Bab 5
ba
Pendahuluan
kh
5.1
sa
r
Persamaan Differensial Parsial
ca ku
lfi
22
01
se
m
2
20
13
Persamaan differensial parsial adalah persamaan yang melibatkan satu atau lebih turunan parsial suatu fungsi multivariabel. Solusi dari suatu persamaan differensial parsial adalah bentuk fungsi yang memenuhi persamaan differensial parsial tersebut. Yang disebut orde dari suatu persamaan differensial parsial adalah turunan paling tinggi yang muncul dalam persamaan ∂u ∂ 2 u differensial parsial tersebut. Sebagai contoh, persamaan − 2 = 0 ada∂t ∂x lah persamaan differensial parsial orde 2 yang salah satu bentuk solusinya ∂ 2u ∂ 2u + = 0 yang meadalah u = e−t sin x. Contoh lain misalnya adalah ∂x2 ∂y 2 rupakan persamaan differensial parsial orde 2 dengan salah satu solusi yang berbentuk u = x2 − y 2 . Banyak persoalan dalam bidang fisika diformulasikan dalam bentuk persamaan differensial parsial. Bentuk umum persamaan differensial parsial orde 2 dengan dua variabel bebas (x dan y) adalah ∂ 2 φ(x, y) ∂φ(x, y) ∂ 2 φ(x, y) ∂φ(x, y) + D(x, y) + B(x, y) + C(x, y) ∂x2 ∂y 2 ∂x ∂y 2 2 ∂ φ(x, y) ∂ φ(x, y) + E(x, y) + F (x, y) + G(x, y)φ(x, y) = H(x, y) ∂x∂y ∂y∂x (5.1)
A(x, y)
Pada BAB ini difokuskan pada cara untuk menyelesaikan persamaan differensial parsial yang sering dijumpai dalam persoalan fisis, yaitu persamaan Laplace, persamaan difusi, persamaan gelombang. Bentuk-bentuk persamaan differensial parsial yang sering muncul dalam persoalan fisika (dengan 115
116
BAB 5. PERSAMAAN DIFFERENSIAL PARSIAL
contoh perumusan dalam sistem koordinat kartesian), misalnya ∂ 2u ∂x2 ∂ 2u ∇2 u = ∂x2 ∂ 2u ∇2 u = ∂x2 ∂ 2u ∇2 u = ∂x2 ∇2 u =
∂ 2u ∂y 2 ∂ 2u + 2 ∂y ∂ 2u + 2 ∂y ∂ 2u + 2 ∂y +
∂ 2u ∂z 2 ∂ 2u + 2 ∂z ∂ 2u + 2 ∂z ∂ 2u + 2 ∂z +
=0
(pers. Laplace)
= f (x, y, z) ∂u ∂t ∂ 2u = β2 2 ∂t = α2
(pers. Poisson) (5.2) (pers. difusi) (pers. gelombang)
13
kh
ba
sa
r
Salah satu cara sederhana yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan differensial parsial adalah menggunakan integrasi langsung. Cara ini serupa dengan cara penyelesaian persamaan differensial biasa dengan menggunakan metode integrasi. Contoh metode ini misalnya diuraikan berikut ini. Contoh
20
∂ 2 u(x, y) = x2 y dengan syarat ∂x∂y batas yang dinyatakan dengan u(x, y = 0) = x2 dan u(x = 1, y) = cos y.
se
m
2
Carilah solusi persamaan differensial parsial
lfi
22
01
Persamaan differensial parsial tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk � � ∂ ∂u = x2 y ∂x ∂y
ca ku
Selanjutnya dengan mengintegralkan terhadap x, maka akan dapat dinyatakan � ∂u 1 = x2 y dx = x3 y + f (y) ∂y 3 f (y) muncul sebagai konstanta integrasi terhadap x. Kemudian bila fungsi tersebut di atas diintegralkan kembali terhadap y maka akan diperoleh � 1 3 2 1 u(x, y) = x y + f (y) dy + g(x) = x3 y 2 + F (y) + g(x) 6 6 � dengan F (y) = f (y) dy dan g(x) muncul sebagai konstanta integrasi.
Kemudian dengan menggunakan syarat batas yang diberikan, yaitu u(x, y = 0) = x2 , maka dapat dinyatakan u(x, y = 0) = x2 = F (0) + g(x) =⇒ g(x) = x2 − F (0)
5.2. PERSAMAAN LAPLACE
117
x3 y 2 + F (y) + x2 − F (0). Kemudian bila ditinjau 6 syarat batas kedua, yaitu u(x = 1, y) = cos y dan digunakan pada bentuk u(x, y) tersebut, maka diperoleh
Hal ini berarti u(x, y) =
u(x = 1, y) = cos y =
y2 y2 + F (y) + 1 − F (0) =⇒ F (y) = cos y − − 1 + F (0) 6 6
Sehingga solusi persamaan differensial parsial tersebut akan diperoleh dalam bentuk x3 y 2 + F (y) + x2 − F (0) 6 � � y2 x3 y 2 + cos y − − 1 + F (0) + x2 − F (0) = 6 6 y2 x3 y 2 + x2 − − 1 + cos y = 6 6
(5.3)
kh
ba
sa
r
u(x, y) =
13
Persamaan Laplace
20
5.2
se
m
2
Persamaan Laplace merupakan persamaan differensial parsial yang berbentuk ∇2 u = 0 (5.4)
ca ku
lfi
22
01
Dengan ∇2 merupakan operator differensial parsial yang dinamakan laplacian dan u adalah suatu fungsi medan skalar. Bentuk laplacian dalam suatu sistem koordinat berbeda dengan bentuk laplacian dalam sistem koordinat yang lain. Dalam sistem koordinat kartesian, bentuk operator laplacian adalah ∂2 ∂2 ∂2 ∇2 = + + (5.5) ∂x2 ∂y 2 ∂z 2 sehingga persamaan laplace dalam sistem koordinat kartesian adalah ∇2 u =
∂ 2u ∂ 2u ∂ 2u + + =0 ∂x2 ∂y 2 ∂z 2
(5.6)
Persamaan Laplace sering muncul untuk persoalan potensial gravitasi, potensial listrik, temperatur untuk kondisi tidak adanya sumber. Persamaan Laplace satu dimensi Contoh sederhana persoalan yang dirumuskan dalam persamaan Laplace misalnya adalah kasus temperatur untuk keadaan tunak (keadaan tidak bergantung waktu) dengan syarat batas tertentu. Misalnya terdapat suatu batang
118
BAB 5. PERSAMAAN DIFFERENSIAL PARSIAL
logam yang panjangnya L, salah satu ujungnya (misalnya ujung kiri) dijaga agar bertemperatur tetap sebesar 0o C, sedangkan ujung lainnya (yaitu ujung kanan) temperaturnya dijaga agar tetap pada temperatur 100o C. Distribusi temperatur pada seluruh bagian batang diperoleh dengan menyelesaikan persamaan laplace sebagai berikut.
