REFERAT STROKE ISKEMIK
Pembimbing : Dr. Maria Inggris, Sp.S
Disusun Oleh : Rabie’ah 11-2014-061
Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana RS Husada 1 Desember 2014 – 3 Januari 2015
BAB I PENDAHULUAN Stroke merupakan penyebab terbesar kecacatan fisik dan penyebab utama kematian di negara berkembang. Insidens stroke meningkat dengan bertambahnya usia, duapertiga penderita stroke berusia diatas 65 tahun, dan lebih banyak muncul pada laki-laki dibanding perempuan. Stroke dapat menyebabkan kehilangannya fungsi neurologis secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan aliran darah ke otak.1,2 Sebagian besar penyakit stroke datang tanpa peringatan. Ini berarti bahwa tata laksana stroke bertujuan untuk membatasi kerusakan pada otak, mengoptimalkan pemulihan, dan mencegah kekambuhan. Strategi pencegahan stroke sangatlah penting. Pencegahan difokuskan dengan mengobatu factor predisposisi stroke seperti hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, dan merokok.1 Stroke dapat disebabkan oleh oklusi pada arteri yang menimbulkan iskemi serebri atau infark serebri, dan dapat juga disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah arteri sehingga menimbulkan perdarahan intracranial.1,3
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. DEFINISI DAN ANATOMI Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal atau global yang berkembang cepat ( dalam detik atau menit). Gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi.4,5
Gambar 1.1 Vaskularisasi Otak Darah mengalir ke otak melalui dua arteri karotis dan dua arteri vertebralis. 6 Arteri karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. 7 Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi pada regio sentral dan lateral hemisfer. Arteri serebri anterior memberikan vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis bagian tengah, korpus kalosum dan nukleus kaudatus. Arteri serebri media memberikan vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan temporalis.8
3
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri basilaris dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri serebri posterior.7 Arteri vertebralis memberikan vaskularisasi pada batang otak dan medula spinalis atas. Arteri basilaris memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri serebri posterior memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis, sebagian kapsula interna, talamus, hipokampus, korpus genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid dan batang otak bagian atas. 7 II. ANGKA KEJADIAN Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah penyakit jantung koronen dan kanker di megara-negara berkembang. Negara berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Dua pertiga penderita stroke terjadi di negara yang sedang berkembang. Terdapat sekitar 13 juta korban stroke baru setiap tahun, dimana sekitar 4,4 juta diantaranya meninggal dalam 12 bulan.9 Insiden stroke atau angka kejadian stroke di seluruh dunia adalah 180 per 100.000
penduduk per tahun, atau hampir 0,2%. Sedangkan prevalensinya sekitar
500-600 per 100.000 penduduk, atau sekitar 0,5%.9 Data di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan kasus stroke baik dalam kematian, kejadian maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan usia sebesar : 15,9% (usia 45 – 55 tahun), 26,8% usia 55 – 65 tahun, dan 23,5% usia > 65 tahun. Sedangkan insiden stroke sebesar 51,6/ 100.000 penduduk dan kecacatan : 1,6% tidak berubah, 4,3% semakin memberat. Penderita laki-laki lebih banyak terserang stroke dibanding perempuan dengan profil usia < 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun sebesar 54,2%, dan usia > 65 tahun sebesar 33,5%. Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut, sehingga dapat menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara nasional di kemudian hari.9,10 Sampai saat ini stroke masih merupakan penyebab gangguan fungsional yang pertama, dan sebanyak 15 – 30 % penderita stroke mengalami kecacatan yang 4
permanen. Mayoritas stroke adalah infark serebral. Sekitar 85% dari semua stroke disebabkan oleh stroke iskemik atau infark.9,10 III. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO 3.1 ETIOLOGI Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik yaitu trombosis serebri atau emboli serebri.11 1. Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau cabangnya, biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering timbul selama tidur dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam atau hari.11 2. Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke dalam plak atau ulserasi di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala berdenyut.11 3.2 FAKTOR RESIKO Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang dapat di modifikasi.12 Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi : 1. Usia Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 55 tahun dan akan meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir 13% berumur di bawah 45 tahun.12 2. Jenis kelamin Laki-laki lebih berisiko terkena stroke daripada perempuan tetapi penelitian menyimpulkan bahwa justru lebih banyak perempuan yang meninggal krena stroke. Risiko stroke pria 1,25 kali lebih tinggi daripada 5
perempuan.12, 3. Heriditer Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke.13 4. Rasa atau etnik Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku Jawa (khususnya Yogyakarta).12 Faktor risiko yang dapat dimodifikasi : 1. Riwayat stroke Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai 42%.12 2. Hipertensi Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak.12,14 3. Penyakit jantung Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah otak.12 4. (DM) Diabetes mellitus Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena stroke dan mencapai tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun. Setelah itu, risiko tersebut
6
akan menurun. Namun, ada factor penyebab ain yang dapat memperbesar risiko stroke karena sekitar 40% penderita diabetes pada umumnya juga mengidap hipertensi.12 5. TIA Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam. Satu dari seratus orang dewasa di perkirakan akan mengalami paling sedikit satu kali TIA seumur hidup mereka, jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama.15,16 6. Hiperkolesterol Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma sehingga lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL. Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini secara langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl, trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk plak di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun di otak.12,16 7. Merokok Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan darah.12 IV. KLASIFIKASI 7
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral, dapat di bagi dalam : 4.1 Stroke non hemoragik, yang mencakup16 : a.
