LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN STROKE HEMORAGIK A. Pengertian
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat akibat ganguan otak fokal (global) dengan gejalagejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa ada penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Sedangkan stroke hemoragik atau stroke perdarahan adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Darah yang keluar akan masuk ke dalam jaringan otak dan menyebabkan terjadinya pembengkakan otak atau hematom yang akhirnya meningkatan tekanan di dalam otak. B. Jenis Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik berdasarkan lokasi perdarahannya dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu: 1. Hemoragi Ekstradural/Epidural (terjadi di luar durameter) Hemoragi ekstradural adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Hal ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah atau arteri meninges lain. 2. Hemoragi Subdural Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural akut) pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya, peroide pemebentukan hematoma lebih lama (interval kelas lebih lama)bdan menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin mengalami hemoragi subdural kronik tanpa menunjukan tanda dan gejala. 3. Hemoragi subarakhnoid. Hemoragi subarakhnoid (hemoragi yang terjadi di ruang subarakhnoid) dapat terjadi sebagai akibat dari trauma atau hipertensi, tetapi penyebab paling sering seri ng adalah kebocoran aneurisme pada area a rea sirkulus si rkulus Willisi Willi si dan malformasi arteri-vena kongenital pada otak. Arteri di dalam otak dapat menjadi tempat aneurisme.
Page 1 of 17
4. Hemoragi Intraserebral Hemoragi atau perdarahan di substansi dalam otak paling umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah. Stroke sering terjadi pada kelompok usia 40 sampai 70 tahun. Pada orang yang lebih muda dari 40 tahun, hemoragi intraserebral biasanya disebabkan oleh malformasi arteri-vena, hemangioblastoma, dan trauma. Juga disebabkan oleh tipe patologi arteri tertentum adanya tumor otak, dan penggunaan medikasi (antikoagulan oral, amfetamin dan berbagai obat aditif). C. Etiologi
1. Perdarahan intraserebral primer (hipertensif) 2. Ruptur kantung aneurisma 3. Ruptur malformasi arteri dan vena 4. Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma) 5. Kelainan perdarahan seperti leukimia, anemia aplastik, gangguan fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia dan hemofilia. 6. Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak 7. Septik embolisme, myotik aneurisma 8. Penyakit inflamasi pada arteri dan vena 9. Amiloidosis arteri 10. Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan acute necrotizing haemorhagic enchepalitis. D. Faktor Resiko
Factor resiko pada stroke antara lain : 1. Hipertensi Hipertensi dapat menyebabkan stroke iskemik ataupun stroke hemoragik. Seorang pria yang menderita tekanan darah diatas 170/100, kemungkinan untuk mendapatkan serangan stroke 3:1 dibandingkan wanita. Tekanan darah diastolik diatas 100 mmHg akan meningkatkan
Page 2 of 17
resiko terkena stroke 2,5 kali dibandingkan tekanan diastolik yang normal. Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel-sel endotel pembuluh darah melalui mekanisme perusakan lipid di bawah otot polos. Oleh karenanya, sangat penting mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal untuk menurunkan risiko terjadinya serangan stroke. 2. Penyakit kardiovaskular seperti: a. Penyakit arteri koronaria b. Gagal jantung kongestif c. Hipertrofi ventrikel kiri d. Abnormalitas irama e. Penyakit jatung kongestif 3. Kolesterol tinggi Kolesterol merupakan zat yang paling berperan dalam terbentuknya aterosklerosis pada lapisan dalam pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan ini juga terjadi pada pembuluh darah otak. Jika penyumbatan sudah maksimal (menutup seluruh rongga pembuluh darah) maka aliran darah yang ada pada jaringan otak terhenti dan terjadilah stroke. 4. Obesitas Hubungan antara obesitas terhadap serangan stroke belum dapat diketahui pasti. Secara epidemoilogis, orang yang mengalami obesitas cenderung menderita hipertensi, hiperkolesterol dan diabetes melitus. 5. Diabetes Melitus Seseorang dikatakan menderita diabetes melitus jika kadar gula darah sewaktu adalah 200 mg/dl atau kadar gula puasa 126 mg/dl dan kadar gula darah setelah puasa 140 mg/dl. Penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan mempercepat terjadinya aterosklerosis pada seluruh kapiler termasuk pembuluh darah otak. Kadar glukosa yang tinggi pada pasien stroke akan memperparah kerusakan otak akibat dari terbentuknya asam laktat sebagai efek samping metabolisme anaerob.