sa
r
Misalkan ujung kiri batang berada di titik pusat koordinat sedangkan ujung kanan batang berada di x = L, ini berarti batang logam tersebut berada di sepanjang sumbu x. Karena kasus ini adalah kasus satu dimensi (temperatur pada batang hanya bergantung pada satu variabel yaitu jarak dari salah satu ujung, dalam hal ini variabel x), maka persamaan Laplace untuk kasus satu dimensi dinyatakan dalam bentuk (5.7)
kh
ba
d2 T =0 dx2
20
13
Dalam hal ini T adalah fungsi temperatur pada batang, secara lengkap perlu diingat bahwa T adalah fungsi dari jarak terhadap ujung batang artinya T = T (x). Persamaan differensial tersebut relatif mudah diselesaikan dengan menggunakan cara integrasi. Dapat diperoleh bahwa
se
m
2
dT =A dx
(5.8)
lfi
22
01
dengan A adalah suatu konstanta. Pengintegralan sekali lagi persamaan differensial tersebut di atas akan memberikan T = Ax + B
(5.9)
ca ku
dengan B juga adalah suatu konstanta. Fungsi T tersebut adalah solusi umum persamaan differensial (persamaan Laplace satu dimensi) di atas. Perlu diperhatikan bahwa karena persamaan laplace adalah persamaan differensial orde dua, maka solusi umumnya mempunyai dua konstanta sebagaimana fungsi T tersebut. Untuk memperoleh bentuk spesifik solusi persoalan yang ditinjau, maka perlu didapatkan nilai dari konstanta A dan B tersebut. Kedua konstanta ini dapat diperoleh nilainya dengan memperhatikan syarat batas yang diberikan (syarat batas untuk kasus ini dikenal sebagai syarat batas Dirichlet, yaitu syarat yang diberikan dalam bentuk nilai fungsi di batas) yaitu bahwa T (x = 0) = 0 yang menyatakan temperatur ujung kiri batang dan T (x = L) = 100 yang menyatakan temperatur ujung kanan batang. Dengan menggunakan syarat pertama, maka akan diperoleh T (x = 0) = A(0) + B = 0
5.2. PERSAMAAN LAPLACE
119
yang memberikan B = 0. Selanjutnya dari syarat kedua dan dengan menggunakan nilai B yang telah diperoleh T (x = L) = A(L) + 0 = 100
=⇒
A=
100 L
Dengan demikian bentuk fungsi T (x) yang diperoleh adalah T (x) = Ax + B =
100 x L
(5.10)
sa
r
Setelah bentuk fungsi T (x) diketahui, berarti temperatur di bagian manapun dari batang dapat diketahui.
ba
Persamaan Laplace dua dimensi: metode pemisahan variabel
se
m
2
20
13
kh
Contoh sederhana untuk kasus ini adalah persoalan temperatur pada sebuah lempeng (permukaan). Misalnya terdapat permukaan segiempat yang terdapat di bidang xy (gambar 5.1). Salah satu sisi permukaan terletak di sumbu x dengan panjang L, sisi lainnya berada di sepanjang sumbu y dengan panjang yang sangat besar (ini berarti salah satu sisi lempeng segiempat berada di y = ∞). Misalnya sisi yang berada di sumbu x mempunyai temperatur 100o C, sedangkan ketiga sisi lainnya mempunyai temperatur 0o C. Distribusi
ca ku
lfi
22
01
y
0
L
x
Gambar 5.1: Ilustrasi lempeng satu dimensi dengan lebar L. temperatur pada permukaan lempeng yang dinyatakan dengan T (x, y) dapat diperoleh dengan menyelesaikan persamaan laplace dua dimensi dalam sistem koordinat kartesian yang dinyatakan dalam bentuk: ∇2 T (x, y) =
∂ 2 T (x, y) ∂ 2 T (x, y) + =0 ∂x2 ∂y 2
(5.11)
120
BAB 5. PERSAMAAN DIFFERENSIAL PARSIAL
Untuk menyelesaikannya, digunakan metode pemisahan variabel (separation of variables). Dalam metode pemisahan variabel, dimisalkan bahwa fungsi T (x, y) adalah perkalian dua buah fungsi yang masing-masing hanya mempunyai satu variabel, sehingga dapat dinyatakan T (x, y) = X(x)Y (y)
(5.12)
dengan X(x) adalah suatu fungsi yang hanya mempunyai variabel x sedangkan Y (y) adalah fungsi yang hanya mempunyai variabel y. Bila bentuk fungsi T = XY tersebut dimasukkan ke dalam persamaan laplace dua dimensi tersebut di atas maka akan diperoleh
sa
r
d2 X d2 Y + X =0 dx2 dy 2
(5.13)
ba
Y
20
13
kh
1 1 Selanjutnya bila persamaan tersebut dikalikan dengan = maka akan T XY menjadi 1 d2 Y 1 d2 X + =0 (5.14) X dx2 Y dy 2
22
01
se
m
2
Perhatikan bahwa suku pertama adalah fungsi yang variabelnya hanya x sementara suku kedua adalah fungsi yang variabelnya hanya y. Karena jumlah kedua suku tersebut sama dengan nol, maka berarti kedua suku tersebut haruslah berupa suatu konstanta yang bila dijumlahkan hasilnya sama dengan nol. Misalnya dinyatakan dengan k ≥ 0
(5.15)
ca ku
lfi
1 d2 X 1 d2 Y = − = konstanta ≡ −k 2 X dx2 Y dy 2
Dengan demikian berarti diperoleh dua buah persamaan differensial biasa yaitu d2 X d2 Y 2 = −k X dan = k2Y (5.16) 2 2 dx dy Persamaan differensial biasa tersebut mudah dicari solusinya (lihat kembali pembahasan pada BAB sebelumnya tentang persamaan differensial biasa), yaitu solusi untuk fungsi X(x) adalah berupa fungsi harmonik: X(x) = A cos kx + B sin kx
(5.17)
sedangkan bentuk solusi untuk Y (y) adalah Y (y) = Ceky + De−ky
(5.18)
5.2. PERSAMAAN LAPLACE
121
20
13
kh
ba
sa
r
Keempat konstanta tersebut yaitu A, B, C dan D dapat ditentukan dengan memperhatikan syarat batas yang diberikan. Syarat batas yang diberikan adalah berkaitan dengan nilai temperatur pada sisi-sisi lempeng segiempat tersebut. Syarat batas tersebut dapat dituliskan sebagai T (x, y = 0) = 100 yang menyatakan temperatur pada sisi lempeng yang terletak di sumbu x; T (x = 0, y) = 0 yang menyatakan temperatur pada sisi lempeng yang terletak di sumbu y; T (x = L, y) = 0 yang menyatakan temperatur pada sisi lempeng yang sejajar dengan sumbu y; dan T (x, y = ∞) = 0 yang menyatakan temperatur pada sisi keempat yang sejajar dengan sumbu x. Tinjau bentuk solusi dalam variabel y, yaitu Y (y) = Ceky + De−ky dan salah satu syarat batas yaitu syarat batas keempat yang dinyatakan dengan T (x, y = ∞) = 0. Syarat batas tersebut menggambarkan bahwa untuk berapapun nilai x asalkan y = ∞, maka fungsi T (x, y) haruslah memberikan hasil sama dengan nol. Hal ini memberikan bahwa yang harus sama dengan nol adalah fungsi yang mempunyai variabel y, yaitu fungsi Y (y). Agar fungsi Y (y) memberikan hasil sama dengan nol untuk nilai y = ∞, maka konstanta C haruslah bernilai sama dengan nol. Dengan demikian dari syarat batas tersebut dapat diperoleh bahwa C = 0, maka bentuk fungsi Y (y) yang memenuhi syarat batas yang diberikan adalah (5.19)
m
2
Y (y) = De−ky
ca ku
lfi
22
01
se
Selanjutnya tinjau bentuk solusi dalam variabel x, yaitu X(x) = A cos kx + B sin kx dan syarat batas kedua yaitu T (x = 0, y) = 0. Dari syarat batas ini terlihat bahwa untuk berapapun nilai y asalkan x = 0, maka haruslah T (x, y) = 0 yang berarti fungsi X(x) harus memberikan nilai nol. Agar fungsi X(x) memberikan hasil sama dengan nol untuk x = 0, maka konstanta A haruslah sama dengan nol. Dengan demikian dari syarat batas kedua ini, diperoleh bahwa bentuk fungsi X(x) yang dapat digunakan adalah X(x) = B sin kx
(5.20)
Berikutnya tinjau syarat batas ketiga yang dinyatakan dengan T (x = L, y) = 0. Karena syarat ini berlaku untuk berapapun nilai y, maka agar T = 0 yang harus sama dengan nol adalah fungsi X(x). Karena telah diperoleh bahwa bentuk fungsi X(x) adalah X(x) = B sin kx, maka dengan memasukkan syarat batas ketiga ini akan diperoleh X(x = L) = B sin kL = 0 yang memberikan suatu kondisi untuk konstanta k, yaitu sin kL = 0 → kL = nπ → k =
nπ L
dengan n = 0, 1, 2, . . .
