BAB I PENDAHULUAN
Stroke adalah salah satu penyakit yang menyebabkan kematian, kecacatan fisik dan mental. Mempelajari tentang distribudi stroke meliputi insiden, prevalensi, dan hal-hal yang menjadi perhatian khusus seperti tingkat kematian/ kecacatan yang tinggi dan mempelajari juga tentang determinan determinan stroke meliputi kondisi kondisi predisposisi dan faktor-faktor resiko.
Stroke merupakan salah satu sindrom neurologi yang merupakan ancaman terbesar menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. Di Amerika stroke menempati urutan ketiga penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker. Sedangkan di Indonesia data nasional stroke stroke menunjukkan angka angka kematian kematian tertinggi 15,4%
Dari data studi Framingham yang dilakukan setiap 2 tahun selama 36 tahun pada 5070 pria dan wanita yang tidak berpenyakit cardiovaskuler, berusia 30-62 tahun didapatkan kasus stroke dan transient ischemic attack (TIA) sebanyak 693 orang.
Dua karakteristik demografik yang di kemukakan adalah usia dan gender. Usia rata-rata stroke adalah 58,8 tahun kurang lebih 13,3 tahun, dengan kisaran 18-95 tahun. Usia ratarata wanita lebih tua dari pada pria 60,4 versus 57,5. Usia dari 45 tahun sebanyak 12,5% dan lebih dari 65 tahun sebanyak 35,8%. Dari data ini terlihat peningkatan kejadian stroke yang berkorelasi dengan bertambahnya usia.
Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, stroke masih merupakan masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi penangulangan stroke yang mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif.
Keberadaan unit stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah menjadi keharusan, terlebih bila melihat angka penderita stroke yang terus meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Karena penanganan stroke yang cepat, tepat dan akurat akan meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah penulis menyusun makalah mengenai stroke yang menunjukan masih menjadi salah satu pemicu kematian tertinggi di Indonesia. Dalam makalah ini kami akan membahas lebih dalam mengenai stroke iskemik.
BAB II ISI
2.1. DEFINISI STROKE ISKEMIK
Stroke adalah sindroma fokal neurologi yang terjadi mendadak dengan tipe spesifik akibat penyakit pada pembuluh darah otak. Terminologi penyakit pembuluh darah otak adalah semua abnormalitas otak akibat proses patologik pada pembuluh darah otak. Proses ini dapat berupa penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding pembuluh darah menyebabkan perdarahan, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah dan perubahan viskositas maupun kualitas darah sendiri. Selain yang telah disebutkan di atas, proses patologi ini dapat terjadi sekunder yang disebabkan proses lain, seperti peradangan arteriosklerosis, hipertensi dan diabetes mellitus.
Proses primer yang terjadi mungkin tidak menimbulkan gejala ( silent ) dan akan muncul secara klinis jika aliran darah ke otak ( cerebral blood flow ) turun sampai ke tingkat melampaui batas toleransi jaringan otak, yang disebut ambang aktivitas fungsi otak. Keadaan ini menyebabkan sindrom klinik yang disebut stroke. Stroke iskemik merupakan stroke yang terjadi akibat penyumbatan pembuluh darah serebral yang menyebabkan terjadinya iskemik dan nekrosis di daerah yang mengalami kekurangan pasokan aliran darah di bawah batas yang dibutuhkan sel otak untuk tetap bertahan ( survive).
2.2. KLASIFIKASI
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu Stroke iskemik maupun Stroke hemorragik. Pada Stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami Stroke jenis ini. Pada Stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung. Stroke Iskemik terbagi lagi menjadi 3 yaitu:
1. Stroke Trombotik : proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan. 2. Stroke Embolik : Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah. 3. Hipoperfusion Sistemik : Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
2.3. FAKTOR RESIKO
Ada beberapa faktor resiko yang menyebabkan seseorang dapat menderita stroke. Faktor-faktor tersebut yaitu:
1) Hipertensi Merupakan faktor resiko utama stroke. Terutama stroke iskemik. Berdasarkan studi FRAMINGHAM kategori hipertensi dibagi:
Hipertensi
>/= 160/95 mmHg
Normotensi
= 140/90 mmHg
Borderline/ Ht Ringan antara 140/90 -160/95 mmHg
Menurut perhitungan statistic dengan variable usia ternyata hipertensi dan normotensi mempunyai resiko stroke sebesar 3:1 untuk pria dan 2,9:1 untuk wanita.Artinya dengan factor resiko hipertensi ditambah usia lanjut,kejadian stroke untuk pria 3x dan wanita 2,9x lebih sering dibandingkan mereka yang berusia lanjut dengan tekanan darah normal.
