MAKALAH PENYAKIT DISPEPSIA ( Dyspepsia) Dyspepsia)
Disusun untuk memenuhi tugas Promosi Kesehatan
Dosen Pengampu : Darmasta Maulana S. Kep. M. Kes
Disusun Oleh :
Satya Putra Lencana M11.01.0015
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MADANI YOGYAKARTA
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2012
BAB I PENDAHULUAN
A. Pengertian
Dyspepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan (Arif, 2000).Dyspepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual,kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang, sendawa (Dharmika, 2001). Sedangkan menurut Aziz (1997), sindrom dyspepsia merupakan kumpulan gejala yang sudah dikenal sejak lama, terdiri dari rasa nyeri epigastrium, kembung, rasa penuh, serta mual-mual.
B. Etiologi
Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju esofagus (saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab dispepsia secara rinci adalah: 1.
Menelan udara (aerofagi)
2.
Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
3.
Iritasi lambung (gastritis)
4.
Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
5.
Kanker lambung
6.
Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
7.
Intoleransi
laktosa
(ketidakmampuan
mencerna
susu
dan
produknya) 8.
Kelainan gerakan usus
9.
Stress psikologis, kecemasan, atau depresi
10.
Infeksi Helicobacter pylory
Penyebab dyspepsia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : a. Dyspepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya (misalnya tukak peptic, gastritis, pankreastitis, kolesistitis dan lainnya). b. Dyspepsia non organik atau dyspepsia fungsional atau dyspepsia non ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya.
C. Manifestasi Klinis
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi tiga tipe : 1.
Dyspepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala : a.
Nyeri epigastrum terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid c. Nyeri saat lapar d. Nyeri episodic
2.
Dyspepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala
seperti : a. Mudah kenyang b. Perut cepat terasa penuh saat makan c. Mual d. Muntah e. Upper abdominal boating f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan 3.
Dyspepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas)
(Mansjoer, et al, 2007). Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung). Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.
D. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alcohol serta adanya kondisi kejiwaan stress. Pemasukan makanan menjadi kurang dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung. Kondisi Demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.
E. Pathway
Stimulan kimiawi
Termal
Erosit
Iritasi lambung
Kecemasan
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Nyeri epigastrium
Dispepsia
Anoreksia
Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit
F. Pemeriksaan laboratorium
1.
Laboratorium : lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan
penyebab organic lainnya sperti antara lain pankreatitis kronis, DM. pada dyspepsia biasanya hasil laboratorium dalam batas normal. 2.
Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi
helicobacter pylori. 3.
Endoskopi a. CLO (Rapid urea test) b. Patologi anatomi c. Kultur mikroorganisme jaringan d. PCR (Polymerase Chain Reaction)
G. Penatalaksanaan
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996, ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat. Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu: 1.
Antasid 20-150 ml/hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terusmenerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk mengurangi rasa nyeri. Mg
triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2. 2.
Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif. 3.
Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin. 4.
Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol. 5.
Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk
lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA). 6.
Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan
refluks
esofagitis dengan mencegah refluks
dan
memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance) (Mansjoer et al, 2007). Psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti- depresi dan cemas)
7.
Pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi (Sawaludin, 2005) Sedangkan penatalaksanaan Non Farmakologinya adalah sebagai berikut : a. Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung b. Menghindari faktor resiko sepeti alcohol, makanan yang pedas, obatobatan yang belebihan, nikotin rokok, dan stress c. Atur pola makan
H. Diagnosa Banding
1.
Penyakit Reflulis Gastro Esofadeal (PRGE).
Sebagian kasus PRGE tidak memperlihatkan kelainan mukosa yang jelas. Bila diduga adanya PRGE, maka pemeriksaan pH esophagus dalam bentuk pemantauan 24 jam dapat membedakannya dengan dyspepsia 2.
Irritable Bowel Syndrome (IBS).
Keluhan klien harus dideskripsikan lebih spesifik. Pada IBS keluhan perut lebih bersifat difus dan terdapat gangguan pola defekasi
I. Prognosis
Dyspepsia yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat mempunyai prognosis yang baik.
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan
yaitu
:
Mengumpulkan
data,
mengelompokkan
data
dan
menganalisa data. Data fokus yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar tiba-tiba). (Mansjoer A, 2000, Hal. 488). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan lain, perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya (Warpadji Sarwono, et all, 1996, hal. 26)
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Inayah (2004) bahwa diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada klien dengan dispepsia. 1.
Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa
lambung.
2.
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak
setelah makan, anoreksia. 3.
Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
adanya mual, muntah 4.
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya
C. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menngulangi masalah keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan. 1.
Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa
lambung. a. Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri, dengan kriteria klien melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri b. Intervensi 1)
Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 0 – 10)
2)
Berikan istirahat dengan posisi semifowler
3)
Anjurkan klien untuk menghindari makanan yang dapat
meningkatkan kerja asam lambung 4)
Anjurkan klien untuk tetap mengatur waktu makannya
5)
Observasi TTV tiap 24 jam
6)
Diskusikan dan ajarkan teknik relaksasi
7) 2.
Kolaborasi dengan pemberian obat analgesic
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak
setelah makan, anoreksia. a. Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan
individu,
dengan
kriteria
menyatakan
pemahaman
kebutuhan nutrisi b. Intervensi 1)
Pantau dan dokumentasikan dan haluaran tiap jam secara
adekuat 2)
Timbang BB klien
3)
Berikan makanan sedikit tapi sering
4)
Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat
badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare. 5)
Kaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai.
6)
Monitor intake dan output secara periodik.
7)
Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika
ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
3.
Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
adanya mual, muntah a. Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang perlu untuk memperbaiki defisit cairan, dengan kriteria mempertahankan / menunjukkan perubaan keseimbangan cairan, dibuktikan stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik. b. Intervensi 1)
Awasi tekanan darah dan nadi, pengisian kapiler, status
membran mukosa, turgor kulit 2)
Awasi jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran urine
dengan akurat 3)
Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan
penggunaan laksatif/diuretik 4)
Identifikasi rencana untuk meningkatkan/mempertahankan
keseimbangan cairan optimal misalnya : jadwal masukan cairan 5) 4.
Berikan/awasi hiperalimentasi IV
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya a. Tujuan : Mendemonstrasikan
koping
yang
positif
dan
mengungkapkan
penurunan kecemasan, dengan kriteria menyatakan pemahaman tentang penyakitnya.
b. Intervensi 1)
Kaji tingkat kecemasan
2)
Berikan
dorongan
dan
berikan
waktu
mengungkapkan pikiran dan dengarkan semua keluhannya 3)
Jelaskan semua prosedur dan pengobatan
4)
Berikan dorongan spiritual
untuk
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2 Jakarta, EGC Inayah Iin, 2004, Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan, edisi pertama, Jakarta, Salemba Medika. Manjoer, A, et al, 2000, Kapita selekta kedokteran, edisi 3, Jakarta, Medika aeusculapeus Suryono Slamet, et al, 2001, buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 2, edisi , Jakarta, FKUI Doengoes. E. M, et al, 2000, Rencana asuhan keperawatan, edisi 3 Jakarta, EGC Price & Wilson, 1994, Patofisiologi, edisi 4, Jakarta, EGC Warpadji Sarwono, et al, 1996, Ilmu penyakit dalam, Jakarta, FKUI