ASET TETAP TAK BERWUJUD pada kontr kon tr ak pemai pemai n sepakbola) (studi pada Diajukan untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Pelaporan
Disusun Oleh:
Linda Ardia Rini
(2013230881)
Joint Program Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya 2014
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum akuntansi mencakup kegiatan pendapatan dimulai dari transaksi
dicatat untuk pertama kali dalam jurnal hingga menjadi laporan keuangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa akuntansi sangatlah penting dalam kegiatan sehari-hari terutama bagi operasi perusahaan dalam satu periode. Di dalam akuntansi kita telah mengenal proses penyusunan laporan keuangan yang mana terdapat nama-nama akun dan nomor-nomor akun yang sesuai dengan ketentuan perusahaan. Proses akuntansi diantaranya mulai dengan bukti transaksi, jurnal (jurnal umum dan jurnal khusus), posting buku besar, neraca saldo, jurnal penyesuaian, neraca lajur, laporan keuangan (laporan laba rugi, neraca, laporan perubahan ekuitas), jurnal penutup, neraca saldo setelah pentupan, dan jurnal balik. Dari tahapan diatas laporan keuangan neraca terdiri dari aset lancar, aset tetap, kewajiban dan modal. Dan yang akan dibahas kali ini adalah aset tetap, yaitu berbagai jenis aset dapat digunakan lebih dari satu periode untuk operasi perusahaan. Aset tetap terdiri dari aset tetap berwujud dan aset tetap tidak berwujud. Oleh karena itu perlunya untuk mengetahui serta memahami secara rinci tentang aset tetap baik aset tetap berwujud maupun tidak berwujud. Dengan cara demikian kita mampu mengaplikasikan apa saja yang terdapat di dalam aset tetap sebuah perusahaan. Aset tak berwujud (intangible asset ) merupakan aset tetap yang secara fisik tidak dapat dilihat bentuknya, akan tetapi memberikan kontribusi nyata bagi perusahaan. Sebagai bagian dari neraca, aset tak berwujud juga memerlukan standar akuntansi untuk memberi penjelasan yang terkait dengan pengakuan, pengukuran, serta pengungkapan dan penyajian dalam laporan keuangan. Ada tiga karakteristik aset ak berwujud, yaitu kurang memiliki eksistensi fisik, bukan merupakan instrument keuangan, dan bersifat jangka panjang dan menjadi subjek amortisasi. Jenis aset tak berwujud yang paling umum dilaporkan adalah hak paten, hak cipta, waralaba atau lisensi, merek dagang atau nama dagang, dan goodwill. Aset tak berwujud seringkali dibagi lagi berdasarkan karakteristik berikut, dapat diidentifikasi, cara perolehan, periode manfaat yang diharapkan, terpisah dari perusahaan secara keseluruhan.
Salah satu olahraga profesional yang menarik perhatian adalah tentang bagaimana mengelola sumber daya manusia adalah sepakbola. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan besar antara olahragawan profesional dengan pegawai biasa. Salah satu perbedaan yang sangat Nampak adalah adanya aspek pengukuran dalam bentuk sistem transfer sehingga diperlukan sejumlah biaya yang sangat besar harus dibayarkan oleh sebuah klub untuk mentransfer pendaftaran dan melakukan kontrak terhadap pemain sepakola dari satu klub ke yang lain. Adanya sistem kontrak dan transfer menimbulkan dampak yang signifikan terhadap semua yang berhubungan dengan klub sepakbola pemai, direktur, akuntan dan pemberi pinjaman (Morrow, 1996). Pemain-pemain yang berkualitas diperoleh dengan cara membeli pemain, dengan meminjam, ataupun mengembangkan pemain-pemain muda lewat sekolah sepakbola yang dimiliki oleh sebuah tim sepakbola. Sistem pembelian adalah dengan sistem transfer. Setiap pemain terikat kontrak yang mengikat secara hukum dalam jangka waktu tertentu dan dapat diperpanjang jika telah habis jangka waktunya. Klub sepakbola bukan merupakan perusahaan profit maximizers, artinya mereka tidak mengejar keuntungan maksimal. Mereka menghabiskan anggaran sebanyak mungkin dalam pembentukan tim sepakbola. Kelemahan keungan klub tercermin dalam ketidakseimbangan antara pendapatan dan biaya. Banyak klub sepakbola yang memenuhi rasio perusahaan yang dinyatakan bangkrut (Barajas 2004, Ascari dan Gagnepain 2006)