(5.21)
122
BAB 5. PERSAMAAN DIFFERENSIAL PARSIAL
Dengan demikian bentuk solusi dari fungsi temperatur pada lempeng tersebut adalah nπ nπ T (x, y) = X(x)Y (y) = Ce− L y sin x (5.22) L Kemudian bila ditinjau syarat batas pertama yang dinyatakan dengan T (x, y = 0) = 100, maka bila syarat ini diterapkan pada fungsi T (x, y) akan diperoleh T (x, y = 0) = C sin
nπ x = 100 L
nπ x L
(5.23)
20
n=1
nπ
Cn e− L y sin
13
T (x, y) =
∞ �
kh
ba
sa
r
Kondisi tersebut tidak akan terpenuhi bila konstanta C bernilai tunggal, sebagai gantinya kondisi tersebut dapat dipenuhi jika fungsi T (x, y) direpresentasikan dalam bentuk deret (lihat kembali pembahasan tentang deret Fourier). Dalam hal ini fungsi temperatur T (x, y) dinyatakan kembali dalam bentuk
se
m
2
Jadi penerapan syarat batas pertama pada fungsi T (x, y) akan memberikan ∞ � n=1
Cn sin
nπ x = 100 L
(5.24)
22
01
T (x, y = 0) =
ca ku
lfi
Konstanta Cn dapat diperoleh dengan memanfaatkan sifat ortogonalitas fungsi harmonik sinus dan cosinus (lihat kembali pembahasan tentang deret Fourier). mπ Bila persamaan 5.24 dikalikan dengan fungsi sin x kemudian diinteL gralkan dalam interval [0, L], maka akan diperoleh �L 0
� ∞ mπ � nπ mπ x xdx = 100 sin xdx sin Cn sin L n=1 L L L
0
L Cm = 2
�L
100 sin
mπ xdx L
0
=⇒
2 Cm = L
�L 0
100 sin
mπ xdx L
5.2. PERSAMAAN LAPLACE
123
Dengan demikian koefisien Cn dapat dihitung sebagai berikut �L 200 2 nπ Cn = xdx = [1 − cos nπ] 100 sin L L nπ 0 400 , untuk n ganjil = nπ 0, untuk n genap
Sehingga bentuk fungsi temperatur pada lempeng dinyatakan dengan ∞ � n=1
nπ
Cn e− L y sin
nπ x L
r
T (x, y) =
kh
ba
sa
� � 400 −πy/L πx 1 −3πy/L 3πx 1 −5πy/L 5πx = e + e + e + ... sin sin sin π L 3 L 5 L
ca ku
lfi
22
01
se
m
2
20
13
Gambar distribusi temperatur dari kasus tersebut (misalkan diambil nilai L = 1) ditunjukkan dalam gambar 5.2.
Gambar 5.2: Distribusi temperatur lempeng satu dimensi dengan lebar L = 1, gambar dibuat dengan nilai y ≤ 1. Contoh 1 Tentukan distribusi temperatur pada suatu lempeng logam yang ukurannya L×H, jika salah satu sisi yang panjangnya L bertemperatur 1000 C sedangkan ketiga sisi lainnya bertemperatur 00 C. Kasus ini serupa dengan uraian di atas, hanya saja kali ini ukuran lempeng berhingga, artinya syarat batas yang dapat diaplikasikan adalah T (x, y =
124
BAB 5. PERSAMAAN DIFFERENSIAL PARSIAL
0) = 100; T (x = 0, y) = 0; T (x = L, y) = 0; dan T (x, y = H) = 0. Dapat mudah dipahami bahwa fungsi X(x) mempunyai bentuk yang sama dengan nπ yang dijelaskan sebelumnya yaitu X(x) = B sin x. Tetapi koefisien C tiL dak sama dengan nol. Tinjau bentuk fungsi Y (y) dan syarat batas keempat yaitu T (x, y = H) = 0. Agar syarat tersebut terpenuhi, bentuk fungsi Y (y) dapat sedikit dimodifikasi menjadi Y (y) = Cek(H−y) + De−k(H−y)
(5.25)
Perhatikan bahwa fungsi Y (y) tersebut adalah solusi dari persamaan differensial untuk variabel y sebagaimana yang dinyatakan dengan persamaan 5.16. Kemudian dengan memasukkan nilai y = H, maka
sa
r
Y (y = H) = Ce0 + De0 = 0 =⇒ D = −C
ba
dapat dipilih nilai C = 12 , sehingga
Cn sin
2
T (x, y) = X(x)Y (y) =
∞ �
20
13
kh
1 1 Y (y) = ek(H−y) − e−k(H−y) = sinh k(H − y) 2 2 Dengan demikian diperoleh bentuk solusi T (x, y) adalah
m
n=1
nπ nπ x sinh (H − y) L L
(5.26)
01
se
Kemudian dengan memasukkan syarat batas keempat dan memanfaatkan sifat ortogonalitas fungsi hyperbolik akan diperoleh
lfi
22
T (x, y = 0) = 100 =
n=1
Cn sin
∞
� nπ nπ nπ x sinh (H) = x Kn sin L L L n=1
ca ku
yang memberikan
∞ �
�L 200 2 nπ xdx = [1 − cos nπ] Kn = 100 sin L L nπ 0 400 , untuk n ganjil = nπ 0, untuk n genap
Kn . sinh nπ H L Jadi diperoleh bentuk fungsi distribusi temperatur pada lempeng adalah
dengan Kn = Cn sinh nπ H, sehingga Cn = L
T (x, y) =
∞ � n=1
nπ nπ Kn sin x sinh (H − y) sinh nπ H L L L
(5.27)
5.3. PERSAMAAN DIFUSI
125
Contoh 2 Lempeng segiempat berukuran L × H sebagaimana contoh terdahulu namun dengan dua sisi bertemperatur 1000 C (yang terletak pada sumbu x dan sumbu y) sedangkan dua sisi lainnya bertemperatur 00 C. Tentukan distribusi temperatur pada lempeng tersebut. Anggap titik (0, 0) terisolasi dan temperaturnya 00 .
sa
n=1
nπ nπ Kn sin x sinh (H − y) nπ sinh L H L L
(5.28)
ba
∞ �
T1 (x, y) =
r
Jika hanya satu sisi saja yang bertemperatur 1000 C yaitu yang terletak pada sumbu x, maka fungsi distribusi temperaturnya adalah sebagaimana yang diperoleh dalam contoh terdahulu yakni
n=1
m
nπ nπ Kn sin y sinh (L − x) nπ sinh H L H H
se
∞ �
(5.29)
01
T2 (x, y) =
2
20
13
kh
Selanjutnya tinjau jika sisi yang bertemperatur 1000 C hanyalah pada sisi yang terletak di sumbu y sementara ketiga sisi lainnya bertemperatur 00 C. Dapat mudah dipahami bahwa fungsi distribusi temperatur untuk keadaan ini mirip dengan persamaan di atas hanya saja perlu diganti variabelnya yaitu x → y; y → x, H → L dan L → H sehingga dapat dinyatakan
lfi
22
Sehingga distribusi temperatur untuk lempeng yang dua sisinya bertemperatur 1000 C adalah
5.3
ca ku
T (x, y) = T1 (x, y) + T2 (x, y)
(5.30)
Persamaan Difusi
Persamaan difusi atau persamaan aliran kalor adalah persamaan differensial parsial yang mempunyai bentuk: ∇2 u =
1 ∂u α2 ∂t
(5.31)
dengan α2 menyatakan karakteristik medium terjadinya proses difusi (aliran kalor). Fungsi u menyatakan fungsi skalar yang mempunyai variabel ruang dan waktu (misalnya temperatur tiap saat pada suatu medium), sehingga dituliskan lengkap sebagai u(r, t) dengan r menyatakan variabel ruang.
