Referat Stroke Non-Haemorrhagic (NHS) PENDAHULUAN Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10 - 20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan iskemia otak sepintas (transient ischemic attack TIA).1 Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat, tepat, dan cermat.1 Secara umum, terdapat dua jenis stroke, yaitu: 1.
Stroke nonhemoragik atau stroke iskemik, dimana didapatkan penurunan aliran darah
sampai di bawah titik kritis, sehingga terjadi gangguan fungsi pada jaringan otak. 2.
Stroke hemoragik, dimana salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma, mikroaneurisma,
kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek.2 Dalam referat ini, kami akan membahas lebih dalam mengenai Stroke Nonhemoragik atau Stroke Iskemik.
EPIDEMIOLOGI Setiap tahunnya, 200 dari tiap 100.000 orang di Eropa menderita strok, dan menyebabkan kematian 275.000 - 300.000 orang Amerika. Di pusat-pusat pelayanan neurologi di Indonesia jumlah penderita gangguan peredaran darah otak (GPDO) selalu menempati urutan pertama dari seluruh penderita rawat inap. Stroke nonhemoragik lebih sering didapatkan dari stroke hemoragik.2,3 Insidensi menurut umur, bisa mengenai semua umur, tetapi secara keseluruhan mulai meningkat pada usia dekade ke-5. Insidensi juga berbeda menurut jenis gangguan. Gangguan pembuluh darah otak pada anak muda juga banyak didapati akibat infark karena emboli, yaitu mulai dari usia di bawah 20 tahun dan meningkat pada dekade ke 4 hingga ke 6 dari usia, lalu menurun, dan jarang dijumpai pada usia yang lebih tua.3
ETIOLOGI Stroke sebagai diagnosa klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral, dapat dibagi dalam: 1.
Transient Ischemic Attack (TIA): Gejala neurologi yang timbul akan hilang dalam waktu
kurang dari 24 jam 2.
Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND) : Gejala neurologi yang timbul akan
hilang dalam waktu lebih 24 jam, tetapi tidak lebih 1 minggu 3.
Stroke in evolution
4.
Completed Stroke, dimana gejala sudah menetap, yang bisa dibagi lagi dalam:
·
Completed stroke yang hemoragik
·
Completed stroke yang non-hemoragik4
Penyebab dari strok non-hemoragik, antara lain:3 1.
Infark otak Emboli (15-20%) Emboli dapat terbentuk dari gumpalan darah, kolesterol, lemak, fibrin, trombosit, udara, tumor, metastase, bakteri, atau benda asing.3 a. Emboli kardiogenik · Fibrilasi atrium atau aritmia lain · Thrombus mural ventrikel kiri · Penyakit katup mitral atau aorta · Endokarditis (infeksi atau non-infeksi) b. Emboli paradoksal (foramen ovale paten) c. Emboli arkus aorta
2.
Trombosis (75-80%) Oklusi vaskular hampir selalu disebabkan oleh trombus, yang terdiri dari trombosit, fibrin, sel eritrosit, dan leukosit.3 a. Penyakit ekstrakranial · Arteri karotis interna · Arteri vertebralis b. Penyakit intracranial · Arteri karotis interna · Arteri serebri media · Arteri basilaris · Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)3
3.
Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan) (5%) ·
Trombosis sinus dura
·
Diseksi arteri karotis atau vertebralis
·
Vaskulitis sistem saraf pusat
·
Penyakit moya-moya
·
Migren
·
Kondisi hiperkoagulasi3
PATOFISIOLOGI STROK ISKEMIK Vaskularisasi Serebrum Arteri Otak Otak disuplai oleh dua a. Carotis interna dan dua a. Vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus Willisi (circulus arteriosus).5 Arteri Carotis Interna A.carotis interna keluar dari sinus cavernosus pada sisi medial processus clinoideus anterior dengan menmbus duramater. Kemudian arteri ini membelok ke belakang menuju sulcus cerebri lateralis. Di sini, arteri ini bercabang menjadi a.cerebri anterior dan a.cerebri media.5 Vasc-02 Vaskularisasi Serebrum (Dikutip dari kepustakaan no.6) Cabang-cabang serebral a.carotis interna: A.opthalmicus dipercabangkan sewaktu a.carotis interna keluar dari sinus cavernosus. Pembuluh ini masuk orbita melalui canalis opticus, di bawah dan lateral terhadap n.opticus. A.communicans posterior adalah pembuluh kecil yang berjalan ke belakang untuk bergabung dengan a.cerbri posterior.