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari aset tak berwujud ? 2. Bagaimana pengakuan aset tetap tak berwujud ? 3. Bagaimana penilaian aset tak berwujud ? 4. Bagaimana pengakuannya apabila terjadi penurunan nilai pada aset tetap tak berwujud ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari aset tak berwujud 2. Untuk mengetahui bagaimana pengakuan dan pengukuran awal aset tetap tak berwujud 3. Untuk mengetahui bagaimana penilaian awal aset tak berwujud ? 4. Untuk mengetahui pengakuannya ketika terjadi penurunan nilai aset tetap tak berwujud
D. Manfaat
1. Untuk menambah wawasan tentang aset tetap tak berwujud 2. Untuk memenuhi ujian akhir semester mata kuliah pelaporan
PEMBAHASAN A. Definisi Aset Tetap Tak Berwujud
Menurut PSAK No. 19 (revisi 2009) merujuk IAS No. 38, aset tak berwujud adalah aset non moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak memiliki substansi atau wujud fisik. Menurut Wikipedia, aset tak berwujud adalah aset nonmoneter teridentifikasi tanpa wujud fisik .[1] Yaitu hak-hak istimewa, atau posisi yang menguntungkan guna menghasilkan pendapatan. Jenis utama aset tidak berwujud adalah hak cipta, hak eksplorasi dan eksploatasi, paten, merek dagang, rahasia dagang, dan goodwill. Aset jenis ini mempunyai umur lebih dari satu tahun (aset tidak lancar) dan dapat diamortisasi selama periode pemanfaatannya, yang biasanya tidak lebih dari 40 tahun. Menurut Skousen, Stice, dan Stice (2005) aset tetap di kelompokan menjadi dua yaitu aet tetap berwujud dan aset tetap tak berwujud, yang termasuk ke dalam aset tetap tak berwujud adalah : 1. Hak Paten. Perusahaan dapat memperoleh hak khusus untuk memproduksi dan menjual barang yang memiliki satu spesifikasi terte ntu/lebih. 2. Hak Cipta. Hak eksklusif untuk mepublikasikan dan menjual buku, karya seni 3. Merek Dagang (trademark) nama, istilah atau symbol yang digunakan untuk mengidentifikasi perusahaan dan produknya 4. Goodwill. Mengacu pada aset tak berwujud milik sebuah perusahaan yang tercipta dari faktor-faktor yang menguntungkan seperti lokasi, kualitas produk, reputasi dan keahlian managerial 5. Order Backlog. Merupakan jumlah pesanan yang diterima perusahaan untuk peralatan yang belum diproduksi atau belum dikirimkan. Khususnya perusahaan produsen peralatan, pesanan yang belum dipenuhi merupakan aktiva ekonomi utama Definisi aset tak berwujud menurut FASB adalah “ probable future economic benefits obtained or control by a particular entity as a result of past transactions or
events”
hal ini berlaku untuk semua aset, perbedaannya aset tetap berwujud memiliki
bentuk fisik sedangkan aset tak berwujud tidak memiliki wujud fisik. Dari paparan diatas, dapat disimpulkan pemain sepakbola adalah asetyang paling berharga. Dengan demikian, semestinya pemain sepak bola terdapat di neraca sebuah klub sepak bola. Namun sampai beberapa tahun belakangan ini terdapa perdebatan mengenai apakah human capital dapat menjadi aset di perusahaan. Aturanaturan akuntansi yang ada sekarang baik IAS, FASB dan PSAK tidak atau belum mengakui human capital sebagai aset. Ini dikarenakan human capital tidak memenuhi definisi sebagai aset. Untuk itu diperlukan perlakuan akuntansi yang tepat bagi para pemain sepak bola ini, terutama untuk menentukan apakah pemain sepak bola dapat dikategorikan sebagai aset atau tidak. Jika termasuk aset bagaimana perlakuan akuntansinya.
