BAB II TI NJ AUAN PUSTA PUSTAK KA
A. Standar Standar Operasional Pr Pr ose osedur (SOP) (SOP ) P Pe emasa masang ngan an I nfus 1. Pengertian SOP Suatu standa standarr / pedoman oman tertuli tertulis yang dipe dipergunakan rgunakan untuk untuk mendorong dan menggerakkan rakkan suatu kelompok kelompok untuk mencapai tujuan tujuan organi organisasi sasi.. Standa Standar operasional operasional prosedur prosedur merupakan tatacara atau tahapan yang di dibakuk bakukan an dan dan yang harus dil dilalui alui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu (Perry dan Potter (2005). SOP SOP inf i nfus us adalah lang langkah-l kah-lan angkah gkah prosedur prosedur untuk untuk memasukkan kkan cairan cairan secara parenteral dengan menggunakan intr intravenous avenous kateter melal elalui ui intravena vena (SOP (SOP Ruma Rumah Saki Sakitt Dr. Dr. K aria riadi, 20 2011 11). ). 2. Tuju Tujua an SOP Tuju Tujua an SOP antara lain lain (SO (SOP Rum Rumah Sakit Dr. Dr. Kar Kariad iadi, 2011) : a. Petugas etugas / pegawa pegawai menjaga konsiste konsistensi nsi dan tingkat tingkat kine kinerj rja a petug petugas as / pegawa pegawai atau tim tim dalam organisas organisasi atau unit unit kerja. kerj a. b. Mengetahui tahui dengan jelas jelas peran dan fung fungsi si tiap tiap--tiap tiap posi posisi si dalam organisasi c. Memperjelas perjelas alur alur tugas, wewe wewenang nang dan tanggung nggung jawa jawab dari petuga petugas/pegawai terkait. terkait. d. Melindungi organi organisasi/uni si/unitt kerja kerja dan petugas tugas/peg /pega awai dari dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya.
9
10
e. Untuk menghinda hindari kegagal kegagalan an/k /kes esal alah ahan an,, keraguan, dupl duplikasi dan inefisiensi 3. Fungsi Fungsi SOP Fungs ungsii SOP antara lain (SOP (SOP Ruma Rumah Saki Sakitt Dr. K aria riadi, 20 2011 11)) : a. Memperlan perlancar car tugas petugas/pegawai atau tim tim/unit unit kerja. kerj a. b. Sebagai dasar dasar hukum bil bila terjadi rj adi penyi penyim mpanga pangan. n. c. Mengetahui dengan jel jelas as hambatan-hambatannya dan mudah dil dilacak. d. Menga engarahkan rahkan petugas/pegawai untuk sama-sama disipl disi pliin dal dalam bekerja. 4. K apan SOP diperlukan a. SOP SOP harus sudah ada sebe sebelum suatu pekerj pekerjaa aan dil dilakukan b. SOP SOP diguna digunakan untuk menil menilai ai apakah apakah pekerj pekerjaa aan tersebut tersebut sudah sudah dil dilakukan deng dengan an bai baik atau tidak tidak c. Uji SOP sebelum dijalankan, lakukan revisi jika ada perubahan langkah angkah kerja kerja yang dapat dapat mempenga pengaruhi ruhi lingkungan kerja. kerj a. 5. K euntunga euntungan adanya SOP SOP a. SOP SOP yang baik baik akan menj enjadi pedom pedoman bag bagii pelaksana, menjadi alat komuni komunikasi dan dan pengawa pengawasa san n dan menj enjadikan adikan pekerjaa kerj aan di dise sellesaikan secara secara konsisten konsisten b. Para pegawai akan le lebih bih memiliki percaya di diri dal dalambekerj bekerja a dan tahu tahu apayang harus dicapa di capai dal dalamsetiap pekerjaa pekerjaan c. SOP SOP juga j uga bisa bisa dipergun dipergunakan akan sebag sebagai ai salah salah satu satu al alat trainni trainning ng dan bisa bisa diguna digunakan untuk untuk mengukur ki kinerj nerja a pegawai gawai..
