BAB I PENDAHULUAN
Limf Li mfom omaa mali ma li gna ad alah al ah tum or gan as prim primer er dari dari kele kelenj njar ar limf limfee dan dan jari jaring ngan an limfatik limfatik di organ lainnya. Peny Penyaki akitt ini diba dibagi gi dalam dalam 2 golo golong ngan an besa besar, r, yaitu yaitu peny penyak akit it Hodg Hodgki kin n dan dan limfoma non non Hodgkin Hodgkin (LNH). Sel ganas pada pada penyakit Hodgkin Hodgkin berasal berasal dari sel retikulum. retikulum. Limfosit yang merupakan bagian integral proliferasi sel pada penyakit ini diduga merupakan manifestasi reaksi kekebalan seluler terhadap sel ganas tersebut. Limfoma non Hodgkin pada dasarnya merupakan keganasan sel limfosit. 1,2 Belakangan Belaka ngan ini insiden insid en limfo limfoma ma mening meningka katt relati relatiff cepat cepat.. Sekit Sekitar ar 90% 90% limfoma limfoma Hodgkin Hodgkin timbul timbul dari dari kelenja kelenjarr limfe, limfe, hanya hanya 10% 10% timbul timbul dari jaringa jaringan n limfatik limfatik di luar luar kele kelenj njar ar limfe limfe.. Seda Sedang ngka kan n limfo limfoma ma non non Hodgkin 60% timbul dari kelenjar limfe, 40% dari jaringan jaringan limfatik limfatik di luar luar kele kelenja njar. r. Jika diberi kan terap i segera dan tepat , angk angkaa kese kesemb mbuh uhan an lim limfoma foma Hodg Hodgki kin n dapat dapat mencapai mencapai 80% lebih. Prognosis Prognosis limfoma non Hodgkin Hodgkin lebih buruk, tapi sebagian dapat disembuhkan. Dengan semakin mendalam riset atas limfoma maligna, kini dalam hal klasifikasi jenis patolo patologi gik, k, klasi klasifik fikasi asi stad stadium ium,, meto metode de terapi terapi,, diagnos diagnosis is dan penilai penilaian an atas lesi lesi residif residif dan berb berbag agai ai aspe aspek k lain lain limf limfom omaa tela telah h meng mengal alam amii kemaj kemajua uan n pesat pesat,, hal ini sang sangat at memb memban antu tu dalam dalam meningkatkan ratio kesembuhan limfoma. 3,4 Dalam makalah ini akan dibahas secara terpisah antara penyakit Hodgkin dan limfoma non Hodgkin.
1
BAB II LIMFOMA MALIGNA
2.1 Definisi
Limfoma Maligna adalah keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat. Penyakit ini dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu penyakit Hodgkin dan limfoma non Hodgkin (LNH). 1 2.2 Etiologi
Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi sering sering dikaitk dikaitkan an dengan dengan virus, virus, khusus khususnya nya virus virus Epstein Epstein Barr Barr yang yang ditemuk ditemukan an pada pada limfom limfomaa Burkitt Burkitt.. Terdapat kaitan jelas antara limfoma Hodgkin dan infeksi infeksi virus virus Epst Epstein ein Barr Barr.. Pada Pada kelompok terinfeksi HIV, insiden limfoma Hodgkin agak meningkat dibanding masyarakat umum, selain itu manifestasi klinis limfoma Hodgkin yang terkait HIV sangat kompleks, sering kali terjadi pada stadium sta dium lanjut lanj ut penyakit, penyaki t, menge m engenai nai regio reg io yang yan g jara j arang ng ditemu dit emukan, kan, seperti seperti sums sumsum um tulan tulang, g, kulit, meningen, dll. 5,6 Infeksi Infeksi virus virus dan dan regula regulasi si abnorm abnormal al imunita s berkait an dengan timbulnya limfoma non Hod gki n, bahkan bahkan kedua mekanisme tersebut tersebut saling berinteraksi. berinteraksi. Virus Virus RNA, HTLV-1 HTLV-1 berka berkaita itan n deng dengan an leuk leukem emia ia sel sel T dewa dewasa sa,, viru viruss imun imunod odef efis isie iens nsii huma humanu nuss (HIV (HIV) yang yang meny menyeb ebab abka kan n AIDS, AIDS, defek defek imunita imunitass yang yang diakib diakibatk atkan an berkaitan berkaitan dengan dengan timbulnya timbulnya keganasan limfoma sel B yang yang ting tinggi gi,, virus virus hepati hepatitis tis C (HCV (HCV)) berkait an dengan timbulnya limfoma sel B indolen ind olen . Gen dari virus DNA, virus Epstein Barr (EBV) telah ditemukan terdapat di dalam genom sel limfoma Burkitt Afrika. Infeksi kronis Helicobacter pylori berkaitan jelas dengan timbulnya limfoma lambung, terapi eliminasi H. Pylori dapat menghasilkan remisi pada 1/3 lebih kasus limf limfom omaa lamb lambun ung. g. Defe Defek k imun imunit itas as dan dan menu menuru runn nnya ya regu regula lasi si imun ita s berkai ber kaitan tan deng an timb timbul ulny nyaa limf limfom omaa non non Hodgk odgkin in,, term termas asuk uk AIDS AIDS,, rese resept ptor or cangkok can gkok orga n, sind rom defek def ek imunitas kronis, penyakit autoimun. 5,6 Patogenesis morbus Hodgkin mungkin kompleks dan masih banyak hal yang kurang jelas dalam bidang ini.
2
2.3 Sistem Limfatik
Sistem limfatik adalah bagian dari sistem imun. Sistem limfatik terdiri dari:3,4 1) Pembuluh limfe Sistem limfatik memiliki jaringan terhadap pembuluh-pembuluh limfe. Pembuluh pembuluh limfe tersebut yang kemudian akan bercabang-cabang ke semua jaringan tubuh. 2) Limfe Pembuluh-pembuluh limfe membawa cairan jernih yang disebut limfe. Limfe terdiri dari sel-sel darah putih, khususnya limfosit seperti sel B dan sel T. 3) Nodus Limfatikus Pembuluh-pembuluh limfe terhubung ke sebuah massa kecil dan bundar dari jaringan yang disebut nodus limfatikus. Kumpulan dari nodus limfatikus ditemukan di leher, bawah ketiak, dada, perut, dan lipat paha. Nodus limfatikus dipenuhi sel-sel darah putih. Nodus limfatikus menangkap dan membuang bakteri atau zat-zat berbahaya lainnya yang berada di dalam limfe. 4) Bagian sistem limfe lainnya Bagian sistem limfe lainnya terdiri dari tonsil, timus, dan limpa. Sistem limfatik juga ditemukan di bagian lain dari tubuh yaitu pada lambung, kulit, dan usus halus. 2.4 Fisiologi dan peran sistim limfatik
Sistim limfatik adalah suatu bagian penting dari sistem kekebalan tubuh, membentengi tubuh terhadap infeksi dan berbagai penyakit, termasuk kanker. Suatu cairan yang disebut getah bening bersirkulasi melalui pembuluh limfatik, dan membawa limfosit (sel darah putih) mengelilingi tubuh. Pembuluh limfatik melewati kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening berisi sejumlah besar limfosit dan bertindak seperti penyaring, menangkap organisme yang menyebabkan infeksi seperti bakteri dan virus.