B. Pengakuan Aset Tak Berwujud
Kriteria pengakuan suatu aset tak berwujud untuk dapat diakui sebagai aset di neraca adalah sebagai berikut : 1. Aset tersebut dapat diidentifikasi. Implikasinya aset tersebut mempunyai manfaat ekonomis yang dapat dijual, disewakan atau diperuntukan secara terpisah. 2. Perusahaan memiliki kendali atas aset tersebut, misalnya hak legal. 3. Di masa mendatang, perusahaan akan memperoleh manfaat ekonomis dari aset tersebut. 4. Harga perolehan aset tak berwujud tersebut dapat diukur secara andal. Karakteristik pemain sepak bola dalam memenuhi kriteria sebagai aset. Tujuan dari klub sepak bola adalah untuk memiliki atau membeli seorang pemain sepak bola agar menghasilkan dan meningkatkan keuntungan ekonomis di masa depan dari klubnya. Keuntungan yang dihasilkan pemain sepak bola adalah suatu intangible yaitu kontribusi dari jasanya dalam setiap pertandingan yang membuat klubnya sukses. Jika sebuah klub memiliki pemain dan tim yang bagus maka keuntungan dari televise, penjualan merchandise
dan
meningkatkan prestise klub di mata pendukung. Pembelian pemain merupakan hasil dari transaksi atau event di masa lalu. Baik dari hasil operasi sebuah klub di musim-musim kompetisi sebelumnya ataupun dari sumber pendanaan lain, sehingga diperoleh dana untuk membeli pemain-p[emain baru untuk memperkuat timnya. Pemain sepak bola juga dapat diidentifikasi dengan jelas, sehingga dapat dijual, disewakan dan diperuntukan secara terpisah. Klub sepak bola memiliki kendali atas pemain sepak bola melalui kontrak hukum Klub sepak bola memiliki kendali atas pemain sepak bola melalui kontrak hukum yang mengikat antara klub dan pemain sepak bola. Sehingga klub memiliki kontrol terhadap pemainnya dan pemain tersebut berkewajian memenuhi isi kontrak. Dan yang terakhir adalah harga perolehan aset dapat diukur secara andal. Dengan active transfer market (berlaku untuk Negara-negara Eropa), maka untuk mengukur harga perolehan seorang pemain sepak bola maka dilihat dari nilai transfernya.
Dalam hal pemain yang diperoleh dari pengembangan sekolah sepak bola klub masing-masing, bila harga perolehannya diukur dengan menggunakan historical cost maka seluruh biaya yang terkait dengan pengembangan dan pelatihan pemain diakumulasikan sebagai harga perolehan tersebut. Pada kenyataannya meghitung dengan cara tersebut memiliki beberapa kesulitan antara lain dapat saja biaya historis tersebut tidak mencerminkan nilai pemain pada saat sekarang. Hal ini dapat saja disebabkan pemain yang sukses sehingga nilai tranfernya tinggi. Dari penjelasan-penjelasan tersebut maka jelas bahwa untuk sepak bola pemain sepak bola dapat dikategorikan dan diakui sebagai aset tak berwujud. Pengakuan Awal (Initial Recognition)
Secara umum, pengakuan dilakukan saat transaksi jual beli pemain resmi disepakati. Transaksi juga diakui menggunakan prinsip akuntansi akrual. Yang perlu dicermati adalah efek dari transaksi transfer pemain dalam laporan keuangan, akibat perbedaan antara perioda laporan dan perioda musim bergulirnya kompetisi sepakbola. Transaksi Gareth Bale dan Mesut Oezil baru akan mempengaruhi laporan keuangan klub Real Madrid di laporan keuangan perioda berikutnya. Pengukuran Awal (Initial Measurement)
Terkait dengan transaksi jual beli pemain, semua komponen kos yang terkait dengan transfer (poin a-e) akan dikapitalisasi di laporan keuangan dan diamortisasi sepanjang usia kontrak pemain. Sementara komponen seperti gaji pemain dan image right akan dicatat sebagai biaya ketika liabilitas tersebut dibayarkan atau jatuh tempo. Terkait dengan kapitalisasi kontrak pemain, jika kontrak pemain direnegosiasi untuk diperpanjang lagi oleh klubnya, maka kontrak pemain yang belum diamortisasi bersama dengan biaya yang terkait dengan perpanjangan kontrak, akan diamortisasi sepanjang durasi kontrak barunya tersebut. Alternatif lain dari pengukuran kontrak pemain adalah dengan langsung membebankan kos dari transfer pemain ke akun biaya di laporan laba rugi klub pembeli. Pendekatan ini tentu lebih konservatif dibandingkan pendekatan sebelumnya, dengan tidak diakuinya nilai dari registrasi pemain sepanjang perioda kontrak. Mungkin klub tidak dapat mengukur manfaat ekonomis masa depan dari kontrak pemain sehingga tidak mengakuinya sebagai aset takberwujud.