2) Fibrilasi Atrium (FA) Penyakit Katup Jantung Study FRAMINGHAM mendapatkan peningkatan 5,6x lebih besar kejadian stroke pada orang dengan fibrilasi atrium. FA juga merupakan penyebab aritmia cardiac pada orang tua.
3) Diabetes Mellitus Pada penderita DM meningkatkan terjadinya aterosklerosis pada arteri koroner, arteri femoral dan arteri cerebral. Sehingga mempermudah terjadinya stroke. 4) Hematokrit, Fibrinogen dan Polisitemia Interaksi antara tingginya hematokrit dan fibrinogen, terbukti secara patologi akan menyempitkan penetrasi arteri kecil dan meningkatkan stenosis arteri cerebral.
5) Hiperkolesterolemia Serum kolesterol total merupakan variable independen dan bermakna mempunyai hubungan dengan timbulnya penyakit jantung koroner baik wanita maupun
pria.Insiden penyakit jantung koroner ini juga diperlihatkan oleh peningkatan ratio kolesterol total berbanding dengan HDL kolesterol.
6) Pil Kontrasepsi, Merokok, Alkohol dan Riwayat Stroke Pemakaian oral kontrasepsi dilaporkan akan meningkatkan risiko stroke terutama pada wanita berusia >35 tahun. Peningkatan risiko ini akan lebih nyata pada orang yang menderita penyakit kardiovaskuler,perokok,dan hipertensi. Infark serebri yang terjadi disebabkan oleh gangguan trombotik dan bukan karena aterosklerosis. Merokok merupakan faktor resiko kuat terjadinya infark miokard dan kematian mendadak. Merokok meningkatkan resiko stroke trombotik dan perdarahan subarachnoid juga sudah diterima secara luas.
2.4. PATOFISIOLOGI STROKE ISKEMIK Anatomi pembuluh darah otak
2/3 otak depan kedua belahan otak dan struktur subkortikal mendapat darah dari sepasang arteri karotis interna, sedangkan 1/3 bagian belakang yang meliputi serebellum, korteks oksipital bagiann posterior batang otak, memperoleh darah dari sepasang arteri vertebralis kanan dan kiri dan kemudian bersatu menjadi arteri basilaris. Kedua arteri utama ini disebut sistem karotis interna dan sistem vertebrobasiler. Kedua sistem ini beranastomosis membentuk sirkulus arteriosus Willisi. Sirkulus ini merupakan lingkaran tertutup dan berada di dasar hipotalamus dan khiasma optikum.
Fisiologi otak
Jumlah aliran darah ke otak (CBF) biasanya dinyatakan dalam cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada tekanan perfusi otak ( cerebral perfusio pressure / CPP) dan resistensi serebrovaskuler (cerebrovascular resistance / CVR).