126
BAB 5. PERSAMAAN DIFFERENSIAL PARSIAL
se
m
2
20
13
kh
ba
sa
r
Penyelesaian persamaan difusi juga menggunakan metode pemisahan variabel sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Untuk menyelesaikannya, diasumsikan solusi yang berbentuk u = F (x, y, z)T (t), di mana F (x, y, z) adalah fungsi yang hanya mempunyai variabel ruang saja (dalam hal ini digunakan sistem koordinat kartesian) sedangkan T (t) adalah fungsi yang hanya mempunyai variabel waktu saja. Bila bentuk fungsi u tersebut disubstitusikan ke dalam persamaan difusi (persamaan 5.31) maka akan diperoleh: 1 dT T ∇2 F = 2 F α dt 1 maka akan menSelanjutnya jika persamaan tersebut dikalikan dengan FT jadi 1 2 1 1 dT ∇F = 2 F α T dt Perhatikan bahwa ruas kiri hanyalah fungsi yang mempunyai variabel ruang sedangkan ruas kanan adalah fungsi yang mempunyai variabel waktu saja. Dengan penjelasan yang sama sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian terdahulu, maka artinya kedua ruas tersebut haruslah sama dengan suatu konstanta, misalnya −k 2 . Dengan demikian akan didapat dua persamaan differensial yaitu:
(5.32)
ca ku
lfi
22
01
1 2 ∇ F = −k 2 =⇒ ∇2 F + k 2 F = 0 F dan dT 1 1 dT = −k 2 =⇒ = −k 2 α2 T 2 α T dt dt
Persamaan kedua mudah dikenali sebagai persamaan differensial biasa orde satu dan solusinya dapat diperoleh dengan cara integrasi yaitu T (t) = Ae−k
2 α2 t
(5.33)
dengan A adalah konstanta integrasi. Selajutnya tinjau persamaan differensial yang melibatkan variabel ruang. Persamaan differensial ini adalah persamaan differensial orde dua dan dikenal sebagai persamaan Helmholtz. Untuk mudahnya, tinjau kasus satu dimensi pada sistem koordinat kartesian sehingga fungsi ruang F hanya mempunyai variabel x saja. Dalam hal ini persamaan Helmholtz satu dimensi dinyatakan dalam bentuk: d2 F + k2F = 0 dx2
5.3. PERSAMAAN DIFUSI
127
yang solusinya adalah F (x) = C cos kx + D sin kx Untuk kasus yang lebih umum dengan bentuk fungsi F yang tidak hanya bergantung pada satu variabel, maka harus diselesaikan pula dengan pemisahan variabel. Sebagai contoh penggunaannya (untuk kasus sederhana satu dimensi ruang), perhatikan contoh berikut ini. Contoh
20
13
kh
ba
sa
r
Tinjau sebuah batang logam yang panjangnya L dan terletak di sepanjang sumbu x, ujung kiri batang berada di titik pusat koordinat. Pada keadaan awal (steady state) temperatur ujung kiri batang adalah 00 C dan temperatur ujung kanan batang adalah 1000 . Setelah waktu tertentu (misalkan ta ) ujung kanan batang dibuat bertemperatur 00 C juga. Tentukan temperatur pada batang logam tersebut untuk t < ta dan untuk t > ta .
se
m
2
Untuk t < ta distribusi temperatur batang memenuhi persamaan Laplace satu dimensi (karena pada t < ta tidak ada sumber panas pada batang tersebut), solusinya sebagaimana contoh terdahulu adalah 100 x L
(5.34)
22
01
u0 =
ca ku
lfi
Perhatikan bahwa untuk keadaa awal ini (t < ta ) distribusi temperatur pada batang tidak bergantung pada waktu. Kemudian untuk t > ta fungsi temperatur pada batang u memenuhi persamaan difusi yang bentuk kebergantungan terhadap waktu adalah berbentuk eksponensial, sementara kebergantungan terhadap ruang haruslah memenuhi persamaan Helmholtz (untuk kasus satu dimensi adalah fungsi harmonik sinus-cosinus) sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Bentuk solusi fungsi u adalah 2 2 2 2 ua (x, t) = Ce−k α t sin kx + De−k α t cos kx Karena syarat batas pada ujung kiri batang (x = 0) bahwa temperatur di posisi tersebut sama dengan nol untuk nilai t berapapun, maka ini akan memberikan batasan bahwa konstanta D haruslah sama dengan nol (dengan kata lain fungsi cosinus tidak akan sesuai dengan kondisi tersebut). Dengan demikian solusi fungsi u berbentuk ua (x, t) = Ce−k
2 α2 t
sin kx
(5.35)
128
BAB 5. PERSAMAAN DIFFERENSIAL PARSIAL
Selanjutnya karena syarat batas u(x = L, t) = 0 untuk sembarang t > ta , maka diperoleh hubungan kL = nπ yang berarti k = nπ/L. Kemudian dengan menyusun solusinya dalam bentuk deret maka dapat dinyatakan ∞ �
ua (x, t) =
n=1
2
Cn e(nπα/L) t sin
� nπ � x L
(5.36)
Kemudian dari syarat awal yang diberikan yaitu bahwa pada saat t = ta , fungsi distribusi temperatur batang haruslah sama dengan u0 , hal ini mengakibatkan variabel t pada fungsi ua (x, t) perlu sedikit dimodifikasi menjadi t − ta , dengan demikian dapat dinyatakan sin
sa
a)
ba
2 (t−t
(5.37)
13
kh
Cn e(nπα/L)
r
� nπ � x L n=1 ∞ � nπ � � 100 =⇒ ua (x, t = ta ) = u0 = x= x Cn sin L L n=1 ua (x, t) =
∞ �
� nπ � 100 x sin x dx L L
m
�L
2
20
Selanjutnya koefisien Cn dapat ditentukan menggunakan cara yang sama dengan yang telah dibahas sebelumnya, yaitu
se
2 Cn = L
22
01
0
=
(5.38)
200 (−1)n−1 nπ
ca ku
lfi
Dengan demikian, solusi untuk fungsi distribusi temperatur pada batang adalah 100 x t ≤ ta L (5.39) u(x, t) = ∞ � nπ � � 200 2 (−1)n−1 e(nπα/L) (t−ta ) sin x , t > ta nπ L n=1
5.4
Persamaan Gelombang
Jika persamaan laplace dinyatakan dengan: laplacian suatu fungsi skalar sama dengan nol, sementara persamaan difusi dinyatakan dengan: laplacian suatu fungsi skalar sebanding dengan turunan pertama fungsi skalar tersebut terhadap waktu, maka persamaan yang menyatakan bahwa laplacian
5.4. PERSAMAAN GELOMBANG
129
suatu fungsi skalar sebanding dengan turunan kedua fungsi skalar tersebut terhadap waktu dikenal sebagai persamaan gelombang. Secara matematis, persamaan gelombang dituliskan dalam bentuk: ∇2 ψ =
1 ∂ 2ψ v 2 ∂t2
(5.40)
20
13
kh
ba
sa
r
