TUGAS RESUME PERPAJAKAN INTERNASIONAL TAX HAVEN COUNTRY
Dosen Pengampu : Umi Sulistiyanti, S.E., Ak., M.Acc. Disusun Oleh: Kelompok 6 Imam Teguh Prakoso
14312388
Jamhari Ramadhan
14312427
Tariman
14312447
Muftah Marbaith Al Hamid
14312462
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA TAHUN AJARAN 2017/2018
A. Pengertian Tax Haven Country
Tax haven country adalah kebijakan pajak suatu negara yang dengan sengaja memberikan fasilitas pajak, berupa penetapan tarif pajak yang rendah atau bahkan tidak mengenakan pajak sama sekali. Hal ini bertujuan agar penghasilan penduduk negara lain bisa dialihkan ke negara tersebut. Definisi tax haven country bisa berbeda-beda di masing-masing negara tergantung dari ketentuan masing-masing negara mendefinisikan tax haven country (Dasrussalam, 2007). Jepang mengategorikan suatu negara merupakan tax haven country jika beban pajak yang sesungguhnya dibayar kurang dari 25% dari penghasilan kena pajak. Jepang mengategorikan suatu negara merupakan tax haven country jika beban pajak yang sesungguhnya dibayar kurang dari 15% dari penghasilan kena pajak. Prancis mengategorikan suatu negara sebagai tax haven country jika pajak terutang di negara tersebut jumlahnya kurang dari 66,67% dari pajak yang terutang seandainya penghasilan tersebut dihitung berdasarkan ketentuan perpajakan Prancis. Inggris mengklasifikasikan suatu negara sebagai tax haven country jika pajak terutang di negara tersebut jumlahnya kurang dari 75% dari pajak yang terutang seandainya penghasilan tersebut dihitung berdasarkan ketentuan perpajakan Inggris. The United States Government Accountability Office memberikan 5 karakteristik tax havens country, yaitu : a. tidak ada pajak atau pajak hanya nominal saja, b. tidak adanya pertukaran informasi perpajakan dengan negara lain, c. tidak ada transparansi dalam pelaksanaan undang-undang dan peraturan pelaksanaannya, d. tidak ada kewajiban bagi badan usaha asing untuk berada secara fisik pada negara itu, e. mempromosikan negara atau wilayahnya sebagai offshore financial center. Sedangkan menurut OECD ada empat faktor utama yang digunakan untuk menentukan apakah suatu negara merupakan tax haven. Yang pertama adalah bahwa negara tidak mengenakan pajak atau hanya nominal saja. Kriteria tidak ada pajak atau nominal saja tidak cukup sebagai satusatunya kriteria dianggap sebagai tax haven. OECD mengakui bahwa setiap negara memiliki hak untuk menentukan apakah perlu memberlakukan pajak langsung (pajak penghasilan) dan mengenakan pajak dengan tarif tertentu yang sesuai kepentingan negaranya. Analisis faktor-faktor kunci lainnya yang dibutuhkan untuk suatu negara untuk dianggap sebagai tax haven. Tiga faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah:
a. Tidak ada transparansi b. Memiliki ketentuan dan praktek administrasi yang menghambat pertukaran informasi dengan negara lain terkait dengan wajib pajak yang mendapat keuntungan dari tidak adanya pengenaan pajak c. Tidak ada kewajiban untuk adanya aktivitas secara substansial Sebagai ganti dari penerimaan negara berupa pajak, yang menjadi sumber penghasilan utama bagi tax haven country adalah biaya pendirian perusahaan, iuran tahunan dan biaya untuk jasa-jasa tambahan lainnya (Pribadi, 2004). Berikut ini beberapa kategori fasilitas perpajakan yang membuat negara-negara tersebut dianggap sebagai tax haven country atau menyerupai tax haven country a. Negara tidak mengenakan pajak sama sekali. Contohnya Bahama, Bahrain, Bermuda, Cayman Island, Monaco, dan Nauru. Negara-negara ini memberikan fasilitas tidak ada pajak atas penghasilan atau keuntungan atau pendapatan, capital gain atau atas keka yaan. b. Negara mengenakan pajak langsung, namun dengan tarif relatif rendah. Contohnya British Virgin Island, Channel Island, Swiss, Hongkong (sebelum bergabung dengan China 1999). Di negara-negara ini pajak atas penghasilan atau keuntungan atau pendapatan, capital gain atau atas kekayaan tetap ada tapi tarif yang digunakan relatif sangat