11
6. Pengertian ertian Pemasangan Inf Infus us Pemasangan inf infus us adalah dalah salah satu cara atau bagian bagian dari pengobatan untuk memasukkan asukkan obat atau vitam vitamin ke dalam dalam tubuh pasien pasien (Darm (Darmawan, 2008). Sementara itu itu menurut enurut Lukma L ukman (2007), terapi terapi intravena adalah memasukk asukkan an jarum jarum atau kanula ke ke dalam vena (pembuluh buluh balik) bali k) untuk dil dilewati cairan cairan inf infus us / pengobatan, tan, dengan dengan tujuan tujuan agar agar sejumlah cairan cairan atau obat dapat masuk ke dalam dalam tubuh melal elalui ui vena dalam jangka waktu tertentu. tertentu. Ti Tindakan ndakan ini sering seri ng merupakan tinda tindakan life saving sepe seperti rti pada pada kehil kehilangan angan cairan cairan yang yang banyak, dehidrasi dehidrasi dan syok syok,, karen karena a itu keberhasi keberhasillan terapi
dan cara pemberian berian yang yang aman diperl diperlukan ukan
pengetahuan dasar tentang kesei keseimbangan cairan cairan dan elektr elektrol oliit serta asam basa. 7. Tuju Tujua an Menurut Hi Hidayat dayat (2008), tujuan tujuan utama terapi intravena adalah mempertahankan atau mengganti cairan cairan tubuh yang mengandung air, air, elektroli elektrol it, vitam vitamin, protei protein, lem lemak dan kal kalori yang yang tidak dapat dipe dipertahankan melalui alui oral, oral, mengoreksi engoreksi dan dan mencegah ncegah gangguan ngguan cai cairan dan dan elektrol elektroliit, memperbaiki kesei keseimbangan bangan asam basa, mem memberikan berikan tranfusi tranfusi darah, darah, menyediakan diakan medium untuk pemberian berian obat intravena i ntravena, dan dan membantu bantu pemberi berian an nutrisi nutrisi parenteral. nteral.
12
8. Keuntungan dan Kerugian Menurut Perry dan Potter (2005), keuntungan dan kerugian terapi intravenaadalah : a. Keuntungan Keuntungan terapi intravena antara lain : Efek terapeutik segera dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat target berlangsung cepat, absorbsi total memungkinkan dosis obat lebih tepat dan terapi lebih dapat diandalkan, kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek terapeutik dapat dipertahankan maupun dimodifikasi, rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jika diberikan intramuskular atau subkutan dapat dihindari, sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorbsi dengan rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinalis. b. Kerugian Kerugian terapi intravena adalah : tidak bisa dilakukan “drug recall” dan mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi, kontrol pemberian yang tidak baik bisa menyebabkan “speed shock” dan komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu : kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode tertentu, iritasi vascular, misalnya flebitis kimia, dan inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan.
13
9. Lokasi Pemasangan Infus Menurut Perry dan Potter (2005), tempat atau lokasi vena perifer yang sering digunakan pada pemasangan infus adalah vena supervisial atau perifer kutan terletak di dalam fasia subcutan dan merupakan akses paling mudah untuk terapi intravena. Daerah tempat infus yang memungkinkan adalah permukaan dorsal tangan (vena supervisial dorsalis, vena basalika, vena sefalika), lengan bagian dalam (vena basalika, vena sefalika, vena kubital median, vena median lengan bawah, dan venaradialis), permukaan dorsal (vena safena magna, ramus dorsalis).
