LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN “NON HODGKIN LIMFOMA (NHL)”
OLEH: UZZY LINTANG SAVITRI 115070200111010
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2015 A. Pengertian
Limfoma Non Hodgkin adalah keganasan primer berupa gangguan proliferatif tidak terkendali dari jaringan limfoid (limfosit B dan sistem sel limfosit T). (Schwartz M William, 2010) Limfoma non Hodgkin (LMNH) adalah neoplasma yang ganas pada sistem limfatik dan jaringan limfoid. Seperti halnya kebanyakan neoplasma anak, penyebab LMNH juga tidak diketahui. Sejumlah faktor, seperti infeksi virus, imunodefisiensi, aberasi kromosom, imunostimulasi kronis, dan pemajanan terhadap lingkungan memicu terjadinya limfoma maligna. (Betz, 2009) Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal dari sistem kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh. Beberapa dari limfoma ini berkembang sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang lainnya menyebar dengan cepat (dalam beberapa bulan). Penyakit ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan penyakit Hodgkin. Penentuan stadium merupakan salah satu pola penting dalam manajemen LNH yang bertujuan untuk mengetahui status penyakit dan memilih pengobatan yang relevan serta memudahkan evaluasi hasil terapi. Klasifikasi yang populer digunakan adalah klasifikasi menurut Arnn Arborr (1971) sebagai berikut: STADIUM Stadium I
INTERPRETASI Terserang satu kelenjar limfe pada daerah tertentu atau ekstra
Stadium II
limfatik Terserang lebih dari satu kelenjar limfe di daerah di atas
Stadium III
diafragma dengan atau tanpa ekstra limfatik Terserang kelenjar limfe diatas dan di bawah diafragma atau
Stadium IV
disertai limfoma ekstra limfatik, limpa atau keduanya. Tersebar menyeluruh pada organ ekstra limfatik dengan atau tanpa melibatkan kelenjar limfe.
Ada 2 klasifikasi besar penyakit ini yaitu: 1. Limfoma non Hodgkin agresif. Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai limfoma non Hodgkin tumbuh cepat atau level tinggi. Karena sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin agresif
ini tumbuh dengan cepat.
Meskipun nama ‘agresif’ kedengarannya sangat menakutkan, limfoma ini sering memberikan respon sangat baik terhadap pengobatan.Meskipun pasien
yang
pengobatan
penyakitnya lini
tidak
berespon
baik
pertama,sering
dengan kemoterapi dan transplantasi
sel
induk.
terhadap berhasil
Pada
standar baik
kenyataannya,
limfoma non Hodgkin agresif lebih mungkin mengalami kesembuhan total daripada limfoma non Hodgkin indolen. 2. Limfoma non Hodgkin indolen. Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma non Hodgkin tumbuh lambat atau level rendah. Sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin indolen tumbuh hanya sangat lambat. Secara tipikal ia pada awalnya tidak menimbulkan gejala, dan mereka sering tetap tidak terditeksi untuk beberapa saat. Tentunya, mereka sering ditemukan secara kebetulan, seperti ketika pasien mengunjungi dokter untuk sebab lainnya. Dalam hal ini, dokter mungkin menemukan pembesaran
kelenjar
Kadangkala,
suatu
getah
bening
pemeriksaan,
pada
seperti
pemeriksaan pemeriksaan
fisik
rutin.