3
Kelenjar getah bening cenderung bergerombol dalam suatu kelompok seperti pada sekelompok besar di ketiak, di leher dan lipat paha. Ketika suatu bagian tubuh terinfeksi atau bengkak, kelenjar getah bening terdekat sering membesar dan nyeri. Hal berikut ini terjadi, sebagai contoh, jika seseorang dengan sakit leher mengalami ‘pembengkakan kelenjar’ di leher, cairan limfatik dari tenggorokan mengalir ke dalam kelenjar getah bening di leher, dimana organisme penyebab infeksi dapat dihancurkan dan dicegah penyebarannya ke bagian tubuh lainnya.3,4 2.4.1 Peran penting dari sel T dan sel B
Ada dua jenis utama sel limfosit: •
Sel T
•
Sel B Seperti jenis sel darah lainnya, limfosit dibentuk dalam sumsum tulang. Kehidupannya
dimulai dari sel imatur yang disebut sel induk. Pada awal masa kanak-kanak, sebagian limfosit bermigrasi ke timus, suatu organ di puncak dada, dimana mereka menjadi matur menjadi sel T. Sisanya tetap tinggal di sumsum tulang dan menjadi matur disana sebagai sel B. Sel T dan sel B keduanya berperan penting dalam mengenali dan menghancurkan organisme penyebab infeksi seperti bakteri dan virus. Dalam keadaan normal, kebanyakan limfosit yang bersirkulasi dalam tubuh adalah sel T. Mereka berperan untuk mengenali dan menghancurkan sel tubuh yang abnormal (sebagai contoh sel yang telah diinfeksi oleh virus). 3,4 Sel B mengenali sel dan materi ‘asing’ (sebagai contoh, bakteri yang telah menginvasi tubuh). Jika sel ini bertemu dengan protein asing (sebagai contoh, di permukaan bakteri), mereka memproduksi antibodi, yang kemudian ‘melekat’ pada permukaan sel asing dan menyebabkan perusakannya3,7 Limfoma adalah suatu penyakit limfosit. Ia seperti kanker, dimana limfosit yang terserang berhenti beregulasi secara normal. Dengan kata lain, limfosit dapat membelah secara abnormal atau terlalu cepat, dan atau tidak mati dengan cara sebagaimana biasanya. Limfosit abnormal sering terkumpul di kelenjar getah bening, sebagai akibatnya kelenjar getah bening ini akan membengkak. 7 Karena limfosit bersirkulasi ke seluruh tubuh, limfoma (kumpulan limfosit abnormal) juga dapat terbentuk di bagian tubuh lainnya selain di kelenjar getah bening. Limpa dan sumsum tulang adalah tempat pembentukan limfoma di luar kelenjar getah bening yang sering, tetapi pada beberapa orang limfoma terbentuk di perut, hati atau yang jarang sekali di otak. Bahkan, suatu
4
limfoma dapat terbentuk di mana saja. Seringkali lebih dari satu bagian tubuh terserang oleh penyakit ini.
BAB III LIMFOMA NON HODGKIN 3.1 Definisi
Limfoma malignum non Hodgkin atau limfoma non Hodgkin adalah suatu keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat. Limfoma non Hodgkin merupakan penyakit yang heterogen, tergantung dari gambaran klinik, imunofenotiping dan respons terhadap terapi. Gambaran penyakit yang progresif lebih sering didapatkan pada anak dibanding dewasa. Demikian pula gambaran histopatologik difus sering didapatkan pada anak (90%) daripada gambaran noduler atau fotikuler pada dewasa.1 Lebih dari 45.000 pasien didiagnosis sebagai limfoma non Hodgkin (LNH) setiap tahun di Amerika Serikat. Limfoma non Hodgkin, khususnya limfoma susunan saraf pusat biasa ditemukan pada pasien dengan keadaan defisiensi imun dan yang mendapat obat-obat imunosupresif, seperti pada pasien dengan transplantasi ginjal dan jantung. 1,3,6 3.2 Epidemiologi
Limfoma merupakan penyakit keganasan yang sering ditemukan pada anak, hampir sepertiga dari keganasan pada anak setelah leukemia dan keganasan susunan syaraf pusat. Angka kejadian tertinggi pada umur 7-10 tahun dan jarang dijumpai pada usia di bawah 2 tahun. Laki-laki lebih sering bila dibandingkan dengan perempuan dengan perbandingan 2,5:1. Angka kejadiannya setiap tahun diperkirakan meningkat dan di AS 16,4 persejuta anak di bawah usia 14 tahun. Angka kejadian limfoma malignum di Indonesia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. 1 3.3 Gambaran Histologik
Anggapan pertama adalah bahwa status diferensiasi limfosit dapat dilihat dari ukuran dan konfigurasi intinya, sel-sel limfoid yang kecil dan bulat dianggap sebagai sel-sel yang 5
berdiferensiasi baik, dan sel-sel limfoid kecil yang tidak beraturan bentuknya dianggap sebagai limfosit yang berdiferensiasi buruk. Anggapan kedua adalah sel-sel limfoid besar dengan inti vesikular dan mempunyai banyak sitoplasma yang biasanya berwarna pucat dianggap berasal dari golongan monosit makrofag (histiosit). 1,3,6 Klasifikasi histopatologik sangat komplek dan tumpang tindih dengan klasifikasi yang lain misalnya
klasifikasi
imunologik,
sitogenetik
maupun
molekuler
sehingga
masih
membingungkan. Klasifikasi yang banyak dipergunakan adalah dari Rappaport (R), Kiel (K), Lukes dan Collins, WHO, dan Working Formulation (WF) (tabel II.1). 1 Tabel 3.3.1 Klasifikasi histopatologik LNH pada anak.1
Kiel High grade
Rappaport
Working Formula High grade
Limfoma Burkitt’s dan bentuk Difuse undifferentiated
Small non cleaved cell
lainnya Limfoblastik konvoluted
(Burkitt’s & non burkitt’s) Limfoblastik difus
Limfoblastik
Limfoblastik non klasifikasi Imunoblastik
Histositik difus
Imunoblastik sel besar
Sentroblastik
Intermediate grade Difus sel besar
Limfoma non Hodgkin pada anak seringkali mempunyai gambaran yang difus dan dimasukkan dalam 3 kategori gambaran histologik sebagai berikut: 1) Limfoblastik Burkitt’s (K) atau small non cleaved (WF) 2) Limfoblastik (WF) non Burkitt’s (K) 3) Imunoblastik dan sentroblastik (K) atau “large cell” (WF) Dua kelompok yang pertama paling banyak ditemukan yaitu mencapai 70-90% dari kasus yang terdiagnosis. 3.3.1 Imunofenotiping1
Dengan pemeriksaan ini akan lebih jauh dapat mengetahui tentang Limfoma Non Hodgkin, khususnya dengan ditemukannya antibodi monoklonal yang dapat diidentifikasi adanya antigen permukaan baik pada sel B maupun sel T juga pada tingkat pematangan sel. Antibodi tersebut digolongkan dalam cluster differentiation (CD).
