaknya epidermal disebabkan peningkatan jumlah melanosit (melanositik).(15)
10
Gambar 8. Lentiginosis (dikutip dari kepustakaan no.19)
3.
Efelid (Freckles)
Bercak-bercak kecil warna coklat di daerah kulit yang terpajan sinar matahari (muka, leher, lengan dan tangan) sering terlihat pada orang kulit putih dengan mata biru dan rambut pirang atau merah. Di Indonesia kelainan ini terdapat pada mereka yang berkulit terang, atau berdarah campuran Eropa. Kelainan diturunkan secara dominan autosomal sehingga akan terlihat beberapa anggota keluarga menderita penyakit yang sama. Efelid adalah hipermelanosis epidermal melanotik, akibat peningkatan melanosom terutama fase IV, dan bertambahnya dendrit, sehingga reaksi terhadap sinar ultraviolet bertambah.(15)
Gambar 8. Efelid (Frackles) (dikutip dari kepustakaan no.20)
11
PENATALAKSANAAN
Pengobatan melasma memerlukan waktu yang cukup lama, kontrol yang teratur serta kerjasama yang baik antara penderita dan dokter yang menanganinya. Kebanyakan penderita berobat untuk alasan kosmetik. Pengobatan dan perawatan kulit harus dilakukan secara teratur dan sempurna karena melasma bersifat kronis residif. Pengobatan yang sempurna adalah pengobatan yang kausal, maka penting dicari etiologinya.6 A. Topikal : 1.Hidrokuinon Hidrokuinon (HQ), juga dikenal sebagai dihydroxybenzene, adalah hydroxyphenolic senyawa yang secara struktural mirip dengan prekursor melanin. Menghambat konversi Dopa untuk melanin oleh inhibisi enzim, tirosinase. HQ tidak hanya mempengaruhi pembentukan, melanisasi, dan degradasi melanosom, tetapi juga mempengaruhi struktur membran melanosit dan akhirnya menyebabkan nekrosis seluruh melanosit. HQ adalah agen oksidator yang dapat mengoksidasi dalam tabung atau botol, mengubah warna formulasi dari putih menjadi coklat. HQ yang umum digunakan dalam perawatan melasma pada konsentrasi yang berbeda-beda 25% yang diterapkan sekali dalam sehari. Efek dari pengobatan HQ menjadi jelas setelah 5-7 minggu. Perawatan harus dilanjutkan setidaknya selama tiga bulan, hingga satu tahun. HQ juga dirumuskan dalam kombinasi dengan agen lainnya seperti tabir surya, topikal steroid, retinoid, dan asam glikolat untuk keuntungan tambahan. Iritasi adalah komplikasi yang paling umum, efek samping lain meliputi eritema, koloid milium, iritasi dan dermatitis kontak alergi, perubahan warna kuku, sementara hipokromia, dan paradoks postinflammasi hipermelanosis.12 2. Asam azaleat Asam azaleat adalah sembilan asam dikarboksilat karbon yang menghambat tirosinase kompetitif. Asam azaleat awalnya dikembangkan sebagai anti-jerawat topikal agen tapi karena efeknya terhadap tirosinase, hal itu juga telah digunakan untuk mengobati gangguan seperti hiperpigmentasi melasma. Mekanisme aksi yang 12
meliputi penghambatan sintesis DNA dan enzim mitokondria, sehingga merangsang efek sitotoksik langsung terhadap melanosit. Radikal bebas dipercaya untuk berkontribusi hiperpigmentasi, dan asam azaleat bertindak dengan mengurangi produksi radikal bebas. Secara acak studi telah menunjukkan bahwa 20% konsentrasi asam azeleat setara dengan 4% hidroquinon dalam pengobatan melasma, tapi tanpa efek samping. Efek samping dari asam azeleat termasuk pruritus, eritema ringan, dan rasa terbakar.12 3. Asam Kojic Merupakan suatu penghambat tirosinase, yang mungkin efektif pada melasma. Sebuah kombinasi asam kojic 2% dan 5% asam glikolik sama baiknya dengan HQ konsentrasi rendah. Dalam mengurangi hiperpigmentasi pada melasma.12 4. Asam retinoat Asam
retinoat seperti Trenitoin dapat dikombinasikan dengan HQ pada efek
melanogenesis. Trenitoin ini mempengaruhi beberapa langkah di jalur melanisasi. Tretinoin menyebabkan cepat hilangnya pigmen melalui epidermis epidermopoiesis dan peningkatan omset dengan mengurangi waktu kontak antara keratinosit dan melanosit.12
B. Oral : Beberapa preparat oral yang bermanfaat pada pengobatan melasma antara lain: 1. Asam Askorbat Asam Askorbat atau Vitamin C mempunyai sifat sebagai antioksidan yang dapat mengubah melanin bentuk oksidasi yang berwarna gelap menjadi bentuk reduksi yang berwarna pucat serta mencegah pembentukan melanin dengan mengubah dopakuinon menjadi dopa. Dosis yang diperlukan 1-2g/hari peroral tergantung pada toleransi penderita.16 2. Glutation Merupakan suatu tripeptida yang terdiri atas asam glutamat, sistin dan glisin. Asam amino sistein mempunyai gugus sulfhidril yang dapat mengikat Cuprum dari enzim 13
tirosinase yang merupakan enzim penting untuk proses melanogenesis. Dipakai secara oral dengan dosis 150mg-300mg setiap hari selama 6 sampai 12 minggu.16 C. Laser Pemeriksaan Wood’s lamp harus dilaksanakan untuk menentukan lokasi melasma di lapisan epidermal atau dermal. Penelitian menunjukkan pada kebanyakan pasien, laser Fraxel lebih efektif pada melasma lapisan dermal. Namun intense pulsed light sebenarnya menyebabkan bintik bertambah gelap. Melasma dermal pada umumnya