darah,
atau
suatu sinar-X, dada, mungkin menunjukkan sesuatu yang abnormal, kemudian diperiksa lebih lanjut dan ditemukan terjadi akibat limfoma non Hodgkin. Gejala yang paling sering adalah pembesaran kelenjar getah bening, yang kelihatan sebagai benjolan, biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat diagnosis pasien juga mungkin mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin. Karena limfoma non Hodgkin indolen tumbuh
lambat
dan
sering
tanpa
menyebabkan stadium banyak
diantaranya sudah dalam stadium lanjut saat pertama terdiagnosis. B. Etiologi Penyebab LNH belum jelas diketahui. Para pakar cenderung berpendapat bahwa terjadinya LNH disebabkan oleh pengaruh rangsangan imunologis persisten yang menimbulkan proliferasi jaringan limfoid tidak terkendali. LNH kemungkinan ada kaitannya dengan factor keturunan karena ditemukan fakta bila salah satu anggota keluarga menderita LNH maka risiko anggota keluarga lainnya terjangkit tumor ini lebih besar dibanding dengan orang lain yang tidak termasuk keluarga itu. Pada penderita AIDS : semakin lama hidup semakin besar risikonya menderita limfoma. Terdapat beberapa fakkor resiko terjadinya LNH, antara lain : 1. Imunodefisiensi : 25% kelainan heredier langka yang berhubungan dengan terjadinya LNH antara lain adalah :severe combined immunodeficiency, hypogammaglobulinemia, common variable immunodeficiency, Wiskott Aldrich syndrome dan ataxia-telangiectasia. Limfoma yang berhubungan dengan
kelainan-kelainan
tersebut
seringkali
dengan Epstein Barr Virus (EBV) dan jenisnya beragam.
dihubugkan
pula
2. Agen infeksius : EBV DNA ditemukan pada limfoma Burkit sporadic. Karena tidak pada semua kasus limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV terhadap terjadinya limfoma Burkit belum diketahui. 3. Paparan lingkungan dan pekerjaan : Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organic. 4. Diet dan Paparan lsinya : Risiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV4,5. C. Manifestasi Klinis Gejala umum penderita limfoma non-Hodgkin yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit. Demam. Keringat malam. Rasa lelah yang dirasakan terus menerus. Gangguan pencernaan dan nyeri perut. Hilangnya nafsu makan. Nyeri tulang. Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang
terkena. 9. Limphadenopaty. a. Limfadenopati superficial. Sebagian besar pasien datang dengan pembesaran kelenjar getah bening asimetris yang tidak nyeri pada satu atau lebih region kelenjar getah bening perifer. b. Gejala konstitusional. Demam, keringat pada malam
hari
dan
penurunan berat badan lebih jarang terjadi dibandingkan pada penyakit Hodgkin. Adanya gejala tersebut biasanya menyertai penyakit diseminata. Dapat terjadi anemia dan infeksi dengan jenis yang ditemukan pada penyakit Hodgkin. c. Gangguan orofaring. Pada 5-10% pasien, terdapat penyakit distruktur limfoid orofaringeal (cincin waldeyer) yang dapat menyebabkan timbulnya keluhan “sakit tenggorok” atau napas berbunyi atau tersumbat. d. Anemia, netropenia dengan infeksi, atau trombositopenia dengan purpura mungkin merupakan gambaran pada penderita penyakit sumsum tulang difus. Sitopenia juga dapat disebabkan oleh autoimun. e. Penyakit abdomen. Hati dan limpa sering kali membesar dan kelenjar getah bening retroperitoneal atau mesenterika sering terkena. Saluran gastrointestinal adalah lokasi ekstranodal yang paling sering terkena
setelah sumsum tulang dan pasien dapat datang dengan gejala f.
abdomen akut. Organ lain. Kulit, otak, testis dan tiroid sering terkena. Kulit juga secara primer terkena pada dua jenis limfoma sel T yang tidak umum dan sindrom sezary.