rendah c. Negara yang menerapkan teritorial dalam mengenakan pajak. Contohnya Costa Rica, Liberia, Malaysia, Panama, Philipina. Negara-negara ini mengenakan pajak atas penghasilan yang hanya berasal dari dalam negeri (domestic source of income) dan membebaskan pajak penghasilan yang berasal dari luar negeri. d. Negara yang memiliki tax treaty dengan negara lain yang mengenakan tarif pajak tinggi. Contohnya British Virgin Island (dengan USA), Cyprus (dengan USA) dan Netherland Antilles (dengan USA). Negara ini menjadikan negaranya sebagai alternatif utama tax haven. e. Negara memberikan fasilitas tertentu untuk aktivitas khusus. Contohnya Inggris, Denmark dan Belanda. Negara ini disebut juga sebagai secondary tax haven atau tidak murni sebagai tax haven, karena hanya menyediakan fasilitas tertentu dan tidak seluruh kebijakan perpajakan berorientasi kepada tax haven. Fasilitas ini umumnya menyangkut penarikan modal dari luar negeri untuk ditanamkan di negara tersebut f. Negara yang menampung pencucian haram. Contoh Bahama, Panama, Cook Island, Niue, Republik Dominika, Israel, Libanon, Rusia, Kepulauan Marshall, Republik Nauru, Filipina, Liechstein, St Kitts Navis, Vincent dan Grenadines. Negara-negara ini disebut sebagai surga uang haram karena sebagai tempat menampung pencucian uang haram (money laundring) hasil dari
bisnis ilegal. Fasilitas yang disediakan menyangkut tidak diusutnya asal muasal uang tersebut dan negara ini merupakan bagian tahap layering dari proses praktik money laundring.
B. Penanganan Tax Haven Country
Pada KTT G20 London pada tanggal 2 April 2009, negara-negara G20 sepakat untuk mengumumkan daftar hitam (black list) tax haven country, yang diklasifikasikan dalam 4 kategori berdasarkan standar yang disepakati secara internasional (internationally agreed tax standard). Daftar hitam tersebut pertama kali diterbitkan oleh OECD, dan telah diperbaharui pada tanggal 2 April 2009 dalam rangka pertemuan G20 di London. Perubahan berikutnya dibuat 7 April 2009 untuk mengeluarkan beberapa negara yang masuk dalam kategori tidak kooperatif. Keempat kategori tersebut adalah : 1. Negara yang telah secara substansial menerapkan standar (Those that have substantially implemented the standard) termasuk negara-negara seperti Argentina, Australia, Brazil, Kanada, Cina, Republik Ceko, Prancis, Jerman, Yunani, Guernsey, Hungaria, Irlandia, Italia, Jepang, Jersey, Isle of Man, Meksiko, Belanda, Polandia, Portugal, Rusia, Slowakia, Afrika Selatan, Korea Selatan, Spanyol, Swedia, Turki, Uni Emirat Arab, Inggris, dan Amerika Serikat) 2. Tax havens yang mempunyai komitmen, tetapi belum sepenuhnya mengimplementasikan standar (Tax havens that have committed to – but not yet fully implemented – the standard ) termasuk Andorra, Bahama, Cayman Islands, Gibraltar, Liechtenstein, dan Monako. 3. Pusat-pusat keuangan yang telah berkomitmen tetapi belum sepenuhn ya mengimplementasikan standar (Financial centres that have committed to – but not yet fully implemented – the standard) termasuk Chile, Costa Rika, Malaysia, Filipina, Singapura, Swiss, Uruguay dan tiga negara Uni Eropa - Austria , Belgia, dan Luxemburg) 4. Mereka yang belum berkomitmen pada standar (Tho se that have not committed to the standard). Negara-negara di tingkat bawah standar (Those that have not committed to the standard) digolongkan sebagai negara-negara yang tidak kooperatif (non cooperative tax haven). Uruguay awalnya diklasifikasikan sebagai yang tidak kooperatif. Namun, setelah permohonan banding OECD menyatakan bahwa telah memenuhi ketentuan transparansi dan bergerak ke atas dari daftar. Filipina sudah dilaporkan sudah mengambil langkah untuk menghapus dirinya dari daftar hitam dan Malaysia begitu juga Malaysia dan Costa Rika. Pada tanggal 7 April 2009, OECD, mengumumkan bahwa Costa Rika, Malaysia, Filipina dan Uruguay telah dihapus dari daftar hitam setelah mereka telah membuat komitmen penuh untuk bersedia saling bertukar informasi sesuai standar OECD.