tidak
responsif pada kebanyakan
terapi,
dan
cuma
mengurangi
hiperpigmentasi dengan produk yang mengandung mandelic acid atau laser Fraxel. Selama semua terapi dan pengobatan di atas perubahan didapatkan secara bertingkat dan penghindaran cahaya matahari adalah penting. Penggunaan tabir surya spektrum luas dengan physical blockers, seperti titanium dioksida dan zink dioksida lebih disarankan dibanding tabir surya yang mengandung chemical blockers. Ini karena UVA, UV-B dan intense pulsed light dapat merangsang produksi pigmen. Penggunaan kosmetik juga bisa menutup dan mengurangi hiperpigmentasi melasma.21
D. Chemical peeling Bedah kimia superfisial, medium dan dalam sering dipakai untuk pengobatan melasama pada orang berkulit putih. Bahan-bahan yang dipakai dapat berupa fenol, asam trikloroasetat, pasta resorsinol dan asam alfa hidroksi yang memberikan hasil yang beragam. Pada orang berkulit gelap, ada kecenderungan untuk hipopigmentasi atau hiperpigmentasi setelah melakukan peeling .16
PROGNOSIS
Pigmen dermal mengambil waktu lebih lama untuk hilang berbanding pigmen epidermal. Namun, pengobatan tidak boleh diabaikan untuk pigmen dermal. Pigmen dermal berasal dari epidermis, dan apabila melanosis epidermal dihambat untuk jangka waktu yang panjang, pigmen dermal tidak akan berkembang dan menghilang secara perlahan. Melasma menjadi resisten dan kambuh bisa terjadi akibat penghindaran cahaya matahari tidak baik.11 14
DAFTAR PUSTAKA
1. Lapeere H., Barbara B., Sofie D.D., Evelien V., Katia O., Nanja V.G. Hypomelanoses and hypermelanoses. In : Fitzpatrick’s dermatology in general Medicine. Klaus W., Lowell A.G., Stephen I.K., Barbara A.G., Amy S.P., David J.L, eds. USA : The McGraw Hill Companies; 2008. p. 635 2.
Anonymous. Acquired hypermelanotic disorders. In : Pigmentation and pigmentary disorders. 1st ed. Norman L, ed.
Arizona : CRC Press; 2001.
p.211-14 3.
Trout, C.R., Norman L., Mary W.C. Disorders of hyperpigmentation. In: Dermatology. Vol 1. Bolognia L, Jorizzo JL, Rapini RP, eds. Toronto : Mosby; 2003.p.725 -26
4.
Arnold H, Odom RB, James W. Disturbances of pigmentation. In: Andrews’ Diseases of the Skin Clinical Dermatology. 8 th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company;1990.p.994-95
5. Soepardiman L. Kelainan pigmen. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005. Hal. 289 – 92. 6.
Bleehen S.S., Anstey A.V. Disorders of skin colour. In: Rook’s Textbook of dermatology. 7th edition. Vol 1- 4. Tony B., Stephen B., Neil C., Cristopher G., eds. UK: Blackwell Publishing; 2004. p.39.8-10 and 39.40
15
7.
Soepardiman L. Kelainan pigmen. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Djuanda A., Mochtar H., Siti A., eds. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p. 289-92
8.
Lapeere H., Barbara B., Sofie D.D., Evelien V., Katia O., Nanja V.G. Hypomelanoses and hypermelanoses. In : Fitzpatrick’s dermatology in general Medicine. Klaus W., Lowell A.G., Stephen I.K., Barbara A.G., Amy S.P., David J.L, eds. USA : The McGraw Hill Companies; 2008. p. 635
9.
Anonymous. Light related diseases and disorders of pigmentation. In: Clinical dermatology a color guide to diagnosis and therapy. 4th edition. Habif T.P. ed. Toronto: Mosby; 2004. p. 692-93
10.
Kabulrachman. Kelainan Pigmen. Dalam : Ilmu penyakit kulit. Marwali
H., ed. Jakarta: Hipokrates; 2000. p. 145-49 11.
Montemarano A.D. [online] 2009 December 16 [cited 2010 February
9]. Available from:URL: http://www.emedicine.com 12. Trout Colin R. Disorder of Hyperpigmentation. In: Bolognia Jean et al. Dermatology. Volume One. London: Mosby; 2003. P. 975 – 76.
13. Amiruddin MD. Melasma. Dalam: Amiruddin MD, editor. Ilmu Penyakit Kulit. Makassar: Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin: 2003. Hal. 147 – 67.
16
14.
Ito S, Kazusama W. Chemistry of mixed melanogenesis-pivotal role
dopaquinone. {online}2007 August 29 {cited 2010 February 16}. Available from :URL: http://www.dermatologyonlinejournal.org 15.
Waditaatmadja S.M. Kelainan Pigmentasi. Dalam: Penuntun ilmu kos-
metik medik. Waditaatmadja S.M, ed. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 1997. Hal. 189 – 94. 16.
Lawrence CM, Cox NH. Physical Signs in Dermatology. 2nd ed. Edin-
burgh: Mosby 2002. P. 107.
17.
Llyod H.W. Rising to the melasma treatment challenge.[online]. 2003
Mar 15. [cited 2010 February 16]. Available from : http://www.skinandaging.com
18.
Anonym. Post-inflammatory pigmentary changes. [online]. 2009. [cited
2010 February 14]. Available from http://missinglink.ucsf.edu/lm/ Dermatology glossary/post_inflammatory_pigmentary_changes.html
17