Di mana ψ adalah fungsi skalar yang mempunyai variabel ruang dan waktu sehingga dituliskan sebagai ψ = ψ(r, t), sedangkan v adalah suatu besaran yang berkaitan dengan karakteristik fungsi gelombang tersebut (yaitu laju rambat gelombang). Untuk memperoleh bentuk solusinya, kembali digunakan metode pemisahan variabel. Dalam hal ini dimisalkan bentuk solusi ψ(r, t) = F (r)T (t), di mana F (r) menyatakan fungsi yang hanya mempunyai variabel ruang sedangkan T (t) adalah fungsi yang hanya mempunyai variabel waktu. Selanjutnya bila bentuk solusi tersebut disubstitusikan ke persamaan 5.40 1 kemudian dikalikan dengan , maka akan diperoleh: FT (5.41)
m
2
1 1 d2 T 1 2 ∇F = 2 F v T dt2
22
01
se
Sebagaimana penjelasan di bagian terdahulu, kedua ruas persamaan differensial di atas haruslah sama dengan suatu konstanta tertentu, misalnya −k 2 sehingga didapatlah dua persamaan differensial yaitu d2 T + ω2T = 0 dt2
(5.42)
ca ku
lfi
∇2 F + k 2 F = 0 dan
dengan ω = kv. Untuk mudahnya, tinjau kondisi di mana fungsi F hanya terdiri dari satu variabel, misalnya x dalam sistem koordinat kartesian. Persamaan differensial yang berkaitan dengan fungsi ruang akan menjadi d2 X + k2X = 0 dx2
(5.43)
Dengan demikian bentuk solusi kedua persamaan differensial biasa tersebut adalah d2 X + k 2 X = 0 =⇒ X(x) = A cos kx + B sin kx dx2 d2 T + ω 2 T = 0 =⇒ T (t) = C cos ωt + D sin ωt dt2
130
BAB 5. PERSAMAAN DIFFERENSIAL PARSIAL
Maka bentuk solusi fungsi gelombang secara umum adalah ψ(x, t) = X(x)T (t) =
� A cos kx �� C cos ωt � D sin ωt B sin kx
= A cos kx cos ωt + B cos kx sin ωt + C sin kx cos ωt + D sin kx sin ωt (5.44)
sa
r
Keempat konstanta yang muncul dalam solusi persamaan differensial tersebut dapat secara spesifik ditentukan dari syarat-syarat (baik syarat batas maupun syarat awal) yang diberikan dalam suatu kasus fisis tertentu.
ba
Contoh
20
13
kh
Suatu tali yang panjangnya L kedua ujungnya terikat. Tali tersebut diberi simpangan dengan cara menarik bagian tengahnya hingga menyimpang sebesar h kemudian dilepaskan. Tentukan persamaan simpangan gelombang yang merambat pada tali tersebut.
ca ku
lfi
22
01
se
m
2
Karena kedua ujung tali tersebut terikat berarti simpangan tali di kedua ujung untuk t berapapun sama dengan nol. Hal ini dapat dinyatakan dalam bentuk syarat batas sebagai ψ(x = 0, t) = 0 dan ψ(x = L, t) = 0. Dengan syarat batas pertama tersebut jelaslah bahwa solusi fungsi ruang yang memenuhi adalah yang berbentuk fungsi sinus. Artinya dengan menggunakan bentuk solusi umum sebagaimana dinyatakan dengan persamaan 5.44 maka berarti konstanta A = 0 dan B = 0. Kemudian dari syarat batas kedua diperoleh bahwa kL = nπ yang kemudian memberikan k = nπ/L. Selanjutnya tinjau syarat atau kondisi yang berkaitan dengan dimensi waktu. Karena tali dilepas dari keadaan diam (setelah diberi simpangan), maka artinya kecepatan getar awal (tepat saat dilepas) sama dengan nol. Sebagaimana diketahui, kecepatan getar dapat diperoleh dari turunan ter∂ψ hadap waktu dari fungsi simpangan, . Karena kecepatan getar sama ∂t dengan nol pada waktu awal, maka hal ini dirumuskan dalam bentuk sya∂ψ �� = 0 (syarat yang dinyatakan dalam bentuk turunan suatu rat awal � ∂t t=0 fungsi dikenal sebagai syarat Neumann). Syarat awal ini hanya dapat dipenuhi jika fungsi variabel waktunya berbentuk cosinus (karena turunan dari fungsi cosinus adalah fungsi sinus dan pada t = 0 fungsi sinus bernilai sama dengan nol). Artinya konstanta D haruslah sama dengan nol. Dengan demikian bentuk fungsi ψ(x, t) yang memenuhi syarat batas dan syarat awal
5.5. PDP DALAM SISTEM KOORDINAT SILINDER DAN BOLA
131
yang diberikan adalah:
2
20
13
kh
ba
sa
r
ψ(x, t) = C sin kx cos ωt � nπ � � nπv � = C sin x cos t L L Kemudian karena pada saat awal simpangan yang diberikan dapat dinyatakan dalam suatu fungsi f (x) tertentu yaitu: L 2h x, untuk 0 < x < L 2 ψ(x, t = 0) = f (x) = , 2h L − x + 2h, untuk < x < L L 2 maka berarti � nπ � ψ(x, t = 0) = C sin x = f (x) L Sebagaimana penjelasan sebelumnya, syarat tersebut mengakibatkan bentuk yang tepat untuk fungsi ψ adalah berupa deret: ∞ � nπ � � ψ(x, t = 0) = x = f (x) Cn sin L n=1
se
�L
f (x) sin
01
2 Cn = L
m
Koefisien Cn dapat dihitung sebagai berikut
lfi
PDP dalam sistem koordinat silinder dan bola
ca ku
5.5
22
0
� nπ � x dx L
Penyelesaian persamaan Laplace (ataupun bentuk persamaan differensial parsial lainnya) untuk persoalan yang mempunyai simetri silinder ataupun bola perlu memperhatikan bentuk operator differensial dalam sistem koordinat silinder ataupun bola. Perlu diingat bahwa laplacian dalam sistem koordinat silinder adalah � � ∂ 1 ∂2 1 ∂ ∂2 2 ∇ = r + 2 2+ 2 (5.45) r ∂r ∂r r ∂θ ∂z sedangkan laplacian dalam sistem koordinat bola adalah � � � � ∂2 1 ∂ 1 ∂ ∂ 1 2 2 ∂ r + 2 sin θ + 2 2 ∇ = 2 r ∂r ∂r r sin θ ∂θ ∂θ r sin θ ∂φ2
(5.46)
132
BAB 5. PERSAMAAN DIFFERENSIAL PARSIAL
Pemisahan variabel dalam sistem koordinat silinder Untuk menyelesaikan persamaan Laplace dalam sistem koordinat silinder, dilakukan pemisahan variabel dengan menganggap solusinya berbentuk u(r, θ, z) = R(r)Θ(θ)Z(z)
(5.47)
kemudian substitusikan ke persamaan Laplace sehingga diperoleh � � 1 d dR 1 d2 Θ d2 Z ΘZ r + RZ 2 2 + RΘ 2 = 0 r dr dr r dθ dz
(5.48)
kh
ba
sa
r
1 , maka akan diSelanjutnya jika persamaan tersebut dikalikan dengan RΘZ peroleh bahwa ada suku yang merupakan fungsi dari satu variabel saja, yaitu � � dR 1 1 d2 Θ 1 d2 Z 11 d r + + =0 (5.49) R r dr dr Θ r2 dθ2 Z dz 2
m
2
20
13
1 d2 Z Hal ini berarti bahwa dapat dinyatakan = K 2 , dengan K adalah Z dz 2 suatu konstanta sembarang, yang memberikan bentuk solusi untuk variabel z dalam bentuk: Z(z) = AeKz + Be−Kz (5.50)
ca ku
lfi
22
01
se
