Persamaan diferensial parsial (PDP) adalah persamaan yang di dalamnya terdapat suku-suku difer diferensi ensial al parsi parsial al,, yang yang dala dalam m matematika diarti diartikan kan sebaga sebagaii suatu suatu hubungan yang mengaitkan suatu fungsi yang tidak diketahui, yang merupakan fungsi dari beberapa variabel bebas, bebas , dengan turunan-turunannya melalui variabel-variabel yang dimaksud dimaksud.. PDP digunakan digunakan untuk untuk melakuka melakukann formulasi formulasi dan menyeles menyelesaika aikann permasalahan yang melibatkan fungsi-fungsi yang tidak diketahui, yang merupakan dibentuk oleh beberapa variabel, seperti penjalaran suara dan panas panas,, elektrostatika elektrostatika,, elektrodinamika,, aliran fluida elektrodinamika fluida,, elastisitas elastisitas,, atau lebih umum segala macam proses yang terdistribusi dalam ruang ruang,, atau terdistribusi dalam ruang dan waktu waktu.. Kadang beberapa permasalahan fisis yang yang amat berbeda memiliki memiliki formulasi matematika yang mirip satu sama lain. Persamaan diferensial parsial
Bentuk paling sederhana dari persamaan diferensial adalah
di mana u suatu fungsi tak diketahui dari x dan y. Hubungan ini mengisyaratkan y) adalah tidak bergantung dari x. Oleh karena itu solusi umum bahwa nilai-nilai u( x, y dari persamaan ini adalah
di mana f adalah suatu fungsi sembarang dari variabel y. Analogi dari persamaan diferensial biasa untuk persamaan ini adalah
yang memiliki solusi
di mana c bernilai konstan (tidak bergantung dari nilai x). Kedua contoh di atas menggambarkan bahwa solusi umum dari persamaan diferensial biasa melibatkan suatu suatu kostan kostanta ta sembar sembarang ang,, akan akan tetapi tetapi solusi solusi dari dari persa persamaa maann difere diferensi nsial al parsi parsial al melibatkan suatu fungsi sembarang. Sebuah solusi dari persamaan diferensial parsial secara umum tidak unik; kondisi tambahan harus disertakan lebih lanjut pada syarat batas dari daerah di mana solusi didefinisikan. Sebagai gambaran dalam contoh sederhan sederhanaa di atas, atas, fungsi fungsi dapat dapat ditentuka ditentukann jika dispesifika dispesifikasika sikann pada sebuah sebuah garis .
DASAR TEORI 3.1. SIKLUS HIDROLOGI Siklus hidrologi diberi batasan sebagai suksesi tahapan-tahapan yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer : evaporasi dari tanah atau laut maupun air pedalaman, kondensasi untuk membentuk awan, presipitasi , akumulasi di dalam tanah maupun dalam tubuh air, dan evaporasi -kembali. Presipitasi dalam segala bentuk (salju, hujan batu es, hujan, dan lain-lain), jatuh ke atas vegetasi, batuan gundul, permukaan tanah, permukaan air dan saluran-saluran sungai (presipitasi saluran). Air yang jatuh pada vegetasi mungkin diintersepsi (yang kemudian berevaporasi dan/atau mencapai permukaan tanah dengan menetes saja maupun sebagai aliran batang) selama suatu waktu atau secara langsung jatuh pada tanah ( through fall = air tembus) khususnya pada kasus hujan dengan intensitas yang tinggi dan lama. Sebagian presipitasi berevaporasi selama perjalanannya dari atmosfer dan sebagian pada permukaan tanah. Sebagian dari presipitasi yang membasahi permukaan tanah berinfiltrasi ke dalam tanah dan bergerak menurun sebagai perkolasi ke dalam mintakat ( zone) jenuh di bawah muka air tanah. Air ini secara perlahan berpindah melalui akifer ke saluran-saluran sungai. Beberapa air yang berinfiltrasi bergerak menuju dasar sungai tanpa mencapai muka air tanah sebagai aliran bawah permukaan. Air yang berinfiltrasi juga memberikan kehidupan pada vegetasi sebagai lengas tanah. Beberapa dari lengas ini diambil oleh vegetasi dan transpirasi berlangsung dari stomata daun. Setelah bagian presipitasi yang pertama yang membasahi permukaan tanah dan berinfiltrasi, suatu selaput air yang tipis dibentuk pada permukaan tanah yang disebut dengan detensi permukaan (lapis air). Selanjutnya, detensi permukaan menjadi lebih tebal (lebih dalam) dan aliran air mulai dalam bentuk laminer. Dengan bertambahnya kecepatan aliran, aliran air menjadi turbulen (deras). Air yang mengalir ini disebut limpasan permukaan. Selama perjalanannya menuju dasar sungai, bagian dari limpasan permukaan disimpan pada depresi permukaan dan disebut