6
Dengan pemeriksaan tersebut di atas limfoma non Hodgkin pada anak dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok: 1) Proliferasi sel B yang ditandai dengan adanya imunoglobulin monoklonal di permukaan sel. 2) Proliferasi sel T 3) Proliferasi non T-non B Pembagian ini nampaknya hampir sama pada LLA.
3.3.2 Sitogenetik dan Biologi Molekuler1 Pemeriksaan sitogenetik dan biologi molekuler saat ini sangat berarti dalam membantu kita
mengetahui proses limfoma non Hodgkin lebih mendalam tetapi belum dapat dipergunakan untuk tindakan terapi. Pada limfoma Burkitt’s sel tumor ditandai oleh adanya translokasi pada lengan panjang kromosom 8, regio q 23-q 24 t (8;14) (q24;q32), beberapa versi lainnya t(2;8) (p12;p24) dan t(8;2) (q24;q11). 3.4 Etiologi dan Patogenesis Penyebab pasti limfoma non Hodgkin tidak diketahui, namun LNH dapat disebabkan oleh
abnomalitas sitogenik, seperti translokasi kromosom dan infeksi virus. Translokasi kromosom dan perubahan molekular sangat berperan penting dalam patogenesis limfoma, dan berhubungan dengan histologi dan imunofenotiping. Translokasi t(14;18)(q32;q21) adalah translokasi kromosomal abnormal yang paling sering dihubungkan dengan LNH. Beberapa infeksi virus berperan dalam patogenesis LNH, seperti virus Epstein Barr yang merupakan penyebab paling seringa pada limfoma Burkitt,limfoma pada pasien dengan imunocompremised dan penyakit Hodgkin.3,6
3.5 Faktor resiko limfoma non Hodgkin
Terdapat beberapa faktor resiko yang diketahui berpengaruh pada LNH, walaupun demikian, faktor-faktor resiko ini tidak diperhitungkan melebihi bagian kecil dari jumlah seluruh kasus limfoma non Hodgkin. Pada kebanyakan pasien dengan limfoma non Hodgkin, tidak ada penyebab penyakit yang dapat ditemukan. Lebih jauh lagi, banyak orang yang terpapar pada salah satu faktor resiko yang diketahui tidak menderita limfoma non Hodgkin. 3 Beberapa faktor resiko tersebut seperti infeksi, imunosupresi,dan faktor lingkungan. 7
3.5.1 Infeksi sebagai faktor risiko limfoma non Hodgkin
Beberapa infeksi virus telah memperlihatkan adanya hubungan dengan peningkatan limfoma non Hodgkin. Hal ini mungkin berhubungan dengan kemampuan virus dalam menginduksi stimulasi antigen kronik dan disregulasi sitokin yang menyebabkan stimulasi, proliferasi, dan limfomagenesis yang tidak terkontrol dari sel B dan sel T. 3Beberapa virus tersebut antara lain: •
Human immunodeficiency virus (HIV/AIDS)
•
Human T cell leukemia-lymphoma virus-1 (HTLV-1)
•
Epstein-Barr virus (EBV)
Gambar 3.5.1.1 Ilustrasi Virus3
Orang dengan HIV positif lebih mungkin mengidap limfoma non Hodgkin dari pada orang lainnya. Munculnya limfoma non Hodgkin pada orang dengan HIV positif mengindikasikan bahwa full-blown AIDS telah terjadi. 3 Meningkatnya risiko kemungkinan terjadi karena penekanan sistim kekebalan yang disebabkan oleh infeksi HIV. AIDS-yang berhubungan dengan limfoma non Hodgkin memberikan gambaran tidak seperti umumnya atau timbul disisi yang tidak umum dibandingkan dengan jenis limfoma non Hodgkin. 3 Virus Epstein-Barr adalah virus yang umum, menyerang kebanyakan orang pada suatu waktu tertentu dalam masa hidupnya, dan mengakibatkan infeksi singkat atau demam glandular. Akan tetapi, dalam sejumlah kecil kasus ekstrim, ia dikaitkan dengan Limfoma Burkitt dan bentuk limfoma non Hodgkin yang berhubungan dengan imunosupresi. 2,3
8
Human T-cell leukaemia-lymphoma virus-1 (HTLV-1), aslinya berasal dari Jepang dan Karibia, juga suatu penyebab yang sangat jarang dari limfoma non Hodgkin, terdapat suatu jarak antara infeksi virus dan timbulnya penyakit. 2,3 Infeksi bakterial lebih jarang dikaitkan dengan limfoma non Hodgkin dibandingkan dengan infeksi virus. Akan tetapi, infeksi dengan Helicobacter pylori, yang dapat menyebabkan tukak lambung dan menyerang lambung, dihubungkan dengan bentuk limfoma yang jarang yang dikenal sebagai limfoma MALT, yang biasanya timbul di lambung. Antibiotik untuk mengeradikasi infeksi bakteri sering menyembuhkan kondisi ini, jika diberikan cukup dini. 2,3 Gambar 3.5.1.2 Ilustrasi Bakteri 3
(Infeksi bakterial lebih jarang dikaitkan dengan limfoma non Hodgkin dibandingkan dengan infeksi virus)5 3.5.2 Imunosupresi sebagai faktor risiko untuk limfoma non Hodgkin
Orang dengan imunosupresi, dimana sistim pertahanannya menurun, menghadapi peningkatan risiko terserang limfoma non Hodgkin. Hal ini mungkin karena kontrol multiplikasi sel B tergantung pada fungsi normal sel T. Jika fungsi sel T menjadi abnormal, seperti pada kasus orang dengan imunosupresi, sel B dapat berlipat ganda melalui suatu cara yang tidak terkontrol, meningkatkan peluang untuk terserang penyakit ini. 2,3 Salah satu sebab utama imunosupresi adalah obat yang diberikan untuk mencegah penolakan dari organ yang ditransplantasikan atau transplantasi sumsum tulang. Pasien yang mendapatkan transplantasi organ mempunyai peningkatan risiko menderita limfoma non Hodgkin. 2,3 3.6 Perjalanan alamiah penyakit
Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma non Hodgkin tumbuh lambat atau level rendah. Sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin indolen tumbuh sangat lambat. Secara tipikal ia pada awalnya tidak menimbulkan gejala, dan mereka sering tetap tidak
9
terdeteksi untuk beberapa saat. Tentunya, mereka sering ditemukan secara kebetulan, seperti ketika pasien mengunjungi dokter untuk sebab lainnya. Dalam hal ini, dokter mungkin menemukan pembesaran kelenjar getah bening pada pemeriksaan fisik rutin. Kadangkala, suatu pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah, atau suatu sinar-X, dada, mungkin menunjukkan sesuatu yang abnormal, kemudian diperiksa lebih lanjut dan ditemukan terjadi akibat limfoma non Hodgkin. Akan tetapi, beberapa pasien limfoma non Hodgkin indolen berobat ke dokter karena gejalanya.3 Gejala yang paling sering adalah pembesaran kelenjar getah bening, yang kelihatan sebagai benjolan, biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat diagnosis pasien juga mungkin mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin. Limfoma non Hodgkin indolen tumbuh lambat dan sering tanpa menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah dalam stadium lanjut saat pertama terdiagnosis.3 3.7 Manifestasi Klinik