Gejala dan Penyebab Limfoma
Gejala Gangguan pernafasan dan pembengkakan pada wajah
Penyebab
Pembesaran kelenjar getah bening di dada
Kemungkinan Timbulnya Gejala 20 - 30 %
Hilang nafsu makan, sembelit berat, nyeri perut dan kembung
Pembesaran kelenjar getah bening di perut
Pembengkakan pada tungkai
Pembesaran kelenjar getah bening di selangkangan atau perut
10%
Penurunan berat badan
Penyebaran limfoma ke usus halus
> 10 %
Pengumpulan cairan disekitar paru-paru (efusi pleura)
Penyumbatan pembuluh darah getah bening didalam dada
20 -30 %
Daerah kehitaman dan menebal dikulit yang terasa gatal
Penyebaran limfoma ke seluruh tubuh
50 - 60 %
Anemia (berkurangnya sel darah merah)
Perdarahan ke dalam saluran pencernaan, Penghancuran sel darah merah oleh limpa yang membesar dan trlalu aktif, Penghancuran sel darah merah oleh antibodi abnormal (anemia hemolitik), penghancuran sum-sum tulang karena penyebaran limfoma, ketidakmampuan sum-sum tulang untuk menghasilkan sejumlah sel darah merah karena obat atau terapi penyembuhan
30 - 40 %
30 %, pada akhirnya dapat mencapai 100 %
Mudah terinfeksi oleh bakteri
Penyebaran ke sum-sum tulang dan kelenjar getah bening, menyebabkan berkurangnya pembentukan antibodi
20 - 30 %
D. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium lengkap, meliputi hal berikut. a. Darah tepi lengkap termasuk retikulosit dan LED b. Gula darah c. Fungsi hati termasuk y-GT, albumin, dan LDH d. Fungsi ginjal e. Immunoglobulin. 2. Pemeriksaan biopsy kelenjar atau massa tumor untuk mengetahui subtype LNH, bila perlu sitologi jarum halus (FN HB) ditempat lain yang dicurigai. 3. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang 4. Ct-Scan atau USG abdomen, untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar getah bening pada aorta abdominal atau KGB lainnya, massa 5.
tumor abdomen, dan metastase kebagian intraabdominal. Pencitraan toraks (PA dan lateral) untuk mengetahui pembesaran kelenjar
6.
media stinum, bila perlu CT scan toraks. Pemeriksaan THT untuk melihat keterlibatan cincin waldeyer terlibat
dilanjutkan dengan tindakan gastroskopi 7. Jika diperlukan pemeriksaan bone scan atau bone survey untuk melihat keterlibatan tulang. 8. Jika diperlukan biopsy hati (terbimbing) Tabel tes diagnostic dan interpretasi pada klien LNH Jenis pemeriksaan
Interpretasi hasil
Hitung darah lengkap: a)
Sel darah putih (SDP)
Variasi normal, menurun atau meningkat secara nyata.
b) Diferensial SDP
Neutofilia,
monosit,
basofilia,
dan
eosinofilia
mungkin ditemukan. Limfofenia sebagai gejala lanjut. c)
Sel darah merah dan Menurun
Hb/Ht Eritrosit
d) Morfologi SDM e)
Kerapuhan
Normositik, hipokromik ringan sampai sedang eritrosit Meningkat
osmotik Laju endap darah (LED)
Meningkat
selam
tahap
aktif
(inflamasi,
malignansi) Trombosit
Menurun (sumsum tulang digantikan oleh limfomi atau hipersplenisme)
Test comb
Reaksi positif (anemia hemolitik), reaksi negative pada tahap lanjut.
Alkalin fosfatase
Mungkin meningkat bila tulang terkena
Kalsium serum
Meningkat pada eksaserbasi
BUN
Mungkin meningkat bila ginjal terlibat
Globulkin
Hipogammaglobulinemia umum dapat terjadi pada penyakit lanjut
Foto
toraks,
vertebra,
ekstremitas proksimal serta nyeru
tekan
pada
Dilakukan untuk area yang terkena dan membantu penetapan stadium penyakit
area
pelvis CT scan dada, abdominal,
Dilakukan
bila
terjadi
adenopati
hilus
dan
tulang
memastikan keterlibatan nodus limfe mediatinum, abdominal, dan keterlibatan tulang.
USG abdominal
Mengevaluasi
luasnya
keterlibatan
nodus
limferetroperitoneal Biopsy sumsum tulang
Menentukan keterlibatan sumsum tulang, invasi sumsum tulang terlihat pada tahap luas.