Page 3 of 17
6. Peningkatan hematokrit meningkatkan risiko infark serebral 7. Merokok 8. Konsumsi alkohol. E. Patofisiologi
Menurut Sylvia A. Price (2005) dan Smeltzer C. Suzanne (2001), stroke infark disebabkan oleh trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak) dan embolisme serebral (bekuan darah atau material lain). Stroke infark yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan disuatu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk didalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas atau mungkin terbentuk dalam suatu organ seperti jantung dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus. Sumbatan di arteri karotis interna sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Apabila stenosis mencapai suatu tingkat kritis tertentu, maka meningkatnya turbulensi disekitar penyumbatan akan menyebabkan penurunan tajam kecepatan aliran darah ke otak akibatnya perfusi otak akan menurun dan terjadi nekrosis jaringan otak. Faktor risiko utama pada stroke antara lain hipertensi, penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, TIA (Transient Ischemic attack), kadar lemak dalam darah yang tinggi, dan lain-lain. Adapun manifestasi klinis pada klien dengan stroke yaitu kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak, perubahan status mental (delirium, stupor, atau koma), afasia (bicara tidak lancar, kurang ucapan atau kesulitan memahami ucapan), disartia (bicara pelo atau cadel), gangguan penglihatan diplopia, mual, muntah dan nyeri kepala. Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral dan luasnya area cedera yang dapat mengakibatkan perubahan pada aliran darah serebral sehingga ketersediaan oksigen ke otak menjadi berkurang dan akan menimbulkan kematian jaringan otak.
Page 4 of 17
Stroke
Hemoragik
Non Hemoragik
Pecah pembuluh darah otak
Peningkatan perfusi jaringan otak
Perubahan perfusi jaringan
Iskemik
Metabolisme Anaerob
Asam Laktat
Asidosis Metabolik
Aktivitas elektrolit terganggu
Edema Otak
Pompa Na dan K gagal
Perfusi otak menurun
Kesadaran
Nekrosis jaringan otak
menurun
Vasodilatasi pembuluh darah Kerusakan sel neuron
Fungsi otot sfingter tidak berfungsi dengan normal
Peningkatan TIK
Nyeri Kepala
penurunan fungsi syaraf
saraf motorik
Kelemahan/kelumpuhan
Imobilisasi
Saraf sensorik
Gangguan pola interaksi
Kerusakan mobilitas fisik
Page 5 of 17
F. Tanda dan Gejala
1. Menurut Junaidi (2008), berikut ini adalah gejala dan tanda-tanda stroke hemoragik: a. Adanya serang defisit neurologis fokal, berupa kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi t ubuh. b. Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan, tungkai, atau salah satu sisi tubuh. Baal atau mati rasa sebelah, terasa kesemutan. c. Mulut, lidah mencong bila diluruskan. d. Gangguan menelan seperti sulit menelan, minum suka tersedak e. Bicara tidak jelas, sulit berbahasa, kata yang diucapkan tidak sesuai dengan keinginan, pelo, sengal, bicara ngaco, kata-katanya tidak dapat difahami. Bicara tidak lancar, hanya sepatah-patah kata yang terucap. f. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat. g. Tidak memahami pembicaraan orang lain. h. Tidak mampu membaca dan menulis, dan tidak memahami tulisan i.
Tidak dapat berhitung, kepandaian menurun
j.
Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh
k. Hilangnya kendali terhadap kandung kemih seperti kencing yang tidak disadari l.