Limfoma non Hodgkin mempunyai gambaran klinis oleh massa abdominal dan intrathorakal (massa mediastinum) yang sering kali disertai dengan adanya efusi pleura. Pada anak yang lebih besar massa mediastinal ini seringkali (25-35%) ditemukan khususnya pada limfoma limfoblastik sel T. Gejala yang menonjol adalah nyeri, disfagia, sesak napas, pembengkakan daerah leher, muka, dan sekitar leher akibat adanya obstruksi vena cava superior. Pembengkakan kelenjar limfe (limfadenopati) di sebelah atas diafragma meliputi leher, supraklavikula atau aksiler, tetapi jarang sekali retroperitoneal. Adanya pembesaran kelenjar limpa dan hati menunjukkan adanya keterlibatan sumsum tulang dan seringkali pasien menunjukkan gejala-gejala leukemia limfoblastik akut, jarang sekali melibatkan gejala susunan saraf pusat, kadang-kadang disertai pembesaran testis.1,2,3 Limfoma limfoblastik merupakan bentuk yang berkembang secara progresif, dengan gejala yang timbul dalam waktu singkat kurang dari satu bulan. Gambaran laboratorium biasanya masih dalam batas normal, dengan kadar LDH dan asam urat yang meningkat sebagai akibat adanya tumor lisis maupun adanya nekrosis jaringan. 1 Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan) atau di seluruh tubuh. Kelenjar membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Kadang pembesaran kelenjar getah bening di tonsil (amandel) menyebabkan gangguan menelan. Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam 10
dada atau perut bisa menekan berbagai organ dan menyebabkan: 1,2,3 -gangguan pernapasan - berkurangnya nafsu makan - sembelit berat - nyeri perut - pembengkakan tungkai. Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukemia. Limfoma dan leukemia memiliki banyak kemiripan. Limfoma non-Hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum tulang, saluran pencernaan dan kulit. Pada anak-anak, gejala awalnya adalah masuknya sel-sel limfoma ke dalam sumsum tulang, darah, kulit, usus, otak dan tulang belakang; bukan pembesaran kelenjar getah bening. Masuknya sel limfoma ini menyebabkan anemia, ruam kulit dan gejala neurologis (misalnya kelemahan dan sensasi yang abnormal). Biasanya yang membesar adalah kelenjar getah bening di dalam, yang menyebabkan: →
→
→
pengumpulan cairan di sekitar paru-paru sehingga timbul sesak napas penekanan usus sehingga terjadi penurunan nafsu makan atau muntah penyumbatan kelenjar getah bening sehingga terjadi penumpukan cairan. Tabel 3.7.1 Rangkuman Berbagai Gejala 1,2,3 Kemungkinan timbulnya gejala
Gejala
Penyebab
Gangguan pernapasan Pembengkakan wajah Hilang nafsu makan Sembelit berat Nyeri perut atau perut kembung
Pembesaran kelenjar getah bening 20-30% di dada Pembesaran kelenjar getah bening 30-40% di perut
Pembengkakan tungkai
Penyumbatan pembuluh getah 10% bening di selangkangan atau perut
Penurunan berat badan Diare Malabsorbsi
Penyebaran limfoma ke usus halus 10%>
Pengumpulan cairan di sekitar Penyumbatan pembuluh getah paru-paru bening di dalam dada (efusi pleura) Daerah kehitaman dan menebal di kulit yang terasa Penyebaran limfoma ke kulit gatal Penurunan berat badan Penyebaran limfoma ke seluruh Demam tubuh 11
20-30%
10-20% 50-60%
Keringat di malam hari Perdarahan ke dalam saluran pencernaan Penghancuran sel darah merah oleh limpa yang membesar & terlalu aktif Penghancuran sel darah merah oleh Anemia antibodi abnormal (anemia 30%, pada akhirnya (berkurangnya jumlah sel hemolitik ) mencapai 100% darah merah) Penghancuran sumsum tulang karena penyebaran limfoma Ketidakmampuan sumsum tulang untuk menghasilkan sejumlah sel darah merah karena obat atau terapi penyinaran Penyebaran ke sumsum tulang dan kelenjar getah bening, Mudah terinfeksi oleh bakteri 20-30% menyebabkan berkurangnya pembentukan antibodi
bisa
3.8 Stadium Limfoma Non Hodgkin Penentuan stadium sangat penting untuk diagnosis, adanya keterlibatan beberapa jaringan limfoid
serta implikasinya pada pengobatan. Penentuan stadium yang paling banyak digunakan adalah dari St. Jude Childrens Research Hospital (Tabel II.2).1
Tabel 3.8.1 Skema Stadium LNH dari St.Jude Childrens Research Hospital.1
I
Tumor tunggal ekstranodal atau tumor di daerah tunggal nodal, kecuali di
II
daerah mediastinum atau abdomen Tumor tunggal (ekstranodal) dengan keterlibatan kelenjar regional pada satu sisi diafragma pada dua atau lebih area nodul Dua tumor (ekstranodal) dengan atau tanpa keterlibatan kelenjar regional Tumor lebih dari satu, tetapi masih satu sisi dengan diafragma Tumor primer pada gastrointestinal (ileosaekal) dengan atau tanpa
III
keterlibatan kelenjar mesenterium Tumor lebih dari dua (ekstranodal) pada kedua sisi diafragma Tumor dua atau lebih pada satu sisi diafragma Tumor primer di daerah intrathorakal (mediastinal, pleura, timus) Tumor meluas pada intraabdominal yang tidak dapat direseksi 12
Tumor pada paraspinal atau epidural Tumor meluas dan penyebaran ke sumsum tulang atau susunan saraf pusat
IV 3.9 Diagnosis
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik sangat penting, diagnosis ditegakkan dengan biopsi, pemeriksaan sitologis cairan efusi maupun aspirasi sumsum tulang, bila dimungkinkan dengan pemeriksaan imunologik dan sitogenik untuk membedakan antara sel B atau sel T. Kriteria untuk masing-masing kelompok tersebut adalah: 1 a) Limfoblastik sel B ditandai oleh: •
Ditemukannya imunoglobulin monoklonal sel B pada permukaan sel dan pertanda sel B lainnya misalnya: CD 19-24
•
Translokasi (8;14), t(2;8), atau t(8;22)
•
Gambaran histologis: Burkitt’s dan B limfoblastik (K) atau undifferentiated atau small non cleaved (W)
•
Gambaran L3 pada klasifikasi F AB
•
Primernya ada di intra abdominal
b) Limfoblastik sel T ditandai oleh: •