Biopsy nodus limfe
Memastikan klasifikasi diagnosis limfoma
E. Penatalaksanaan Untuk terapi pasien LNH, tergantung tipe, stadium, usia dan kondisi kesehatan organ lainnya. Untuk LNH indolen yang tidak menunjukkan gejala (asimptomatik), cukup dilakukan observasi pada pasien dan jika menunjukkan gejala (simptomatik), pada stadium I maupun II, pilihan terapi utamanya adalah radioterapi. Untuk LNH indolen stadium III dan IV,
jika proliferasi selnya lambat, bisa diberi kemoterapi dengan obat chlorambucill cyclophosphamid oral, jika cepat dan jangkauannya luas dapat diberikan CVP, C-MOPP atau BACOP. Sedangkan LNH agresif, terapi yang diberikan adalah kemoterapi kombinasi dosis tinggi. Radioterapi terkadang juga digunakan untuk penyembuhan penyakit LNH ( Santoso
M, 2004). Terapi terpilih untuk penderita dengan penyakit ekstranodal yang terbatas adalah radiasi, radioterapi lokal atau radioterapi dengan lapangan yang luas terutama pada kasus limfoma histiositik difus. Penderita penyakit stadium II difus memerlukan kombinasi kemoterapi dan radiasi. Agen kemoterapeutik yang sering dipakai pada LNH adalah:... Obat
Pemberi an
Generik
Dagang
Agen Alkil: Cyclophospami de
Cytoxan, Endoxan
IV, Oral
Adriamyci n
IV
Antibiotik: Doxorubicin
Toksisitas Akut Nausea
Vesikel berat dengan nekrosis jaringan, nausea
IV Alkaloid alam: Vincristin
Oncovin
Adrenokortiko id: Prednison
Orasone, Deltasone
Oral
Jangka Panjang Alopesia, sistitis hemo-ragik, miolosupresi, imunosupresi, amenorea, steril pada pria. Mielosupresi, Alopesia, Toksisitas pada jantung dengan dosis kumulatif
Flebitis lokal, nausea Gangguan saluran cerna, retensi air
Neuropati perifer, miopati, alopesia. Gangguan sal. cerna, diabetes kimiawi, retensi air, osteoporosis, psikosis.
Sumber : Boediwarsono.2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : FK.UNAIR
F. ASUHAN KEPERAWATAN a. Pengkajian 1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, bahan yang dipakai seharihari, status perkawinan, kebangsaan, pekerjaan, alamat, pendidikan, tanggal atau jam MRS, dan diagnosa medis. 2) Keluhan Utama Pada umumnya pasien mengeluh tindak nyamanan kerena adanya benjolan. 3) Riwayat Penyakit Sekarang Pada umumnya pasien dengan limfoma didapat keluhan benjolan terasa nyeri bila ditelan kadang-kadang disertai dengan kesulitan bernafas, gangguan penelanan, berkeringat di malam hari.Pasien biasanya megnalami dendam dan disertai dengan penurunan BB. 4) Riwayat Penyakit Dahulu Pada pasien dengan limfoma biasanya diperoleh riwayat penyakit seperti pembesaran pada area seperti : leher, ketiak, dll. Pasien dengan transplantasi ginjal atau jantung. 5) Riwayat kesehatan keluarga Meliputi susunan anggota keluarga yang mempunyaio penyakit yang sama dengan pasien, ada atau tidaknya riwayat penyakit menular, penyakit turunan seperti DM, Hipertensi, dan lain-lain. a. Data dasar pengkajian pasien 1) Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum Pasien lemah, cemas, nyeri pada benjolan, demam, berkeringat pada malam hari, dan menurunnya BB. b. Kulit, rambut, kuku ( tidak ada perubahan ) c. Kepala dan leher Terdapat benjolan pada leher, yang terasa nyeri bila ditekan. d. e.
f.
g.