CBF =
CPP
CVR
=
MABP – ICP
CVR
Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sitemik ( mean arterial blood pressure/ MABP) dikurangi dengan tekanan intrakranial, sedangkan komponen CVR ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Tonus pembuluh darah otak 2. Struktur dinding pembuluh darah 3. Viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak
Dari percobaan hewan maupun manusia, derajat ambang batas CBF secara langsung berhubungan dengan fungsi otak, yaitu:
a. Ambang fungsional :50-60 cc/100gr/menit. Bila tidak terpenuhi, fungsi neuronal terhenti, tetapi integritas sel saraf masih utuh. b. Ambang aktifitas listrik otak 15cc/100gr/menit. Bila tidak terpenuhi, aktifitas listrik neuronal terhenti artinya sebagian struktur intrasel berada dlm proses disintegrasi. c. Ambang kematian sel yaitu batas aliran darah otak yang bila tak terpenuhi, akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak (CBF kurang dari 15 cc/100gr/menit)
Patogenesis Infark Otak
Iskemik otak dapat bersifat fokal atau global. Terdapat perbedaan etiologi keduanya. Padda iskemik global, aliran otak secara keseluruhan menurun akibat tekanan perfusi, misalnya karena syok irreversible akibat henti jantung, perdarahan sistemik yang masif, fibrilasi artrial berat dan lain-lain. Sedangkan iskemiuk fokal terjadi akibat menurunnya tekanan perfusi otak regional. Keadaan ini disebabkan oleh sumbatan atau pecahnya salah
satu pembuluh darah di otak di daerah sumbatan atau tertutupnya aliran darah atau sebagian atau seluruh lumen pembuluh darah otak. Penyebabnya antara lain:
a. Perubahan patologi pada dinding arteri pembuluh darah otak meny ebabkan trobosis yang diawali oleh proses arteriosklerosis di tempat tersebut. b. Perubahan akibat proses hemodinamik disebabkan oleh tekanan perfusi sangat menurun karena sumbatan di bagian proksimal pembuluh arteri seperti sumbatan arteri karotis atau vertebro-basilar. c. Perubahan akibat perubahan sifat dari misalnya; anemia sickle cell, leukimia akut, polisitemia, hemmoglobinopati dan makroglobulinemia. d. Sumbatan pembuluh akibat emboli daerah proksimal misalnya: trombosis arteriarteri, emboli jantung dan lain-lain.
Perubahan Fisiologi pada Aliran Darah Otak
Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan atau sebab lain, akan menyebabkan iskeemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di sekitarnya mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi, memungkinkan terjadinya beberapa keadaan berikut ini:
1. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. 2. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF regional lebih besar, tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu memulihkan fungsi neurologik dalam waktu beberapa hari sampai dengan 2 minggu. 3. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas sehingga mekanisme kolateral dan kompensasi tak dapat mengatasinya. Dalam keadaan ini timbul defisit neurologis yang berlanjut.
Pada iskemia otak yang luas tampak daerah yang tidak homogen akibat perbedaan tingkat iskemia, yang terdiri dari 3 lapisan (area) yang berbeda:
1. Lapisan inti yang sangat iskemik ( ishcemic core) terlihat sangat pucat karena CBFnya paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran pembuluh darah tanpa aliran darah. Kadar asam laktat didaerah ini tinggi dengan PO2 yang rendah. Daerah ini akan mengalami nekrosis. 2. Daerah di sekitar ischemic core yang CBF-nya juga rendah, tetapi masih lebih tinggi daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel neuron tidak sampai mati, fungsi sel terhenti dan menjadi functional paralysis. Pada daerah ini PO2 rendah, PCO2 tinggi dan asam laktat meningkat. Astrup menyebutnya sebagai ischemic penumbra. 3. Daerah disekeliling penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema. Pembuluh darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi dan kolateral maksimal. Pada daerah ini CBF sangat meninggi sehingga disebut sebagai daerah dengan perfusi berlebihan (luxury perfusion).
Konsep “penumbra iskemia” merupakan sandaran dasar pada pengobatan stroke,
karena merupakan manifestasi terdapatnya struktur selkular neuron yang masih hidup dan mungkin masih reversibel apabila dilakukan pengobatan yang cepat. Usaha pemulihan daerah penumbra dilakukan dengan reperfusi yang harus tepat waktunya supaya aliran darah kembali ke daerah iskemia tidak terlambat, sehingga neuron penumbra tidak mengalami nekrosis.
Perubahan lain yang terjadi adalah kegagalan autoregulasi di daerah iskemia, sehingga respon arteriole terhadap perubahan tekanan darah dan oksigen atau karbondioksida menghilang.