1 d2 Z Kemudian karena = K 2 , maka 5.49 dapat dituliskan kembali dalam Z dz 2 bentuk � � dR 1 1 d2 Θ 11 d r + + K2 = 0 2 2 R r dr dr Θ r dθ � � (5.51) r d dR 1 d2 Θ 2 2 =⇒ r + +K r =0 R dr dr Θ dθ2 Terlihat bahwa suku kedua hanya mempunyai variabel θ saja, sehingga dapat dinyatakan sebagai suatu konstanta yang lain yaitu misalnya −n2 , maka 1 d2 Θ = −n2 yang memberikan solusi dalam bentuk berarti Θ dθ2 Θ(θ) = C cos nθ + D sin nθ Selanjutnya persamaan 5.51 menjadi berbentuk � � dR r d r − n2 + K 2 r 2 = 0 R dr dr � � dR d r + (K 2 r2 − n2 )R = 0 =⇒ r dr dr
(5.52)
(5.53)
5.5. PDP DALAM SISTEM KOORDINAT SILINDER DAN BOLA
133
Persamaan differensial tersebut adalah persamaan differensial yag solusinya berbentuk fungsi Bessel. Solusi lengkap fungsi R(r) berbentuk: R(r) = E Jn (Kr) + F Nn (Kr)
(5.54)
di mana Jn dan Nn adalah fungsi Bessel orde n. Dengan demikian bentuk solusi lengkap persamaan laplace dalam sistem koordinat silinder adalah u(r, θ, z) =R(r)Θ(θ)Z(z) =AJn (Kr)eKz cos nθ + BJn (Kr)eKz sin nθ+
sa
cos nθ + HNn (Kr)e
sin nθ+
−Kz
(5.55)
sin nθ
kh
GNn (Kr)e
cos nθ + FNn (Kr)e
−Kz
Kz
ba
ENn (Kr)e
Kz
r
CJn (Kr)e−Kz cos nθ + DJn (Kr)e−Kz sin nθ+
22
01
se
m
2
20
13
Sebagaimana contoh dan penjelasan terdahulu, syarat batas yang diberikan pada persoalan fisis yang dimaksud akan menentukan bentuk solusi fungsi R(r), Θ(θ) dan Z(z) yang memenuhi dan ini berarti juga nilai konstantakonstanta tersebut di atas. Jika dijumpai persoalan satu dimensi, seringkali kerumitan bentuk solusi sebagaimana yang diuraikan di atas dapat dihindari. Misalnya saja untuk kasus persamaan laplace satu dimensi yang hanya dipengaruhi variabel θ, sehingga u = u(θ). Persamaan laplace untuk kasus ini dinyatakan dalam bentuk yang sederhana yaitu
ca ku
Solusinya berbentuk
1 d2 u d2 u = 0 =⇒ =0 r2 dθ2 dθ2
lfi
∇2 u =
u(θ) = Aθ + B
(5.56)
(5.57)
Contoh Sebuah silinder yang jari-jarinya a dan sangat tinggi alasnya berada di bidang xy (hal ini berarti salah satu permukaan lingkarannya berada di z = ∞). Jika alas silinder tersebut bertemperatur 1000 C sedangkan dindingnya bertemperatur 00 C, tentukan distribusi temperatur dalam silinder tersebut. Temperatur di dalam silinder tersebut mestilah tidak bergantung pada variabel θ, melainkan hanya bergantung pada variabel r dan z saja. Karenanya ini memberikan batasan bahwa n = 0. Selanjutnya agar temperatur di z = ∞ bernilai 0, maka bentuk fungsi Z(z) yang dapat memenuhi kondisi ini adalah
134
BAB 5. PERSAMAAN DIFFERENSIAL PARSIAL
pembuat nol fungsi J0(x)
J0( x)
x
sa
kh
ba
pembuat nol fungsi N0(x)
r
N0 ( x )
m
2
20
13
Gambar 5.3: Plot fungsi Bessel orde nol jenis pertama, J0 (x) dan jenis kedua, N0 (x).
se
Z(z) = e−Kz .
ca ku
lfi
22
01
Dengan mengingat karakteristik fungsi Bessel jenis pertama Jn (x) dan jenis kedua Nn (x) yaitu bahwa untuk x = 0 nilai fungsi Jn (x) adalah berhingga sedangkan nilai fungsi Nn (x) takberhingga sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 5.3, maka solusi fungsi r yang dapat memenuhi adalah fungsi Bessel jenis pertama Jn (Kr). Dengan demikian bentuk solusi secara umum yang memenuhi adalah u(r, z) = AJ0 (Kr)e−Kz
Selanjutnya dari syarat batas yang menyatakan temperatur pada dinding silinder yaitu bahwa u(r = a, z) = 0, maka diperoleh bahwa Ka adalah pembuat nol dari fungsi Bessel J0 (Kr). Jika digunakan variabel baru k = Ka atau K = k/a, maka dapat dituliskan u(r, z) = AJ0 (kr/a)e−kz/a Karena k adalah pembuat nol dari fungsi Bessel J0 dan ada banyak nilai pembuat nol yang mungkin dalam suatu fungsi Bessel, maka variabel tersebut dapat dituliskan dalam bentuk km dengan m = 1, 2, 3, . . . . Artinya k1 adalah
5.5. PDP DALAM SISTEM KOORDINAT SILINDER DAN BOLA
135
pembuat nol pertama, k2 adalah pembuat nol kedua, dan seterusnya. Artinya solusi u(r, z) dapat dinyatakan dalam bentuk deret: u(r, z) =
∞ �
m=1
Am J0 (km r/a)e−km z/a
Kemudian syarat batas bahwa temperatur sisi bawah silinder tersebut sama dengan 1000 , memberikan u(r, z = 0) =
∞ �
m=1
Am J0 (km r/a) = 100
Am = 0�a
kh
13
100 r J0 (km r/a) dr
20
�a
ba
sa
r
Dengan memanfaatkan sifat ortogonalitas fungsi Bessel J0 (km r/a) pada interval [0, a], maka koefisien Am dapat diperoleh sebagai berikut:
r [J0 (km r/a)]2 dr
m
2
0
22
01
se
Kemudian dengan mengingat sifat fungsi Bessel yaitu � �a 0, jika α �= β r Jp (αr/a)Jp (βr/a)dr = a2 � 2 [Jp (α)] , jika α = β 2
lfi
0
ca ku
maka berarti integral pada bagian penyebut dalam persamaan untuk menghitung Am tersebut di atas dapat dihitung hasilnya sebagai berikut �a
r [J0 (km r/a)]2 dr =
a2 2 J (km ) 2 1
0
Selanjutnya dengan memanfaatkan salah satu sifat lain (sifat rekursif) dari d fungsi Bessel yaitu bahwa [xJ1 (x)] = xJ0 (x), maka dengan menggunakan dx substitusi x = km r/a akan dapat dituliskan a d [(km r/a)J1 (km r/a)] = (km r/a)J0 (km r/a) km dr d [rJ1 (km r/a)] = (km r/a)J0 (km r/a) =⇒ dr
136
BAB 5. PERSAMAAN DIFFERENSIAL PARSIAL
kemudian bila diintegralkan dari 0 sampai a akan dapat dituliskan �a �a d km [rJ1 (km r/a] dr = rJ0 (km r/a) dr dr a 0
=⇒
0
�a
rJ0 (km r/a) dr =
0
=
a km
�a
d [rJ1 (km r/a)] dr dr
a km
�a
d [rJ1 (km r/a)]
0
0
ba
sa
r
�a a2 a � [rJ1 (km r/a)]� = J1 (km ) = km km 0 sehingga diperoleh konstanta Am dalam bentuk:
kh
100a2 J1 (km ) 2 200 . 2 2 = km a J1 (km ) km J1 (km )
13
Am =
se
m
2
20
Jadi solusi lengkap fungsi distribusi temperatur dalam silinder yang dimaksud adalah berbentuk ∞ � 200 u(r, z) = J0 (km r/a)e−km z/a (5.58) k J (k ) m=1 m 1 m
ca ku
lfi
22
01
Perlu diperhatikan bahwa sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, km adalah pembuat nol fungsi Bessel orde nol (J0 ) dan bukanlah pembuat nol fungsi Bessel orde satu (J1 ) sehingga secara umum J1 (km ) �= 0. Sebagai tambahan informasi, berikut disajikan nilai numerik dari km dan J1 (km ) untuk nilai m = 1, 2, 3, 4, 5. Tabel 5.1: Nilai numerik km (zero dari J0 (x)) dan J1 (km ) untuk nilai m = 1, 2, 3, 4, 5. km J1 (km )