Mata dan mulut Tidak ada masalah/perubahan. Thorak dan abdomen Pada pemeriksa yang dilakukan tidak didapatkan perubahan pada thorak maupun abdomen. Sistem respirasi Biasanya pasien mengeluh dirinya mengeluh sulit untuk bernafas karena ada benjolan. Sistem gastrointestinal
Biasanya pasien mengalami anorexia karena rasa sakit yang dirasakan saat menelan makanan, sehinggapasien sering mengalami penurunan BB. h. Sistem muskuluskeletal Pada pasien ini tidak ada masalah. i. Sistem endokrin Terjadi pembesaran kelenjar limfe. j. Sistem persyarafan Pasien ini sering merasa cemas akan kondisinya, penyakit yang sedang dideritanya. b. Pemeriksaan Penunjang 1. USG Banyak digunakan untuk melihat pembesaran kelenjar getah bening. 2. Foto thorak Digunakan untuk menentukan keterlibatan kelenjar getah bening mediastina. 3. CT- Scan Digunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan limpoma 4. Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan Hb, DL, pemeriksaan uji fungsi hati / ginjal secara rutin). 5. Laparatomi Laparatomi rongga abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi kelenjar getah bening pada illiaka, para aortal dan mesentrium dengan tujuan menentukan stadiumnya. c. Diagnosa Keperawatan 1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ( mual, muntah) 2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan proses inflamasi. 3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. 4. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi 5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dankebutuhanoksigen kelemahan umum serta kelelahan karena gangguan pola tidur 6. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
d. Perencanaan 7. No 12. 1.
26. 2.
8. Diagnosa Keperawatan 13. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ( mual, muntah)
27. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan proses inflamasi.
9. Tujuan / Kriteria Hasil 14.Setelah dilakuka n tindakan keperaw atan selama 3 x24 jam Kebutuh an nutrisi klien dapat terpenuh i dengan 15. Kriteria Hasil : BB meningakat Nafsu makan pasien meningkat Gangguan penelanan berkurang Rasa sakit pada waktu menelan berkurang 28.Setelah dilakuka n tindakan keperaw atan selama 2x24Tida k terjadi infeksi, dengan Kriteria Hasil :
10.
Intervensi
1. Lakukan pendekatan pada pasien dan keluarganya. 2. Jelaskan pada pasien dan keluarga penyebabnya dari rasa sakit dan cara mengurangi rasa sakit. 3. Jelaskan pada pasien tentang penyakitnya dan akibatnya jika ia tidak makan. 4. Anjurkan pada kelurga untuk memberikan makanan tambahan yang ringan untuk dicerna 5. Obervasi TTV 6. Kolaborasi dengan tim kesehatan dan ahli gizi 16.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1. beri penjelasan tentang terjadinya infeksi 2. beritahu pasien tentang tanda-tanda inflamasi 3. beri kompres basah 4. Anjurkan pasien untuk memakai baju yang menyerap keringat. 5. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat 29.
1.
2.
3.
4.
5.
30
31. 3
38. 4
32. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. 33.
39. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi 40.
Suhu tubuh dalam batas normal Tidak ada tanda inflamasi Keringat berkurang
34. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan kriteria hasil : Nafsu makan meningkat, porsi habis, BB tidak turun drastis 41.Setelah dilakuka n tindakan keperaw atan selama 1x24 jam diharapk an suhu tubuh klien menurun dengan Kriteria Hasil : TTV dalam batas normal 42.
49.
50.
Intoleransi aktivitas
51.Setelah
1. Observasi nafsu makan klien 35. 36. 2. Beri makan klien sedikit tapi sering 3. Beritahu klien pentingnya nutrisi 37. 4. Pemberian diet TKTP
1.
1. Observasi suhu tubuh pasien 43. 44. 2. Anjurkan dan berikan banyak minum (sesuai kebutuhan cairan anak menurut umur) 3. Berikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha. 4. Anjurkan untuk memakaikan pasien pakaian tipis, longgar dan mudah menyerap keringat. 5. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik. 45. 46. 47. 48.
1.
2.
3.
4.
2.
3.
4.
5.