Gambar 2.1 Lokasi Pemasangan Infus Sumber : Dougherty, dkk (2010)
14
Menurut Dougherty, dkk, (2010), Pemilihan lokasi pemasangan terapi intravana mempertimbangkan beberapa faktor yaitu: a. Umur pasien : misalnya pada anak kecil, pemilihan sisi adalah sangat penting dan mempengaruhi berapa lama intravenaterakhir b. Prosedur yang diantisipasi : misalnya jika pasien harus menerima jenis terapi tertentu atau mengalami beberapa prosedur seperti pembedahan, pilih sisi yang tidak terpengaruh oleh apapun c. Aktivitas pasien : misalnya gelisah, bergerak, tak bergerak, perubahan tingkat kesadaran d. Jenis intravena: jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikan sering
memaksa
tempat-tempat
yang
optimum
(misalnya
hiperalimentasi adalah sangat mengiritasi vena-vena perifer) e. Durasi terapi intravena: terapi jangka panjang memerlukan pengukuran untuk memelihara vena; pilih vena yang akurat dan baik, rotasi sisi dengan hati-hati, rotasi sisi pungsi dari distal ke proksimal (misalnya mulai di tangan dan pindah ke lengan) f. Ketersediaan vena perifer bila sangat sedikit vena yang ada, pemilihan sisi dan rotasi yang berhati-hati menjadi sangat penting ; jika sedikit vena pengganti g. Terapi intravena sebelumnya : flebitis sebelumnya membuat vena menjadi tidak baik untuk di gunakan, kemoterapi sering membuat vena menjadi buruk (misalnya mudah pecah atau sklerosis)
15
h. Pembedahan sebelumnya : jangan gunakan ekstremitas yang terkena pada pasien dengan kelenjar limfe yang telah di angkat (misalnya pasien mastektomi) tanpa izin dari dokter i. Sakit sebelumnya : jangan gunakan ekstremitas yang sakit pada pasien dengan stroke j. Kesukaan pasien : jika mungkin, pertimbangkan kesukaan alami pasien untuk sebelah kiri atau kanan dan juga sisi 10. Jenis cairan intravena Berdasarkan osmolalitasnya, menurut Perry dan Potter, (2005) cairan intravena (infus) dibagi menjadi 3, yaitu : a. Cairan bersifat isotonis : osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%). b. Cairan bersifat hipotonis : osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalampembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas
16
tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. K omplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%. c. Cairan bersifat hipertonis : osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose5%+Ringer-Lactate. 11. SOP Pemasangan Infus Standar Operating Procedure (SOP) memasang selang infus di RSUP Dr Kariadi Semarang adalah : a. Cuci tangan b. Dekatkan alat c. Jelaskan kepada klien tentang prosedur dan sensasi yang akan dirasakan selama pemasangan infus d. Atur posisi pasien / berbaring
17
e. Siapkan cairan dengan menyambung botol cairan dengan selang infus dan gantungkan pada standar infus f. Menentukan area vena yang akan ditusuk g. Pasang alas h. Pasang tourniket pembendung ±15 cm diatas vena yang akan ditusuk i. Pakai sarung tangan j. Desinfeksi areayang akan ditusuk dengan diameter 5-10 cm k. Tusukan IV catheter ke vena dengan jarum menghadap ke jantung l. Pastikan jarum IV masuk ke vena m. Sambungkan jarumIV dengan selang infus n. Lakukan fiksasi ujung jarumIV ditempat insersi o. Tutup area insersi dengan kasa kering kemudian plester p. Atur tetesan infus sesuai program medis q. Lepas sarung tangan r. Pasang label pelaksanaan tindakan yang berisi : nama pelaksana, tanggal dan jampelaksanaan s. Bereskan alat t. Cuci tangan u. Observasi dan evaluasi respon pasien, catat pada dokumentasi keperawatan
18
12. Komplikasi Pemasangan Infus Terapi intravena diberikan secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama tentunya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya komplikasi. Komplikasi dari pemasangan infus yaitu flebitis, hematoma, infiltrasi, tromboflebitis, emboli udara (Hinlay, 2006). a. Flebitis Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Kondisi ini dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah dan hangat di sekitar daerah insersi/penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak pada area insersi atau sepanjang vena, dan pembengkakan. b. Infiltrasi Infiltrasi terjadi ketika cairan IV memasuki ruang subkutan di sekeliling tempat pungsi vena. Infiltrasi ditunjukkan dengan adanya pembengkakan (akibat peningkatan cairan di jaringan), palor (disebabkan oleh sirkulasi yang menurun) di sekitar area insersi, ketidaknyamanan dan penurunan kecepatan aliran secara nyata. Infiltrasi mudah dikenali jika tempat penusukan lebih besar daripada tempat yang sama di ekstremitas yang berlawanan. Suatu cara yang lebih dipercaya untuk memastikan infiltrasi adalah dengan memasang torniket di atas atau di daerah proksimal dari tempat pemasangan infus dan mengencangkan torniket tersebut secukupnya untuk menghentikan
19
aliran vena. Jika infus tetap menetes meskipun ada obstruksi vena, berarti terjadi infiltrasi. c. Iritasi vena Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus, kemerahan pada kulit di atas area insersi. Iritasi vena bisa terjadi karena cairan dengan pH tinggi, pH rendah atau osmolaritas yang tinggi (misal: phenytoin, vancomycin, eritromycin, dan nafcillin). d. Hematoma Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan di sekitar area insersi. Hal ini disebabkan oleh pecahnya dinding vena yang berlawanan selama penusukan vena, jarum keluar vena, dan tekanan yang tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelah jarum atau kateter dilepaskan. Tanda dan gejala hematoma yaitu ekimosis, pembengkakan segera pada tempat penusukan, dan kebocoran darah pada tempat penusukan. e. Tromboflebitis Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah peradangan dalam vena. Karakteristik tromboflebitis adalah adanya nyeri yang terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakan di sekitar areainsersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena adanya rasa tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan aliran yang tersendat, demam, malaise, dan leukositosis.