A.choroidea, sebuah cabang keci, berjalan ke belakang, masuk ke dalam cornu inferior ventrikulus lateralis, dan berakhir di dalam plexus choroideus. A.cerebri anterior berjalan ke depan dan medial, masuk ke dalam fisura longitudinalis cerebri. Arteri tersebut bergabung dengan arteri yang sama dari sisi yang lain melalui a.communicans anterior. Pembuluh ini membelok ke belakang di atas corpus callosum, dan cabang-cabang korikalnya menyuplai permukaan medial korteks serebri sampai ke sulcus parietoociptalis. Pembuluh ini juga menyuplai sebagian cortex selebar 1 inci pada permukaan lateral yang berdekatan. Dengan demikian a.cerebri anterior menyuplai “area tungkai’ gyrus precentralis. A.cerebri media, adalah cabang terbesar dari a.carotis interna, berjalan ke lateral dalam sulcus lateralis. Cabang-cabang cortical menyuplai seluruh permukaan lateral hemisfer, kecuali daerah sempit yang disuplai oleh a.cerebri anterior, polus occipitalis dan permukaan inferolateral hemisfer yang disuplai oleh a.cerebri posterior. Dengan demikian, arteri ini menyuplai seluruh area motoris kecuali “area tungkai”.5 Arteri Vertebralis A.vertebralis, cabang dari bagian pertamaa a.subclavia, berjalan ke atas melalui foramen processus transversa vertebra C1-6. Pembuluh ini masuk tengkorak melalui foramen magnum dan berjalan ke atas, depan, dan medial medula oblongata. Pada bagian bawah pons, arteri ini bergabung dengan arteri dari sisi lainnya membentuk a.basilaris.5 Arteri Basilaris A.basilaris, dibentuk dari gabungan kedua a.vertebralis, berjalan naik di dalam alur pada permukaan anterior pons. Pada pinggir atas pons bercabang dua menjadi a.cerebri posterior. A.cerebri posterior pada masing-masing sisi melengkung ke lateral dan belakang di sekeliling mesencephalon. Cabang-cabang kortikal menyuplai permukaan
inferolateral lobus temporalis dan permukaan lateral dan medial lobus occipitalis. Jadi menyuplai korteks visual.5 Circulus Willisi Circulus Willisi terletak di dalam fossa interpeduncularis pada dasar otak. Circulus ini dibentuk oleh anastomosis antara kedua a.carotis interna dan kedua a.vertebralis. A.communicans anterior, a.cerebri anterior, a.carotis interna, a.communicans posterior, a.cerebri posterior, dan a.basilaris ikut membentuk circulus ini. Circulus Willisi ini memungkinkan darah yang masuk melalui a.carotis interna atau a.vertebralis didistribusikan
ke
etiap
bagian
dari
kedua
hemisferium
cerebri.5
Vasc-03 Circulus Willisi (dikutip dari kepustakaan no.6) Vena Otak Vena-vena otak keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis. Terdapat vena-vena cerebri, cerebelli, dan batang otak. V.magna cerebri dibentuk dari gabungan kedua v.interna cerebri dan bermuara ke dalam sinus rectus.5 Mekanisme terjadinya stroke iskemik Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem aretri ke otak sebagai suatu embolus.7 Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada orang usia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah
sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Pangkal arteri karotis interna (tempat arteri karotis komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna) merupakan tempat tersering terbentuknya aterosklerosis.8 Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupaka respon vaskuler reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara lapisan araknoid dan piamater meninges.9
Stroke Trombotik Trombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah salah satu subtipe stroke iskemik. Sebagian besar dari stroke jenis ini terjadi saat tidur, saat pasien relatif mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan stenosis di arteri karotis interna, atau, yang lebih jarang, di pangkal arteri serebri media atau di taut arteri vertebralis dan basilaris. Tidak seperti trombosis arteri koronaria yang oklusi pembuluh darahnya cenderung terjadi mendadak dan total, trombosis pembuluh darah otak cenderung memiliki awitan bertahap, bahkan berkembang dalam beberapa hari. Pola ini menyebabkan timbulnya istilah “stroke-in-evolution”.7 Akibat dari penyumbatan pembuluh darah karotis bervariasi dan sebagian besar tergantung pada fungsi sirkulus Willisi. Bila sistem anastomosis arterial pada dasar otak ini dapat berfungsi normal, maka sumbatan arteri karotis tidak akan memberikan gejala, seperti yang terjadi pada kebanyakan penderita. Sirkulasi pada bagian posterior tidak memiliki derajat perlindungan anastomosis yang sama, dan penyumbatan aterosklerotik dari arteri basilaris selalu mengakibatkan kejadian yang lebih berat, dan biasanya fatal. Penyumbatan arteri vertebralis, boeh jadi tidak memberikan gejala.7 Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis parsial adalah defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau tekanan darah sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik intraarteri, aliran darah