Lalu bagaimana dengan pencatatan transaksi kontrak pemain di sisi klub yang menjualnya? Klub akan mencatat laba atau rugi di perioda berjalan dari selisih antara penjualan kontrak pemain tersebut dengan nilai buku kontrak pemain yang dimaksud (unamortized player’s registration). Berdasarkan laporan dari asosiasi sepakbola Eropa dalam “UEFA Club Licensi ng Benchmarking Report” tahun 2010, didapatkan data bahwa 60% klub yang berada di naungan UEFA menerapkan pendekatan kapitalisasi. Namun jika data tersebut dikerucutkan pada 80 tim elit yang masuk babak kualifikasi utama kompetisi UEFA, maka didapatkan data bahwa 91% klub menggunakan pendekatan kapitalisasi dibandingkan pendekatan pembebanan kos secara langsung ke pos biaya. Bisa disimpulkan bahwa klub-klub besar di daratan Eropa memilih menggunakan pendekatan model kapitalisasi ini.
C. Penilaian Aset Tak Berwujud
Menurut kieso, penilaian aset tak berwujud Aset Tak Berwujud yang dibeli pada pihak lain dicatat pada biaya. Biaya ini termasuk semua biaya akuisisi dan pengeluaran yang diperlukan untuk membuat Aset Tak Berwujud tersebut siap digunakan sebagaimana dimaksudkan, sebagai contoh, harga beli, biaya hukum, dan beban incidental lainnya. Jika aset tak berwujud doperoleh dengan saham atau ditukarkan dengan aset lain, maka biaya aset tak berwujud itu adalah nilai pasar wajar dari pertimbangan yang diberikan atau nilai pasar wajar aset tak berwujud yang diterima, mana yang memiliki bukti lebih jelas. Apabila beberapa aset tak berwujud dibeli dalam suatu “pembelian sekeranjang” maka biayanya harus dialokasikan berdasarkan nilai pasar wajar atau nilai jual relatif. Pada dasarnya perlakuan akuntansi untuk aset tak berwujud yang dibeli berkaitan erat dengan pembelian aset berwujud. Profesi akuntan telah menolak menggunakan beberapa dasar penilaian lain, seperti biaya pengganti berjalan atau nilai taksiran aset tak berwujud.
Aset Tak Berwujud yang dibuat secara Internal Biaya yang terjadi secara internal untuk menciptakan aset tak berwujud biasanya
dibebankan pada saat biaya dikeluarkan. Jadi, walaupun sebuah perusahaan mungkin mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan yang substansial untuk menciptakan aset tak berwujud, namun biaya ini dibebankan. Akibatnya hanya biaya internal yang dikapitalisasi yang merupakan biaya langsung yang dikeluarkan dalam memperoleh aset tak berwujud, seperti biaya hukum. Ada pengklasifikasian aset tak berwujud yaitu, aset tak berwujud yang dapat diidentifikasi secara khusus dan jenis goodwill. Jika aset tak berwujud yang dapat diidentifikasi secara khusus maka biaya yang berkaitan dengan perolehan sebiah aset tak berwujud tertentu dapat diidentifikasi sebagai bagian dari biaya aset tak berwujud tersebut. apabila aset tak berwujud jenis goodwill akan menciptakan beberapa hak keistimewaan, tetapi tidak dapat diidentifikasi secara khusus dan memiliki umur yang tidak dapat ditentukan.