Petanda sel T positif (misal CD 3, 5-8)
•
Gambaran histologi: limfoblastik
•
Gambaran L1 atau L2 pada klasifikasi FAB
•
Reaksi positif dengan asam fosfat
•
Primer pada kelenjar timus
Pemeriksaan lain yang diperlukan adalah pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan fungsi hati dan funsi ginjal, cairan serebrospinal, asam urat, LDH, USG abdomen, bone scan. 3.10 Tata Laksana
Limfoma non Hodgkin khususnya limfoma limfoblastik sel T seringkali disertai dengan berbagai komplikasi, untuk itu dibutuhkan pengelolaan secepatnya. Sebelum pengobatan dengan 13
kemoterapi harus diperhatikan terlebih dahulu problem jalan napas, pembuluh darah dan gangguan metabolik yang ada. 1 Pemberian alopurinol, hidrasi yang cukup, dan alkalinisasi urin perlu segera diberikan pada pasien dengan tumor yang cukup luas untuk mencegah terjadinya nefropati akibat lisis tumor yang seringkali terjadi pada limfoma limfoblastik sel T. 1 Terapi yang dilakukan biasanya melalui pendekatan multidisiplin.Terapi yang dapat dilakukan adalah:2,3 1. Derajat Keganasan Rendah (DKR)/indolen: Pada prinsipnya simtomatik: - Kemoterapi: obat tunggal atau ganda (per oral), jika dianggap perlu: COP (Cyclophosphamide, Oncovin, dan Prednisone) - Radioterapi: LNH sangat radiosensitif. Radioterapi ini dapat dilakukan untuk lokal dan paliatif. Radioterapi: Low Dose TOI + Involved Field Radiotherapy 2. Derajat Keganasan Menengah (DKM) / agresif limfoma: -Stadium
I:
Kemoterapi
(CHOP/CHVMP/BU)
+
radioterapi
CHOP
(Cyclophosphamide, Hydroxydouhomycin,Oncovin, Prednisone) - Stadium II - IV: kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan untuk tujuan paliasi. 3. Derajat Keganasan Tinggi (DKT) DKT Limfoblastik (LNH-Limfoblastik) - Selalu diberikan pengobatan seperti Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) - Re-evaluasi hasil pengobatan dilakukan pada: a. Setelah siklus kemoterapi keempat b. Setelah siklus pengobatan lengkap Pasien dengan limfoma non Hodgkin agresif dapat didiagnosis pada stadium dini (stadium I atau II). Ini disebabkan karena mereka umumnya menyadari pertumbuhan yang cepat dari 14
kelenjar getah bening yang terkena dan karenanya mengunjungi dokter dan cepat dirujuk untuk pengobatan oleh dokter spesialis.5 Pengobatan yang biasa diberikan untuk pasien dengan limfoma non Hodgkin agresif stadium dini adalah beberapa jadwal kemoterapi, kombinasi, dengan lebih dari satu obat kemoterapi yang diberikan, biasanya bersama dengan steroid, seperti prednisolon (contohnya, CHOP). Di kebanyakan negara, diberikan antibodi monoklonal rituximab dalam kombinasi dengan kemoterapi CHOP sebagai terapi standar. Antibodi monoklonal meningkatkan efektivitas pengobatan bermakna, tanpa meningkatkan efek samping.2,3,6 Radioterapi
kadang diberikan setelah kemoterapi. Jarang kedua pengobatan diberikan
ter
pada saat yang sama. Radioterapi ditujukan secara spesifik terhadap kelenjar getah bening yang terkena. Pengobatan stadium dini (stadium I dan II) limfoma non Hodgkin agresif dapat mencapai kesembuhan atau remisi pada sekitar 80% pasien. Beberapa pasien tidak memberikan respon terhadap terapi standar. Pada pasien-pasien ini, dan pada mereka yang mengalami kekambuhan, diperlukan pengobatan lebih lanjut. 2,3,6 Pasien yang didiagnosis dengan limfoma non Hodgkin agresif pada stadium lanjut (stadium III atau IV) diberi kemoterapi kombinasi dengan ataupun tanpa antibodi monoklonal. Meski demikian, kemoterapi kadang-kadang diberikan lebih lama daripada pada penyakit stadium awal dan mungkin juga diberikan radioterapi. Secara keseluruhan, antara 40% dan 70% pasien dengan limfoma non Hodgkin agresif dapat disembuhkan dengan pengobatan pertama. 2,3,6 3.11 Prognosis
Banyak pasien yang dapat mencapai respons sempurna, sebagian diantaranya dengan limfoma sel besar difus, dapat berada dalam keadaan bebas gejala dalam periode waktu yang lama dan dapat pula disembuhkan. Pemberian regimen kombinasi kemoterapi agresif berisi doksorubisin mempunyai respons sempurna yang tinggi berkisar 40-80%. 2,6
15
BAB IV PENYAKIT HODGKIN
Sampai saat ini masih belum diketahui dengan jelas etiologi maupun patologi penyakit Hodgkin, namun diakui bahwa banyak di antara anak dengan penyakit Hodgkin yang mampu bertahan hidup dalam beberapa tahun. Masih banyak kontroversi tentang tumor yang seringkali terjadi pada limfoma limfoblastik sel T.1 4.1 Definisi
Penyakit Hodgkin adalah kanker yang berawal dari sel-sel sistem imun. Penyakit Hodgkin berawal saat sel limfosit yang biasanya adalah sel B (sel T sangat jarang) menjadi abnormal. Sel limfosit yang abnormal tersebut dinamakan sel Reed Sternberg. 7 Sel Reed Sternberg tersebut membelah untuk memperbanyak dirinya. Sel Reed Sternberg yang terus membelah membentuk begitu banyak sel limfosit abnormal. Sel-sel abnormal ini tidak mati saat waktunya tiba dan mereka juga tidak melindungi tubuh dari infeksi maupun penyakit lainnya. Pembelahan sel abnormal yang terus menerus ini menyebabkan terbentuknya massa dari jaringan yang disebut tumor. 7 Jaringan limfatik banyak terdapat dalam banyak bagian tubuh, sehingga penyakit Hodgkin dapat berawal dari mana saja. Biasanya penyakit Hodgkin pertama kali ditemukan pada nodus limfatikus di atas diafragma, pada otot tipis yang memisahkan rongga thoraks dan rongga abdomen. Tetapi penyakit Hodgkin mungkin juga dapat ditemukan di kumpulan nodus limfatikus. 4.2 Epidemiologi1
Angka kejadian penyakit Hodgkin mempunyai kurva bimodal yang khas baik pada laki-laki maupun pada perempuan, dengan salah satu puncaknya pada usia 15-30 tahun yang diikuti dengan puncak lainnya pada usia 45-55 tahun. Di negara-negara industri umur puncak pertama dicapai pada umur 20 tahun dan puncak kedua pada umur 50 tahun. Sementara di negara sedang berkembang seperti Indonesia, umur puncak terjadi pada umur sebelum remaja. 16