Mekanisme patologi lain yang terjadi pada aliran darah otak adalah, berkurangnya aliran darah seluruh hemisfer di sisni yang sama dan juga di sisi hemisfer yang berlawanan (diaschisis) dalam tingkat yang lebih ringan. Di samping itu, di daerah cermin ( mirror area) pada sisi kontra lateral hemisfer mengalami proses diaskisis yang relatif paling terkena dibanding sisi lainnya, dan juga pada sisi kontralateral hemisfer serebral ( remote area).
Perubahan aliran darah ke otak bersifat umum/global akibat stroke ini disebut diaskisis, yang merupakan reaksi global terhadap aliran darah otak, karena seluruh aliran darah otak berkurang/menurun. Kerusakan hemisfer terutama lebih besar pada sisi yang tersumbat (ipsilateral dari sumbatan).
Proses ini diduga karena pusat dibatang otak (yang mengatur tonus pembuluh darah di otak) mengalami stimulasi sebagai reaksi terjadinya sumbatan atau pecahnya salah satu pembuluh darah sistem serbrovaskuler, didasari oleh mekanisme neurotransmiter dopamin atau serotonin yang mengalami perubahan keseimbangan mendadak sejak saat stroke.
2.5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya. Sebagian besar kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat, dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit. Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya defisit neurologik secara mendadak/subakut, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Sedangkan stroke iskemik akibat emboli serebri didapatkan pada usia lebih muda, terjadi mendadak dan pada waktu beraktifitas. Kesadaran dapat menurun bila emboli cukup besar.
Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem vertebrobasilaris. Gangguan pada salah satu atau kedua sistem tersebut akan memberikan gejala klinis tertentu.
Gangguan pada sistem karotis
Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media) dapat terjadi gejala:
Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di lengan dan tungkai sesisi
Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada lengan dan tungkai sesisi (hemiparesis/hemiplegi)
Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata atau sulit mengerti pembicaraan orang lain, ataupun keduanya (afasia)
Gangguan pengelihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh lapangan pandang (hemianopsia)
Mata selalu melirik ke satu sisi
Kesadaran menurun
Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya
Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat terjadi gejala:
Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa
Ngompol (inkontinensia urin)
Penurunan kesadaran
Gangguan mengungkapkan maksud
Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior), dapat memberikan gejala:
Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan pandang pada satu sisi atau separuh lapangan pandang pada kedua mata. Bila bilateral disebut cortical blindness.
Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh sisi tubuh.
Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba atau mendengar suaranya.
Gangguan pada sistem vertebrobasilaris
Gangguan pada sistem vertebrobasilaris dapat menyebabkan gangguan penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital, gangguan nervus kranialis bila mengenai batang otak, gangguan motorik, gangguan koordinasi, drop attack, gangguan sensorik dan gangguan kesadaran.
Selain itu juga dapat menyebabkan:
Gangguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia, sehingga jalan sempoyongan
Kehilangan keseimbangan
Vertigo
Nistagmus
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan sensorik kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese yang disertai kejang. Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai hemiplegi, ini berarti terdapat lesi pada kapsula interna.
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans, tanda-tanda serebelar, nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu juga dapat terjadi gangguan sensoris, disartri, gangguan menelan, dan deviasi lidah.
2.6. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan pembuluh darah otak tertentu.
Anamnesis:
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat, onset, nyeri kepala/tidak, kejang/tidak, muntah/tidak, kesadaran menurun, serangan pertama atau berulang. Juga bisa didapatkan informasi mengenai faktor resiko stroke. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, ras, dan genetik. Sementara faktor resiko yang dapat diubah adalah hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, riwayat TIA/ stroke sebelumnya, merokok, kolesterol tinggi dalam darah, dan obesitas.
Pemeriksaan fisis:
Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale), tanda vital.
Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan untuk melihat apakah ada deficit neurologis, tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda peningkatan TIK, ataupun tandatanda ransang meninges.