Amortisasi Aset Tak Berwujud
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan masa manfaat adalah : 1. Ketentuan hukum, peraturan, atau kontraktual 2. Ketentuan untuk pembaharuan atau perpanjangan 3. Pengaruh keusangan, permintaan, persaingan, dan faktor-faktor ekonomi lainnya. 4. Masa manfaat dapat pararel dengan ekspektasi umur pelayanan dari pribadi atau kelompok karyawan. 5. Tindakan yang diharapkan dari para pesaing dan yang lain dapat membatasi keunggulan kompetitif. 6. Masa manfaat yang tampaknya tidak terbatas mungkin pada kenyataannya dapat menjadi tidak pasti dan manfaatnya tidak dapat diproyeksikan secara layak. 7. Suatu aset tak berwujud dapat terdiri dari gabungan banyak faktor individual dengan umur efektif yang bervariasi. Salah satu masalah yang berhubungan dengan amortisasi aset tak berwujud adalah beberapa aset tak berwujud memiliki masa manfaat yang tidak dapat ditentukan. Dalam kasus ini, aset tak berwujud harus di amortisasi selama periode yang tidak lebih dari 40 tahun.
Metode Amortisasi Metode amortisasi aset tetap tak berwujud adalah metode garis lurus(straight line),
kecuali jika suatu perusahaan mempunyai metode lain yang lebih sesuai dengan kondisi perushaan yang ebrsangkutan. Laporan keuangan harus mengungkapkan metode dan periode amortisasi aset tak berwujud yang digunakan.
Evaluasi Amortisasi Perusahaan harus dapat mengevaluasi periode amortisasinya secara teratur untuk
menentukan apakah peristiwa dan kondisi selanjutnya menuntut perubahan taksiran masa manfaat yang telah ditentukan tersebut.
Jika taksiran masa manfaat berubah, maka jumlah harga perolehan yang belum diamortisasi harus dibebankan pada sisa manfaat setelah kenaikan/ penurunan masa manfaat tersebut dengan syari’at jumlah masa manfaat tidak boleh melebihi 20 tahun dari tanggal perolehan.
Taksiran nilai dan manfaat di masa akan datang atas suatu aset tak berwujud dapat menunjukan bajwa nilai aset tak berwujud yang belum diamortisasikan tersebut harus dikurangi sejumlah tertentu (write-down) sebagai beban usaha dalam laporan laba rugi periode yang bersangkutan. Kerugian pada satu atau beberapa tahun tertentu secara berurutan tidak dapat dijadikan alasan untuk membebankan semua atau sebagian harga perolehan yang belum diamortisasi sebagai pembebanan luar biasa, dan jika ada harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
Penilaian Aset Tak Berwujud Pemain Sepak Bola
Komponen kos dalam kontrak pemain sepakbola
Mereka yang awam akan dunia sepak bola biasanya bertanya bagaimana mungkin seorang pemain sepakbola seperti Bale bisa dihargai sampai 100 juta Euro? Beberapa faktor yang mempengaruhi transaksi kontrak pemain sepakbola antara lain: a. Biaya transfer Komponen paling utama dalam transaksi kontrak pemain sepakbola adalah biaya transfer, biaya transfer ini bisa berkisar dari £0, ratusan ribu pounds sampai puluhan juta punds. Jika biaya transfer disepakati, maka klub akan memegang hak transfer (transfer rights) di mana pemain tidak bisa berpindah klub jika hak transfer dari klub sebelumnya diputus atau habis masa berlakunya. Biaya transfer pemain dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain terkait dengan proyeksi potensi kinerja pemain di masa mendatang (pemain di usia emas antara 23-27 tahun biasanya lebih mahal), posisi pemain di lapangan (pemain dengan posisi penyerang biasanya lebih mahal), posisi tawar menawar antara klub penjual dan pembeli (klub dengan anggaran pembelian pemain sangat besar, biasanya juga akan dikenakan biaya transfer pemain yang besar pula oleh klub penjual), berapa lama kontrak pemain tersebut dengan klub sebelumnya (semakin panjang kontrak dengan klub sebelumnya maka semakin mahal biaya transfernya) dan faktorfaktor lainnya seperti status kewarganegaraan sang pemain (pemain berkebangsaan Inggris yang dibeli klub Liga Primer, biasanya dijual lebih mahal dibandingkan pemain non-Inggris, karena langkanya talenta pemain) dan sejarah cidera sang pemain.