TIA (Transient Ischemic Attack)
b.
Stroke in-evolution
c.
Stroke trombotik
d.
Stroke embolik
e.
Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti tumor, abses, granuloma.
4.2 Berdasarkan subtipe penyebab : a.
Stroke lakunar Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadangkadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik atau hialin lipid salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna. Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis. Terdapat empat sindrom lakunar yang sering dijumpai :
Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior
Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna
Stroke sensorik murni akibat infark thalamus
Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan yang canggung akibat infark pons basal.17
b.
Stroke trombotik pembuluh besar Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, sat pasien relative mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan
yang
terkena.
Stroke
ini
sering
berkaitan
dengan
lesi
aterosklerotik.17,18
8
Hipertensi non simptomatik pada pasien berusia lanjut harus diterapi secara hati-hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya. c.
Stroke embolik Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari.18
d.
Stroke kriptogenik Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinis yang ekstensif.
V. PATOFISIOLOGI Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem aretri ke otak sebagai suatu embolus.17,18 Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada orang usia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Pangkal arteri karotis interna (tempat arteri karotis komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna) merupakan tempat tersering terbentuknya aterosklerosis.18 Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupaka respon vaskuler reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara lapisan araknoid dan piamater meninges.19
5.1 Stroke Trombotik Trombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah salah satu subtipe stroke iskemik. Sebagian besar dari stroke jenis ini terjadi saat tidur, saat 9
pasien relatif mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan stenosis di arteri karotis interna, atau, yang lebih jarang, di pangkal arteri serebri media atau di taut arteri vertebralis dan basilaris. Tidak seperti trombosis arteri koronaria yang oklusi pembuluh darahnya cenderung terjadi mendadak dan total, trombosis pembuluh darah otak cenderung memiliki awitan bertahap, bahkan berkembang dalam beberapa hari. Pola ini menyebabkan timbulnya istilah “stroke-in-evolution”. Akibat dari penyumbatan pembuluh darah karotis bervariasi dan sebagian besar tergantung pada fungsi sirkulus Willisi. Bila sistem anastomosis arterial pada dasar otak ini dapat berfungsi normal, maka sumbatan arteri karotis tidak akan memberikan gejala, seperti yang terjadi pada kebanyakan penderita. Sirkulasi pada bagian posterior tidak memiliki derajat perlindungan anastomosis yang sama, dan penyumbatan aterosklerotik dari arteri basilaris selalu mengakibatkan kejadian yang lebih berat, dan biasanya fatal. Penyumbatan arteri vertebralis, boeh jadi tidak memberikan gejala.17,19 Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis parsial adalah defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau tekanan darah sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik intraarteri, aliran darah mungkin bergantung pada tekanan intravaskular yang tinggi. Penurunan mendadak tekanan tersebut dapat menyebabkan penurunan generalisata CBF, iskemia otak, dan stroke. Dengan demikian, hipertensi harus diterapi secara hati-hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.17 5.2 Stroke Embolik Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat, atau asal embolus. Asal stroke embolik dapat suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Trombus embolik ini sering tersangkut di bagian pembuluh darah yang mengalami stenosis. Stroke kardioembolik, yaitu jenis stroke embolik tersering, didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti fibrilasi atrium atau apabila pasien baru mengalami infark miokardium yang mendahului terjadinya sumbatan mendadak pembuluh besar otak. Embolus berasal dari bahan trombotik 10
yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis. Karena biasanya adalah bekuan yang sangat kecil, fragmen-fragmen embolus dari jantung mencapai otak melalui arteri karotis atau vertebralis. Dengan demikian, gejala klinis yang ditimbulkannya bergantung pada bagian mana dari sirkulasi yang tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan di percabangan arteri sebelum tersangkut.17 Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah sehingga gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di sebelah hilir dan menimbukan gejala-gejala fokal. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki resiko yang lebih besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari, saat terjadi perdarahan petekie atau bahkan perdarahan besar di jaringan yang mengalami infark beberapa jam atau mungkin hari setelah proses emboli pertama. Penyebab perdarahn tersebut adalah bahwa struktur dinding arteri sebelah distal dari oklusi embolus melemah atau rapuh karena kekurangan perfusi. Dengan demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat menyebabkan perdarahan arteriol atau kapiler di pembuluh tersebut.17 5.3 Mekanisme Kerusakan Sel-Sel Saraf pada Stroke Iskemik Sebagian besar stroke berakhir dengan kematian sel-sel di daerah pusat lesi (infark) tempat aliran darah mengalami penurunan drastis sehingga sel-sel tersebut biasanya tidak dapat pulih. Ambang perfusi ini biasanya terjadi apabila CBF hanya 20% dari normal atau kurang. CBF normal adalah sekitar 50ml/100g jaringan otak / menit. Mekanisme cedera sel akibat stroke adalah sebagai berikut: 1.
Tanpa obat-obat neuroprotektif, sel-sel saraf yang mengalami iskemia 80% atau lebih (CBF 10ml/100g jaringan otak / menit) akan mengalami kerusakan ireversibel dalam beberapa menit. Daerah ini disebut pusat iskemik. Pusat iskemik dikelilingi oleh daerah lain jaringan yang disebut penumbra iskemik dengan CBF antara 20% dan 50% normal (10 sampai 25ml/100g jaringan otak / menit). Sel-sel neuron di daerah ini berada dalam bahaya tetapi belum rusak secara ireversibel. Terdapat bukti bahwa waktu untuk timbulnya penumbra pada stroke dapat bervariasi dari 12 sampai 24 jam.
2.
Secara cepat dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah penumbra, cedera dan kematian sel otak berkembang sebagi berikut:
11
Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan kemampuan untuk menghasilkan energi, terutama adenosin trifosfat (ATP) Apabila terjadi kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel berhenti berfungsi, sehingga neuron membengkak Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energi ini adalah dengan meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah masalah adalah proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan neurotransmitter eksitatorik glutamat yang berlebihan. Glutamat yang dibebaskan ini merangsang aktivitas kimiawi dan listrik di sel otak lain dengan melekat ke suatu molekul di neuron lain, reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA). Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim nitrat oksida sintase (NOS), yang menyebabkan terbentuknya gas nitrat oksida (NO). Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah besar sehingga terjadi pengurian dan kerusakan struktur-struktur yang vital. Proses ini terjadi melalui perlemahan asam deoksiribnukleosida (DNA) neuron. NO dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan kerusakan dan kematian neuron. Obat yang dapat menghambat NOS atau produksi NO mungkin akan bermanfaat untuk mengurangi kerusakan otak akibat stroke. Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang mencerna protein sel) yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang mencerna membran sel), dan radikal bebas yang terbentuk akibat jejas iskemik.17 VI. MANIFESTASI KLINIK Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya. Sebagian besar kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat, dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit.9,10 Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya defisit neurologik secara mendadak/subakut, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Sedangkan stroke iskemik akibat emboli serebri didapatkan pada usia lebih muda, terjadi mendadak dan pada waktu beraktifitas. Kesadaran dapat menurun bila emboli cukup besar.9,10
12
Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem vertebrobasilaris. Gangguan pada salah satu atau kedua sistem tersebut akan memberikan gejala klinis tertentu.11 6.1 Gangguan pada sistem karotis Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media) dapat terjadi gejala : 1) Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di lengan dan tungkai sesisi. 2) Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada lengan dan tungkai sesisi (hemiparesis/hemiplegi) 3) Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata atau sulit mengerti pembicaraan orang lain, ataupun keduanya (afasia) 4) Gangguan pengelihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh lapangan pandang (hemianopsia) 5) Mata selalu melirik ke satu sisi 6) Kesadaran menurun 7) Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat terjadi gejala: 1) 2) 3) 4)
Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa Ngompol (inkontinensia urin) Penurunan kesadaran Gangguan mengungkapkan maksud
Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior), dapat memberikan gejala : 1) Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan pandang pada satu sisi atau separuh lapangan pandang pada kedua mata. Bila bilateral disebut cortical blindness. 2) Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh sisi tubuh. 3) Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba atau mendengar suaranya. 6.2 Gangguan pada sistem vertebrobasilaris
13
Gangguan pada sistem vertebrobasilaris dapat menyebabkan gangguan penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital, gangguan nervus kranialis bila mengenai batang otak, gangguan motorik, gangguan koordinasi, drop attack, gangguan sensorik dan gangguan kesadaran.9,10 Selain itu juga dapat menyebabkan : Gangguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia, sehingga jalan sempoyongan Kehilangan keseimbangan Vertigo Nistagmus.11 Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan sensorik kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese yang disertai kejang. Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai hemiplegi, ini berarti terdapat lesi pada kapsula interna.9 Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans, tanda-tanda serebelar, nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu juga dapat terjadi gangguan sensoris, disartri, gangguan menelan, dan deviasi lidah.9
VII. DIAGNOSIS 1. DIAGNOSIS Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan pembuluh darah otak tertentu.9-11 7.1
Anamnesis Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat, onset,
nyeri kepala/tidak, kejang/tidak, muntah/tidak, kesadaran menurun, serangan pertama atau berulang. Juga bisa didapatkan informasi mengenai faktor resiko stroke. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, ras, dan genetik. 14
Sementara faktor resiko yang dapat diubah adalah hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, riwayat TIA/ stroke sebelumnya, merokok, kolesterol tinggi dalam darah, dan obesitas.10,12 7.2 Pemeriksaan fisiK Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale), tanda vital. Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan untuk melihat apakah ada deficit neurologis, tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda peningkatan TIK, ataupun tanda-tanda ransang meninges.10,12 Alat bantu skoring : Skor Hasanuddin Penggunaan skor Hasanuddin turut dilakukan dalam membantu mendiagnosa stroke pada sebelum atau tanpa adanya CT scan. Bagi stroke iskemik skornya kurang atau sama dengan 15. 9 SKOR HASANUDDIN Kesadaran Menurun
Menit - 1 jam 1 jam - 24 jam Sesaat tapi pulih kembali ≥ 24 jam Tidak beraktifitas
= = = = =
10 7,5 6 1 1
= = = =
10 7,5 1 0
= = = =
10 7,5 1 0
= =
7,5 1
Sakit Kepala
Sangat hebat Hebat Ringan Tidak ada
Muntah Proyektil
Menit - 1 jam 1 jam - 24 jam > 24 jam Tidak ada
Tekanan Darah Saat Serangan > 220/110 < 220/110
15
7.3 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium standar biasanya di gunakan untuk menentukan etiologi yang mencakup urinalisis, darah lengkap, kimia darah, dan serologi. Pemeriksaan yang sering dilakukan untuk menentukan etiologi yaitu pemeriksaan kadar gula darah, dan pemeriksaan lipid untuk melihat faktor risiko dislipidemia : 1.
Gula darah Tabel 7.1. Kadar glukosa darah.9 Kriteria diagnostik DM Bukan DMBelum pasti DMDM (mg/dl) Kadar glukosa darah sewaktu Plasma Vena Darah kapiler Kadar glukosa darah puasa Plasma vena Darah
(mg/dl)
(mg/dl)
<110 <90
110 – 199 90 – 199
>200 >200
<110 <90
110 – 125 90 – 109
>126 >110
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat hipertensi. Gatler menyatakan bahwa penderita stroke aterotrombotik di jumpai 30% dengan diabetes mellitus. Diabetes melitus mampu menebalkan pembuluh darah otak yang besar, menebalnya pembuluh darah otak akan mempersempit diameter pembuluh darah otak dan akan mengganggu kelancaran aliran darah otak di samping itu, diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke.5 2.