mungkin bergantung pada tekanan intravaskular yang tinggi. Penurunan mendadak tekanan tersebut dapat menyebabkan penurunan generalisata CBF, iskemia otak, dan stroke. Dengan demikian, hipertensi harus diterapi secara hati-hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.7
Stroke Embolik Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat, atau asal embolus. Asal stroke embolik dapat suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Trombus embolik ini sering tersangkut di bagian pembuluh darah yang mengalami stenosis. Stroke kardioembolik, yaitu jenis stroke embolik tersering, didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti fibrilasi atrium atau apabila pasien baru mengalami infark miokardium yang mendahului terjadinya sumbatan mendadak pembuluh besar otak. Embolus berasal dari bahan trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis. Karena biasanya adalah bekuan yang sangat kecil, fragmen-fragmen embolus dari jantung mencapai otak melalui arteri karotis atau vertebralis. Dengan demikian, gejala klinis yang ditimbulkannya bergantung pada bagian mana dari sirkulasi yang tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan di percabangan arteri sebelum tersangkut.7 Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah sehingga gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di sebelah hilir dan menimbukan gejala-gejala fokal. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki resiko yang lebih besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari, saat terjadi perdarahan petekie atau bahkan perdarahan besar di jaringan yang mengalami infark beberapa jam atau mungkin hari setelah proses emboli pertama. Penyebab perdarahn tersebut adalah bahwa struktur dinding arteri sebelah distal dari oklusi embolus
melemah atau rapuh karena kekurangan perfusi. Dengan demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat menyebabkan perdarahan arteriol atau kapiler di pembuluh tersebut.7 Stroke-3 Mekanisme Kerusakan Sel-Sel Saraf pada Stroke Iskemik7 Sebagian besar stroke berakhir dengan kematian sel-sel di daerah pusat lesi (infark) tempat aliran darah mengalami penurunan drastis sehingga sel-sel tersebut biasanya tidak dapat pulih. Ambang perfusi ini biasanya terjadi apabila CBF hanya 20% dari normal atau kurang. CBF normal adalah sekitar 50ml/100g jaringan otak / menit. Mekanisme cedera sel akibat stroke adalah sebagai berikut: 1.
Tanpa obat-obat neuroprotektif, sel-sel saraf yang mengalami iskemia 80% atau
lebih (CBF 10ml/100g jaringan otak / menit) akan mengalami kerusakan ireversibel dalam beberapa menit. Daerah ini disebut pusat iskemik. Pusat iskemik dikelilingi oleh daerah lain jaringan yang disebut penumbra iskemik dengan CBF antara 20% dan 50% normal (10 sampai 25ml/100g jaringan otak / menit). Sel-sel neuron di daerah ini berada dalam bahaya tetapi belum rusak secara ireversibel. Terdapat bukti bahwa waktu untuk timbulnya penumbra pada stroke dapat bervariasi dari 12 sampai 24 jam. 2.
Secara cepat dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah penumbra,
cedera dan kematian sel otak berkembang sebagi berikut: ·
Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan kemampuan untuk
menghasilkan energi, terutama adenosin trifosfat (ATP) ·
Apabila terjadi kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel berhenti
berfungsi, sehingga neuron membengkak ·
Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energi ini adalah dengan
meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah masalah adalah proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan neurotransmitter eksitatorik glutamat yang berlebihan. Glutamat yang dibebaskan ini merangsang aktivitas kimiawi dan
listrik di sel otak lain dengan melekat ke suatu molekul di neuron lain, reseptor Nmetil-D-aspartat (NMDA). Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim nitrat oksida sintase (NOS), yang menyebabkan terbentuknya gas nitrat oksida (NO). Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah besar sehingga terjadi pengurian dan kerusakan struktur-struktur yang vital. Proses ini terjadi melalui perlemahan asam deoksiribnukleosida (DNA) neuron. ·
NO dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan kerusakan dan kematian neuron.