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bentuk dari penyakit Hodgkin, karakteristik ini mungkin menunjukkan adanya perbedaan kausa yang mendasarinya: 1) Bentuk yang ditemukan pada masa kanak-kanak, banyak ditemukan pada usia 14 tahun atau lebih muda 2) Bentuk dewasa muda yang ditemukan pada umur 15 sampai 34 tahun 3) Bentuk dewasa yang ditemukan pada usia 55-74 tahun Secara umum dikatakan bahwa laki-laki lebih banyak bila dibandingkan dengan perempuan. 4.3 Faktor Risiko
Beberapa penelitian menunjukkan faktor-faktor tertentu yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang dapat mengidap penyakit Hodgkin’s: 7 1) Virus tertentu Terinfeksi virus Epstein Barr (EBV) atau human immunodeficiency virus (HIV) dapat meningkatkan risiko penyakit Hodgkin. Bagaimanapun juga, limfoma tidak menular, sehingga tidak mungkin mendapatkan limfoma dari orang lain. 2) Sistem imun lemah Risiko mengidap penyakit Hodgkin meningkat dengan sistem imun yang lemah (seperti keadaan sedang mengkonsumsi obat-obatan penekan imun pasca transplantasi organ). 3) Usia Penyakit Hodgkin umumnya terdapat pada usia remaja dan dewasa muda berumur 1535 tahun, juga pada dewasa berumur ≥ 50 tahun. 4) Riwayat keluarga Anggota keluarga khususnya kakak atau adik dari seseorang dengan penyakit Hodgkin atau limfoma lainnya, dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengidap penyakit Hodgkin. 4.4 Gambaran Patologik dan Klasifikasi
Ketepatan diagnosis hanya mungkin dilakukan dengan pemeriksaan patologi yang benar, bahan pemeriksaan yang berasal dari biopsi jarum dan irisan beku segar pada jaringan kurang dapat 17
menggambarkan struktur dan stroma sel secara baik. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan jaringan limfonodi secara mikroskopis dan ditemukan adanya sel Reed Sternberg yang spesifik. Sel Reed Sternberg merupakan sel limfoid yang besar dengan banyak nukleus yang mengelilingi nuklei sehingga memberikan gambaran seperti halo. 1 Sel Reed Sternberg secara konsisten menghasilkan antigen CD15 dan CD30. CD15 adalah marker dari sel granulosit, monosit, dan sel T teraktifasi yang normalnya tidak dihasilkan oleh garis keturunan sel B. CD30 adalah marker dari aktifasi limfosit yang dihasilkan oleh sel limfosit reaktif dan malignan dan pada awalnya diidentifikasi sebagai antigen permukaan sel-sel Reed Sternberg. Klasifikasi patologi yang diterima secara umum adalah klasifikasi dari Rye yang membagi penyakit Hodgkin menjadi 4 subtipe: 1 1) Limfositik predominan/LP 2) Sel campur/MC 3) Deplesi limfositik/LD 4) Nodul sklerosis/NS Prognosis dari tiga yang pertama berhubungan dengan perbandingan antara sel limfosit abnormal dengan sel normal. 1 Penyakit Hodgkin merupakan suatu tumor ganas yang berhubungan erat dengan limfoma malignum. Oleh karena itu untuk membahas mengenai patologi dari penyakit Hodgkin ada baiknya kita mengetahui tentang klasifikasi dari penyakit-penyakit tersebut. Klasifikasi patologis yang sering dipakai sekarang ini adalah menurut Lukas dan Butler sesuai keputusan simposium penyakit Hodgkin dan Ann Arbor. Menurut klasifikasi ini penyakit Hodgkin dibagi menjadi 4 tipe, yaitu: 7 1. Tipe Lymphocyte Predominant Pada tipe ini gambaran patologis kelenjar getah bening terutama terdiri dari sel-sel limfosit yang dewasa, beberapa sel Reed Sternberg. Biasanya didapatkan pada anak muda. Prognosisnya baik. 2. Tipe Mixed Cellularity Mempunyai gambaran patologis yang pleimorfik dengan sel plasma, eosinofil, neutrofil, limfosit dan banyak didapatkan sel Reed Sternberg. Dan merupakan penyakit yang luas 18
dan mengenai organ ekstra nodul. Sering pula disertai gejala sistemik seperti demam, berat badan menurun dan berkeringat. Prognosisnya lebih buruk. 3. Tipe Lymphocyte Depleted Gambaran patologis mirip diffuse histiocytic lymphoma, sel Reed Sternberg banyak sekali dan hanya ada sedikit sel jenis lain. Biasanya pada orang tua dan cenderung merupakan proses yang luas (agresif) dengan gejala sistemik. Prognosis buruk. 4. Tipe Nodular Sclerosis Kelenjar mengandung nodul-nodul yang dipisahkan oleh serat kolagen. Sering dilaporkan sel Reed Sternberg yang atipik yang disebut sel Hodgkin. Sering didapatkan pada wanita muda/remaja. Sering menyerang kelenjar mediastinum. Namun ada bentuk-bentuk yang tumpang tindih (campuran), misalnya golongan Nodular Sclerosis (NS) ada yang limfositnya banyak (Lymphocyte Predominant NS=LP NS), ada yang limfositnya sedikit (Lymphocyte-Depleted NS=LD-NS) dan sebagainya. Demikian pula golongan Mixed Cellularity (MC), ada yang limfositnya banyak (LP-MC), ada yang sedikit (LD-MC). Penyakit ini mula-mula terlokalisasi pada daerah limfonodus perifer tunggal dan perkembangan selanjutnya dengan penjalaran di dalam sistem limfatik. Mungkin bahwa sel Reed Sternberg yang khas dan sel lebih kecil, abnormal, bersifat neoplastik dan mungkin bahwa sel radang yang terdapat bersamaan menunjukkan respon hipersensitivitas untuk hospes. Setelah tersimpan dalam limfonodus untuk jangka waktu yang bervariasi, perkembangan alamiah penyakit ini adalah menyebar ke jaringan non limfatik.7 Berdasarkan klasifikasi dari WHO penyakit Hodgkin dibagi menjadi 5 tipe, 4 tipe merupakan tipe-tipe seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, keempat tipe ini sering disebut sebagai penyakit Hodgkin klasik, sedangkan tipe ke-5 adalah nodular lymphocyte predominant Hodgkin’s disease (NLPHD). 5. Tipe Nodular lymphocyte predominant Hodgkin disease (NLPHD) Nodular lymphocyte predominant Hodgkin disease (NLPHD) menyumbang 5% dari kasus penyakit Hodgkin. Berbeda dengan subtipe histologis lain, sel Reed Sternberg yang khas jarang atau bahkan tidak ada pada NLPHD. Sebaliknya yang paling banyak justru adalah sel limfositik atau histiositik (L&H), atau yang sering disebut “sel popcorn” karena inti mereka yang berbentuk menyerupai jagung meledak, yang terlihat sebagai latar belakang sel-sel inflamasi, terutama sel limfosit yang jinak. Tidak seperti sel Reed Sternberg, sel 19
L&H positif untuk antigen sel B, seperti CD19 dan CD20, dan negatif untuk CD15 dan CD30. 7 4.5 Manifestasi Klinik