Berjalan menjadi sulit, langkahnya kecil-kecil.
m. Menjadi pelupa (dimensia) n. Vertigo (pusing, puyeng) atau perasaan berputar yang menetap saat tidak beraktivitas o. Hilangnya penglihatan berupa penglihatan yang terganggu sebagaian lapang pandangan tidak terlihat, gangguan pandangan tanpa rasa nyeri, penglihatan gelap atau ganda sesaat. p. Kelopak mata sulit dibuka atau dalam keadaan terjatuh q. Pendengaran hilang atau gangguan pendengaran berupa tuli satu telinga atau pendengaran kurang. r. Menjadi lebih sensitif seperti mudah menangis atau tertawa.
Page 6 of 17
s. Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terorganisasi dengan baik, sempoyongan atau terjatuh. t.
Gangguan kesadaran, pingsan sampai tidak sadarkan diri (koma).
2. Defisit Lapang Penglihatan : a.
Homonimus hemianopsia ( kehilangan setengah lapang penglihatan) Tidak menyadari orang / objek ditempat kehilangan penglihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak.
b.
Kehilangan penglihatan perifer. Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau batas objek
c.
Diplopia : penglihatan ganda.
3. Defisit Motorik a. Hemiparese Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama. b. Hemiplegia Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama. c. Ataksia Berjalan tidak mantap, tegak, tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang luas. d. Disartria Kesulitas dalam membentuk kata e. Disfagia Kesulitan dalam menelan 4. Defisit Sensori a. Afasia ekspresif Ketidakmampuan menggunakan simbol berbicara b. Afasia reseptif Tidak mampu menyusun kata-kata yang diucapkan c. Afasia global Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif 5. Defisit Kognitif a.
Kehilangan memori jangka pendek dan jangka menengah
Page 7 of 17
b.
Penurunan lapang perhatian
c.
Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
d.
Alasan abstrak buruk
e.
Perubahan penilaian
6. Defisit Emosional a.
Kehilangan control diri
b.
Labilitas emosional
c.
Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress
d.
Menarik diri, rasa takut, bermusuhan dan marah
e.
Perasaan isolasi
G. Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat a. Gejala : merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis (hemiplegia) b. Tanda : 1) Gangguan tonus otot, terjadi kelemahan umum 2) Gangguan penglihatan 3) Gangguan tingkat kesadaran 2. Sirkulasi a. Gejala : adanya penyakit jantung (penyakit jantung vaskuler, GJK, endokarditis bacterial), polisitemia, riwayat hypotensi postural. b. Tanda : 1) Hipertensi arterial (dapat ditemukan pada CSV) sehubungan adanya embolisme / malformasi vaskuler 2) Nadi : frekuensi dapat bervariasi (karena ketidak stabilan fungsi jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat vasomotor) 3) Distritmia, perubahan EKG. 3. Integritas Ego a. Gejala : perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa b. Tanda : 1) Emosi yang labil dan ketidak siapan untuk marah, sedih dan gembira Page 8 of 17
2) Kesulitan untuk mengekspresikan diri 4. Eliminasi a. Gejala : 1) Perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine, anuria 2) Distensi abdomen (distensi kandung kemih berlebihan) bising usus negative (ileus paralitik) 5. Makanan / Cairan a. Gejala : 1) Nafsu makan hilang 2) Mual, muntah selama fase akut 3) Kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi dan te nggorokan, disfagia b. Tanda : kesulitan menelan, obesitas (faktor resiko) 6. Neurosensorik a. Gejala : 1) Sinkope / pusing, sakit kepala 2) Sentuhan : hilangnya rangsangan sensorik, kontralateral 3) Gangguan rasa pengecpan dan penciuman b. Tanda : 1) Tingkat kesadaran: biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragik 2) Afasia : gangguan atau kehilangan fungsi bahasa 3) Kehilangan kemampuan untuk mengenali, gangguan persepsi 4) Kehilangan kemampuan motorik saat pasien ingin menggerakan (apraksia). 7. Nyeri / Kenyamanan a. Gejala : sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda b. Tanda : tingkahlaku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot/pasia 8. Pernapasan a. Gejala : merokok (faktor resiko) b. Tanda : ketidakmampuan menelan / batuk / hambatan jalan napas
Page 9 of 17
9. Interaksi social Tanda : masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi 10. Penyuluhan dan pembelajaran Gejala : adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke (faktor resioko), kecanduan alcohol (resiko) H. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark. 2. Angiografi serebral Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri 3. Pungsi Lumbal a. Menunjukan adanya tekanan normal b. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan 4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik. 5. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik 6. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena 7. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal I. Penatalaksanaan
Tindakan medis terhadap pasien dengan stroke hemoragik adalah : 1. Diuretik Digunakan untuk menurunkan edema serebral. 2. Koagulan Digunakan untuk menghentikan perdarahan, misalnya kalnex. 3. Trombolisis Medikasi trombolisis dapat diresepkan karena memainkan peran sangat penting untuk menghentikan perdarahan.