cadangan depresi. Akhirnya, limpasan permukaan mencapai saluran sungai dan menambah debit sungai. Air pada sungai mungkin berevaporasi secara langsung ke atmosfer atau mengalir kembali ke dalam laut dan selanjutnya berevaporasi. Kemudian, air ini nampak kembali pada permukaan bumi sebagai presipitasi. Sebagaimana dapat dilihat dari Gambar 3.1. dan penjelasan singkat tentang Siklus hidrologi di atas, tangkapan daerah aliran sungai terhadap presipitasi merupakan keluaran dari salingtindak semua proses ini. Limpasan nampak pada sistem yang sangat kompleks setelah pelintasan presipitasi melalui beberapa langkah penyimpanan dan transfer. Kompleksitas ini meningkat dengan keragaman areal vegetasi, formasi-formasi geologi, kondisi tanah dan di samping ini juga keragaman-keragaman areal waktu dari faktor-faktor iklim. Gambar 3.1. Bagan Alir Siklus Hidrologi
3.2. Pemodelan Numerik Air Tanah Model air tanah merupakan alat yang dirancang untuk menggambarkan bentuk sederhana dari suatu kejadian yang terjadi dalam sistem air tanah. Hasil akhir yang diharapkan dari model air tanah adalah mampu memprediksi suatu variabel yang tidak diketahui nilainya, seperti nilai head atau distribusi konsentrasi kimia pada suatu akuifer dalam waktu dan ruang tertentu. Langkah pertama dalam pembuatan model aliran air tanah adalah membuat model konsep yang berisi pemerian dari proses-proses fisika, kimia dan biologi yang mempengaruhi sistem yang sedang dianalisa (Istok, 1989 dalam Bedient, 1994). Langkah selanjutnya adalah menterjemahkan model konsep tersebut kedalam bentuk persamaan matematika (model matematika), yang merupakan serangkaian persamaan diferensial parsial yang berasosiasi dengan berbagai kondisi batas. Akhirnya solusi dari persamaan diferensial tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan metode analitik atau metode numerik.
3.2.1. Metode Numerik Penyelesaian model air tanah pada saat sekarang ini umumnya menggunakan metode numerik dengan bantuan komputer. Teknik seperti ini dipilih karena lebih fleksibel dibandingkan dengan penyelesaian secara analitis, karena para pengguna model dapat dengan mudah untuk merubah ukuran atau nilai parameter yang digunakan sehingga jawaban yang dihasilkan dari model mendekati kondisi sesungguhnya. Beberapa metode numerik yang sering digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial parsial yang mewakili sistem yang sedang dimodelkan adalah : • • • • •
Metode beda hingga ( Finite difference methods ) Metode elemen hingga ( Finite element methods ) Collocation methods Metode karakteristik (Method of Characteristics ) Metode elemen batas ( Boundary element methods )
Bentuk umum persamaan diferensial parsial yang dipakai untuk permodelan air tanah secara dua dimensi, yang mempunyai bentuk umum L(u) = f adalah sebagai berikut :
............................................................(3.1) dimana a, b, dan c merupakan fungsi dari x dan y, dan persamaan tersebut linier hanya apabila F linier.
Solusi Numerik dari Persamaan Diferensial Parsial Ide dasar penggunaan metode numerik untuk menyelesaikan persamaan diferensial parsial adalah bahwa setiap turunan parsial dari persamaan diferensial yang digunakan deganti
dengan suatu pendekatan beda hingga. Bila pendekatan beda hingga tersebut diterapkan seluruh titik-titik variabel yang terdapat pada model konsep, maka solusi dari rangkaian persamaan simultan yang digunakan dapat ditentukan secara langsung atau menggunakan cara iterasi. Pada suatu model konsep yang mempunyai persamaan jarak antara titik variabel adalah p 1 = p0 + ih dan q j = q0 + jk, akan mempunyai persamaan pendekatan beda hingga sebagai berikut :
..………………………………………………….(3.2)
……………………………………………………………….…….(3.3)
Lebih lanjut, pendekatan beda hingga untuk turunan keduanya adalah :
………………………….(3.4)
………………………………………………………….…(3.5)
Menggunakan persamaan (3.4) dan (3.5) dapat diperoleh pendekatan beda hingga terhadap persamaan Laplace dua dimensi, yaitu :
……………………………………………………………………………...(3.6)
……………………………………(3.7)
Bila diasumsikan bahwa h = k, persamaan (3.7) dapat disederhanakan menjadi :
………………………………………………………….(3.8)
Persamaan (3.8) menyatakan bahwa nilai suatu titik variabel merupakan nilai rata-rata empat titik variabel terdekat.