m=1 2,4048 0,5192
m=2 5,5201 -0.3403
m=3 8,6537 0.2715
m=4 11,7915 -0.2325
m=5 14,9309 0.2065
Pemisahan variabel dalam sistem koordinat bola Untuk menyelesaikan persamaan Laplace dalam sistem koordinat bola, dilakukan pemisahan variabel dengan menganggap solusinya berbentuk u(r, θ, φ) = R(r)Θ(θ)Φ(φ)
(5.59)
5.5. PDP DALAM SISTEM KOORDINAT SILINDER DAN BOLA
137
kemudian substitusikan bentuk fungsi u tersebut ke persamaan Laplace untuk sistem koordinat bola sehingga diperoleh 1 d ΘΦ 2 r dr
�
r
2 dR
dr
�
1 d + RΦ 2 r sin θ dθ
�
� d2 Φ dΘ 1 = 0 (5.60) sin θ + RΘ 2 2 dθ r sin θ dφ2
r2 sin2 θ sehingga menjadi RΘΦ � � � � 1 d dΘ 1 d2 Φ sin2 θ d 2 dR r + sin θ + =0 (5.61) R dr dr Θ dθ dθ Φ dφ2
kemudian kalikan persamaan tersebut dengan
20
sehingga solusinya berbentuk fungsi harmonik
13
kh
ba
sa
r
Terlihat bahwa suku ketiga hanya merupakan fungsi dari φ saja, sehingga dapat dinyatakan 1 d2 Φ = −m2 (5.62) 2 Φ dφ
(5.63)
m
2
Φ(φ) = A cos mφ + B sin mφ
se
Selanjutnya persamaan 5.61 dapat dituliskan kembali menjadi
(5.64)
ca ku
lfi
22
01
� � � � sin2 θ d 1 d dΘ 2 dR r + sin θ − m2 = 0 R dr dr Θ dθ dθ � � � � 1 dΘ m2 d 1 d 2 dR r + sin θ − =0 =⇒ 2 R dr dr dθ Θ sin θ dθ sin2 θ
Sekarang terlihat bahwa suku pertama hanya merupakan fungsi dari r saja, sehingga dapat dianggap sebagai suatu konstanta (misalkan sama dengan k) dengan demikian persamaan 5.64 dapat dituliskan kembali dalam bentuk 1 d sin2 θ dθ
�
dΘ sin θ dθ
�
−
m2 + kΘ = 0 sin2 θ
(5.65)
Jika konstanta k tersebut kemudian dapat dinyatakan dalam konstanta lain, yaitu k = l(l + 1), maka bentuk persamaan tersebut merupakan persamaan differensial yang solusinya adalah fungsi Legendre terasosiasi (associated Legendre function), sebagaimana yang telah diuraikan pada BAB sebelumnya, yaitu: Θ(θ) = C Plm (cos θ) (5.66)
138
BAB 5. PERSAMAAN DIFFERENSIAL PARSIAL
dengan C adalah konstanta. Selanjutnya tinjau kembali bentuk suku yang mengandung variabel r. Persamaannya dapat dituliskan dalam bentuk � � 1 d 2 dR r = k = l(l + 1) R dr dr � � d 2 dR r = l(l + 1)R dr dr dR dR − l(l + 1)R = 0 r2 2 + 2r dr dr
ba
sa
r
Persamaan differensial tersebut dapat diselesaikan dengan menggunakan metode Frobenius (lihat kembali pembahasan pada BAB terdahulu), dan solusinya adalah R(r) = Drl + Er−(l+1) (5.67)
kh
Dengan demikian bentuk solusi persamaan Laplace dalam sistem koordinat bola adalah
13
u(r, θ, φ) =Arl Plm (cos θ) cos mφ + Br l Plm (cos θ) sin mφ
20
+ Cr−(l+1) Plm (cos θ) cos mφ + Dr −(l+1) Plm (cos θ) sin mφ
(5.68)
01
se
m
2
Fungsi Θ(θ) dan Φ(φ) sering digabungkan menjadi satu dan dinamakan fungsi harmonik bola (spherical harmonics) dan dinyatakan dengan Ylm (θ, φ), dengan demikian (5.69)
22
u(r, θ, φ) = Erl Ylm (θ, φ) + F r−(l+1) Ylm (θ, φ)
ca ku
lfi
Sebagaimana halnya bentuk solusi persamaan laplace dalam sistem koordinat silinder, dalam sistem koordinat bola juga akan didapatkan bahwa bentuk solusi yang sesuai tergantung dari syarat batas persoalan fisis yang ditinjau. Contoh
Tentukan distribusi temperatur di dalam sebuah bola yang jari-jarinya a jika separuh permukaan bagian atas bertemperatur 1000 sedangkan separuh lainnya bertemperatur 00 . Anggap bola tersebut pusatnya terletak di titik pusat kordinat. Pada persoalan ini, temperatur tidaklah bergantung pada variabel φ sehingga nilai m yang memenuhi adalah m = 0 dan berarti cos mφ = 1 dan sin mφ = 0. Kemudian bila ditinjau bahwa temperatur di titik pusat bola nilainya haruslah berhingga, maka bentuk fungsi radial yang dapat memenuhi adalah R(r) = rl . Dengan demikian, bentuk solusi yang mungkin dari persamaan
5.5. PDP DALAM SISTEM KOORDINAT SILINDER DAN BOLA
139
laplace dapat diperoleh dari persamaan 5.68 dengan B = 0, C = 0, D = 0 serta m = 0, sehingga dapat dinyatakan u(r, θ) = Arl Pl (cos θ) Selanjutnya dengan menyatakan dalam bentuk deret, maka diperoleh u(r, θ) =
∞ � l=0
Al rl Pl (cos θ)
l=0 � 100 = 0
kh
Al al Pl (cos θ)
atau 0 < cos θ < 1 atau − 1 < cos θ < 0
2
20
untuk 0 < θ < π/2 untuk π/2 < θ < π
13
u(r = a, θ) =
∞ �
ba
sa
r
Koefisien Al dapat diperoleh dengan menerapkan syarat batas yang diberikan, yaitu temperatur di permukaan bola yang dapat dinyatakan dalam bentuk
se
=
Al al Pl (ξ) = f (ξ)
01
r=a
∞ � l=0
22
� � u�
m
Atau bila menggunakan variabel baru ξ = cos θ, maka dapat dinyatakan
ca ku
lfi
dengan bentuk f (ξ) adalah f (ξ) =
�
0 100
untuk − 1 < ξ < 0 untuk 0 < ξ < 1
Bentuk fungsi f (ξ) tersebut bila diekspansikan dalam deret Legendre (lihat pembahasan pada BAB sebelumnya) akan dapat dinyatakan sebagai berikut �
0 untuk − 1 < ξ < 0 100 untuk 0 < ξ < 1 � � 3 7 11 1 = 100 P0 (ξ) + P1 (ξ) − P3 (ξ) + P5 (ξ) + . . . 2 4 16 32 ∞ � cl Pl (ξ) = 100
f (ξ) =
l=0
140
BAB 5. PERSAMAAN DIFFERENSIAL PARSIAL
cl Karena Al al = cl , maka dapat diperoleh bahwa Al = l . Dengan demikian a solusi distribusi temperatur dalam bola tersebut adalah u(r, θ) = 100
5.6
3r 7 � r �3 P0 (cos θ) + P1 (cos θ) − P3 (cos θ) 2 4a 16 a � 11 � r �5 P5 (cos θ) + . . . + 32 a
�1
(5.70)
Persamaan Poisson
(5.71)
20
13
∇2 ψ = F
kh
ba
sa
r
Jika Laplacian suatu fungsi skalar sama dengan suatu konstanta atau bisa juga berupa suatu fungsi yang mempunyai variabel ruang, maka persamaan differensial semacam itu dinamakan sebagai persamaan Poisson. Persamaan Poisson merupakan contoh persamaan differensial parsial yang tak homogen. Jadi persamaan Poisson dinyatakan dalam bentuk:
01
se
m
2
di mana F adalah fungsi dalam varaiabel ruang ataupun suatu konstanta. Dapat dipahai bahwa jika fungsi F pada persamaan Poisson tersebut sama dengan nol, maka persamaan Poisson menjadi persamaan Laplace yang telah dibahas sebelumnya.