Profil lipid Tabel 7.2. Kadar Lipid Serum Normal.20 Kolesterol Total Optimal Diinginkan Tinggi LDL Optimal Mendekati optimal Diinginkan Tinggi Sangat tinggi HDL
(mg/dl) < 200 200 –239 ≥240 < 100 100 –129 130 –159 160 –189 ≥190
16
Rendah Tinggi Trigliserida Optimal Diinginkan Tinggi Sangat tinggi
< 40 ≥ 60 < 150 150 –199 200 –449 ≥500
LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. LDL merupakan komponen utama kolesterol serum yang menyebabkan peningkatan risiko aterosklerosis, HDL berperan memobilisasi kolesterol dari ateroma yang sudah ada dan memindahkannya ke hati untuk diekskresikan ke empedu , oleh karena itu kadar HDL yang tinggi mempunyai efek protektif dan dengan cara inilah kolesterol dapat di turunkan, namun penurunan kadar HDL merupakan faktor yang meningkatkan terjadinya aterosklerosis dan stroke.20 Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik pencitraan diantaranya yaitu : 1.
CT scan Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke yang terjadi. Pada stroke non-hemoragik, ditemukan gambaran lesi hipodens dalam parenkim otak. Sedangkan dengan pemeriksaan MRI menunjukkan area hipointens.12
Gambar 7.1. CT scan stroke iskemik 2.
MRI (magnetic resonance imaging) Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non hemoragik rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus. Alat ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.15 17
3.
Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography) Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan gelombang suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari kemungkinan penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya bermanfaat untuk mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan malformasi pembuluh darah otak.18
4.
Angiografi otak Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke dalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.18 Menurut perjalanan penyakitnya, diagnosis dapat dibedakan menjadi : 1.
Transient Ischemic Attack (TIA) Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak yang akan menghilang dalam waktu 24 jam. Diagnosa T.I.A berimplikasi bahwa lesi vascular yang terjadi bersifat reversible dan disebabkan embolisasi.9,11
2.
Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND). Gejala neurologik yeng timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu. Ini menggambarkan gejala yang beransuransur dan bertahap. RIND ini pula berimplikasi bahwa lesi intravaskular yang sedang menyumbat arteri serebral berupa timbunan oleh fibrin dan trombosit.9,11
3.
Stroke In Evolution Gejala klinis semakin lama semakin berat. Ini dikarenakan gangguan aliran darah yang makin berat.11
4.
Completed Stroke Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu.9,11
2. DIAGNOSIS BANDING 1)
Stroke Hemoragik
2)
Ensefalopati toksik/metabolik
3)
Ensefalitis
18
4)
Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma epidural, tumor otak)
5)
Kelainan non neurologis / fungsional (contoh: kelainan jiwa)
6)
Trauma kepala
7)
Ensefalopati hipertensif
8)
Migren hemiplegik
9)
Abses otak
10)
Sklerosis multipel.11,12
VIII. PENATALAKSANAAN Stroke adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya jenjang perubahan metabolik yang menimbulkan kerusakan saraf dengan lama bervariasi setelah terhentinya aliran darah kesuatu bagian otak. Dengan demikian, untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas perlu dilakukan intervensi secara cepat. Salah satu tugas terpenting dokter sewaktu menghadapi devisit neurologik akul, fokal, dan non konvulsif adalah menentukan apakah kausanya perdarahan atau iskemia-infark. Terapi darurat untuk kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena terapi untuk pembentukan trombus dapat memicu perdarahan pada stroke hemoragik. Pendekatan pada terapi darurat memiliki tiga tujuan : 1. Mencegah cedera otak akut dengan memuliihkan perfusi kedaerah iskemik non infark. 2. Membalikkan cedera saraf sedapat mungkin, 3. Mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel dari daerah penumbra iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang glutamat.7 Terapi pada stroke iskemik dibedakan pada fase akut dan pasca akut. 8.1 Fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit) Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian besar cedera jaringan neuron dapat dipulihkan.Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa yang disebut sebagai strategi neuroprotektif.7 Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu / mengancam fungsi
19
otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Secara umum dipakai patokan 5B, yaitu :3 1.
Breathing Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi paru-paru cukup baik. Pemberian oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.3
2.
Brain Posisi kepala diangkat 20-30 derajat. Udem otak dan kejang harus dihindari. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari keadaan penderta yang mengantuk, adanya bradikardi, atau dengan pemeriksaan funduskopi.3
3.
4.
Blood
Jantung harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG. Tekanan darah dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan sampai
menurunkan perfusi otak. Kadar Hb harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan drastis,
lebih-lebih pada penderita dengan diabetes mellitus lama. Keseimbangan elektrolit dijaga.3,10
Bowel Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau pasien tidak sadar, dianjurkan melalui pipa nasogastrik.10
5.