b. Training compensation Selain biaya transfer, klub juga harus membayar biaya kompensasi latihan oleh klub sebelumnya. Pelatihan dan pendidikan sepakbola pemain bias anya dilakukan di umur 12-23 tahun., Biaya kompensasi latihan ini harus dibayarkan apabila si pemain menandatangani kontrak profesional pertamanya dan setiap kali si pemain ditransfer/dijual ke klub lain sampai ia berusia 23 tahun. Besaran training compensation ini ditentukan oleh aturan transfer asosiasi sepakbola dunia (FIFA). c. Solidarity contribution FIFA juga mewajibkan klub untuk membayar solidarity contribution sebesar 5% dari total biaya transfer (setelah dikurangi training compensation) untuk klub yang melatih pemain tersebut ketika ia berusia antara 12 – 23 tahun. Komponen ini berbeda dengan perhitungan training compensation. Besaran kompensasi bervariasi sesuai dengan usia pemain tersebut. d. Biaya agen Mayoritas pemain diwakili oleh agen pemain dalam bernegosiasi dengan klub. Dengan demikian biaya agen ini juga harus ditanggung oleh klub dalam bagian transfer pemain. Jumlah biaya agen dan pihak-pihak yang terkait dengan transfer pemain sepakbola menurut catatan FIFA di tahun 2012 setara dengan 25% dari total transfer pemain sepakbola itu sendiri. J umlah yang sangat signifikan! e. Signing bonus Signing bonus ini biasanya masuk ke rekening pribadi pemain. Bonus ini besarannya bervariasi dan bisa berkisar antara 3 bulan sampai 12 bulan gaji pemain tersebut. f. Gaji pemain Gaji pemain bervariasi dan tergantung negosiasi antara pemain dan klub. Pemain top Real Madrid seperti Gareth Bale dan Cristiano Ronaldo serta Lionel Messi dari Barcelona kabarnya digaji di kisaran 300.000 poundsterling per-pekan, sementara pemain andalan Manchester United, Wayne Rooney berpenghasilan 250.000 poundsterling per minggu dan Mesut Oezil 150.000 poundsterling setiap 7 hari.