Obat yang dapat menghambat NOS atau produksi NO mungkin akan bermanfaat untuk mengurangi kerusakan otak akibat stroke. ·
Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang mencerna
protein sel) yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang mencerna membran sel), dan radikal bebas yang terbentuk akibat jejas iskemik.7
MANIFESTASI KLINIS Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya. Sebagian besar kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat, dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit.9,10 Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya defisit neurologik secara mendadak/subakut, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Sedangkan stroke iskemik akibat emboli serebri didapatkan pada usia lebih muda, terjadi mendadak dan pada waktu beraktifitas. Kesadaran dapat menurun bila emboli cukup besar.9,10 Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasilaris. Gangguan pada salah satu atau kedua sistem tersebut akan memberikan gejala klinis tertentu.11 A. Gangguan pada sistem karotis Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media) dapat terjadi gejala: · Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di lengan dan tungkai
sesisi
· Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada lengan dan tungkai sesisi (hemiparesis/hemiplegi) · Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata atau sulit mengerti pembicaraan orang lain, ataupun keduanya (afasia) · Gangguan pengelihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh lapangan pandang (hemianopsia) ·
Mata selalu melirik ke satu sisi
·
Kesadaran menurun
·
Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya11
Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat terjadi gejala: · Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa · Ngompol (inkontinensia urin) · Penurunan kesadaran · Gangguan mengungkapkan maksud11
Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior), dapat memberikan gejala:
· Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan pandang pada satu sisi atau separuh lapangan pandang pada kedua mata. Bila bilateral disebut cortical blindness. · Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh sisi tubuh. · Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba atau mendengar suaranya.11
B. Gangguan pada sistem vertebrobasilaris Gangguan pada sistem vertebrobasilaris dapat menyebabkan gangguan penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital, gangguan nervus kranialis bila mengenai batang otak, gangguan motorik, gangguan koordinasi, drop attack, gangguan sensorik dan gangguan kesadaran.9,10 Selain itu juga dapat menyebabkan: · Gangguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia, sehingga jalan sempoyongan · Kehilangan keseimbangan · Vertigo · Nistagmus11 Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan sensorik kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese yang disertai kejang. Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai hemiplegi, ini berarti terdapat lesi pada kapsula interna.9 Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans, tanda-tanda
serebelar, nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu juga dapat terjadi gangguan sensoris, disartri, gangguan menelan, dan deviasi lidah.9
Berikut ini akan
dijelaskan macam-macam faktor risiko strok nonhemoragik
berulang. Usia Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia hingga makin bertambah usia makin tinggi kemungkinan mendapat strok. Dalam statistik faktor ini menjadi 2 x lipat setelah usia 55 tahun. Dari berbagai penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar pula risiko terkena strok. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi (penuan) yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh darahnya lebih kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).7 Kelainan Jantung Infark miokardial Antara 3‐4% penderita infark miokardial di kemudian hari mengalami strok embolik. Risiko terbesar berada dalam satu bulan setelah terjadi infark miokardial. Aterosklerosis mendasari terjadinya infark miokardial maupun strok iskemik. Infark miokardial akan menimbulkan kerusakan pada dinding jantung ataupun fibrilasi atrium yang menetap; keduanya memudahkan terjadinya trombus yang pada suatu saat dapat terlepas atau pecah dan berubah menjadi emboli untuk kemudian masuk ke dalam aliran darah otak.7 Fibrilasi atrial