Bladder Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan kateter intermiten steril atau kateter tetap yang steril, maksimal 5-7 hari diganti, disertai latihan buli-buli.10
Penatalaksanaan komplikasi : 1) Kejang harus segera diatasi dengan diazepam/fenitoin iv sesuai protokol yang ada, lalu diturunkan perlahan. 2) Ulkus stres : diatasi dengan antagonis reseptor H2 3) Peneumoni : tindakan fisioterapi dada dan pemberian antibiotik spektrum luas
20
4) Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan pemberian Mannitol bolus : 1 g/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan 0,25-0,5 g/kg BB setiap 6 jam selama maksimal 48 jam. Steroid tidak digunakan secara rutin.10 Penatalaksanaan keadaan khusus : 1.
Hipertensi Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut hanya bila terdapat salah satu di bawah ini :
Tekanan sitolik >220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit Tekanan darah arterial rata-rata >130-140 mmHg pada dua kali pengukuran
selang 30 menit Disertai infark miokard akut/gagal jantung Penurunan tekanan darah maksimal 20% kecuali pada kondisi keempat, diturunkan sampai batas hipertensi ringan. Obat yang direkomendasikan: golongan beta bloker, ACE inhibitor, dan antagonis 2.
kalsium.10 Hipotensi Hipotensi harus dikontrol sampai normal dengan dopamin drips dan diobati
3.
4.
penyebabnya.10 Hiperglikemi Hiperglikemi harus diturunkan hingga GDS: 100-150 mg% dengan insulin subkutan selama 2-3 hari pertama.10 Hipoglikemi Hipoglikemi diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai normal dan
5.
penyebabnya diobati,10 Hiponatremi Hiponatremia dikoreksi dengan larutan NaCl 3%.10
Penatalaksanaan spesifik : 1. Fase Akut Pada fase akut dapat diberikan : Pentoksifilin infus dalam cairan ringer laktat dosis 8mg/kgbb/hari Aspirin 80 mg per hari secara oral 48 jam pertama setelah onset Dapat dipakai neuroprotektor: piracetam, cithicolin, nimodipin.10 2. Fase Pasca Akut Pada fase paska akut dapat diberikan: Pentoksifilin tablet: 2 x 400 mg ASA dosis rendah 80-325 mg/hari Neuroprotektor.10
21
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya strok.9 Rehabilitasi : Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka paling penting pada masa ini ialah upaya membetasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, ‘terapi wicara’ dan psikoterapi. Rehabilitasi segera dimulai begitu tekanan darah, denyut nadi, dan pernafasan penderita stabil.9 Tujuan rehabilitasi ialah : Memperbaiki fungsi motoris, bicara, dan fungsi lain yang terganggu Adaptasi mental, sosial dari penderita stroke, sehingga hubungan interpersonal menjadi normal Sedapat mungkin harus dapat melakukan aktivitas sehari-hari.9 Prinsip dasar rehabilitasi : Mulai sedini mungkin Sistematis Ditingkatkan secara bertahap Rehabilitasi yang spesifik sesuai dengan defisit yang ada.9 Terapi Preventif : Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru. Ini dapat dicapai dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor risiko strok : 1. 2. 3. 4.
Pengobatan hipertensi Mengobati diabetes mellitus Menghindari rokok, obesitas, stress, dll Berolahraga teratur.
8.2 STROKE BERULANG (RECURRENT STROKE) Stroke berulang merupakan suatu hal yang mengkhawatirkan pasien stroke karena dapat memperburuk keadaan dan meningkatkan biaya perawatan.13 Diperkirakan 25% orang yang sembuh dari stroke yang pertama akan mendapatkan stroke berulang dalam kurun waktu 5 tahun.13 Menurut studi Framingham, insiden stroke berulang dalam kurun waktu 4 tahun pada pria 42% dan wanita 24%. Makmur dkk. (2002) mendapatkan kejadian stroke berulang 29,52%, yang paling sering terjadi pada usia 60-69 tahun (36,5%), dan pada kurun waktu 1-5 tahun (78,37%) dengan faktor risiko utama adalah hipertensi (92,7%) dan dislipidemia (34,2%).