g. Image right Ini terkait dengan perhitungan hasil penjualan karakter si pemain dan/atau promosi di luar lapangan sepakbola. Misalnya terkait dengan penjualan kostum sepakbola bertuliskan nama si pemain, iklan klub yang melibatkan si pemain dan sebagainya. Pembagiannya tergantung dari negosiasi antara si pemain dan klub. Semakin terkenal si pemain, maka semakin besar ia mendapatkan porsi pembagian image right ini. Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo misalnya, bisa mendapatkan 50-60% pembagian image right dari klubnya masing-masing. Konsisten dengan IAS 38 dan IAS 36 Impairment of Assets, klub akan melakukan review secara rutin terhadap penurunan (impairment) nilai kontrak pemain. Hal ini bisa terjadi jika pemain mengalami cidera parah yang dapat mengancam masa depan karier pemain tersebut. Klub Arsenal misalnya, mencatatkan nilai penurunan kontrak pemain sebesar 5,5 juta pounds di tahun keuangan 2012 yang diasosiasikan dengan cidera berkepanjangan salah satu pemain tengah andalannya abbou dabby. IAS 38 mengijinkan pengukuran tahun berikutnya (subsequent measurement) dari aset tak berwujud menggunakan model biaya dan model revalusian. Berdasarkan pengamatan, mayoritas
klub sepakbola Eropa menggunakan model biaya dengan
mengamortisasi harga perolehan kontrak sepanjang usia kontrak. Untuk masa manfaat dalam IAS 38 adalah, peiode dimana aset diharapkan akan tersedia untuk digunakan oleh entitas, atau jumlah prodeuksi atau unit serupa yang diperolehkan dari aset tersebut oleh entitas. Masa manfaat aset tak berwujud yang timbul dari hak hukum kontrak atau lainnya tidak boleh melebihi periode hukum kontrak atau lainnya, tetapi mungkin lebih pendek tergantung pada periode dimana entitas mengharapkan menggunakan aset tersebut. jika hak hukum kontrak atau disampaikan untuk jangka waktu terbatas yang diperbaruhi, masa manfaat dari aset tidak berwujud harus mecakup periode pembaharuan, hanya jika ada. Untuk menentukan apakah aset tak berwujud terganggu, entitas merupakan PSAK 36.
D. Penurunan Nilai Aset Tak Berwujud
Peraturan umum yang berlaku untuk penurunan nilai aset jangka panjang juga berlaku untuk aset tak berwujud. Aset jangka panjang yang dimiliki dan digunakan oleh sebuah perusahaan akan dianggap menurun nilainya apabila kejadian atau perubahan situasi menunjukkan bahwa jumlah tercatat atau nilai buku aset tidak dapat dipulihkan. Dalam menelaah kemampuan pernulihan ini, perusahaan dapay mengestimasi arus kas masa depan yang diharapkan akan diperoleh dari penggunaan aset dan disposisi akhirnya. Jika jumlah arus kas bersih yang diharapkan di masa depan (yang belum didiskontokan) lebih rendah dari nilai buku aset, maka kerugian penurunan nilai akan diukur dan diakui. Namun jika yang terjadi sebaliknya maka kerugian penurunan nilai tidak akan diakui.
Aset Tak Berwujud yang Dapat Diidentifikasi secara khusus Misalkan perusahaan minyak yang mengekstraksi minyak dari serpihan batu, tetapi
harga minyak menurun dan membuat teknologi serpihan minyak ini menjadi tidak menguntungkan, dan paten menyediakan sedikit laba hingga tanggal saat ini. Sebagai akibatnya, suatu pengujian atas kemampuan pemulihan dilakukan, dan ditemukan bahwa arus kas bersih masa depan pyang diharapkan dari paten adalah 35 juta. Dan paten memiliki nilai tercatat 60 juta. Karena arus kas bersih yang diharapkan di masa depan sebeesar 35 juta lebih kecil dari nilai tercatat sebesar 60 juta,maka kerugian penurunan nilai harus diukur. Dengan mendiskontokan arus kas bersih masa depan yang diharapkan sesuai dengan harga pasarnya. Dan perusahaan tersebut menentukan nilai wajar patennya sebesar 20 juta. Perhitungannya : - Nilai tercatat paten
60.000.000
- Nilai wajar (berdasarkan perhitungan sekarang
20.000.000 -
-
40.000.000
Kerugian atas penurunan nilai
Ayat jurnal untuk mencatat kerugian tersebut adalah : Kerugian atas penurunan nilai Paten
40.000.000 40.000.000
Aktiva Tak Berwujud Jenis Goodwill Goodwill merupakan penilaian “going concern” dan tidak dapat dipisahkan dari aset
dan kewajiban lainnya yang memberinya nilai. Sebagai akibatnya, penurunan nilai goodwill melibatkan kelompok aset bersih.