Pembesaran kelenjar limfe daerah servikal dan supraklavikular yang hilang timbul dan tidak menimbulkan rasa nyeri (asimtomatik). Pada 80% anak dengan penyakit Hodgkin pembesaran kelenjar leher yang menonjol, 60% diantaranya juga disertai pembesaran massa di mediastinal yang akan menimbulkan gejala kompresi pada trakea dan bronkus. Pembesaran kelenjar juga ditemukan di daerah inguinal, aksiler, dan supra diafragma meskipun jarang. Gejala konstitusi yang menyertai diantaranya adalah demam, keringat malam hari, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, ditemukan pada 40% pasien, sedangkan demam intermittent diobservasi pada 35% kasus. 1 Gambaran laboratorium pada umumnya tidak spesifik, diantaranya adalah leukositosis, limfopenia, eosinofilia, dan monositosis. Gambaran laboratorium ini merupakan refleksi dari aktifitas yang meningkat di sistem retikuloendotelial (misalnya meningkatnya laju endap darah, kadar serum feritin, dan kadar serum tembaga) dipergunakan untuk mengevaluasi perjalanan penyakit setelah terdiagnosis. Anemia yang timbul merupakan deplesi dari imobilisasi zat besi yang terhambat ini menunjukkan adanya penyakit yang telah meluas. Anemia hemolitik pada penyakit Hodgkin menggambarkan tes Coomb positif menunjukkan adanya retikulosis dan normoblastik hiperplasia dari sumsum tulang. 1 4.6 Stadium Penyakit Hodgkin Pada penyakit ini dibedakan 2 macam staging: 5 •
Clinical staging Staging dilakukan secara klinis saja tentang ada tidaknya kelainan organ tubuh.
•
Pathological staging Penentuan stadium juga didukung dengan adanya kelainan histopatologis pada jaringan yang abnormal. Pathological staging ini dinyatakan pula pada hasil biopsi organ, yaitu: hepar, paru, sumsum tulang, kelenjar, limpa, pleura, tulang, kulit. Staging yang dianut saat ini adalah staging menurut Ann Arbor yang di modifikasi sesuai
konferensi Cotswald. Tabel 4.6.1 Staging menurut system Ann Arbor modifikasi Costwald. 1,5
20
Stage I : Penyakit menyerang satu regio kelenjar getah bening atau satu struktur limfoid (misal: limpa, timus, cincin Waldeyer). Stage II : Penyakit menyerang dua atau lebih regio kelenjar pada satu sisi diafragma, jumlah regio yang diserang dinyatakan dengan subskrip angka, misal: II2, II3, dsb. Stage III : Penyakit menyerang regio atau struktur limfoid di atas dan di bawah diafragma. III1 : menyerang kelenjar splenikus hiler, seliakal, dan portal III2 : menyerang kelenjar para-aortal, mesenterial dan iliakal. Stage IV : Penyakit menyerang organ-organ ekstra nodul, kecuali yang tergolong E (E: bila primer menyerang satu organ ekstra nodal).
Gambar 4.6.2 Penentuan stadium penyakit Hodgkin. 5
Penentuan stadium ini menggunakan klasifikasi AnnArbor yang berdasarkan anatomis. 1 21
Tabel II.4.Staging menurut Ann Arbor berdasarkan anatomis. 1
I
Pembesaran kelenjar limfe regional tunggal atau pembesaran organ ekstra limfatik
II
tunggal atau sesisi. Pembesaran kelenjar limfe regional dua atau lebih yang masih sesisi dengan diafragma atau pembesaran organ ekstralimfatik satu sisi atau lebih yang masih sesisi
III
dengan diafragma Pembesaran kelenjar limfe pada kedua sisi diafragma disertai dengan pembesaran
IV
limpa atau pembesaran organ ekstra limfatik sesisi atau kedua sisi Pembesaran organ ekstra limfatik dengan atau tanpa pembesaran kelenjar limfe
4.7 Diagnosis
Untuk membuat diagnosis penyakit Hodgkin pada anak dibutuhkan beberapa tahap pemeriksaan diantaranya adalah:1 a. Pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran kelenjar limfe dengan berbagai ukuran. b. Pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis sel, laju endap darah, tes fungsi hati dan ginjal, kelenjar alkali fosfatase. c. Biopsi kelenjar limfe d. Foto polos dada maupun scanning e. Scanning abdomen dan pelvis atau MRI f.Limfogram g. Laparatomi h. Aspirasi sumsum tulang i. Scanning tulang Tidak semua tahap pemeriksaan dikerjakan untuk membuat diagnosis penyakit Hodgkin pada anak tergantung dari kasus serta fasilitas yang ada. 1. Klinis (anamnesis)
22
Keluhan penderita terbanyak adalah pembesaran kelenjar getah bening di leher, aksila ataupun lipatan paha, berat badan semakin menurun dan kadang-kadang disertai demam, keringat dan gatal. 6,7 2. Pemeriksaan Fisik Palpasi pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri dapat ditemukan di leher terutama supraklavikular (60-80%), aksiler (6-20%), dan yang paling jarang adalah di daerah inguinal (620%) dengan konsistensi kenyal sepert karet. Mungkin lien dan hati teraba membesar. Pemeriksaan THT perlu dilakukan untuk menentukan kemungkinan cincin Waldeyer ikut terlibat. Sindrom vena cava superior mungkin didapatkan pada pasien dengan masif limfa adenopati mediastinal. 6,7 3. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah rutin, uji fungsi hati dan uji fungsi ginjal merupakan bagian penting dalam pemeriksaan medis, tetapi tidak memberi keterangan tentang luas penyakit, atau keterlibatan organ spesifik. Pada pasien penyakit Hodgkin serta pada penyakit neoplastik atau kronik lainnya mungkin ditemukan anemia normokromik normositik derajat sedang yang berkaitan dengan penurunan kadar besi dan kapasitas ikat besi, tetapi dengan simpanan besi yang normal atau meningkat di sumsum tulang sering terjadi reaksi leukomoid sedang sampai berat, terutama pada pasien dengan gejala dan biasanya menghilang dengan pengobatan. 7 Eosinofilia absolut perifer ringan tidak jarang ditemukan, terutama pada pasien yang menderita pruritus. Juga dijumpai monositosis absolut, limfositopenia absolut (<1000 sel per millimeter kubik) biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit stadium lanjut. Telah dilakukan evaluasi terhadap banyak pemeriksaan sebagai indikator keparahan penyakit. 7 Sampai saat ini, laju endap darah masih merupakan pemantau terbaik, tetapi pemeriksaan ini tidak spesifik dan dapat kembali ke normal walaupun masih terdapat penyakit residual. Uji lain yang abnormal adalah peningkatan kadar tembaga, kalsium, asam laktat, fosfatase alkali, lisozim, globulin, protein C-reaktif dan reaktan fase akut lain dalam serum. 7 4. Sitologi Biopsi Aspirasi Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) sering digunakan pada diagnosis limfadenopati untuk identifikasi penyebab kelainan tersebut seperti reaksi hiperplastik kelenjar getah bening, metastasis karsinoma dan limfoma malignum. Penyulit lain dalam diagnosis sitologi biopsi aspirasi LH ataupun LNH adalah adanya negatif palsu, dianjurkan melakukan biopsi aspirasi multiple hole di beberapa tempat permukaan 23