Alat bantu skoring: Skor Hasanuddin
Penggunaan skor Hasanuddin turut dilakukan dalam membantu mendiagnosa stroke pada sebelum atau tanpa adanya CT scan. Bagi stroke iskemik skornya kurang atau sama dengan. Skor Hasanuddin
Kesadaran menurun Menit – 1 jam
= 10
1 jam – 24 jam
= 7,5
Sesaat tapi pulih kembali
=6
>= 24 jam
=1
Tidak ada
=0
Waktu serangan Sedang beraktifitas Tidak beraktifitas
= 6,5 =1
Sakit kepala Sangat hebat Hebat
= 10 = 7,5
Ringan
=1
Tidak ada
=0
Muntah proyektil Menit – 1 jam
= 10
1 jam - 24 jam
= 7,5
>24 jam
=1
Tidak ada
=0
Tekanan darah saat serangan > 220/110
= 7,5
< 220/110
=1
Pemeriksaan penunjang:
Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke yang terjadi. Pada stroke non-hemoragik, ditemukan gambaran lesi hipodens dalam parenkim otak. Sedangkan dengan pemeriksaan MRI menunjukkan area hipointens.
Menurut perjalanan penyakitnya, diagnosis dapat dibedakan menjadi: 1. Transient Ischemic Attack (TIA) Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak yang akan menghilang dalam waktu 24 jam. Diagnosa T.I.A berimplikasi bahwa lesi vascular yang terjadi bersifat reversible dan disebabkan embolisasi. 2. Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND).
Gejala neurologik yeng timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu. Ini menggambarkan gejala yang beransuransur dan bertahap. RIND ini pula berimplikasi bahwa lesi intravaskular yang sedang menyumbat arteri serebral berupa timbunan oleh fibrin dan trombosit.
3. Stroke in evolution
Gejala klinis semakin lama semakin berat. Ini dikarenakan gangguan aliran darah yang makin berat.
4. Completed Stroke Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu.
2. 7.DIAGNOSIS BANDING
1.
Strok Hemoragik
2.
Ensefalopati toksik/metabolic
3.
Ensefalitis
4.
Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma epidural, tumor otak)
5.
Kelainan non neurologis / fungsional (contoh: kelainan jiwa)
6.
Trauma kepala
7.
Ensefalopati hipertensif
8.
Migren hemiplegic
9.
Abses otak
10.
Sklerosis multiple
2 .8. PENATALAKSANAAN
Stroke adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya jenjang perubahan metabolik yang menimbulkan kerusakan saraf dengan lama bervariasi setelah terhentinya aliran darah kesuatu bagian otak. Dengan demikian, untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas perlu dilakukan intervensi secara cepat. Salah satu tugas terpenting dokter sewaktu menghadapi devisit neurologik akul, fokal, dan nonkonvulsif adalah menentukan apakah kausanya perdarahan atau iskemia-infark. Terapi darurat untuk kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena terapi untuk pembentukan trombus dapat memicu perdarahan pada stroke hemoragik. Pendekatan pada terapi darurat memiliki tiga tujuan: (1) mencegah cedera otak akut dengan memuliihkan perfusi kedaerah iskemik noninfark, (2) membalikkan cedera saraf sedapat mungkin, (3) mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel dari daerah penumbra iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang glutamat. Terapi pada stroke iskemik dibedakan pada fase akut dan pasca akut. Adapun penatalaksanaannya sebagai berikut:
Fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit)
Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian besar cedera jaringan neuron dapat dipulihkan.Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa yang disebut sebagai strategi neuroprotektif.
Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu / mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Secara umum dipakai patokan 5B, yaitu: a. Breathing Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi paru-paru cukup baik. Pemberian oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang. b. Brain Posisi kepala diangkat 20-30 derajat. Udem otak dan kejang harus dihindari. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari keadaan penderta yang mengantuk, adanya bradikardi, atau dengan pemeriksaan funduskopi. c. Blood Jantung harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG. Tekanan darah dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan sampai
menurunkan perfusi otak. Kadar Hb harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan drastis, lebih-
lebih pada penderita dengan diabetes mellitus lama. Keseimbangan elektrolit dijaga.
d. Bowel Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau pasien tidak sadar, dianjurkan melalui pipa nasogastrik
e. Bladder Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan kateter intermiten steril atau kateter tetap yang steril, maksimal 5-7 hari diganti, disertai latihan bulibuli.