Penurunan Nilai Aset Tak Berwujud Pemain Sepak Bola
Konsisten dengan IAS 38 dan IAS 36 Impairment of Assets, klub akan melakukan review secara rutin terhadap penurunan (impairment) nilai kontrak pemain. Hal ini bisa terjadi jika pemain mengalami cidera parah yang dapat mengancam masa depan karier pemain tersebut. Klub Arsenal misalnya, mencatatkan nilai penurunan kontrak pemain sebesar 5,5 juta pounds di tahun keuangan 2012 yang diasosiasikan dengan cidera berkepanjangan salah satu pemain tengah. IAS 38 mengijinkan pengukuran tahun berikutnya (subsequent measurement) dari aset takberwujud menggunakan model biaya dan model revalusian. Berdasarkan pengamatan, mayoritas klub sepakbola Eropa menggunakan model biaya dengan mengamortisasi harga perolehan kontrak sepanjang usia kontrak. Konsisten dengan model kapitalisasi pengakuan transaksi jual beli pemain, maka kontrak pemain disajikan dengan di laporan posisi keuangan/neraca klub sepakbola dengan akun aset takberwujud dalam pos registrasi kontrak pemain (intangible assets- players’ registration). Berdasarkan catatan UEFA pada tahun 2010 didapatkan data bahwa aset klub berupa registrasi kontrak pemain berkontribusi pada 25% dari total aset klub di Eropa dengan nilai 5,2 trilyun Euro – nilai ini hampir menyamai aset tetap klub-klub tersebut seperti stadion dan fasilitas pelatihan yang total bernilai 5,9 tril yun Euro. Transaksi kontrak pemain sepakbola menuai kontroversi dari pada pengamat dan periset akuntansi. Mengakui kontrak sebagai aset takberwujud seharusnya hanya dapat dilakukan bila manfaat ekonomis masa depan pemain besar kemungkinan dapat dinikmati oleh klub sepakbola. . Namun sayangnya, beberapa penelitian (antara lain Eli Amir dan Gilad Livne, 2005 di Journal of Business Finance and Accounting) menunjukkan asosiasi yang lemah antara kapitalisasi kontrak pemain dengan nilai manfaat masa depan dari kontrak tersebut. Amir dan Livne menunjukkan bahwa kontrak pemain optimal bisa memberikan kontribusi manfaat masa depan selama 2 tahun saja, selebihnya kontrak pemain tidak memberikan kontribusi yang signifikan.
KESIMPULAN
Untuk industri sepak bola, tidak dapat dipungkiri bahwa pemain sepak bola adalah aset bagi klubnya. Adanya active transfer market dan nilai perolehan yang dapat diukur secara jelas menjadikan pemain sepak bola memenuhi kriteria aset. FRS 10 yang baru dikeluarkan pada tahun 1998 dimaksudkan sebagai pedoman dalam perlakuan akuntansi bagi aset tak berwujud dalam hal ini adalah pemain sepak bola. Dengan dimasukkannya pemain sepak bola sebagai aset dalam neraca maka akan memperkuat posisi neraca dari klub-klub sepakbola dan nilai transfer tidak menambah beban sehingga memperkecil laba. Perkembangan human capital dalam menambah nilai perusahaan secara keseluruhan semakin nyata. Khususnya dalam industry sepak bola yang pemain-pemainnya diakui dalam neraca atau tidak. Sayangnya hanya FRS 10 di Inggris yang mengatur tentang perlakuan akuntansi bagi aset tak berwujud. Mereka memasukkan ke dalam aset tak berwujud pemain sepak bola berdasarkan nilai kontrak yang telah disepakati atau nilai transfer. ASB sebagai badan yang menetapkan standar akuntansi dunia sebaiknya mulai memikirkan untuk merancang standar akuntansi bagi human capital. Bila human capital tidak dimasukkan ke dalam neraca perusahaan mengakibatkan perusahaan disajikan tidak pada nilai yang sesungguhnya, khususnya pada industri, dimana nilai pemain sanga besar.
DAFTAR PUSTAKA
Kieso. E Donald, Weygandt. J Jerry, Warfield. D Terry(2002). Akuntansi Intermidiate. Jakarta : Erlangga. http://journal.ui.ac.id http://binus.ac.id