20
f. Trombosis Trombosis ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak pada vena, dan aliran infus berhenti. Trombosis disebabkan oleh injuri sel endotel dinding vena, pelekatan platelet. g. Occlusion Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika botol dinaikkan, aliran balik darah di selang infus, dan tidak nyaman pada area pemasangan/insersi. Occlusion disebabkan oleh gangguan aliran IV, aliran balik darah ketika pasien berjalan, dan selang diklem terlalu lama. h. Spasmevena Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di sekitar vena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka maksimal. Spasme vena bisa disebabkan oleh pemberian darah atau cairan yang dingin, iritasi vena oleh obat atau cairan yang mudah mengiritasi vena dan aliran yang terlalu cepat. i. Reaksi vasovagal Digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada vena, dingin, berkeringat, pingsan, pusing, mual dan penurunan tekanan darah. Reaksi vasovagal bisa disebabkan oleh nyeri atau kecemasan. j. Kerusakan syaraf, tendon dan ligament Kondisi ini ditandai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan kontraksi otot. Efek lambat yang bisa muncul adalah paralysis, mati rasa dan
21
deformitas. Kondisi ini disebabkan oleh tehnik pemasangan yang tidak tepat sehingga menimbulkan injuri di sekitar syaraf, tendon dan ligament. 13. Pencegahan komplikasi pemasangan terapi intravena. Menurut Hidayat (2008), selama proses pemasangan infus perlu memperhatikan hal-hal untuk mencegah komplikasi yaitu : a. Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jamdan gunakan set infus baru b. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda infeksi c. Observasi tanda/ reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain d. Jika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi penusukan e. Kencangkan kleminfus sehingga tidak mengalir f. Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut jarum infus perlahan, periksa ujung kateter terhadap adanya embolus g. Bersihkan lokasi penusukan dengan anti septik. Bekas-bekas plester dibersihkan memakai kapas alkohol atau bensin (jika perlu) h. Gunakan alat-alat yang steril saat pemasangan, dan gunakan tehnik sterilisasi dalam pemasangan infuse i. Hindarkan memasang infus pada daerah-daerah yang infeksi, vena yang telah rusak, vena pada daerah fleksi dan vena yang tidak stabil j. Mengatur ketepatan aliran dan regulasi infus dengan tepat. Penghitungan cairan yang sering digunakan adalah penghitungan millimeter perjam(ml/h) dan penghitungan tetes permenit.