Penatalaksanaan komplikasi: · Kejang harus segera diatasi dengan diazepam/fenitoin iv sesuai protokol yang ada, lalu diturunkan perlahan. · Ulkus stres: diatasi dengan antagonis reseptor H2 · Peneumoni: tindakan fisioterapi dada dan pemberian antibiotik spektrum luas · Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan pemberian Mannitol bolus: 1 g/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan 0,25-0,5 g/kg BB setiap 6 jam selama maksimal 48 jam. Steroid tidak digunakan secara rutin.
Penatalaksanaan keadaan khusus: ·
Hipertensi
ü Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut hanya bila terdapat salah satu di bawah ini: Tekanan sitolik >220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit Tekanan darah arterial rata-rata >130-140 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
Disertai infark miokard akut/gagal jantung ü Penurunan tekanan darah maksimal 20% kecuali pada kondisi keempat, diturunkan sampai batas hipertensi ringan.
ü Obat yang direkomendasikan: golongan beta bloker, ACE inhibitor, dan antagonis kalsium. · Hipotensi harus dikontrol sampai normal dengan dopamin drips dan diobati penyebabnya. · Hiperglikemi harus diturunkan hingga GDS: 100-150 mg% dengan insulin subkutan selama 2-3 hari pertama. · Hipoglikemi diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai normal dan penyebabnya diobati · Hiponatremia dikoreksi dengan larutan NaCl 3%.
Penatalaksanaan spesifik:
·
Pada fase akut dapat diberikan:
Pentoksifilin infus dalam cairan ringer laktat dosis 8mg/kgbb/hari Aspirin 80 mg per hari secara oral 48 jam pertama setelah onset · Dapat dipakai neuroprotektor: piracetam, cithicolin, nimodipin.
Fase Pasca Akut
Pada fase paska akut dapat diberikan:
· Pentoksifilin tablet: 2 x 400 mg · ASA dosis rendah 80-325 mg/hari · Neuroprotektor
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
Rehabilitasi
Strok merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka paling penting pada masa ini ialah upaya membetasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, ‘terapi wicara’ dan psikoterapi. Rehabilitasi segera dimulai
begitu tekanan darah, denyut nadi, dan pernafasan penderita stabil.
Tujuan rehabilitasi ialah:
· Memperbaiki fungsi motoris, bicara, dan fungsi lain yang terganggu · Adaptasi mental, sosial dari penderita stroke, sehingga hubungan interpersonal menjadi normal · Sedapat mungkin harus dapat melakukan aktivitas sehari-hari
Prinsip dasar rehabilitasi:
·
Mulai sedini mungkin
· Sistematis ·
Ditingkatkan secara bertahap
·
Rehabilitasi yang spesifik sesuai dengan defisit yang ada
Terapi preventif Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru. Ini dapat dicapai dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor risiko strok : 1. Pengobatan hipertensi 2. Mengobati diabetes mellitus 3. Menghindari rokok, obesitas, stress, dll 4. Berolahraga teratur.
2.9. PENCEGAHAN
A.
1.
Pencegahan primer
Strategi kampanye nasional yang terintegrasi dengan program pencegahan penyakit vaskular
lainnya 2.
Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas stroke:
· Menghindari: rokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya · Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan · Mengendalikan: hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainnya. · Menganjurkan: konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur
B.
Pencegahan sekunder
1.
Modifikasi gaya hidup beresiko strok dan faktor resiko lainnya
Hipertensi: diet, obat antihipertensi yang sesuai Diabetes melitus: diet, OHO/insulin Dislipidemia: diet rendah lemak dan obat antidilipidemia Berhenti merokok Hindari alkohol, kegemukan, dan kurang gerak Hiperurisemia: diet, antihiperurisemia
2.
Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin.
3.
Obat-obatan yang digunakan:
Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagi obat pilihan pertama, dengan dosis berkisar 80-320 mg/hari Antikoagulan oral (warfarin/dikumarol) diberikan pada pasien dengan faktor risiko penyakit jantung