JAWABAN NOMER 1 Penarikan Kesimpulan: Modus Ponens dan Modus Tollens Posted by Taufiq Hidayat on April 28th, 2010 Tulisan-tulisan di kategori Logika Matematika ini hanya ditujukan untuk mereka yang sedang belajar hal-hal dasar tentang Logika Matematika. Akan jarang ditemui hal-hal yang baru di di sini. Semoga bermanfaat. Saat mengajar kuliah Pemrograman Non Prosedural (terutama bagian Pemrograman Logika), saya banyak menemui mahasiswa yang belum memahami kegunaan logika matematika, terutama dalam kehidupan seharihari. Padahal tujuan utama semua ilmu adalah membantu kehidupan manusia. Demikian juga dengan logika matematika. Salah satu manfaatnya adalah membantu membuat (menarik) kesimpulan yang benar. Tulisan ini akan membahas tentang teknik penarikan kesimpulan dasar, yaitu Modus Ponens dan Modus Tollens. Agar cakupannya tidak meluas, jenis logika yang saya pakai di tulisan ini adalah logika proposisi ( propositional ). Dalam logika proposisi, sebuah kalimat propositional logic logic ). dinyatakan dengan sebuah simbol (yang mungkin berindeks). Contoh 1: p : saya makan di kelas q : saya minum di kelas p Λ q : saya makan di kelas dan saya dan saya minum di kelas (disingkat: saya makan dan minum dan minum di kelas) p V q : q : saya makan atau minum atau minum di kelas p
saya makan di kelas maka saya q : q : jika jika saya maka saya minum di kelas
→
¬ p : p : saya tidak makan tidak makan di kelas. —————- [] —————-
Modus Ponens dan Modus Tollens sebenarnya adalah teknik penarikan kesimpulan dari logika manusia juga. Di Logika Matematika, kedua teknik penarikan kesimpulan tersebut dinyatakan dengan: Modus Ponens p
q
→
p ———
Kesimpulan: q Modus Tollens p
q
→
¬q ———
Kesimpulan: ¬ p Arti Modus Ponens adalah “jika diketahui p
q dan p, maka bisa ditarik
→
kesimpulan q “. Sedangkan Modus Tollens berarti “jika diketahu p
qdan ¬q,
→
maka bisa ditarik kesimpulan ¬p “. Contoh 2: Diketahui cerita sederhana berikut: Jika saya makan di kelas maka saya minum di kelas. Saya makan di kelas. Apakah saya minum di kelas? Solusi: Menggunakan Contoh 1 di atas, kita memperoleh kalimat matematika: p
q
→
p Menggunakan Modus Ponens, maka kita bisa menarik kesimpulan q, yang artinya saya minum di kelas. —————- []
Contoh 3: Diketahui cerita sederhana berikut: Jika saya makan di kelas maka saya minum di kelas. Saya tidak minum di kelas. Apakah saya makan di kelas? Solusi: Menggunakan Contoh 1 di atas, kita memperoleh kalimat matematika: p
q
→
¬q Menggunakan Modus Tollens, maka kita bisa menarik kesimpulan ¬p, yang artinya saya tidak makan di kelas. —————- [] Contoh 4: Diketahui cerita sederhana berikut: Jika saya makan di kelas maka saya minum di kelas. Jika saya minum di kelas maka ruangan kelas menjadi kotor. Saya makan di kelas. Apakah ruangan kotor? Solusi: Misalkan: p : saya makan di kelas q : saya minum di kelas r : ruangan kelas menjadi kotor maka, cerita sederhana tersebut dapat dinyatakan dengan 1: p
→
2: q
→
3: p
q r
Menggunakan Modus Ponens untuk kalimat 1 dan kalimat 3, maka kita bisa menarik kesimpulan q, yang artinya saya minum di kelas. Kalimat-kalimat matematikanya bisa kita ubah menjadi: 1: p
→
2: q
→
q r