Page 10 of 17
J. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Timbul
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tidak adekuatnya
suplai
darah
serebral,
gangguan
oklusif,
hemoragik,
vasospasme serebral, edema serebral.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, kelemahan, paralisis.
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sirkulasi serebral, gangguan neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial / mulut, kelemahan umum / letih. K. Intervensi Keperawatan
1. Perubahan adekuatnya
perfusi
jaringan
suplai
darah
serebral
serebral,
berhubungan
gangguan
dengan
oklusif,
tidak
hemoragik,
vasospasme serebral, edema serebral. a. Intervensi Mandiri: 1) Monitor status neurologik Rasional: mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi. Luas dan kemajuan kerusakan SSP 2) Monitor status respitasi Rasional: ketidakteraturan pernapasan dapat memberikan gambaran lokasi kerusakan atau peningkatan TIK 3) Monitor bunyi jantung Rasional: Bradikardi dapat terjadi sebagai akibat adanya kerusakan otak 4) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi netral. Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi 5) Kelola obat yang sesuai Rasional: pencegahan/pengobatan penurunan TIK 6) Berikan oksigen sesuai indikasi Rasional: menurunkan hipoksia
Page 11 of 17
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, kelemahan, paralisis. a. Intervensi Mandiri: 1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur. Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan pemilihan
informasi
terhadap
mengenai
intervensi
pemulihan.
sebab
teknik
Bantu
dalam
yang berbeda
digunakan untuk paralisis spastik dengan flaksid. 2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu. Rasional : Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan. Daerah yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan sensasii dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada kulit/ dekubitus. 3) Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika pasien dapat mentoleransinya. Rasional
:
Membantu
mempertahankan
ekstensi
pinggul
fungsional tetapi kemungkinan akan meningkatkan ansietas terutama mengenai kemampuan pasien untuk bernapas. 4) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan sepeti latihan quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari kaki/telapak. Rasional : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur. Menurunkan risiko terjadinya hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah perdarahan. Catatan: Stimulasi yang berlebihan dapat menjadi pencetus adanya perdarahan berulang.
Page 12 of 17
5) Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot board) seelama periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral. Rasional : Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi kegunaannya jika berfungsi kembali. Paralisis flaksid dapat mengganggu kemampuannya untuk menyangga kepala, dilain pihak paralisis spastik dapat meengarah pada deviasi kepala ke salah satu sisi. 6) Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan. Rasional : Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku. 7) Tempatkan ”handroll’ keras pada teelapak tangan dengan jari – jari dan ibu jari saling berhadapan. Rasional : Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi jari jari, mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada posisi normal (posisi anatomis). 8) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi. Rasional : Mempertahankan posisi fungsional. 9) Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur, biarkan pasien menggunakan kekuatan tangan untuk menyokong berta badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan kaki yang sakit; meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan dalam berdiri (seperti letakkan sepatu yang datar;sokong bagian belakang bawah pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut penolong diluar lutut pasien;bantu menggunakan alat pegangan paralel dan walker). Rasional : Membantu dalam melatih kembali jaras saraf, meningkatkan respon proprioseptik dan motorik. 10) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/ menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.