22
Metode Fungsi Green
ca ku
lfi
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan differensial parsial yang tak homogen adalah metode fungsi Green. Tinjau suatu contoh persamaan differensial biasa tak homogen (ruas kanan tidak sama du dengan nol) yang berbentuk = f (x). Persamaan differensial ini secadx ra umum dapat dituliskan menggunakan notasi operator differensial sebagai berikut Lu(x) = f (x) (5.72) dengan simbol L menyatakan operator differensial linier dan f (x) menyetakan fungsi yang dikenal sebagai suku sumber (source term) dan solusinya berada dalam interval 0 ≤ x ≤ l dengan l suatu konstanta. Jika dianggap bahwa suku sumber dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi diskrit yaitu f (ξ1 ), f (ξ2 ), . . . , f (ξn ) yang bekerja pada titik x = ξ1 , x = ξ2 , . . . , x = ξn dalam interval 0 ≤ x ≤ l dan solusi persamaan differensial tersebut di atas untuk satu suku sumber pada nilai x = ξk dinyatakan dengan G(x, ξk )f (ξk )
5.6. PERSAMAAN POISSON
141
maka solusi lengkap fungsi u(x) dapat diperoleh dengan menjumlahkan semua solusi dalam interval yang dimaksud untuk masing-masing nilai ξk . Hal ini berarti dapat dinyatakan bahwa u(x) =
n �
G(x, ξk )f (ξk )
(5.73)
k=1
jika kemudian deret tersebut diambil untuk n → ∞ maka artinya� f (x) dapat diaproksimasi menjadi fungsi kontinu dan tanda penjumlahan berubah �
sa
u(x) =
�l
r
, sehingga dapat dinyatakan
G(x, ξ)f (ξ) dξ
(5.74)
kh
0
ba
menjadi
m
2
20
13
Fungsi G(x, ξ) dinamakan fungsi Green dari persoalan yang dimaksud (persamaan differensial tersebut). Perhatikan bahwa misalnya jika ditinjau suatu sumber yang berupa satu titik (point source) pada nilai x = ξ yang tertentu, maka dari persamaan 5.73 akan diperoleh
se
u(x) = G(x, ξ)f (ξ)
22
01
dan jika f (ξ) bernilai satu satuan, maka dapat dinyatakan
lfi
u(x) = G(x, ξ)
ca ku
Hal ini berarti bahwa fungsi Green G(x, ξ) merupakan solusi persamaan differensial 5.72 untuk suku sumber berupa titik satuan (unit point source) yang berada di x = ξ. Fungsi suku sumber berupa titik satuan di x = ξ berarti bahwa fungsi tersebut hanya mempunyai nilai untuk posisi x = ξ saja dan untuk x �= ξ nilai fungsi tersebut sama dengan nol. Bentuk suku sumber berupa titik satuan (unit point source) yang seperti itu dapat direpresentasikan dalam fungsi delta Dirac, δ. Jadi jika unit point source tersebut berada di posisi x = ξ, maka dinyatakan dalam bentuk fungsi delta Dirac δ(x − ξ). Dengan demikian hal tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan LG(x, ξ) = δ(x − ξ)
(5.75)
Perhatikan bahwa jika persamaan 5.75 dikalikan dengan f (ξ) kemudian diintegralkan terhadap seluruh nilai ξ dan dengan mengingat sifat fungsi delta
142
BAB 5. PERSAMAAN DIFFERENSIAL PARSIAL
Dirac, maka akan dapat diperoleh �� � � L G(x, ξ)f (ξ) dξ = δ(x − ξ)f (ξ) dξ � �� G(x, ξ)f (ξ) dξ = f (x) L =⇒ L u(x) = f (x)
r
Bentuk fungsi Green untuk suatu persamaan differensial berbeda dengan bentuk fungsi Green untuk persamaan differensial yang lain, jadi bentuk fungsi Green bergantung pada operator differensial yang dinyatakan dengan simbol L pada persamaan 5.72 di atas.
ba
sa
PDB orde 2 dengan suku sumber fungsi delta Dirac
kh
Tinjau suatu persamaan differensial biasa orde dua tak homogen yang suku sumbernya berupa fungsi delta Dirac yang dinyatakan dalam bentuk d2 u(x) + ω02 u(x) = δ(x − ξ) dx2
ca ku
lfi
22
01
se
m
2
20
13
u�� (x) + ω02 u(x) = δ(x − ξ) (5.76) � � 2 d 2 + ω0 u(x) = δ(x − ξ). Hal yang juga dapat dituliskan dalam bentuk dx2 ini berarti solusi u(x) untuk persamaan tersebut adalah fungsi � 2 differensial � d Green G(x, ξ) untuk operator L = + ω02 . Dengan demikian dapat dx2 dinyatakan � 2 � d 2 (5.77) + ω0 G(x, ξ) = δ(x − ξ) dx2 Bila digunakan metode transformasi Laplace1 , maka dapat dinyatakan �� 2 � � d 2 L (5.78) + ω0 G(x, ξ) = L [δ(x − ξ)] dx2 atau
Karena L(u�� (x)) = p2 L(u(x)) − pu(0) − u� (0) dan L(cu(x)) = cL(u(x)) serta L(δ(x − ξ)) = e−pξ , maka diperoleh p2 L(G(x, ξ)) − pG(0, ξ) − G� (0, ξ) + ω02 L (G(x, ξ)) = e−pξ =⇒ (p2 + ω02 )L(G(x, ξ)) = pG(0, ξ) + G� (0, ξ) + e−pξ
p 1 e−pξ � =⇒ L(G(x, ξ)) = 2 G(0, ξ) + G (0, ξ) + p + ω02 p2 + ω02 p2 + ω02 1
transformasi Laplace dari suatu fungsi f dapat diperoleh melalui persamaan �∞ L(f ) = f (t)e−pt dt = F (p) 0
(5.79)