Seorang penderita yang mengalami fibrilasi atrial memiliki risiko 3‐5 kali lipat untuk mengalami strok. Secara keseluruhan, 15% kasus strok iskemik disebabkan oleh fibrilasi atrial. Denyut jantung yang tidak efektif karena adanya fibrilasi atrial akan menyebabkan darah mengumpul di dinding jantung; hal demikian ini akan memudahkan terbentuknya trombus dan pada suatu saat trombus ini dapat terlepas dari dinding jantung dan berubah menjadi emboli untuk kemudian masuk ke dalam aliran darah otak.7 Hipertensi Strok berulang sering terjadi pada pasien yang kurang kontrol tekanan darah. Makin tinggi tensi darah makin tinggi kemungkinan terjadinya strok, baik strok nonhemoragik maupun strok hemoragik. Hipertensi merupakan faktor risiko strok yang paling penting, meningkatkan risiko strok 2‐4 kali lipat, tidak tergantung pada faktor risiko lainnya. Peningkatan tekanan sistolik maupun diastolik berkaitan dengan risiko yang lebih tinggi. Untuk setiap kenaikan tekanan diastolik sebesar 7,5 mmHg maka risiko strok meningkat 2 kali lipat. Apabila hipertensi dapat dikendalikan dengan baik maka risiko strok turun sebanyak 28‐38%.7 Diabetes Mellitus Diabetes mellitus meningkatkan risiko strok sebanyak 1‐3 kali lipat dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami diabetes mellitus. Diabetes mellitus meningkatkan risiko strok melalui beberapa mekanisme yang saling berkaitan, yang bermuara pada terbentuknya plaque aterosklerotik. Plaque pada diabetes mellitus banyak dijumpai di cabang‐cabang arteri serebral yang kecil. Plaque tersebut akan menyempitkan diameter pembuluh darah kecil yang kemudian dapat menimbulkan strok. Pada penderita diabetes mellitus, terjadi hiperviskositas darah, kerusakan kronik aliran darah otak dan autoregulasi, deformabilitas sel darah merah dan putih yang menurun,
disfungsi sel endotel, hiperkoagulabilitas, terganggunya sintesa prostasiklin yang menyebabkan meningkatnya agregasi trombosit dan kemungkinan disfungsi otot polos arterioler kortikal dan endotelium yang penting untuk kolateral.7 Dislipidemia Hiperlipidemia menunjukkan adanya kadar kolesterol total lebih dari 240 mg%. Hiperlipidemia bukan merupakan faktor risiko strok secara langsung. Hal ini berbeda dengan penyakit koroner yang jelas berhubungan dengan hiperlipidemia. Namun demikian, dari berbagai penelitian terungkap bahwa dengan menurunkan kadar kolesterol total maka risiko untuk terjadinya strok juga menurun.7 Sehubungan dengan penyakit serebrovaskular secara spesifik, meningginya kadar kolesterol total dan low density lipoprotein (LDL) berkaitan erat dengan terjadinya aterosklerosis karotis; sementara itu peningkatan kadar high density lipoprotein (HDL) menimbulkan dampak sebaliknya.7 Kolesterol: Pada umumnya dikatakan bahwa tak ada hubungan bermakna antara kolesterol plasma dan risiko strok, hanya The Copenhagen City Heart Study mengatakan bahwa kolesterol berhubungan dengan risiko strok non hemoragik, bila kolesterol lebih dari 8 mmol/l (310 mg persen).7 HDL Kolesterol: Pada umumnya dikatakan bahwa terdapat hubungan terbalik antara HDL kolesterol dari risiko strok. Hanya Framingham study mengatakan tak ada efek protektif dan HDL kolesterol yang tinggi untuk strok iskemik.7 LDL Kolesterol: LDL kolesterol adalah faktor risiko yang penting untuk timbulnya aterosklerosis dan secara tak langsung mempengaruhi strok iskemik Trigliserida: Terdapat pertentangan pendapat, penyelidikan terbaru mengatakan bahwa trigliserida postprandial yang tinggi hubungan dengan aterosklerosis dari arteria karotis eksterna.7
PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap, gula darah sewaktu, fungsi ginjal (ureum, kreatinin, dan asam urat), fungsi hati (GOT/GPT), protein darah (albumin, globulin), profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida), analisa gas darah, dan elektrolit. Pada pungsi lumbal, ditemukan likuor serebrospinalis jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang dari 500.8,9,12 Radiologis Pemeriksaan rontgen dada untuk melihat ada atau tidaknya infeksi paru maupun kelainan jantung. Sedangkan pada pemeriksaan CT Scan Kepala: dapat dilihat adanya daerah hipodens yang menunjukkan infark/iskemik dan edema.10,12 Pemeriksaaan penunjang lainnya: · EKG · Echocardiography · Transcranial Doppler12