1. Mengevaluasi respon pasien 1.
5
yang berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dankebutuhanoksigen kelemahan umum serta kelelahan karena gangguan pola tidur
dilakuka n tindakan keperaw atan selama 2x24 jamAktiv itas dapat terpenuh i selama perawat an dengan kriteria hasil :
terhadap aktivitas, mencatat dan
melaporkan
dispnea,
adanya
peningkatan
kelelahan, serta perubahan
dalam tanda vital selama dan 54 setelah aktivitas. 2. 2. Memberikan lingkungan yang nyaman dan membatasi pengunjung selama fese akut atas indikasi. Menganjurkan untuk
menggunakan
56 3.
memejen stress dan aktivitas
yang beragam. Laporan secara 3. Menjelaskan pentingnya verbal, kekuatan beristirahat pada rencana otot meningkat dan tidak ada perasaan tindakan dan perlunya kelelahan. 4. keseimbangan antara Tidak ada sesak Denyut nadi dalam aktivitas dengan istirahat. 4. Membantu pasien untuk batas normal Tidak muncul berada pada posisi yang sianosis nyaman untuk beristirahat
dan atau tidur. 52. 5. Membantu pasien
5. untuk
memenuhi kebutuhan selfcare. Memberikan aktivitas yang meningkat selama fase penyembuhan. 58. 6
59. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
60.Setelah dilakuka n tindakan keperaw atan selama
1. Tentukan karakteristik 1. dan lokasi nyeri, perhatikan isyarat verbal dan non verbal setiap 6 2. jam 2. Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap
2x24 jam diharapk an intensita s nyeri berkuran g dengan kriteria hasil : merasa
Klien nyaman Skala nyeri menurun GCS E4V5M6 Tanda-tanda vital normal(nadi : 60100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit)
6 jam 3. Terapkan tehnik distraksi (berbincang-bincang) 4. Ajarkan tehnik relaksasi 3. (nafas dalam) dan sarankan untuk 4. mengulangi bila merasa nyeri 5. Beri dan biarkan pasien memilih posisi yang nyaman 6. Kolaborasi dalam 5. pemberian analgetika.
61. 63. 64. 65. 66. 67. 68. DAFTAR PUSTAKA 69.Pearce Evelyn C, 2009. Anatomi Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia 70.Gibson John, 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta : EGC
6.
71. Handayani Wiwik, 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika 72.Schwartz M William, 2010. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta : EGC 73.Betz Cecily Lynn, 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC 74.Sacher,
Ronald
A,
2004.
Tinjauan
Klinis
Hasil
Pemeriksaan
Laboratorium. Jakarta : EGC 75.Otto, Shirley E, 2005. Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC 76.
American Joint Cancer Comitee. 2012. Comparison Guide Cancer Staging Manual. AJCC: Chicago. www.cancerstaging.com
77.
Boediwarsono., Soebandiri., sugianto., Armi. A., Sedana. M.P., Ugroseno.,. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FK UNAIR: Surabaya 78.Mansjoer, A. 2001.Kapita Selecta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1. Jakarta: Aesculapius
79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. a. Pathway 88. 89.
Abnormalitas genetic, factor lingkungan, infeksi virus
90. Pembesaran kelenjar getah bening
91. Nyeri 92.
Gangguan termoregulasiResik
93.
Hipertermi Resiko terjadinya infeksi
94. Mendesak jaringan 95. sekitar
Mendesak pembuluh darah
Mendesak sel saraf
96. 97.
Sistem pernapasan
Sistem saraf
Sistem pencernaan
Paralisis faringeal
Efek hiperventilasi
Kesulitan menelan
Produksi asam lambung meningkat
98.
Pa O2menurun
99.
PCO2 100. meningkat
101.
Sesak napas
102. Peningkatan produksi sekret 103.
Penurunan nafsu makan
Peristaltik menurun
Penurunan
Sistem muskuluskletal
Sesak napas Penurunan suplai oksigen kejaringan
Peningkatan metabolisme anaerob
104.
Pola napas 106. tidak efektif
107.
↑
Mual, nyeri lambung konstipasi
109. 110. 111. 112.
Tindakan
Koping tidak efektif
Kecemasan
105.
Jalan nafas tidak efektif 108.
Respons psikososial
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Peningkatan produksi asam laktat
Kelemahan fisik umum,odem
Intoleransi aktivitas