22
B. K epatuhan 1. Pengertian Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan dalam dan perilaku yang disarankan. Pengertian dari kepatuhan adalah menuruti suatu perintah atau suatu aturan. K epatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan perawatan, pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh perawat, dokter atau tenaga kesehatan lainnya. (Bart, 2004). Perilaku kepatuhan bersifat sementara karena perilaku ini akan bertahan bila ada pengawasan. Jika pengawasan hilang atau mengendur maka akan timbul perilaku ketidakpatuhan. Perilaku kepatuhan ini akan optimal jika perawat itu sendiri mengganggap perilaku ini bernilai positif yang akan diintegrasikan melalui tindakan asuhan keperawatan. Perilaku keperawatan ini akan dapat dicapai jika manajer keperawatan merupakan orang yang dapat dipercaya dan dapat memberikan motivasi (Sarwono, 2007). 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan (Setiadi, 2007) yaitu: a. Faktor internal 1) Pengetahuan a) Pengertian Pengetahuan Menurut Wawan & Dewi (2010),
pengetahuan
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
23
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk
tindakan
seseorang
(overt
behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng, sebelum orang mengadopsi perilaku baru tersebut terjadi proses yang berurutan yakni : (1) Awareness (kesadaran) : yakni orang tersebut menyadari dalamarti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. (2) Interest: yakni orang mulai tertarik kepada stimulus. (3) Evaluation : menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. (4) Trial : orang telah mulai mencoba perilaku baru. (5) Adoption : subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus b) Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan tercakup dalamdomain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu : (1) Tahu (know) : Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Kata kerja untuk
24
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. (2) Memahami (comprehension) : Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. (3) Aplikasi (application) : Sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). (4) Analisis (analysis) : Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu subyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. (5) Sintesis (synthetis) : Sintesis yaitu menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu kemampuan untuk menyusun formula baru. Formulasi-formulasi yang telah ada. (6) Evaluasi (evaluation) : Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu obyek atau materi. Penilian ini dibutuhkan suatu kriteria yang ditentukan atau menggunakan kriteria yang ada.
25
c) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pengetahuan
(Notoatmodjo, 2003) yaitu : (1) Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan yaitu kemampuan belajar yang dimiliki manusia merupakan bekal yang sangat pokok. J enis pendidikan adalah macam jenjang pendidikan formal yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan belajar siswa, sehingga tingkat pendidikan dan jenis pendidikan dapat menghasilkan
suatu
perubahan.
Informasi
juga
mempengaruhi pengetahuan yaitu dengan kurangnya informasi tentang hubungan. (2) Budaya Budaya sangat berpengaruh terhadap hubungan seksual selama masa kehamilan, karena setiap budaya yang baru akan disaring sesuai tidak dengan budaya yang ada dan agama yang dianut. (3) Pengalaman Pengalaman disini berkaitan dengan umur. Pengalaman akan lebih luas sebagaimana dengan umur yang semakin bertambah.
26
2) Sikap a) Pengertian Menurut Azwar (2009) sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respons. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan seharihari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka (Notoatmodjo, 2003).
27
b) Tingkatan Sikap Tingkatan sikap menurut Sunaryo (2004) adalah : (1) Menerima (receiving) : diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). (2) Merespon (responding) : memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut. (3) Menghargai (valuing) : mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. (4) Bertanggung jawab (responsible) : bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. c) Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap Dalam
interaksi
sosialnya,
individu
bereaksi
membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar (2009) adalah :
28
(1) Pengalaman pribadi Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. (2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan, atau seseorang yang berarti khusus bagi kita. (3) Pengaruh kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup dalam budaya yang mempunyai norma longgar bagi pergaulan heteroseksual, sangat mungkin kita akan mempunyai sikap yang mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan heteroseksual. (4) Media Massa Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dll mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang.
29
(5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. (6) Pengaruh Faktor Emosional Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. K adangkadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. d) Pengukuran Sikap Menurut Azwar (2009), salah satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap dan perilaku manusia adalah masalah
pengungkapan
(assessment)
atau
pengukuran
(measurement) sikap. Sesungguhnya sikap dapat dipahami lebih daripada sekedar favorabel
atau seberapa tidak
favorabelnya perasaan seseorang, lebih daridapa sekedar positif atau seberapa negatifnya. Sikap dapat diungkap dan dipahami dari dimensinya yang lain. Beberapa karakteristik (dimensi) sikap yaitu :
30
(1) Arah Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai objek. Orangg yang setuju, mendukung atau memihak terhadap suatu objek sikap berarti memiliki sikap yang arahnya positif sebaliknya mereka yang tidak setuju atau tidak mendukung dikatakan sebagai memiliki sikap yang arahnya negatif. (2) Intensitas Sikap memiliki intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. Dua orang yang sama tidak sukanya terhadap sesuatu, yaitu sama-sama memiliki sikap yang berarah negatif belum tentu memiliki sikap negatif yang sama intensitasnya. Orang pertama mungkin tidak setuju tapi orang kedua dapat saja sangat tidak setuju. Begitu juga sikap yang positif dapat berbeda kedalamannya bagi setiap orang, mulai dari aspek agak setuju sampai pada kesetujuan yang ekstrim.