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan gejalagejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan pembuluh darah otak tertentu.9,10,11 Anamnesis: Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat, onset, nyeri kepala/tidak, kejang/tidak, muntah/tidak, kesadaran menurun, serangan pertama atau berulang. Juga bisa didapatkan informasi mengenai faktor resiko stroke. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, ras, dan genetik. Sementara faktor resiko yang dapat diubah adalah hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, riwayat TIA/ stroke sebelumnya, merokok, kolesterol tinggi dalam darah, dan obesitas.10,12 Pemeriksaan fisis: Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale), tanda vital. Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan untuk melihat apakah ada deficit neurologis, tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda peningkatan TIK, ataupun tanda-tanda ransang meninges.10,12 Alat bantu skoring: Skor Hasanuddin. Penggunaan skor Hasanuddin turut dilakukan dalam membantu mendiagnosa stroke pada sebelum atau tanpa adanya CT scan. Bagi stroke iskemik skornya kurang atau sama dengan15.9 Skor Hasanuddin
Kesadaran menurun Menit – 1 jam
= 10
1 jam – 24 jam
= 7,5
Sesaat tapi pulih kembali
=6
>= 24 jam
=1
Tidak ada
=0
Waktu serangan Sedang beraktifitas
= 6,5
Tidak beraktifitas
=1
Sakit kepala Sangat hebat
= 10
Hebat
= 7,5
Ringan
=1
Tidak ada
=0
Muntah proyektil Menit – 1 jam
= 10
1 jam - 24 jam
= 7,5
>24 jam
=1
Tidak ada
=0
Tekanan darah saat serangan > 220/110
= 7,5
< 220/110
=1
Pemeriksaan penunjang: Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke yang terjadi. Pada stroke non-hemoragik, ditemukan gambaran lesi hipodens dalam parenkim otak. Sedangkan dengan pemeriksaan MRI menunjukkan area hipointens.10 Menurut perjalanan penyakitnya, diagnosis dapat dibedakan menjadi: 1. Transient Ischemic Attack (TIA) Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak yang akan menghilang dalam waktu 24 jam. Diagnosa T.I.A berimplikasi bahwa lesi vascular yang terjadi bersifat reversible dan disebabkan embolisasi.9,11 2. Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND). Gejala neurologik yeng timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu. Ini menggambarkan gejala yang beransur-ansur dan bertahap. RIND ini pula berimplikasi bahwa lesi intravaskular yang sedang menyumbat arteri serebral berupa timbunan oleh fibrin dan trombosit.9,11 3. Stroke in evolution Gejala klinis semakin lama semakin berat. Ini dikarenakan gangguan aliran darah yang makin berat.11 4. Completed Stroke Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu.9,11
DIAGNOSIS BANDING 1.
Strok Hemoragik
2.
Ensefalopati toksik/metabolic
3.
Ensefalitis
4.
Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma epidural, tumor
otak) 5.
Kelainan non neurologis / fungsional (contoh: kelainan jiwa)
6.
Trauma kepala
7.
Ensefalopati hipertensif
8.
Migren hemiplegic
9.
Abses otak
10.
Sklerosis multipel11,12
PENATALAKSANAAN Strok adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya jenjang perubahan metabolik yang menimbulkan kerusakan saraf dengan lama bervariasi setelah terhentinya aliran darah kesuatu bagian otak. Dengan demikian, untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas perlu dilakukan intervensi secara cepat. Salah satu tugas terpenting dokter sewaktu menghadapi devisit neurologik akul, fokal, dan nonkonvulsif adalah menentukan apakah kausanya perdarahan atau iskemia-infark. Terapi darurat untuk kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena terapi untuk pembentukan trombus dapat memicu perdarahan pada stroke hemoragik. Pendekatan pada terapi darurat memiliki tiga tujuan: (1) mencegah cedera otak akut dengan memuliihkan perfusi kedaerah iskemik noninfark, (2) membalikkan cedera saraf sedapat mungkin, (3) mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel dari daerah penumbra iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang glutamat.7 Terapi pada stroke iskemik dibedakan pada fase akut dan pasca akut. Adapun penatalaksanaannya sebagai berikut: Fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit) Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian besar cedera jaringan neuron dapat dipulihkan.Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa yang disebut sebagai strategi neuroprotektif.7
Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu / mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Secara umum dipakai patokan 5B, yaitu:3 1.
Breathing Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi paru-paru cukup baik. Pemberian oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.3
2.