3.2.2. Metode Beda Hingga Titik-titik variabel dalam metode beda hingga dapat terletak didalam sel (block centered, Gambar 3.2) atau pada titik pertemuan dua garis grid (mesh centered, Gambar 3.3). Daerah pengaruh dari setiap titik variabel dalam gambar dinyatakan sebagai daerah yang diarsir. Nilai variabel yang berada di dalam daerah pengaruh diasumsikan konstan. Gambar 3.2. Sistim grid block-centered
Prinsip dasar pendekatan beda hingga dapat diterangkan menggunakan persamaan Laplace dua dimensi untuk aliran air tanah tunak, yaitu :
…………………………………………………………………………….(3.9)
Pendekatan beda hingga untuk persamaan (3.9) adalah sebagai berikut :
………………………………………………………(3.10)
……………………………………………………………….(3.11) dan
………………………………………………………………...(3.12)
Gambar 3.3. Sistim grid mesh centered Gambar 3.4. Sistim grid beda hingga
dengan mengasumsikan bahwa persamaan Laplace adalah :
x=
y, maka diperoleh pendekatan beda hingga terhadap
hi+1j + hi+1j + hij+1 + hij-1 - 4hij = 0 ……………………………………………………………….(3.13)
Persamaan (3.13) umum digunakan untuk menyelesaikan masalah yang mempunyai kondisi tunak menggunakan metode beda hingga.
Pendekatan Beda Hingga Untuk Kondisi Tidak Tunak Pada kondisi tidak tunak posisi head dalam akuifer juga dipengaruhi waktu. Persamaan diferensial aliran air tanah untuk akuifer tertekan dan kondisinya tidak tunak adalah :
………………………………………………………………..(3.14)
dimana, S = Koefisien penyimpanan T = Transmisivitas t = Waktu
Pendekatan beda hingga terhadap perubahan head terhadap waktu adalah :
………………………………………………………………………...(3.15)
dimana, n+1 = waktu setelah interval waktu tertentu n-1 = waktu sebelum interval waktu tertentu.
Metode Iterasi Metode iterasi digunakan untuk mencari jawaban pendekatan beda hingga secara simultan. Terdapat tiga buah metode iterasi yang umum digunakan, yaitu Jacobi iteration, Gauss-Seidel ietration, dan successive over relaxation (SOR). Dari ketiga metode iterasi tersebut yang paling efisien adalah metode SOR.
3.3. OPTIMASI Di dalam penentuan rencana terbaik terdapat banyak alternatif untuk mencapai tujuan spesifik pada sumberdaya yang terbatas, untuk itu perlu dilakukan optimasi (Mays and Tung, 1992). Dalam optimasi pengambilan airtanah dilakukan dengan simulasi dari model aliran airtanah yang dibuat dengan tujuan memaksimalkan debit pengambilan dan meminimalkan penurunan muka airtanah, sehingga tetap memperhatikan karakteristik akuifer dan karakteristik sumur. Adapun faktor pembatas yang diperhatikan antara lain : a. drawdown tiap sumur tidak melebihi drawdown maksimum, b. pemompaan tiap sumur tidak melebihi debit maksimum.