31
(3) Keluasan Sikap juga memiliki keluasan, maksudnya kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap suatu objek sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat pula mencakup banyak sekali aspek yang ada pada objek sikap. Seseorang dapat mempunyai sikap favorabel terhadap program keluarga berencana secara menyeluruh, yaitu pada semua aspek dan kegiatan keluarga berencana sedangkan orang lain mungkin mempunyai sikap positif yang lebih terbatas (sempit) dengan hanya setuju pada aspek-aspek tertentu saja kegiatan program keluarga berencanatersebut. (4) Konsistensi Sikap juga konsistensi, maksudnya adalah kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responsnya terhadap objek sikap termaksud. Konsistensi sikap diperlihatkan oleh kesesuaian sikap antar waktu. Untuk dapat konsisten, sikap harus berubah, yang labil, tidak dapat bertahan lama dikatakan sebagai sikap yang inkonsisten. K onsistensi juga diperlihatkan oleh tidak adanya kebimbangan dalam bersikap. Konsistensi dalam bersikap tidak sama tingkatannya pada setiap diri individu dan setiap objek sikap. Sikap yang tidak konsisten, yang
32
tidak menunjukkan kesesuaian antara pernyataan sikap dan perilakunya, atau yang mudah berubah-ubah dari waktu ke waktu akan sulit diinterpretasikan dan tidak banyak berarti dalam memahami serta memprediksi perilaku individu yang bersangkutan. (5) Spontanitas Karakteristik sikap yang terakhir adalah spontanitas, yaittu menyangkut
sejauhmana
kesiapan
individu
untuk
menyatakan sikapnya secara spontan. Sikap dikatakan memiliki spontanitas yang tinggi apabila dapat dinyatakan secara terbuka tanpa harus melakukan pengungkapan atau desakan lebih dahulu agar individu mengemukakannya. Hal ini tampak dari pengamatan terhadap indikator sikap atau perilaku
sewaktu
individu
berkesempatan
untuk
mengemukakan sikapnya. Dalam berbagai bentuk skala sikap yang umumnya harus dijawab dengan ”setuju” atau ”tidak setuju”, spontanitas sikap ini pada umumnya tidak dapat terlihat. 3) Kemampuan Kemampun adalah bakat seseorang untuk melakukan tugas fisik atau mental. Kemampuan seseorang pada umumnya stabil. Kemampuan merupakan faktor yang dapat membedakan karyawan yang berkinerja tinggi dan yang berkinerja rendah. Kemampuan
33
individu mempengaruhi karateristik pekerjaan, perilaku, tanggung jawab, pendidikan dan memiliki hubungan secara nyata terhadap kinerja pekerjaan (Ivancevich, 2007). Manajer harus berusaha menyesuaikan kemampuan dan keterampilan seseorang dengan kebutuhan pekerjaan. Proses penyesuaian ini penting karena tidak ada kepemimpinan, motivasi, atau sumber daya organisasi yang dapat mengatasi kekurangan kemampuan dan keterampilan meskipun beberapa keterampilan dapat diperbaiki melalui latihan atau pelatihan (Ivancevich, 2007). 4) Motivasi a) Pengertian Motivasi Motivasi mempunyai arti dorongan, berasal dari bahasa latin “movere”, yang berarti mendorong atau menggerakkan. Motivasi inilah yang mendorong seseorang untuk berperilaku, beraktifitas dalam pencapaian tujuan. K arena itu motivasi diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat atau merupakan driving force. Motif sebagai pendorong pada umumnya tidak berdiri sendiri, tetapi saling kait mengait dengan faktor-faktor lain, hal-hal yang dapat mempengaruhi motif disebut motivasi. Kalau orang ingin mengetahui mengapa orang berbuat atau berperilaku ke arah sesuatu seperti yang dikerjakan, maka orang tersebut akan
34
terkait dengan motivasi atau perilaku yang termotivasi (motivated behavior) (Sunaryo, 2004). Menurut Walgito (2004), motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa motivasi mempunyai 3 aspek, yaitu : (1) Keadaan terdorong dalam diri organisme (a driving state) : yaitu kesiapan bergerak karena kebutuhan (2) Perilaku yang timbul dan terarah karena keadaan ini (3) Goal atau tujuan yang dituju oleh perilaku tersebut b) Teori-teori motif Mengenai motif ini ada beberapa teori yang diajukan yang memberi gambaran tentang seberapa jauh peranan dari stimulus internal dan eksternal. Teori-teori tersebut adalah (Walgito, 2004) : (1) Teori insting (instinct theory) :