Page 13 of 17
Rasional : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada ekstremitas yang terganggu. b. Kolaborasi: 1) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latiahn resistif, dan ambualsi pasien. 2) Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperi TENS sesuai indikasi. 3) Berikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi seperti baklofen dan trolen. 3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sirkulasi serebral, gangguan neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial / mulut, kelemahan umum / letih. a. Intervensi Mandiri: 1) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri. Rasional : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi. Pasien mungkin mempunyai kesulitan memahami kata yang diucapkan; mengucapkan kata-kata dengan benar; atau mengalami kerusakan pada kedua daerah tersebut. 2) Bedakan antara afasia dengan disartria. Rasional
:
Intervensi
yang
dipilih
tergantung
pada
tipe
kerusakannya. Afasia adalah gangguan dalam menggunakan dan menginterpretasikan melibatkan
simbol-simbol
komponen
sensorik
bahasa
dan/atau
dan motorik,
mungkin seperti
ketidakmampuan untuk memahami tulisan/ucapan atau menulis kata, membuat tanda, berbicara. Seseorang dengan disartria dapat memahami, membaca, dan menulis bahasa tetapi mengalami kesulitan membentuk/mengucapkan kata sehubungan dengan kelemahan dan paralisis dari otot-otot daerah oral.
Page 14 of 17
3) Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik. Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkannya tidak nyata. Umpan balik membantu pasien merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak mengerti/berespon sesuai dan memberikan kesempatan untuk mengklarifikasikan isi/makna yang gterkandung dalam ucapann ya. 4) Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti “buka mata,” “tunjuk ke pintu”) ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana. Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik (afasia sensorik) 5) Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut. Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik (afasia motorik), seperti pasien mungkin mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutkannya. 6) Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “Sh” atau “Pus” Rasional : Mengidentifikasikan adanya disartria sesuai komponen motorik dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia motorik. 7) Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek. Jika tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek Rasional : Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian dari afasia sensorik dan afasia motorik. 8) Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan pasien tentang adanya gangguan bicara. Berikan bel khusus bila perlu.
Page 15 of 17
Rasional : Menghilangkan ansietas pasien sehubungan dengan ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan perasaan takut bahwa kebutuhan pasien tidak akan terpenuhi dengan segera. Penggunaan bel yang diaktifkan dengan tekanan minimal akan bermanfaat ketika pasien tidak dapat menggunakan system bel regular. 9) Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis, gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambargambar, daftar kebutuhan, demonstrasi). Rasional
:
Memberikan
komunikasi
tentang
kebutuhan
berdasarkan keadaan/deficit yang mendasarinya. 10) Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan tenang. Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban “ya/tidak,” selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang lebih kompleks sesuai dengan respons pasien. Rasional : Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses komunikasi dan berespons pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu. Sebagai proses latihan kembali untuk lebih mengembangkan komunikasi lebih lanjut dan lebih kompleks akan menstimulasi memori dan dapat meningkatkan asosiasi ide/kata. 11) Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari “pembicaraan yang merendahkan” pada pasien atau membuat halhal yang menentang kebanggaan pasien. Rasional : Kemampuan pasien untuk merasakan harga diri, sebab kemampuan intelektual pasien seringkali tetap baik b. Kolaborasi: Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.
Page 16 of 17
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Ed 3. Jakarta: EGC Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Ed. 3. Jakarta: EGC Herdiman, T. Heather. 2012. Nursing Diagnoses: definitions and classification 2012-2014. Jakarta: EGC Rachmawati, Evi dan Mahendra. 2008. Atasi Stroke dengan Tanaman Obat . Jakarta: Penebar Swadaya Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed 8. Jakarta: EGC
Page 17 of 17