22
Faktor - faktor risiko strokeberulang belum didefinisikan dengan jelas, tetapi tampaknya hampir sama dengan faktor primer penyebab stroke. Risiko tinggi stroke berulang berhubungan dengan tekanan darah tinggi, penyakit katup jantung dan gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, hasil CT scan yang abnormal dan riwayat penyakit diabetes mellitus. Berdasarkan studi di Oxfordshire Community Stroke Project, risiko stroke berulang tidak berhubungan dengan umur, jenis kelamin, tipe patologi stroke, dan riwayat penyakit jantung atau fibrilasi atrium sebelumnya tidak berhubungan secara pasti dengan stroke berulang, dalam kurun waktu 30 hari sampai tahun-tahun pertama. Seseorang yang pernah terserang stroke mempunyai kecenderungan lebih besar akan mengalami serangan stroke berulang, terutama bila faktor risiko yang ada tidak ditanggulangi dengan baik. Karena itu perlu diupayakan prevensi sekunder yang meliputi gaya hidup sehat dan pengendalian faktor risiko, yang bertujuan mencegah berulangnya serangan stroke pada seseorang yang sebelumnya pernah terserang stroke. Dengan pertimbangan hal-hal di atas perlu dilakukan penelitian tentang beberapa faktor risiko yang mempengaruhi kejadian stroke berulang, meliputi faktor risiko yang dapat diubah dan tidak dapat diubah. Tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara patologis berperan dalam peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan pencetus atau faktor risiko dari beberapa penyakit vaskuler. Selain itu, adanya perubahan produksi protasiklin dan penurunan aktivitas plasminogen dalam pembuluh darah dapat merangsang terjadinya trombus.13 Diabetes mellitus akan mempercepat terjadinya aterosklerosis pembuluh darah kecil maupun besar di seluruh tubuh termasuk di otak, yang merupakan salah satu organ sasaran diabetes mellitus. Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat stroke akan memperbesar kemungkinan meluasnya area infark karena terbentuknya asam laktat akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang merusak jaringan otak.13 Menurut Broderick, dkk (1992), kelainan jantung yang sering berhubungan dengan stroke berulang adalah : Aterosklerosis, Disritmia jantung khususnya fibrilasi atrium, 23
Penyakit jantung iskemik, Infark miokard, dan Gagal jantung.13 Kelainan-kelainan jantung tersebut dapat ditampilkan dalam gambaran EKG. Obat antiplatelet bermanfaat untuk mencegah terjadinya clot dan merupakan obat pilihan untuk mencegah terjadinya stroke trombotik. Obat-obat dengan khasiat antiplatelet seperti aspirin, tiklopidin, dipiridamol, silostasol, dan klopidogrel dibutuhkan untuk mengobati dan mencegah stroke20. Aspirin lebih sering dipakai untuk pengobatan pada pencegahan stroke primer maupun sekunder.13 Banyak studi sebelumnya yang terbukti bahwa penggunaan aspirin mengurangi kejadian stroke berulang hingga kira-kira 25%. Pada penelitian tiklopidin dapat menurunkan 21% risiko relatif terjadinya stroke berulang dalam 3 tahun pemberian. Sementara itu klopidogrel lebih efektif dibanding dengan aspirin dalam menurunkan risiko stroke iskemik, infark miokard, kematian karena faktor vaskuler pada pasien dengan penyakit aterotrombotik, atau untuk mencegah terjadinya stroke sekunder.12 IX. PENCEGAHAN Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia, upaya yang dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu: 9.1. Pencegahan Primordial Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak, media elektronik dan billboard. 9.2. Pencegahan Primer
24
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain: a. Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obatobatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya. b. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan. c. Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vascular aterosklerotik lainnya. d. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak sayuran, buahbuahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan beralih pada makanan tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan susu rendah lemak serta dianjurkan berolah raga secara teratur. 9.3. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke. Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan adalah: a. Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar antara 80-320 mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan katup) dan kondisi koagulopati yang lain. b. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra indikasi terhadap asetosal (aspirin). c. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak. 9.4. Pencegahan Tertier
25
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial. Rehabilitasi akan diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan peran serta keluarga. a. Rehabilitasi Fisik Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat membantu proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang diberikan yaitu yang pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita seperti masalah kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan serta mobilitas di tempat tidur. Terapi yang kedua adalah terapi okupasional (Occupational Therapist atau OT), diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai baju, makan dan buang air. Terapi yang ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam menelan makanan dan minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi dengan orang lain. b. Rehabilitasi Mental Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional yang dapat mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia, murung dan depresi. Masalah emosional yang mereka alami akan mengakibatkan penderita kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi. Oleh sebab itu, penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan melakukan konsultasi dengan psikiater atau ahki psikologi klinis. c. Rehabilitasi Sosial Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu penderita stroke menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi perubahan gaya hidup, hubungan perorangan, pekerjaan, dan aktivitas senggang. Selain itu, petugas sosial akan memberikan informasi mengenai layanan komunitas lokal dan badan-badan bantuan sosial. 26
X. PROGNOSIS Prognosis stroke secara umum adalah ad vitam. Tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul.12 Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran status neurologik setelah dirawat. Sebagian disebakan edema otak dan iskemi otak. Sekitar 10% pasien dengan stroke iskemik akan membaik dengan fungsi normal. Prognosis lebih buruk pada pasien dengan kegagalan jantung kongestif dan penyakit jantung koroner.9
BAB III KESIMPULAN Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal atau global yang berkembang cepat ( dalam detik atau menit). Gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi
27
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral, dapat di bagi dalam : 1
Stroke non hemoragik yang mencakup TIA (Transient Ischemic Attack) Stroke in-evolution Stroke trombotik Stroke embolik Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti tumor, abses, granuloma.