Brain Posisi kepala diangkat 20-30 derajat. Udem otak dan kejang harus dihindari. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari keadaan penderta yang mengantuk, adanya bradikardi, atau dengan pemeriksaan funduskopi.3
3.
Blood § Jantung harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG. § Tekanan darah dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan sampai menurunkan perfusi otak. § Kadar Hb harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak § Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan drastis, lebih-lebih pada penderita dengan diabetes mellitus lama. § Keseimbangan elektrolit dijaga.3,10
4.
Bowel Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau pasien tidak sadar, dianjurkan melalui pipa nasogastrik.10
5.
Bladder Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan kateter intermiten steril atau kateter tetap yang steril, maksimal 5-7 hari diganti, disertai latihan buli-buli.10 Penatalaksanaan komplikasi:
· Kejang harus segera diatasi dengan diazepam/fenitoin iv sesuai protokol yang ada, lalu diturunkan perlahan. · Ulkus stres: diatasi dengan antagonis reseptor H2 · Peneumoni: tindakan fisioterapi dada dan pemberian antibiotik spektrum luas · Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan pemberian Mannitol bolus: 1 g/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan 0,25-0,5 g/kg BB setiap 6 jam selama maksimal 48 jam. Steroid tidak digunakan secara rutin.10 Penatalaksanaan keadaan khusus: · Hipertensi ü Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut hanya bila terdapat salah satu di bawah ini: Tekanan sitolik >220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit Tekanan darah arterial rata-rata >130-140 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit Disertai infark miokard akut/gagal jantung ü Penurunan tekanan darah maksimal 20% kecuali pada kondisi keempat, diturunkan sampai batas hipertensi ringan. ü Obat yang direkomendasikan: golongan beta bloker, ACE inhibitor, dan antagonis kalsium.10 · Hipotensi harus dikontrol sampai normal dengan dopamin drips dan diobati penyebabnya.10 · Hiperglikemi harus diturunkan hingga GDS: 100-150 mg% dengan insulin subkutan selama 2-3 hari pertama.10 · Hipoglikemi diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai normal dan penyebabnya diobati,10 ·
Hiponatremia
dikoreksi
dengan
larutan
NaCl
3%.10
Penatalaksanaan spesifik: ·
Pada fase akut dapat diberikan:
Pentoksifilin infus dalam cairan ringer laktat dosis 8mg/kgbb/hari Aspirin 80 mg per hari secara oral 48 jam pertama setelah onset · Dapat dipakai neuroprotektor: piracetam, cithicolin, nimodipin.10 Fase Pasca Akut Pada fase paska akut dapat diberikan: · Pentoksifilin tablet: 2 x 400 mg · ASA dosis rendah 80-325 mg/hari · Neuroprotektor 10
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan rehabilitasi
penderita,
dan
pencegahan
terulangnya
strok.9
Rehabilitasi Strok merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka paling penting pada masa ini ialah upaya membetasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, ‘terapi wicara’ dan psikoterapi. Rehabilitasi segera dimulai begitu tekanan darah, denyut nadi, dan pernafasan penderita stabil.9
Tujuan rehabilitasi ialah: · Memperbaiki fungsi motoris, bicara, dan fungsi lain yang terganggu
· Adaptasi mental, sosial dari penderita stroke, sehingga hubungan interpersonal menjadi normal · Sedapat mungkin harus dapat melakukan aktivitas sehari-hari9
Prinsip dasar rehabilitasi: ·
Mulai sedini mungkin
·
Sistematis
·
Ditingkatkan secara bertahap
·
Rehabilitasi yang spesifik sesuai dengan defisit yang ada9
Terapi preventif Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru. Ini dapat dicapai dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktorfaktor risiko strok : 1.
Pengobatan hipertensi
2.
Mengobati diabetes mellitus
3.
Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
4.
Berolahraga teratur.
PENCEGAHAN A. 1.
Pencegahan primer Strategi kampanye nasional yang terintegrasi dengan program
pencegahan penyakit vaskular lainnya 2.
Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas stroke:
· Menghindari: rokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya · Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan · Mengendalikan: hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainnya. ·
Menganjurkan:
konsumsi
gizi
seimbang
dan
olahraga
B.
Pencegahan sekunder
1.