Perilaku itu sebabkan
karena insting, dan mengajukan suatu daftar insting. Insting merupakan perilaku yang innate, perilaku yang bawaan, dan insting akan mengalami perubahan karena pengalaman. (2) Teori dorongan (drive theory) : Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa organisme itu mempunyai dorongandorongan atau drive tertentu. Dorongan-dorongan ini
35
berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong organisme berperilaku. (3) Teori insentif (insentive theory) : Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku organisme itu disebabkan karena adanya insentif. Dengan insentif akan mendorong organisme berbuat atau berperilaku. Insentif atau juga disebut sebagai reinforcement ada yang positif dan ada yang negatif. (4) Teori atribusi : Teori ini ingin menjelaskan tentang sebabsebab perilaku orang. Apakah perilaku itu disebabkan oleh disposisi internal (misal motif, sikap) ataukah keadaan eksternal. Pada dasarnya perilaku manusia itu dapat atribusi internal, tetapi jugadapat atribusi eksternal. (5) Teori kognitif : Apabila seseorang harus memilih perilaku mana yang mesti dilakukan, maka pada umumnya yang bersangkutan akan memilih alternatif perilaku yang akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi yang bersangkutan. c) Jenis-jenis motif Jenis-jenis motif menurut Walgito (2004) adalah: (1) Motif fisiologis : dorongan atau motif fisiologis pada umumnya berakar pada keadaan jasmani, misal dorongan
36
untuk makan, dorongan untuk minum, dorongan seksual, dorongan untuk mendapatkan udara segar. (2) Motif sosial : motif sosial merupakan motif yang kompleks, dan merupakan sumber dari banyak perilaku atau perbuatan manusia. K arena motif ini dipelajari, maka kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain satu dengan yang lain itu dapat berbeda-beda. (3) Teori kebutuhan dari Murray : Selain teori kebutuhan atau teori motif yang dikemukakan oleh McClellland, dikenal pula teori kebutuhan yang dikemukakan oleh Murray atau disebut teori motif. (4) Motif eksplorasi, kompetensi dan self-aktualisasi : mengadakan eksplorasi terhadap lingkungan; motif untuk menguasai tantangan yang ada dalam lingkungan dan menanganinya dengan secara efektif (competency, or effectance motivation); dan motif untuk aktualisasi diri (self actualization) yang berkaitan sampai seberapa jauh seseorang
dapat
bertindak
atau
berbuat
untuk
mengaktualisasikan dirinya. d) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Menurut Widyatun (2002) ada dua faktor yang berpengaruh terhadap motivasi yaitu:
37
(1) Faktor internal Motivasi yang berasal dari dalam diri manusia, biasanya timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga manusia menjadi puas. Faktor internal meliputi: (a) Faktor fisik Faktor fisik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi fisik misalnya status kesehatan. (b) Faktor proses mental Motivasi merupakan suatu proses yang tidak terjadi begitu saja, tetapi ada kebutuhan yang mendasari munculnya motivasi tersebut. (c) Faktor hareditas Bahwa manusia diciptakan dengan berbagai macamtipe kepribadian yang secara herediter dibawa sejak lahir. Ada tipe kepribadian tertentu yang mudah termotivasi atau sebaliknya. Orang yang mudah sekali tergerak perasaanya,
setiap kejadian menimbulkan reaksi
perasaan padanya. (d) Faktor kematangan usia Kematangan usia seseorang akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dan proses berfikir dalam melakukan sesuatu.