2 Berdasarkan subtipe penyebab
Stroke lacunar
Stroke trombotik pembuluh besar
Stroke embolik
Stroke kriptogenik Jika terbentuk trombus pada aliran darah cepat, dan trombus ini melewati
permukan kasar seperti plaque arteria maka akan terbentuk white clot (gumpalan platelet dengan fibrin). Obat yang bermanfaat adalah aspirin untuk mengurangi agregasi platelet ditambah tiklodipin untuk mengurangi daya pelekatan dari fibrin. Bila kemudian hal ini diikuti oleh stenosis dan pelambatan aliran darah yang progresif, maka terapi adalah antikoagulan sampai penyebab dapat dihilangkan atau sampai buntu total dan aliran darah hanya dari kolateral saja baru antikoagulan dihentikan dan diganti dengan aspirin. DAFTAR PUSTAKA
1. Wilkinson I, Lennox G. Essential neurology.
4th edition. Massachusetts:
Blackwell Publishing; 2005. P. 25. 2. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Clinical neurologi. 8 th edition. New York: McGraw-Hill; 2012. P. 2276.
28
3. Corwin EJ. Patofisiologi : buku saku ; alih bahasa, Subekti NB; editor Yudha EK. 3rd edition. Jakarta: EGC; 2009. P. 251 4. Ginsberg L. Lecture note: Neurology. 8th edition. Jakarta: Erlangga; 2007. P. 89 5. Setyopranoto I. Stroke: gejala dan penatalaksanaan. CDK 185. 2011; 38 (4) : 247. Diunduh dari www.kalbemed.com pada tanggal 8 Desember 2014. 6. Chandra, B. Stroke dalam nurology klinik. Surabaya: Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo; 1994. P. 28-51. Diunduh dari pubmed pada tanggal 9 Desember 2014 7. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology. 2nd edition. Editor: Harsono. Yogyakarta: Gadjah Mada university press; 2005. P. 81-3. Diunduh dari pubmed pada tanggal 9 Desember 2014 8. Widjaja L. Stroke patofisiologi dan penatalaksanaan. Surabaya: Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo; 1993. P. 20. Diunduh dari pubmed pada tanggal 9 Desember 2014. 9. Gilroy J. Cerebrovascular Disease. In: Gilroy J Basic Neurology, 3rd edition. New York: McGraw Hill; 2000. P. 225-8. 10. Misbach J. Stroke in Indonesia: a first Large Prospective Hospital-Based Study of Acute Stroke in 28 Hospitals in Indonesia. Journal of Clinical Neurosciences 8; 2000. P. 245-9. 11. Snell RS. Kepala dan leher. Dalam: Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h.761-2 12. Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada Usia Muda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003.hal:3-11. 13. Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006. 14. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 2. EGC. Jakarta. 2006: 1110-19 15. Feigin V. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke. PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta. 2011: 29-30.
29
16. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi , Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 1. EGC. Jakarta. 2006: 580-81. 17. Hartwig M. Penyakit serebrovaskular. Dalam: Price SA,eds. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2005.h.1105-30. 18. Morris JH. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V,eds. Buku ajar patologi. Volume 2. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2002. h.474-510. 19. Smith WS, English JD, Johnston SC. Cerebrovascular diseases in harrison’s neurology in clinical medicine. 3rd edition. New York: Mcgraw Hill; 2013. P. 261. 20. Kristofer D. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009.FK USU.medan.2010. diunduh dari http://repository.usu.ac.id pada tanggal 10 desember 2014
30