Dawai gitar memenuhi persamaan: ∂²U/∂x²=4 ∂²U/∂t² diketahui kondisi awalnya sbb: a). U(0,t)=0 b). U(1,t)=0 c). U(x,0)=2x untuk 0 ≤ x ≤ 0.5 dan .....U(x,0)= -2x + 2 untuk 0.5 ≤ x ≤ 1 d). ∂U/∂t (x,0) =4x(1-x) U=simpangan x=jarak dari ttk acuan t=waktu persamaan umum getaran adalah ∇²U = c² Utt merupakan jenis persamaan parsial hiperbolik. untuk rambatan dalam 1 dimensi, ∂²U/∂x² = c² (∂²U/∂t²) Uxx = 4 Utt U(x,t) = X(x) T(t) substitusikan ke persamaan awal, X'' T = 4 X T"
bagi kedua ruas dengan X T X"/X = 4 T"/T = konstanta ❶
kemungkinan pertama, konstanta = ψ² > 0
X"/X = ψ² X" - ψ²X = 0 X(x) = A exp(ψx) + B exp(-ψx) masukkan syarat batas: X(0) = A + B = 0 ⇔ A = -B X(1) = A exp(ψ) + B exp(-ψ) = A exp(ψ) - A exp(-ψ) = A* sinh (ψ) = 0 A* ≠ 0 ⇒ ψ = 0 (bukan solusi persamaan) ❷
kemungkinan kedua, konstanta = ψ = 0
X" = 0 X(x) = Cx + D X(0) = D = 0 X(1) = C = 0 (bukan solusi persamaan) ❸
kemungkinan ketiga, konstanta = -ψ² < 0
X"/X = -ψ² X + ψ²X = 0 X(x) = E sin (ψx) + F cos (ψx) X(0) = F = 0 X(1) = E sin ψ = 0 E ≠ 0 ⇒ sin ψ = 0 ⇔ ψ = nπ.....n = 1,2,3,4...∞ X(x) = E sin (nπx)..........n = 1,2,3,4...∞ 4 T"/T = -ψ²
T" + (½ ψ)²T = 0 T(t) = G sin (½ nπt) + H cos (½ nπt) Un (x,t) = Xn(t) Yn(t) = E sin (nπx) [ G sin (½ nπt) + H cos (½ nπt)] U(x,t) = ∑ Un (x,t) = ∑E sin (nπx) [ G sin (½ nπt) + H cos (½ nπt)] ∂U/∂t = ∑E sin (nπx) [ ½ nπG cos (½ nπt) - ½ nπH sin (½ nπt)] masukkan syarat batas, U(x,0) = 2x untuk 0 ≤ x ≤ 0.5 ∑ Un (x,0) = ∑E sin (nπx) [ G sin (½ nπ*0) + H cos (½ nπ*0)] = 2x untuk 0 ≤ x ≤ 0.5 ∑E sin (nπx) H = 2x untuk 0 ≤ x ≤ 0.5 lakukan analisis fourier, (langsung aja rumusnya ya....penurunannya panjang banget), EH = ∫ 2x sin (nπx) dx untuk 0 ≤ x ≤ 0.5 EH = [2 sin (nπ/2) - nπ cos (nπ/2)]/(nπ)² dengan cara yang sama, U(x,0) = 2x untuk 0.5 ≤ x ≤ 1 ∑ Un (x,0) = ∑E sin (nπx) [ G sin (½ nπ*0) + H cos (½ nπ*0)] = -2x + 2 untuk 0.5 ≤ x≤1 ∑E sin (nπx) H = -2x + 2 untuk 0.5 ≤ x ≤ 1 EH = ∫ (-2x + 2) sin (nπx) dx untuk 0.5 ≤ x ≤ 1 EH = [2 sin (nπ/2) - 2 sin (nπ) + nπ cos (nπ/2)]/(nπ)² EH = [2 sin (nπ/2) - nπ cos (nπ/2)]/(nπ)² + [2 sin (nπ/2) - 2 sin (nπ) + nπ cos (nπ/2)]/ (nπ)² EH(n=1) = 0.405 EH(n=2) = 0 EH(n=3) = -0.045 EH(n=4) = 0 EH(n=5) = 0.016
dst......... masukkan lagi syarat batas yang lain; ∂U/∂t (x,0) = ∑E sin (nπx) [ ½ nπG cos (½ nπ*0) - ½ nπH sin (½ nπ*0)] = 4x(1-x) ∑E sin (nπx) ½ nπG = 4x(1-x) ½ nπ EG = ∫ 4x(1-x) sin (nπx) dx untuk 0 ≤ x ≤ 1 EG = [32 sin² (nπ/2) - nπ sin (nπ)]/(nπ) ⁴ EG(n=1) = 0.329 EG(n=2) = 0 EG(n=3) = 4.056 E-3 EG(n=4) = 0 EG(n=5) = 5.256 E-4 dst......... solusi akhir adalah : U(x,t) = ∑ Un (x,t) = ∑ E sin (nπx) [ G sin (½ nπt) + H cos (½ nπt)] U(x,t) = sin (πx) [0.329 sin (½ πt) + 0.405 cos (½ πt)] + sin (3πx) [4.056 E-3 sin (3πt) - 0.045 cos (3πt)] + sin (5πx) [5.256 E-4 sin (5πt) + 0.016 cos (5πt)] + ..... silakan turunkan dua kali masing2 thd x dan t, lalu substitusikan ke persamaan awal untuk memeriksa jawaban di atas benar atau salah....