3: p 4: q Dengan menggunakan Modus Ponens untuk kalimat 2 dan 4, kita memperoleh kesimpulan r, yang artinya ruangan kelas menjadi kotor . —————- [] Contoh 5: Diketahui cerita sederhana berikut: Jika saya makan maka saya tidak belajar. Jika televisi sedang mati maka saya belajar. Saat ini, televisi sedang mati. Apakah saya sedang makan? Solusi: Misalkan: p : saya makan q : saya belajar r : televisi mati maka, cerita sederhana tersebut dapat dinyatakan dengan 1: p 2: r
¬q
→
q
→
3: r Kesimpulan dengan Modus Ponens untuk kalimat 2 dan kalimat 3: q. Kalimat matematika diubah menjadi:
1: p 2: r
¬q
→
q
→
3: r 4: q Dengan menggunakan Modus Tollens untuk kalimat 1 dan kalimat 4, kita peroleh kesimpulan ¬p, yang artinya saya tidak makan. —————- [] Cerita di contoh-contoh di atas adalah sederhana. Namun bukan berarti contoh yang lebih kompleks tidak bisa diselesaikan dengan teknik ini. Berikut adalah contoh dengan cerita yang lebih kompleks. Contoh 6: Diketahui cerita berikut: Pak Ali biasa ke kantor menggunakan mobil. Tentu saja jika mobilnya tidak mengalami masalah. Kalau mobilnya punya masalah, dia akan menggunakan angkutan umum. Biasanya dia mengetahui bahwa mobilnya punya masalah saat mau berangkat, menyebabkan dia terlambat tiba di kantor. Tetapi dia juga bisa terlambat meskipun naik mobil karena jalannya macet. Gara-gara terlambat, dia tidak bisa menghabiskan kopinya, yang sudah disediakan di dapur kantor. Pagi ini terlihat kopinya sudah habis. Pertanyaan: a. Apakah mobil pak Ali bermasalah? b. Apakah jalanan macet? Solusi: Misalkan: p : mobil Pak Ali bermasalah q : Pak Ali ke kantor naik mobil r : Pak Ali ke kantor naik angkutan umum s : Pak Ali terlambat t : Jalanan macet u : Kopinya Pak Ali habis.
maka, cerita tersebut dapat dinyatakan dengan 1: p
r
→
2: ¬p
→
3: r
s
q
→
4: q Λ t 5: s
s
→
¬u
→
6: u Kesimpulan yang bisa diambil: 7: ¬s {Modus Tollens dari 5 dan 6} 8: ¬r {Modus Tollens dari 3 dan 7} 9: ¬p {Modus Tollens dari 1 dan 8} Arti kalimat 9: mobil Pak Ali tidak bermasalah (Jawaban untuk pertanyaan a). Kesimpulan untuk menjawab pertanyaan b: 10: q {Modus Ponens dari 2 dan 9} 11: ¬(q Λ t) {Modus Tollens dari 4 dan 7} 12: ¬q V ¬t {Hukum de Morgan untuk 11} 13: q
¬t {Ekuivalensi implikasi dengan 12}
→
14: ¬t {Modus Ponens dari 10 dan 13} Kalimat 14 berarti Jalanan tidak macet (Jawaban untuk pertanyaan b). —————- [] Catatan Tambahan: Hukum de Morgan: ¬(p Λ q)
≡
(¬p V ¬q)
¬(p V q)
≡
(¬p Λ ¬q)
Ekuivalensi implikasi:
(p
q)
→
≡
(¬p V q)
Modus Ponens, Modus Tollens dan Contohnya
Pembelajaran tentang modus ponens, modus tollens kali ini akan kita dapat di kleas X SMA, kalau tidak salah judul babnya adalah Logoika Matematika. Terdapat 3 penarikan kesimpulan yang sah untuk tiap persoalan logika matematika yaitu sebagai berikut: model 1: Diketahui premis-premis berikut. premis (1) : p —> q premis (2) : p kesimpulan : q pola penarikan kesimpulan argumentasi di atas adalah modus ponens. Arti Modus Ponens adalah “jika diketahui p → q dan p, maka bisa ditarik kesimpulan q“.
model 2: Diketahui premis-premis berikut. premis (1) : p —> q premis (2) : -q kesimpulan : -p pola penarikan kesimpulan argumentasi di atas adalah modus tolens. Sedangkan Modus Tollens berarti “jika diketahu p → q dan ¬q, maka bisa ditarik kesimpulan ¬p“.
model 3: Diketahui premis-premis berikut. premis (1) : p —> q premis (2) : q —> r kesimpulan : p —> r pola penarikan kesimpulan argumentasi di atas adalah silogisme.