Modifikasi gaya hidup beresiko strok dan faktor resiko lainnya
teratur
Hipertensi: diet, obat antihipertensi yang sesuai Diabetes melitus: diet, OHO/insulin Dislipidemia: diet rendah lemak dan obat antidilipidemia Berhenti merokok Hindari alkohol, kegemukan, dan kurang gerak Hiperurisemia: diet, antihiperurisemia 2.
Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin.
3.
Obat-obatan yang digunakan: Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagi obat pilihan pertama, dengan dosis berkisar 80-320 mg/hari Antikoagulan oral (warfarin/dikumarol) diberikan pada pasien dengan faktor risiko penyakit jantung.1 PROGNOSIS Prognosis stroke secara umum adalah ad vitam. Tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul.12 Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran status neurologik setelah dirawat. Sebagian disebakan edema otak dan iskemi otak. Sekitar 10% pasien dengan stroke iskemik akan membaik
dengan fungsi normal. Prognosis lebih buruk pada pasien dengan kegagalan
jantung
kongestif
dan
penyakit
jantung
koroner.9
SIMPULAN Strok adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis (deficit neurologis fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, yang semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak karena berkurangnya suplai darah (strok nonhemoragik / strok iskemik) atau pembuluh darah spontan (stok hemoragik). Penyebab strok iskemik dikarenakan trombus dan emboli. Gejala klinik yang dapat diperlihatkan oleh penderita strok iskemik terdiri dari 2 bagian yakni gangguan pada sistem karotis dan gangguan pembuluh darah vertebrobasilaris. Kebanyakan pada penderita strok iskemik pasien datang dengan defisit neurologis yang telah ada yang didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu istirahat dan kesadaran biasanya tidak menurun. Insidens penyakit strok iskemik hampir 55% terkena pada usia tua dengan umur ≥75 tahun. Sisanya yaitu sebanyak 35,8% adalah mereka yang berumur 65 tahun. Pengobatan iskemik strok dibagi menjadi 2 bagian yakni pengobatan pada fase akut dan fase sub akut. Pada fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit) sedangkan fase paska akut diberikan setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya strok. Adapun pencegahan dari strok itu
sendiri yakni pertama, dengan menjalankan perilaku hidup sehat sejak dini. Kedua, pengendalian faktor-faktor risiko secara optimal harus dijalankan. Ketiga, melakukan medical check up secara rutin dan berkala dan si pasien harus mengenali tanda-tanda dini strok.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Anonim. Stroke. Dalam: eds. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2. Edisi 3.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000. h.17-26. 2.
Tobing SML. Penanggulangan bencana peredaran darah di otak. Dalam: Cermin dunia
kedokteran. [online]. 1984. [cited 14 Mei 2010]. Nomor 34. Available from URL: http://www.kalbe.co.id/files/cak/files/07.PenanggulanganBencanaPeredaranOtak.pdf/07G 3.
Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005. h.81-82. 4.
Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds. Mardjono M,
Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat; 2004. h. 274-8. 5.
Snell RS. Kepala dan leher. Dalam: Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h.761-2 6.
Lisal, JI. Vaskularisasi SSP. Dalam: Kumpulan slide kuliah anatomi sistem neuropsikiatri.
Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2007.
7.
Hartwig M. Penyakit serebrovaskular. Dalam: Price SA,eds. Patofisiologi konsep klinis
proses-proses
penyakit.
Volume
2.
Edisi
6.
Jakarta:
Penerbit
Buku
Kedokteran
EGC;2005.h.1105-30. 8.
Morris JH. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V,eds. Buku ajar patologi. Volume
2. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2002. h.474-510. 9.
Anonimus. Gejala, diagnosa & terapi stroke non hemoragik (serial online) 2009 [cited
2010 May 15]. Available from: http://www.jevuska.com/2007/04/11/gejala-diagnosa-terapistroke-non-hemoragik. 10.
Anonim. Strok. Dalam: ed. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Standar pelayanan medik. Makassar: Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo; 2010. h.2-4. 11.
Anonim. Tanda-tanda dini gpdo. Dalam: eds.Harsono. Buku ajar neurologi klinis. Edisi
ketiga. Yogyakarta: Gadjah mada university press; 2005. h.67-70. 12.
Anonim. Stroke. Dalam: eds.Misbach J, Hamid A. Standar pelayanan medis dan standar
prosedur operasional 2006. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia; 2006. h.1923.