tumor. Apabila ditemukan juga sitologi negatif dan tidak sesuai dengan gambaran klinis, maka pilihan terbaik adalah biopsi insisi atau eksisi.6 5. Histopatologi Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga untuk identifikasi subtipe histopatologi LH ataupun LNH. Biopsi dilakukan bukan sekedar mengambil jaringan, namun harus diperhatikan apakah jaringan biopsi tersebut dapat memberi informasi yang adekuat. Biopsi biasanya dipilih pada rantai KGB di leher. Kelenjar getah bening di inguinal, leher bagian belakang dan submandibular tidak dipilih disebabkan proses radang, dianjurkan agar biopsi dilakukan dibawah anestesi umum untuk mencegah pengaruh cairan obat suntik lokal terhadap arsitektur jaringan yang dapat mengacaukan pemeriksaan jaringan. 6 6. Radiologi Termasuk didalamnya: 6
Foto toraks untuk menentukan keterlibatan KGB mediastinal
Limfangiografi untuk menentukan keterlibatan KGB di daerah iliaka dan pasca aortal
USG banyak digunakan melihat pembesaran KGB di paraaortal dan sekaligus menuntun
biopsi aspirasi jarum halus untuk konfirmasi sitologi
CT-Scan sering dipergunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan LH
7. Laparatomi Laparotomi abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi KGB pada iliaka, para aortal dan mesenterium dengan tujuan menentukan stadium. Berkat kemajuan teknologi radiologi seperti USG dan CT-Scan ditambah sitologi biopsi aspirasi jarum halus, tindakan laparotomi dapat dihindari atau sekurang-kurangnya diminimalisasi. 6 4.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding serupa dengan yang dijelaskan untuk limfoma non Hodgkin pada pasien dengan limfadenopati di leher, infeksi misalnya faringitis bakteri atau virus, mononucleosis infeksiosa dan toksoplasmosis harus disingkirkan. Keganasan lain, misalnya limfoma non Hodgkin, kanker nasofaring dan kanker tiroid dapat menimbulkan adenopati leher local. Adenopati ketiak harus dibedakan dengan limfoma non Hodgkin dan kanker payudara.
24
6
Adenopati mediastinum harus dibedakan dengan infeksi, sarkoid dan tumor lain. Pada pasien tua, diagnosis banding mencakup tumor paru dan mediastinum, terutama karsinoma sel kecil dan non sel kecil. Mediastinitis reaktif dan adenopati hilus akibat histoplasmosis dapat mirip dengan limfoma, karena penyakit tersebut timbul pada pasien asimtomatik. Penyakit abdomen primer dengan hepatomegali, splenomegali dan adenopati massif jarang ditemukan, dan penyakit neoplastik lain, terutama limfoma non Hodgkin harus disingkirkan dalam keadaan ini. Beberapa diagnosis banding lainnya sebagai berikut: 7 •
Cytomegalovirus
•
Infectious Mononucleosis
•
Kanker paru
•
Lymphoma, Non-Hodgkin
•
Sarcoidosis
•
Serum Sickness
•
Syphilis
•
Systemic Lupus Erythematosus
•
Toxoplasmosis
•
Tuberculosis
4.9 Tatalaksana
Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang baik perlu adanya pendekatan multidisiplin segera setelah didiagnosis. Faktor yang berpengaruh terhadap hasil pengobatan diantaranya adalah umur pasien, psikologi, stadium penyakit dan gejala sisa pengobatan. Pengobatan yang diberikan diharapkan mampu memberikan penyembuhan untuk jangka panjang, dengan disease free survival (DFS) yang seimbang dengan risiko pengobatan yang paling rendah. Protokol pengobatan pada anak saat ini hanya menggunakan kemoterapi saja kadang-kadang dengan hanya memberikan dosis rendah radiasi pada daerah yang terbatas. 1 Obat-obatan yang sering digunakan diantaranya adalah nitrogen mustard, onkovin, prednison, prokarbasin (MOPP), adriamisis, bleomisin, vinblastin, dekarbasin (ABVD), siklofosfamid, onkovin, prokarbasin, prednison (COPP) dan banyak lagi protokol lainnya yang digunakan.1 4.10 Prognosis
25
Prognosis penyakit Hodgkin ini relatif baik. Penyakit ini dapat sembuh atau hidup lama dengan pengobatan meskipun tidak 100%. Tetapi oleh karena dapat hidup lama, kemungkinan mendapatkan late complication makin besar. Late complication itu antara lain:4 1. Timbulnya keganasan kedua atau sekunder 2. Disfungsi endokrin yang kebanyakan adalah tiroid dan gonadal 3. Penyakit CVS terutama mereka yang mendapat kombinasi radiasi dan pemberian antrasiklin terutama yang dosisnya banyak (dose related ) 4. Penyakit pada paru pada mereka yang mendapat radiasi dan bleomisin yang juga dose related 5. Pada anak-anak dapat terjadi gangguan pertumbuhan
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudarmanto M, Sumantri AG. Limfoma Maligna. Dalam: Buku Ajar Hematologi Onkologi. IDAI. Ed-3. Jakarta: 2012. h. 248-54.
26
2. Hudson MM. Limfoma Non Hodgkin. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson. 15 th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012.h. 1780-83. 3. Ballentine JR. Non Hodgkin Lymphoma. Jan 20, 2012 (Cited May 17 th, 2012). Available at http://emedicine.medscape.com/article/203399-overview 4. Alarcone P. Hodgkin Lymphoma.Oct 11,2011 (Cited May 17 th,2012). Available at http://emedicine.medscape.com/article/987101-overview#a0101 5. Hudson MM. Penyakit Hodgkin. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson. 15 th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2012.h. 1777-83. 6. Gillchrist G. Lymphoma. Dalam: Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed. Wisconsin: Elsevier. 2007.h. 1701-6. 7. Stoppler MC. Hodgkin Lymphoma. May 1 st2011 (Cited May 17th,2012) .Available at (http://www.medicinenet.com/Hodgkin’s disease/article.htm)
27