Berikut adalah contoh soal yang masuk dalam Ujian Nasioanl tahun 2006/2007: Diketahui pernyataan: 1. Jika hari panas, maka Ani memakai topi 2. Ani tidak memakai topi atau ia memakai payung 3. Ani tidak memakai payung Kesimpulan yang sah adalah a. hari panas b. hari tidak panas c. Ani memakai topi d. hari panas dan Ani memakai topi e. hari tidak panas dan ani memakai topi Penyelesaian untuk kasus tersebut adalah seb agai berikut: p = hari panas q = Ani memakai topi r = Ani pakai paying
p
q
~q ᶸ r ~r ~p Untuk pembuktian dengan percobaan Benar dan Salah, kasus ini terbukti tautology. Sehingga jawaban yang mungkian adalah B. hari tidak panas ( ~p) Semoga materi tentang modus ponens, modus tollens kali ini dapat membantu, jangan lupa untuk membaca materi matematika lainnya.
1. Modus Ponens Perhatikan contoh berikut. Premis 1: Semua manusia akan mati Premis 2: Amri manusia. Kesimpulan: Jadi, Amri pada suatu saat akan mati. Premis 1 adalah senilai dengan: Jika x manusia maka x akan mati. Pada contoh ini, premis-premis yang bernilai benar tidak akan memungkinkan bagi kesimpulannya untuk bernilai salah, sehingga penarikan kesimpulan bentuk seperti itu disebut dengan penarikan kesimpulan sah, sahih, valid, atau correct . Bentuk umumnya adalah: p ⇒ q p ∴
q
Untuk mengetahui validitas suatu argumen deduktif adalah dengan membentuk kondisional atau implikasi di mana konjungsi premis-premis dari argumen tersebut dijadikan 17sebagai antesedennya dan konklusi dari argumen tersebut dijadikan sebagai konsekuennya. Sebagai contoh, untuk mengetahui valid tidaknya argumen berikut: p ⇒ q (Premis 1) p
(Premis 2)
Jadi q (Kesimpulan) adalah dengan membentuk konjungsi dari premis 1 dan 2, yaitu:
(p ⇒ q)
p lalu konjungsi tersebut diimplikasikan dengan konklusi argumen yang
∧
ada sehingga menjadi: (p ⇒ q) ∧ p ⇒ q. Bentuk terakhir ini harus dibuktikan melalui tabel kebenaran apakah termasuk tautologi atau tidak. Jika bentuk terakhir tadi merupakan tautologi maka argumen tadi valid. Jika tidak dihasilkan suatu tautologi maka argumen tadi tidak valid. Untuk membuktikannya, dapat ditunjukkan bahwa [(p ⇒ q) ∧ p] ⇒ q merupakan suatu tautologi lewat tabel kebenaran di bawah ini.
Pada langkah terakhir (langkah ke-4) terlihat nilai kebenarannya adalah semuanya benar (tautologi), sehingga modus ponens termasuk penarikan kesimpulan yang sah, valid, absah, atau sahih. Contoh modus ponens: a. Jika seseorang berada di Jakarta maka ia berada di Jawa. Anita berada di Jakarta. Jadi, Anita berada di pulau Jawa. b. Pada hari Senin di sekolah ada pelajaran logika. Tanggal 2 April 2001 adalah hari Senin. Jadi, pada tanggal 2 April 2001 ada pelajaran logika. c. Jika suatu segitiga mempunyai 2 sisi yang sama panjang maka segitiga itu sama kaki.
Pada segitiga ABC, AB = AC. Jadi, segitiga ABC sama kaki. 18
NOMER 2
NOMER 4 Silogisme Disjungtif [sunting | sunting sumber ] Silogisme disjungtif adalah silogisme yang premis mayornya merupakan keputusan disyungtif sedangkan premis minornya bersifat kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor. Seperti pada silogisme hipotetik istilah premis mayor dan premis minor adalah secara analog bukan yang semestinya. Silogisme ini ada dua macam yaitu:
Silogisme disyungtif dalam arti sempit
Silogisme disjungtif dalam arti sempit berarti mayornya mempunyai alternatif kontradiktif. Contoh: Heri jujur atau berbohong.(premis1) Ternyata Heri berbohong.(premis2) ∴ Ia tidak jujur (konklusi).
Silogisme disjungtif dalam arti luas
Silogisme disyungtif dalam arti luas berarti premis mayornya mempunyai alternatif bukan kontradiktif. Contoh: Hasan di rumah atau di pasar .(premis1) Ternyata tidak di rumah.(premis2) ∴ Hasan di pasar (konklusi). Hukum-hukum Silogisme Disjungtif
Silogisme disjungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya valid.
Contoh: Hasan berbaju putih atau tidak putih. Ternyata Hasan berbaju putih.
Hasan bukan tidak berbaju putih.
