gatal, ptosis, exophthalmos, subconjunctival perdarahan, serta diplopia. b) Hidung :periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan penciuman, apabila ada deformitas (pembengkokan) lakukan palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu fraktur. c) Telinga :periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, perdarahan, penurunan atau hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai
keutuhan
membrane
timpani
atau
adanya
hemotimpanum. d) Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas e) Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur f) Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur, warna, kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah tekstur, warna, kelembaban, lesi, apakah tosil meradang, pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor, pembengkakkan dan nyeri, inspeksi
amati
adanya tonsil meradang atau tidak
(tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon nyeri. 3) Vertebra servikalis dan leher Pada saat memeriksa leher, periksa adanya deformitas tulang atau krepitasi, edema, ruam, lesi, dan massa , kaji adanya keluhan disfagia (kesulitan menelan) dan suara serak harus diperhatikan, cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan pemakaian otot tambahan. Palpasi akan adanya nyeri, deformitas, pembekakan, emfisema subkutan, deviasi trakea, kekakuan pada leher dan simetris pulsasi. Tetap jaga imobilisasi segaris dan proteksi servikal.Jaga airway, pernafasan, dan oksigenasi.Kontrol perdarahan, cegah kerusakan otak sekunder. 4) Toraks a) Inspeksi
: Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan
belakang untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam , ekimosis, bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafsan,
kesimetrisan expansi dinding dada, penggunaan otot pernafasan tambahan dan ekspansi toraks bilateral, apakah terpasang pace maker, frekuensi dan irama denyut jantung, (Musliha, 2010) b) Palpasi
: seluruh dinding dada untuk adanya trauma
tajam/tumpul, emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi. c) Perkusi
: untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan
keredupan. d) Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan bunyi jantung (murmur, gallop, friction rub). 5) Neurologis Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, pemeriksaan motorik dan sendorik.Perubahan dalam status neurologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS. Pada pemeriksaan neurologis, inspeksi adanya kejang, twitching,
parese,
hemiplegi atau hemiparese (ganggguan
pergerakan), distaksia (kesukaran
dalam
mengkoordinasi
otot),
rangsangan meningeal dan kaji pula adanya vertigo dan respon sensori. Adanya paralisis dapat disebabakan oleh kerusakan kolumna vertebralis
atau
dengan short atau long
saraf spine
perifer.Imobilisasi board , kolar
servikal ,
penderita dan
alat
imobilisasi dilakukan samapai terbukti tidak ada fraktur servikal. Kesalahan yang sering dilakukan adalah untuk melakukan fiksasai terbatas kepada kepala dan leher saja, sehingga penderita masih dapat bergerak dengan leher sebagai sumbu. Bila ada trauma kepala, diperlukan konsultasi neurologis. Harus dipantau tingkat kesadaran penderita, karena merupakan gambaran perlukaan intra cranial.
Bila
terjadi
penurunan
kesadaran
akibat
gangguan
neurologis, harus diteliti ulang perfusi oksigenasi, dan ventilasi (ABC).Perlu adanya tindakan bila ada perdarahan epidural subdural atau fraktur kompresi ditentukan ahli bedah syaraf (Satyanegara, 2010).
1.
Diagnosa Keperawatan
a) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan penurunan suplai darah dan oksigen ke jaringan oksigen. b) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. c) Ketidakseimbangan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan. d) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi dan nyeri e) Defisit
perawatan
muskuluskeletal.
diri
berhubungan
dengan
gangguan
DAFTAR PUSTAKA
Adams, et al., (2007). American of Academy of Neurology affirms the value of this guidelineasan Quality of Care Outcames in Research Interdiciplinary Working . Groups. Stroke,;38:16655-1771. Journal Of Nursing 1(1). Dewanto, George., Suwono, Wita. J., Riyanto, Budi., Turana, Yuda. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf . Jakarta: ECG. Dewantaro, Rudy.,& Nurhidayat, S. (2014). Peningkatan Tekanan intrakranial & gangguan peredaran darah otak. Yogyakarta: ANDI. Emergency Nurses Association. (2007). Sheehy`s manual of emergency care 6th edition. St. Louis Missouri : Elsevier Mosby. Hudak dan Gallo. (2010). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik . Volume II. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Kementerian Kesehatan RI, (2013), Pusat Data dan Informasi Kesehatan, Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafa. Jakarta : Salemba Medika. Musliha.(2010). Keperawatan Gawat Darurat.Yogyakarta:Nuha Medika. RISKESDAS, (2013). Profil Kesehatan, Jakarta: Badan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Penelitian
dan
Satyanegara.2010. Ilmu Bedah Syaraf Edisi IV . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Tanto, Judha M.S. (2011). KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Edisi 4 . Jakarta : Media Aescupius. Wijaya, S.A & Putri, M.Y. (2013). Keperawatan Medikal bedah 2.Yogyakarta : Salemba Medika. Wilkinson, M. Judith. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan NANDA NIC NOC. Edisi 9. Jakarta: EGC Medikal Publisher.