38
(e) Pengetahuan Tingkat pengetahuan seseorang juga mempengaruhi motivasi individu, yang mana makin tinggi pengetahuan seseorang maka makin tinggi motivasi sesorang untuk melakukan sesuatu. (2) Faktor eksternal Faktor eksternal meliputi: (a) Faktor lingkungan Lingkungan merupakan sesuatu yang berada disekitar individu baik secara fisik, biologis maupun sosial. (b) Dukungan sosial Dukungan sosial sebagai informasi verbal maupun nonverbal, saran, bantuan yang nyata dan tingkah laku yang diberikan masyarakat dengan subyek didalam lingkungan sosialnya. (c) Media Media merupakan sarana untuk menyampaikan pesan atau info kesehatan. b. Faktor eksternal 1) Karakteristik Organisasi Keadaan dari organisasi dan struktur organisasi ditentukan oleh filosofi dari manajer organisasi tersebut. Keadaan organisasi dan struktur organisasi akan memotivasi atau gagal memotivasi
39
perawat profesional untuk berpartisipasi pada tingkatan yang konsisten sesuai dengan tujuan (Swansburg, 2000). Subyantoro (2009),
berpendapat bahwa karakteristik
organisasi meliputi komitmen organisasi dan hubungan antara teman sekerja dan supervisor yang akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan perilaku individu. 2) Karakteristik Kelompok Rusmana (2008) berpendapat bahwa kelompok adalah unit komunitas yang terdiri dari dua orang atau lebih yang memiliki suatu kesatuan tujuan dan pemikiran serta integritas antar anggota yang kuat. Karakteristik kelompok adalah : (1) adanya interaksi; (2) adanya struktur; (3) kebersamaan; (4) adanya tujuan; (5) ada suasana kelompok; (6) dan adanya dinamika interdependensi. Anggota kelompok melaksanakan peran tugas, peran pembentukan, pemeliharaan kelompok, dan peran individu. Anggota melaksanakan hal ini melalui hubungan interpersonal. Tekanan dari
kelompok
sangat
mempengaruhi
hubungan
interpersonal dan tingkat kepatuhan individu karena individu terpaksa mengalah dan mengikuti perilaku mayoritas kelompok meskipun sebenarnya individu tersebut tidak menyetujuinya (Rusmana, 2008).
40
3) Karakteristik Pekerjaan Karakteristik pekerjaan akan memberikan motivasi bagi karyawan
untuk
lebih
bekerja
dengan
giat
dan
untuk
menumbuhkan semangat kerja yang lebih produktif karena karakteristik pekerjaan adalah proses membuat pekerjaan akan lebih berarti, menarik dan menantang sehingga dapat mencegah seseorang dari kebosanan dan aktivitas pekerjaan yang monoton sehingga pekerjaan terlihat lebih bervariasi. Gibson et al (Rahayu, 2006) karakteristik pekerjaan adalah sifat yang berbeda antara jenis pekerjaan yang satu dengan yang lainnya yang bersifat khusus dan merupakan inti pekerjaan yang berisikan sifat-sifat tugas yang ada di dalam semua pekerjaan serta dirasakan oleh para pekerja sehingga
mempengaruhi
sikap
atau
perilaku
terhadap
pekerjaannya. 4) Karakteristik Lingkungan Apabila perawat harus bekerja dalam lingkungan yang terbatas dan berinteraksi secara konstan dengan staf lain, pengunjung, dan tenaga kesehatan lain. K ondisi seperti ini yang dapat menurunkan motivasi perawat terhadap pekerjaannya, dapat menyebabkan stress, dan menimbulkan kepenatan (Swansburg, 2000).
41
C. K erangka Teori Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
Faktor Internal : 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Kemampuan 4. Motivasi K epatuhan menjalankan SOP Faktor Eksternal : 1. Karakteristik organisasi 2. Karakteristik kelompok 3. Karakteristik pekerjaan 4. Karakteristik lingkungan
Bagan 2.2 Kerangka Teori Sumber : Setiadi (2007)
42
D. K erangka Konsep Variabel Independen
Variabel Dependen
Pengetahuan Kepatuhan perawat dalam melaksanakan SOP infus
Sikap
Motivasi
Bagan 2.3 Kerangka Konsep
E. Variabel Penelitian Variabel adalah gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati (Sugiyono, 2007). Variabel dalampenelitian ini adalah : 1. Variabel Independen (Variabel Bebas) Variabel Independen adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap dan motivasi. 2. Variabel Dependen (Variabel Terikat) Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepatuhan perawat dalam melaksanakan standar operasional prosedur pemasangan infus.