∴
Silogisme disjungtif dalam arti luas, kebenaran konklusinya adalah 1. Bila premis minor mengakui salah satu alternatif, maka konklusinya sah (benar).
Contoh: Budi menjadi guru atau pelaut. Budi adalah guru. ∴ Maka Budi bukan pelaut. 1. Bila premis minor mengingkari salah satu alternatif, maka konklusinya tidak sah (salah). Contoh: Penjahat itu lari ke Solo atau ke Yogyakarta. Ternyata tidak lari ke Yogyakarta ∴ Dia lari ke Solo? Konklusi yang salah karena bisa jadi dia lari ke kota lain.
Silogisme Disjungtif Silogisme disjungtif adalah silogisme yang premis mayornya merupakan keputusan disyungtif sedangkan premis minornya bersifat kategorik yang mengakui atau m engingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor. Seperti pada silogisme hipotetik istilah premis mayor dan premis minor adalah secara analog bukan yang semestinya. Silogisme ini ada dua macam yaitu: Silogisme disyungtif dalam arti sempit
Silogisme disjungtif dalam arti sempit berarti mayornya mempunyai alternatif kontradiktif. Contoh: Heri jujur atau berbohong.(premis1) Ternyata Heri berbohong.(premis2) ∴
Ia tidak jujur (konklusi). Silogisme disjungtif dalam arti luas
Silogisme disyungtif dalam arti luas berarti premis mayornya mempunyai alternatif bukan kontradiktif. Contoh: Hasan di rumah atau di pasar.(premis1) Ternyata tidak di rumah.(premis2) ∴
Hasan di pasar (konklusi).
Hukum-hukum Silogisme Disjungtif Silogisme disjungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya valid.
Contoh: Hasan berbaju putih atau tidak putih. Ternyata Hasan berbaju putih. ∴
Hasan bukan tidak berbaju putih. Silogisme disjungtif dalam arti luas, kebenaran konklusinya adalah
1. Bila premis minor mengakui salah satu alternatif, maka konklusinya sah (benar). Contoh: Budi menjadi guru atau pelaut. Budi adalah guru. Maka Budi bukan pelaut. 1. Bila premis minor mengingkari salah satu alternatif, maka konklusinya tidak sah (salah).
∴
Contoh: Penjahat itu lari ke Solo atau ke Yogyakarta. Ternyata tidak lari ke Yogyakarta ∴
Dia lari ke Solo?
Konklusi yang salah karena bisa jadi dia lari ke kota lain.
3. Silogisme disjungtif : adalah silogisme dimana premis mayor maupun minornya , baik salah satu maupun keduanya , merupakan keputusan disjunctive atau ada juga yang mengatakan bahwa silogisme disjungtif adalah silogisme yang primis mayornya berbentuk proposisi disjungtive Contoh : · Kamu atau saya yang pergi · Kamu tidak pergi · Maka sayalah yang pergi Silogisme disjungtive mempunyai dua buah corak diantaranya : a) Akuilah satu bagian disjungtif pada premis minor, dan tolaklah lainnya pada kesimpulan . misalnya : · Planet kita ini diam atau berputar. · Karena berputar, jadi bukanlah diam. Corak ini di sebut modus ponendo tolles. b) Tolaklah satu bagian disjungsi pada premis minor , dan akuilah yang lainnya pada kesimpulan . Misalnya : · Planet bumi kita ini diam atau berputar · Planit bumi kita ini tidak diam · Jadi . planet bumi kita ini berputar. Corak ini disebut modus tolledo ponens. N.B. Silogisme disjungtif bisa diplangkan ke silogisme kondisional . Misalnya : · Apabila kamu tidak pergi, sayalah yang pergi . · Kami tidak pergi . · Maka sayalah yang pergi.
Silogisme disjungtif dalam arti sempit maupun arti luas mempunyai dua tipe yaitu : a) Primis minornya mengingkari salah satu alternative, konklusinya adalah mengakui alternative yang lain, seperti : · Ia berada diluar atau di dalam · Ternyata tidak berada di luar. · Jadi ia berada di dalam. · Ia berada di luar atau di dalam · Ternyata tidak berada di dalam · Jadi ia berada di luar. b) Premis minor mengakui salah satu alternative, kesimpulannya adalah mengingkari alternative yang lain, seperti: · Budi di masjid atau di sekolah · Ia berada di masjid. · Jadi ia tidak berada di sekolah. · Budi di masjid atau di sekolah · Ia berada di sekolah . · Jadi ia tidak berada di masjid.