Direktorat Jenderal Pajak cukup waspada dengan masalah tax haven country ini. Sesuai dengan PER-39/PJ/2009 dalam penyampaian SPT PPh Badan wajib pajak ada kewajiban menyampaikan lampiran khusus tambahan 3A-2, yaitu pernyataan transaksi dengan pihak yang merupakan penduduk negara tax heaven country. Namun sampai sekarang masih belum ada aturan yang tegas menyatakan negara-negara mana yang termasuk dalam kategori tax haven country. Walaupun sebelumnya pernah ada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 650/KMK.04/1994 yang memuat daftar 32 negara untuk kepentingan penerapan pasal 18 ayat (4) UU PPh (saat diperolehnya dividen tertentu), yang secara tersirat sebagai tax haven country, yaitu : 1. Argentina
17. Macau
2. Bahama
18. Mauritius
3. Bahrain
19. Mexico
4. Balize
20. Nederland antiles
5. Bermuda
21. Nikaragua
6. British Isle
22. Panama
7. British Virgin Island
23. Paraguay
8. Cayman Island
24. Peru
9. Channel Island greensey 25. Qatar 10. Channel Island jersey
26. St.Lucia
11. Cook Island
27. Saudi arabia
12. El Salvador
28. Uruguay
13. Estonia
29. Venezuela
14. Hongkong
30. Vanuatu
15. Liechtenstein
31. Yunani
16. Lithuania
32. Zambia
Namun ketentuan telah dicabut dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.04/2008 sehingga saat ini daftar tax haven country menjadi tidak ada. Dalam pasal 18 ayat (3c) UU PPh hanya mendefinisikan tax haven country sebagai negara yang memberikan perlindungan pajak.
Direktorat jendral pajak cukup waspada dengan masalah tax haven country ini. Sesuai dengan PER-39/PJ/2009 dalam penyampaian SPT PPh badan wajib pajak ada kewajiban menyampaikan lampiran khusus tambahan 3A-2, yaitu pernyataan transaksi dengan pihak yang merupakan penduduk negara tax haven country. Kriteria tax haven country yan diberikan dalam lampiran VIII PER-39/PJ/2009, yaitu sebagai berikut. a. Negara yang mengenakan tarif pajak rendah atau negara yang tidak mengenakan PP h. b. Negara yang menerapkan kebijakan kerahasiaan bank dan tidak melakukan pertukaran informasi. 1) Negara yang mengenakan tarif rendah adalah negara yang mengenakan tarif pajak atas penghasilan lebih rendah 50% dari tarif badan di Indonesia (untuk tahun 2009 lebih rendah dari 14% dan untuk tahun 2010 lebih rendah dari 12,5%) 2) Negara yang menerapkan kebijakan kerahasiaan bank dan tidak melakukan pertukaran informasi adalah negara atau jurisdiksi yang berdasarkan perundangundangannya melarang pemberian informasi nasabahnya, termasuk untuk keperluan informasi yang berkaitan dengan perpajakan. Negara tax haven atau mendekati tax haven akan merugikan negara lain yang tidak menerapkan kebijakan yang sama. Adanya tax haven country merupakan cikal bakal terjadinya praktik-praktik yang tidak sehat di bidang perpajakan internasional diantaranya transfer pricing, controled foreign corporation dan treaty shopping. 166 | P a g e
Daftar Pustaka
Kurniawan, A. M. (2015). Pajak Internasional Beserta Contoh Aplikasinya . Bogor: Ghalia Indonesia .